REAKTOR BATCH
FLAVIANA YOHANALA P.T
POLITEKNIK ATI MAKASSAR
2016
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN LAJU REAKSI
TERTENTU
N A0 N A N /V C
XA 1 A 1 A
N A0 N A0 / V C A0
C A C A0 C A
X A 1
C A0
C A0 C A C A0 (1 X A ) ......(15)
X A C A0 C A0 C A
C A C A0 X A C A0
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN LAJU REAKSI
TERTENTU
REAKSI ORDER 1
Misalkan suatu larutan A dengan konsentrasi CA0 gmol/L dalam reaktor
batch dengan volume larutan V L bereaksi membentuk B dengan
persamaan reaksi A B, reaksi merupakan reaksi order 1 dengan laju
reaksi -rA= -kCA, maka dapat dibuat persamaan hubungan konversi
dengan waktu menggunakan neraca massa pada reactor batch :
kecepatan kecepatan kecepatan kecepatan
bahan masuk bahan keluar bahan bereaksi akumulasi
dC AV
0 0 kCAV
dt
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN LAJU REAKSI
TERTENTU
CA
ln kt
C A0
CA
e kt
C A0
C A C A0 e kt ......(16)
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
C A0 (1 X A ) C A0e kt
X A 1 e kt ......(17)
Soal :
1.1 Suatu larutan A dengan konsentrasi 0,5 gmol/L dalam reaktor
batch dengan volume larutan 2,5 L bereaksi membentuk B dengan
persamaan reaksi A B, reaksi merupakan reaksi orde 1 dengan
laju reaksi rA= kCA, dengan nilai k=0,01 1/menit. Berapa konsentrasi A,
konversi A serta konsentrasi B setelah 3 menit ?
Penyelesaian :
1.1 Dengan penjabaran neraca massa A seperti di atas dipeoleh
persamaan :
C A C A0 e kt
1
( 0 , 01 )( 3 menit)
gmol menit
C A 0,5 e
L
C A 0,485 gmol / L
X A 1 e kt
1
( 0 , 01 )( 3 menit )
menit
X A 1 e 0,029
KELEBIHAN
KELEMAHAN
Mudah digunakan untuk reaksi
Tidak dapat digunakan untuk
dengan mekanisme sederhana,
reaksi dengan mekanisme yang
atau jika data yang diperoleh
lebih kompleks
sangat tersebar
Analisis Data dengan
Cara Differensial
Metode yang dilakukan :
1. Mencari nilai dCA/dt dari data
2. Menguji persamaan kecepatan dengan data kinetik
yang tersedia
KELEBIHAN
Digunakan untuk reaksi dengan KELEMAHAN
mekanisme yang lebih rumit, Lebih rumit daripada cara
dan lebih akurat untuk kasus integral
dengan jumlah data banyak
Reaktor Batch
dengan Volume
Konstan
1. Cara Integral
Prosedur umum
Analisis data dengan cara integral selalu diawali dengan memilih
persamaan kecepatan tertentu untuk diuji dengan cara integral dan
membandingkan kurva hubungan C perkiraan dengan data C terhadap t
dari percobaan.
Jika tidak cocok, dilakukan tebakan yang lain kemudian diuji. Cara ini baik
digunakan jika reaksinya sederhana misalnya untuk reaksi-reaksi elementer.
Cara ini dijelaskan dengan kasus-kasus sebagai berikut.
Reaksi Unimolekuler tidak dapat balik,
order 1
dX
k (1 X A )
Jika diatur kemudian diintegralkan memberikan:
A
dt
atau
X t
Jika grafik
A
dX Ahubungan -ln (1-XA) atau ln(1-X
(CA/C ) terhadap t adalah
(6) garis lurus maka reaksi
yang kita amati benar,
mengikuti reaksi order 1.
k dt - ln A ) =
A0kt
0
1 XA 0
Namun perlu diperhatikan, untuk persamaan kecepatan:
adalah reaksi order 1, tetapi analisisnya tidak sama dengan yang diuraikan di atas.
dC A
kC 0A,5 C 0B,5
dt
Pers. Garis:
- ln (1-XA) = kt
Menentukan k
k = slope
Reaksi Order 2 bimolekuler tidak dapat balik
dC A dC
B kC A C B (8)
dari persamaan stoikiometri dapat
dt dilihat
dt bahwa jumlah A dan B yang bereaksi
setiap saat adalah sama yaitu CA0XA. Persamaan (7 dan 8) dapat dinyatakan
dalam XA sebagai:
dX A
C A0 k(C A0 C A0 X A )(C B0 C A 0 X A ) (9)
dt
Jika perbandingan mol B dan A pada keadaan awal adalah M, maka M = CB0/CA0
diperoleh:
dX A
rA C A0 kC 2A 0 (1 X A )( M X A ) (10)
dt
Dengan pemisahan dan integrasi menjadi:
XA t
dX A
Penyelesaian akhirnyadapat ditulis dalambeberapa
C A 0 k dt bentuk, yaitu: (11)
0
(1 X A )( M X A ) 0
1 X B M XA C C C
ln ln ln B A0 ln B (12)
1 elementer
Jika reaksi memang XA 1 X A2) seperti
M (order C B 0yang
C A ditunjukkan
MC A Persamaan (7), maka
grafik hubungan
Cln(C B/C
A0 ( M 1A))ktdengan
(C B 0 waktu,
C A0 )ktt,, berupa
dengangaris
M lurus
1 dengan intersep M dan
tangen arah (CB0-CA0)k.
Jika CB0 jauh lebih banyak dari pada CA0, CB dapat dianggap konstan dan
persamaan (12) mendekati persamaan (3) atau (6) untuk reaksi order 1.
Dalam hal ini reaksi order 2 menjadi reaksi order 1 semu.
Pers. Garis:
1 X B M XA CC C Menentukan k
ln ln B A0 ln B
ln
1 X A M (1 X A ) C B 0C A MC A k = slope/(CB0-CA0)
C A0 ( M 1)kt (C B 0 C A) )kt
- rA =
Catatan 1
Pada kasus tertentu dengan perbandingan pereaksi sama nampaknya ada kesulitan
karena M=1. Namun hal ini dapat diatasi jika kita mengingat persamaan diferensial
aslinya. Dalam hal ini, untuk reaksi order 2 dengan konsentrasi awal A dan B sama :
2A hasil (13)
A + 2B hasil (16)
Perhatikan reaksi:
A + B + D hasil (20)
Persamaan kecepatannya dapat ditulis:
dC A
- rA kC A C B C D
dt (21)
Jika dinyatakan dalam konversi XA:
dX A C C (22)
C A0 kC A3 0 (1 X A ) B 0 X A D 0 X A
dt C A0 C A0
Dengan pemisahan variabel, diintegrasikan dan diatur diperoleh:
1 C A0 1 C B0 1 C D0
ln ln ln kt (23)
C A0 C B0 C A0 C D0 C A C B0 C D0 C B0 C A0 C B C D0 C A0 C D0 C B0 C D
Jika CD0 jauh lebih besar dari pada CA0 maupun CB0
reaksi menjadi order 2 dan persamaan (23) menjadi persamaan (12).
Semua reaksi trimolekuler sejauh ini mengikuti bentuk persaman (24) atau (27), yaitu:
dC A
A +2B R dengan - rA = kC A C B2 (24)
dt
Dalam bentuk konversi, persamaan kecepatan menjadi:
dX A
kC A C B kC 2A 0 (1 X A )(M 2X A ) 2
dt
dengan M = CB0/CA0. Setelah diintegralkan diperoleh:
2C A0 C B0 C B0 C B C A0 C B
ln 2C A 0 C B0 kt, M2 (25)
2
C B0 C A C B0
atau
1 1
8kt , M 2 (26)
C A2 C A2 0
Serupa dengan ini, untuk reaksi:
dC A
A + B R dengan - rA = kC A C B2 (27)
dt
Setelah dintegralkan diperoleh:
C A0 C B0 C B0 C B C A0 C B
ln C A 0 C B0 kt, M 1
2
(28)
C B0 C B0 C A
atau
1 1 (29)
2kt , M 1
C 2A C 2A 0
Persamaan Kecepatan Empiris
untuk Reaksi Order Nol
Reaksi dikatakan order nol jika kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi
bahan, sehingga:
dC (32)
rA A k
dt
Jika mekanisme reaksi tidak diketahui, biasanya dicoba mencocokkan data dengan
kecepatan reaksi order n berbentuk:
dC A
rA kC nA (30)
dt
Order n, secara eksplisit tidak dapat diperoleh dari persamaan (31), sehingga perlu
dilakukan penyelesaian secara trial and error dengan memilih nilai n dan
menghitung k, n dapat ditentukan dengan meminimalkan variasi nilai k.
Jika order n > 1 tidak ada masalah sampai waktu tertentu. Sebaliknya , jika orde n < 1
dari bentuk persamaan yang diperoleh diperkirakan bahwa pereaksi akan turun sampai
nol selanjutnya negatif pada suatu waktu, dari persamaan (31) maka:
C1A0n
CA =0 pada t
(1 n )k
Karena kenyataannya konsentrasi tidak mungkin turun sampai di bawah nol maka
bentuk itu tidak berlaku sampai waktu itu.
Penentuan Order Reaksi Keseluruhan untuk
Reaksi Irriversibel dengan Mengukur Waktu Paruh
atau Waktu Setengah Umur
Bedasarkan definisi waktu setengah umur, t1/2 adalah waktu yang diperlukan agar
konsentrasi reaktan turun menjadi setengah konsentrasi mula-mula, atau CA=
CA0 diperoleh:
(0,5)1 n 1 1 n (35)
t1/ 2 ' C A0
k (n 1)
Jika dibuat garafik t1/2 terhadap log CA0 diperoleh garis lurus dengan slope (1-n)
Cara waktu setengah umur memerlukan hasil percoban dengan konsentrasi
awal yang bervariasi.
log t1/2
Order >1
Order <1
Order1
log CA0
Cara Umur fraksi (bagian), tF
Cara waktu setengah umur dapat diperluas menjadi Umur fraksi yaitu waktu yang
diperlukan agar pereaksi tinggal tersisa F bagian, dengan F = CA/CA0. Sehingga waktu
fraksi dapat ditulis dengan persamaan:
(36)
F1 n 1
log t F log (1 n)log C A0
Dengan demikian, grafik hubungantFk(n 1) log CA0 akan menghasilkan order reaksi .
dengan
Metoda Waktu Paruh t1/2
Data untuk dimerization 2A A2 dari nitride oxide (A)
dalam larutan ethanol pada 40oC adalah :
CA/m.mol/m3 : 68.0 50.2 40.3 33.1 28.4 22.3 18.7 14.5
t/min : 0 40 80 120 160 240 300 420
Dengan metoda waktu paruh tentukan orde reaksi
Solution
- Plot CA vs t,
- ambil CA pada 68, 69, 50, 40, dan 30 mmol/dm3
- baca waktu pada dari konsentrasi tersebut dan waktu
dimana CA = CA semula, diperoleh :
CA 68 34 60 30 50 25 40 20 30 15
t 0 114 14 146 42 205 82 280 146 412
113
diperoleh data CAo dan t1/2 dan bentuk logaritmanya :
Cao 68 60 50 40 30
t1/2 114 132 163 198 266
log t1/2 2.057 2.121 2.212 2.297 2.425
log Cao 1.833 1.778 1.699 1.602 1.477
Plot log t1/2 vs log CAo, slope darim kurve ini - 1.06
atau 1 n = - 1.06
n = 2.06
Reaksi adalah orde dua
Intercept = 2.61
22.06 1 - 1
log --------------- = 2.61 and k =
k ( 2,06 1 )
114
70 2.5
60 2.4 Slope = 1 n = - 1.06
log t1/2
50 2.3 n = 2.06
40 2.2
CA
30 2.1
20 2.0
10
0
0 100 200 300 400 1.4 1.6 1 .8
t log CAo
115
Contoh The Fractional-Life Method
(0,8)1-n - 1
tF = ------------------ CAo1-n
k (n 1)
(0.8)1-n 1
log tF = log --------------- + (1-n) log CAo
k (n 1)
Plot CA vs t
Ambil CAo = 10, 5 and 2 dan dicari data berikut :
8 1.75
log t1/2
6 slope = 1-n = - 0.4
1.5
n = 1.4
4
2 1.25
dC A
rA kC A (C 0 C R )
dt
dC A 1 dC dC A
A kdt
C A (C0 C A ) C0 C A C0 C A
Setelah diintegralkan diperoleh:
C (C C A ) C /C
ln A0 0 ln R R 0 C0 kt (C A0 C R 0 )kt (42)
C A (C0 C A0 ) C A / C A0
Jika mula-mula hanya ada A dengan konsentrasi CA0 tanpa ada R maupun S
Dengan mengintegralkan Persamaan (44) diperoleh:
CA
ln k 1 t atau C A C A 0 e k1t (47)
C A0
Setelah mengolah dan mengintegralkan persamaan tersebut, maka menjadi
persamaan berikut :
k2 k1
CS C A 0 1 e k1 t e k 2 t
(50)
k1 k 2 k 2 k1
Dari persamaan-persamaan di atas kita sudah memperoleh bagaimana konsentrasi
komponen-komponen A, R, dan S bervariasi terhadap waktu.
Jika k2 jauh lebih besar dari k1, Persamaan (50) dapat disederhanakan
menjadi: k1t
C S C A 0 (1 e ), k 2 k 1
Dengan kata lain, kecepatan reaksi dikendalikan oleh k1, atau langkah pertama
dari dua langkah reaksi itu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk reaksi seri dengan banyak langkah,
langkah yang mengendalikan jalannya reaksi adalah reaksi yang paling lambat.
Dapat juga diharapkan, nilai k1 dan k2 juga mempengaruhi tempat dan konsentrasi R
maksimum. Hal ini dapat dicari dengan mendeferensialkan Persamaan (49) pada
dCR/dt=0, yaitu saat konsentrasi R mencapai maksimum.
1 ln( k 2 / k 1 ) (51)
t max
k log mean k 2 k1
Nilai konsentrasi R maksimum dapat diperoleh dengan mengkombinasikan
Persamaan (49) dengan Persamaan (51), didapat:
k 2 /( k 2 k1 )
C R maks k1 (52)
C A0 k2
Reaksi Order 1 dapat balik
Bentuk reaksi dapat balik yang paling sederhana:
k1
A R K = KC = k1/k2
k2
(55)
Dengan pembatas bahwa CA0 = CB0 dan CR0 = CB0 = 0, persamaan kecepatan yang
sudah diintegralkan adalah sebagai berikut:
dC A k 1C mA
rA (59)
dt 1 k 2 C nA
berlaku dari order m-n pada konsentrasi tinggi dan order n untuk konsentrasi rendah.
Keadaan transisi terjadi pada k2CAn 1. Oleh karena itu, jenis persamaan ini dapat
digunakan untuk mencocokkan data kedua order.
dC A k 1C mA
rA (60)
dt 1 k 2 C A n
dC A k1 C A
rA (57)
dt 1 k 2C A
Selain itu dapat pula dilakukan manipulasi lain yaitu dengan mengalikan Persamaan (61)
dengan (k1(-rA)/k2), mengahasilkan bentuk lain yang juga cocok untuk pengujian, yaitu:
k 1 1 rA (62)
rA
k 2 k 2 CA
(63b)
Dengan A adalah faktor ekspansi, yaitu perubahan volume fraksional sistem saat
semua pereaksi A berubah terhadap volume mula-mula sistem, atau dapat ditulis:
VX 1 VX A 0
A A
(64)
VX A
0
Hubungan konversi dan konsentrasi untuk sistem reaktor isotermal dengan volume
berubah (atau rapat berubah) dapat dilinierkan dari persamaan (63).
Kecepatan reaksi, berkurangnya A, secara umum dapat ditulis:
1 dN A
rA
V dt
dC A C A0 dV C A0 d(lnV)
dengan atau
dt V A dt A dt
Sebagai alat untuk membuat grafik hubungan V dengan t dan dicari beberapa
slope pada beberapa titik.
Analisis dengan Metode Integral
Hanya beberapa bentuk persamaan kecepatan yang paling sederhana yang dapat
diinterpretasikan sebagai hubungan V dengan t, yaitu:
C A0 d(lnV)
rA k
A dt
(1 A ) V
A ln1 kC A0 t
V0 A V V0 A