Anda di halaman 1dari 69

INTERPRETASI DATA

REAKTOR BATCH
FLAVIANA YOHANALA P.T
POLITEKNIK ATI MAKASSAR
2016
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN LAJU REAKSI
TERTENTU

Konversi adalah perbandingan jumlah reaktan yang telah


terkonversi menjadi produk dengan jumlah umpan pada suatu
waktu
Misalnya pada keadaan awal atau t0 jumlah pereaksi A di dalam
reaktor NA0 dan pada saat t sejumlah NA, maka konversi A pada
sistem volume konstan adalah:

N A0 N A N /V C
XA 1 A 1 A
N A0 N A0 / V C A0
C A C A0 C A
X A 1
C A0

C A0 C A C A0 (1 X A ) ......(15)
X A C A0 C A0 C A

C A C A0 X A C A0
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN LAJU REAKSI
TERTENTU

REAKSI ORDER 1
Misalkan suatu larutan A dengan konsentrasi CA0 gmol/L dalam reaktor
batch dengan volume larutan V L bereaksi membentuk B dengan
persamaan reaksi A B, reaksi merupakan reaksi order 1 dengan laju
reaksi -rA= -kCA, maka dapat dibuat persamaan hubungan konversi
dengan waktu menggunakan neraca massa pada reactor batch :
kecepatan kecepatan kecepatan kecepatan

bahan masuk bahan keluar bahan bereaksi akumulasi

dC AV
0 0 kCAV
dt
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN LAJU REAKSI
TERTENTU

apabila volume larutan dianggap konstan maka :


VdC A
0 0 kC AV
dt
dC A
0 0 kCA
dt
CA t
dC A

CA0
CA
kdt
0

CA
ln kt
C A0
CA
e kt
C A0

Jadi persamaan hubungan konsentrasi A dengan waktu :

C A C A0 e kt ......(16)
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU

Substitusi persamaan (15) dengan (16) :

C A0 (1 X A ) C A0e kt

X A 1 e kt ......(17)

Konsentrasi bahan-bahan yang lain bisa dihitung berdasarkan hukum


stoikiometris :
C B C B0 C A0 X ......(18)
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN laju reaksi
TERTENTU

Soal :
1.1 Suatu larutan A dengan konsentrasi 0,5 gmol/L dalam reaktor
batch dengan volume larutan 2,5 L bereaksi membentuk B dengan
persamaan reaksi A B, reaksi merupakan reaksi orde 1 dengan
laju reaksi rA= kCA, dengan nilai k=0,01 1/menit. Berapa konsentrasi A,
konversi A serta konsentrasi B setelah 3 menit ?

1.2 Suatu larutan A dengan konsentrasi 10 gmol/L dalam reactor


batch dengan volume larutan 2,5 L bereaksi membentuk B dengan
persamaan reaksi A 3B, reaksi merupakan reaksi order 1 dengan
laju reaksi rA= kCA, dengan nilai k=0,02 1/menit. Berapa konsentrasi A,
konversi A serta konsentrasi B setelah 3 menit?
HUBUNGAN KONVERSI DENGAN WAKTU
PADA REAKSI DENGAN laju reaksi
TERTENTU

Penyelesaian :
1.1 Dengan penjabaran neraca massa A seperti di atas dipeoleh
persamaan :
C A C A0 e kt
1
( 0 , 01 )( 3 menit)
gmol menit
C A 0,5 e
L
C A 0,485 gmol / L

X A 1 e kt
1
( 0 , 01 )( 3 menit )
menit

X A 1 e 0,029

C B C B0 C A0 X 0 0,5(0,029 ) 0,0145 gmol/L


Problem 1.4.:
Soal 1.3 A 200 L constant-volume batch reactor is
pressurized to 20 atm with a mixture of 75% A
Siklobutana (C4H8) and 25% inert. The gas-phase reaction is carried
terdekomposisi pada out isothermally at 227 C.
1000oC menjadi dua
molekul etilen (C2H4)
dengan konstanta laju
reaksi orde satu 87 s-1
1. Jika konsentrasi awal
siklobutana 2,00 M V = 200 L
berapa konsentrasinya P = 20 atm
setelah 0,010 s? T = 227C
a. Assuming that the ideal gas law is valid, how
2. Berapa fraksi siklobutana many moles of A are in the reactor initially?
terdekomposisi pada What is the initial concentration of A?
b. If the reaction is first order:
waktu tersebut ?
Calculate the time necessary to consume
99% of A.
Penentuan persamaan kecepatan reaksi :
1. Percobaan dengan variasi konsentrasi untuk suhu tertentu
2. Variasi suhu untuk menemukan konstanta kecepatan reaksi

Reaktor yang dapat digunakan :


1. Batch (isothermal dan volume konstan)
2. Reaktor alir (kinetika reaksi heterogen)

Analisis data kinetik :


1. Cara integral
2. Cara differensial
Analisis Data dengan
Cara Integral
Metode yang dilakukan :
1. Menebak bentuk persamaan kecepatan reaksi
2. Diintegralkan dan kalau perlu dimanipulasi
3. Dibuat fungsi konsentrasi terhadap suhu
4. Jika dihasilkan garis lurus maka sudah sesuai

KELEBIHAN
KELEMAHAN
Mudah digunakan untuk reaksi
Tidak dapat digunakan untuk
dengan mekanisme sederhana,
reaksi dengan mekanisme yang
atau jika data yang diperoleh
lebih kompleks
sangat tersebar
Analisis Data dengan
Cara Differensial
Metode yang dilakukan :
1. Mencari nilai dCA/dt dari data
2. Menguji persamaan kecepatan dengan data kinetik
yang tersedia

KELEBIHAN
Digunakan untuk reaksi dengan KELEMAHAN
mekanisme yang lebih rumit, Lebih rumit daripada cara
dan lebih akurat untuk kasus integral
dengan jumlah data banyak
Reaktor Batch
dengan Volume
Konstan
1. Cara Integral

Prosedur umum
Analisis data dengan cara integral selalu diawali dengan memilih
persamaan kecepatan tertentu untuk diuji dengan cara integral dan
membandingkan kurva hubungan C perkiraan dengan data C terhadap t
dari percobaan.
Jika tidak cocok, dilakukan tebakan yang lain kemudian diuji. Cara ini baik
digunakan jika reaksinya sederhana misalnya untuk reaksi-reaksi elementer.
Cara ini dijelaskan dengan kasus-kasus sebagai berikut.
Reaksi Unimolekuler tidak dapat balik,
order 1

Perhatikan reaksi berikut


A hasil (1)
Jika kita menganggap bahwa reaksi itu order 1, maka persamaan
kecepatannya adalah:
dC A (2)
- rA = - kC A (3.10)
dt

Untuk persaman ini, pemisahan dan integrasi menghasilkan:


CA t
dC A CA
k dt atau - ln kt k didapat dari slope (3)
C C A0
CA 0 A 0
Jika dinyatakan dalam bentuk konversi (lihat pembahasan sebelumnya)
(4) (5)
N NA N /V C
X A A0 1 A 1 A
N A0 N A0 / V C 0
persamaan kecepatan dalam persamaanA(2) menjadi:

dX
k (1 X A )
Jika diatur kemudian diintegralkan memberikan:
A
dt
atau

X t
Jika grafik
A
dX Ahubungan -ln (1-XA) atau ln(1-X
(CA/C ) terhadap t adalah
(6) garis lurus maka reaksi
yang kita amati benar,
mengikuti reaksi order 1.
k dt - ln A ) =
A0kt

0
1 XA 0
Namun perlu diperhatikan, untuk persamaan kecepatan:

adalah reaksi order 1, tetapi analisisnya tidak sama dengan yang diuraikan di atas.

dC A
kC 0A,5 C 0B,5
dt
Pers. Garis:
- ln (1-XA) = kt

Menentukan k
k = slope
Reaksi Order 2 bimolekuler tidak dapat balik

Misalnya untuk reaksi elementer:


A + B hasil (7)
Dengan persamaan kecepatan:

dC A dC
B kC A C B (8)
dari persamaan stoikiometri dapat
dt dilihat
dt bahwa jumlah A dan B yang bereaksi
setiap saat adalah sama yaitu CA0XA. Persamaan (7 dan 8) dapat dinyatakan
dalam XA sebagai:

dX A
C A0 k(C A0 C A0 X A )(C B0 C A 0 X A ) (9)
dt
Jika perbandingan mol B dan A pada keadaan awal adalah M, maka M = CB0/CA0
diperoleh:
dX A
rA C A0 kC 2A 0 (1 X A )( M X A ) (10)
dt
Dengan pemisahan dan integrasi menjadi:

XA t
dX A
Penyelesaian akhirnyadapat ditulis dalambeberapa
C A 0 k dt bentuk, yaitu: (11)
0
(1 X A )( M X A ) 0

1 X B M XA C C C
ln ln ln B A0 ln B (12)
1 elementer
Jika reaksi memang XA 1 X A2) seperti
M (order C B 0yang
C A ditunjukkan
MC A Persamaan (7), maka
grafik hubungan
Cln(C B/C
A0 ( M 1A))ktdengan
(C B 0 waktu,
C A0 )ktt,, berupa
dengangaris
M lurus
1 dengan intersep M dan
tangen arah (CB0-CA0)k.

Jika CB0 jauh lebih banyak dari pada CA0, CB dapat dianggap konstan dan
persamaan (12) mendekati persamaan (3) atau (6) untuk reaksi order 1.
Dalam hal ini reaksi order 2 menjadi reaksi order 1 semu.
Pers. Garis:
1 X B M XA CC C Menentukan k
ln ln B A0 ln B
ln
1 X A M (1 X A ) C B 0C A MC A k = slope/(CB0-CA0)
C A0 ( M 1)kt (C B 0 C A) )kt
- rA =

Catatan 1
Pada kasus tertentu dengan perbandingan pereaksi sama nampaknya ada kesulitan
karena M=1. Namun hal ini dapat diatasi jika kita mengingat persamaan diferensial
aslinya. Dalam hal ini, untuk reaksi order 2 dengan konsentrasi awal A dan B sama :

2A hasil (13)

sehingga persamaan diferensialnya menjadi:


dC A
kC 2A kC 2A 0 (1 X A ) 2 (14)
dt

dan hasil integrasinya adalah:


1 1 1 XA
kt (15)
C A C A0 C A0 1 X A
Jika variabel-variabel dalam persamaan (15) di plot dalam grafik yang sesuai untuk
menguji persamaan kecepatan dengan data percobaan maka dibuat hubungan 1/CA
terhadap t atau XA/(1-XA) dengan t. Jika diperoleh garis lurus maka dugaan kita benar.

Dalam praktek biasanya perbandingan pereaksi dipilih sama atau jauh


berbeda dengan kebutuhan stoikiometri.
Pers. Garis:
Menentukan k
1 1 1 XA k = slope
kt
C A C A0 C A0 1 X A k = slope/CA0
Catatan 2
Persamaan integrasi tergantung pada stoikiometri dan juga kinetik. Untuk menjelaskan
hal ini kita lihat contoh jika reaksinya sebagai berikut:

A + 2B hasil (16)

Persamaan kinetikanya order 1 terhadap A dan order 1 terhadap B sehingga order


keseluruhan sama dengan 2, atau:
dC A
- rA kC A C B kC A2 0 (1 X A )( M 2 X A ) (17)
dt
Bentuk terintegrasinya adalah:
C B C A0 M 2X A
ln ln C A 0 (M 2)kt, M 2 (18)
C B0 C A M(1 X A )

Jika perbandingan pereaksinya sama dengan kebutuhan stoikiometri bentuk


terintegrasinya adalah:
1 1 1 XA
2kt, untuk M 2 (19)
C A C A0 C A0 1 X A
Kedua catatan itu diterapkan untuk segala jenis reaksi.
Bentuk khusus akan muncul ketika pereaksi yang digunakan dalam
perbandingan stoikiometri, atau jika reaksinya non elementer.
Reaksi Trimolekuler Order 3 Irriversibel

Perhatikan reaksi:
A + B + D hasil (20)
Persamaan kecepatannya dapat ditulis:
dC A
- rA kC A C B C D
dt (21)
Jika dinyatakan dalam konversi XA:
dX A C C (22)
C A0 kC A3 0 (1 X A ) B 0 X A D 0 X A
dt C A0 C A0
Dengan pemisahan variabel, diintegrasikan dan diatur diperoleh:
1 C A0 1 C B0 1 C D0
ln ln ln kt (23)
C A0 C B0 C A0 C D0 C A C B0 C D0 C B0 C A0 C B C D0 C A0 C D0 C B0 C D
Jika CD0 jauh lebih besar dari pada CA0 maupun CB0
reaksi menjadi order 2 dan persamaan (23) menjadi persamaan (12).
Semua reaksi trimolekuler sejauh ini mengikuti bentuk persaman (24) atau (27), yaitu:

dC A
A +2B R dengan - rA = kC A C B2 (24)
dt
Dalam bentuk konversi, persamaan kecepatan menjadi:
dX A
kC A C B kC 2A 0 (1 X A )(M 2X A ) 2
dt
dengan M = CB0/CA0. Setelah diintegralkan diperoleh:
2C A0 C B0 C B0 C B C A0 C B
ln 2C A 0 C B0 kt, M2 (25)
2

C B0 C A C B0
atau
1 1
8kt , M 2 (26)
C A2 C A2 0
Serupa dengan ini, untuk reaksi:
dC A
A + B R dengan - rA = kC A C B2 (27)
dt
Setelah dintegralkan diperoleh:

C A0 C B0 C B0 C B C A0 C B
ln C A 0 C B0 kt, M 1
2
(28)
C B0 C B0 C A

atau
1 1 (29)
2kt , M 1
C 2A C 2A 0
Persamaan Kecepatan Empiris
untuk Reaksi Order Nol

Reaksi dikatakan order nol jika kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi
bahan, sehingga:
dC (32)
rA A k
dt

Integrasi dan menganggap bahwa CA tidak pernah mencapai negatif, secara


langsung dapat diperoleh:
CA0-CA = CA0XA = kt untuk t <CA0/k
CA=0 untuk t >=CA0/k (33)
Hal ini berarti bahwa konversi berbanding lurus dengan waktu.
Pada umumnya, reaksi order nol hanya dijumpai pada kisaran konsentrasi tertentu
yaitu pada kisaran konsentrasi yang tinggi. Jika konsentrasi sudah turun, reaksi
menjadi tergantung pada konsentrasi, sehingga memiliki order lebih besar dari 0.
Pers. Garis: Menentukan k
CA = -kt + CA0 k = - slope
k = slope/CA0
XA = (k/CA0)t
Persamaan Kecepatan Empiris
untuk Reaksi Order n

Jika mekanisme reaksi tidak diketahui, biasanya dicoba mencocokkan data dengan
kecepatan reaksi order n berbentuk:
dC A
rA kC nA (30)
dt

Dengan pemisahan variabel dan integrasi diperoleh:

C1A n C1A0n (n 1)kt , n 1 (31)

Order n, secara eksplisit tidak dapat diperoleh dari persamaan (31), sehingga perlu
dilakukan penyelesaian secara trial and error dengan memilih nilai n dan
menghitung k, n dapat ditentukan dengan meminimalkan variasi nilai k.
Jika order n > 1 tidak ada masalah sampai waktu tertentu. Sebaliknya , jika orde n < 1
dari bentuk persamaan yang diperoleh diperkirakan bahwa pereaksi akan turun sampai
nol selanjutnya negatif pada suatu waktu, dari persamaan (31) maka:
C1A0n
CA =0 pada t
(1 n )k

Karena kenyataannya konsentrasi tidak mungkin turun sampai di bawah nol maka
bentuk itu tidak berlaku sampai waktu itu.
Penentuan Order Reaksi Keseluruhan untuk
Reaksi Irriversibel dengan Mengukur Waktu Paruh
atau Waktu Setengah Umur

Kadang-kadang, reaksi tidak dapat balik dapat ditulis dengan


A + B + produk
Persamaan kecepatannya dapat ditulis:
dC A
rA kC aA C Bb ...
dt
Pada setiap saat CB/CA= /, sehingga dapat ditulis:
Setelah diintegralkan kecuali untuk n=1, dengan keadaan batas konsentrasi awal
CA0 sampai dengan CA dan watu t=0 sampai dengan t=t, diperoleh:

CA1-n - CA01-n = k(n-1) t (34)

Bedasarkan definisi waktu setengah umur, t1/2 adalah waktu yang diperlukan agar
konsentrasi reaktan turun menjadi setengah konsentrasi mula-mula, atau CA=
CA0 diperoleh:
(0,5)1 n 1 1 n (35)
t1/ 2 ' C A0
k (n 1)
Jika dibuat garafik t1/2 terhadap log CA0 diperoleh garis lurus dengan slope (1-n)
Cara waktu setengah umur memerlukan hasil percoban dengan konsentrasi
awal yang bervariasi.

log t1/2
Order >1
Order <1

Order1

log CA0
Cara Umur fraksi (bagian), tF
Cara waktu setengah umur dapat diperluas menjadi Umur fraksi yaitu waktu yang
diperlukan agar pereaksi tinggal tersisa F bagian, dengan F = CA/CA0. Sehingga waktu
fraksi dapat ditulis dengan persamaan:

(36)

F1 n 1
log t F log (1 n)log C A0
Dengan demikian, grafik hubungantFk(n 1) log CA0 akan menghasilkan order reaksi .
dengan
Metoda Waktu Paruh t1/2
Data untuk dimerization 2A A2 dari nitride oxide (A)
dalam larutan ethanol pada 40oC adalah :
CA/m.mol/m3 : 68.0 50.2 40.3 33.1 28.4 22.3 18.7 14.5
t/min : 0 40 80 120 160 240 300 420
Dengan metoda waktu paruh tentukan orde reaksi
Solution
- Plot CA vs t,
- ambil CA pada 68, 69, 50, 40, dan 30 mmol/dm3
- baca waktu pada dari konsentrasi tersebut dan waktu
dimana CA = CA semula, diperoleh :
CA 68 34 60 30 50 25 40 20 30 15
t 0 114 14 146 42 205 82 280 146 412

113
diperoleh data CAo dan t1/2 dan bentuk logaritmanya :

Cao 68 60 50 40 30
t1/2 114 132 163 198 266
log t1/2 2.057 2.121 2.212 2.297 2.425
log Cao 1.833 1.778 1.699 1.602 1.477

Plot log t1/2 vs log CAo, slope darim kurve ini - 1.06
atau 1 n = - 1.06
n = 2.06
Reaksi adalah orde dua
Intercept = 2.61
22.06 1 - 1
log --------------- = 2.61 and k =
k ( 2,06 1 )
114
70 2.5
60 2.4 Slope = 1 n = - 1.06

log t1/2
50 2.3 n = 2.06

40 2.2
CA

30 2.1
20 2.0
10
0
0 100 200 300 400 1.4 1.6 1 .8

t log CAo

115
Contoh The Fractional-Life Method

Reaktan A terurai dalam batch reactor :


A products
Konsentrasi A dalam reaktor diukur pada berbagai waktu
dengan hasils ebagai berikut :

t, sec 0 20 40 60 120 180 300


CA mol/lit 10 8 6 5 3 2 1

Dengan metoda fractional-life tentukan orde reaksi


Solution :
Bila diambil pada F = 0.8
Dari Pers.. 120 :

(0,8)1-n - 1
tF = ------------------ CAo1-n
k (n 1)
(0.8)1-n 1
log tF = log --------------- + (1-n) log CAo
k (n 1)

Plot CA vs t
Ambil CAo = 10, 5 and 2 dan dicari data berikut :

CAo CA=0,8 CAo tF log tF log CAo

10 8 0 18.5 1.27 1.00


5 4 59 82 = 23 1.36 0.70
2 1.6 180 215 = 35 1.54 0.30
Berikutnya , plot log tF vs log CAo .
CA
10

8 1.75

log t1/2
6 slope = 1-n = - 0.4
1.5
n = 1.4
4

2 1.25

0 180 215 t 1.0


18.5 59 82 0 0.5 1.0
0 100 200 300
log CAo
Didapat n = 1,4.
(0.8)1-1.4 - 1
Pilih CAo = 10, tF = 18.5 sec , jadi k = ----------------- 101-1.4
(18.5)( 1.4-1)
k = 0.005
CONTOH SOAL

Reaksi dekomposisi A produk dilangsungkan dalam reaktor batch.


Konsentrasi A dalam reaktor pada beberapa waktu diukur dan hasilnya
ditunjukkan dalam tabel berikut. Tentukan persaman kecepatan reaksi yang
cocok dengan data itu.

Waktu, t, s Konsentrasi A, CA,


gmol/L
0 10
5 6,8
10 4,9
15 4,0
20 3,2
25 2,9
30 2,5
Data percobaan
Reaksi Paralel Tidak dapat Balik
Perhatikan kasus paling sederhana berikut:
A k1
R

A S
k2

Kecepatan perubahan ketiga komponen itu dapat ditulis:


dC
rA A k 1C A k 2 C A (k 1 k 2 )C A
dt
dC R dC
rR k 1C A rS S k 2 C A
dt dt
Dari persamaan stoikiometri dapat diketahui bahwa CA + CR + CS adalah
konstan. Untuk menentukan nilai k1 dan k2 tidak bisa dilakukan hanya dengan
mengikuti perubahan CA, atau CR atau CS saja. Setidaknya harus dilakukan
dengan mengikuti konsentrasi 2 komponen.
Nilai k dicari dengan ketiga persamaan diferensial yang menunjukkan kecepatan
reaksi itu. Pertama digunakan persamaan kecepatan reaksi A, yang merupakan
reaksi order 1, jika diintegralkan diperoleh:
C
ln A (k 1 k 2 )t (37)
C A0
Jika dibuat grafik hubungan ln CA/CA0 diperoleh slope (k1 + k2).
Setelah itu Persamaan kecepatan reaksi R dibagi dengan S diperoleh:
rR dC R k 1

rS dCS k 2
C R C R0 k1
Jika diintegralkan diperoleh persamaan sederhana: (38)
CS CS0 k 2

Dari grafik hubungan CR dengan CS menghasilkan perbandingan k1/k2. Karena


(k1 + k2) sudah diperoleh dari persamaan (37), maka nilai k1 dan k2 dapat
ditentukan.
Reaksi dengan Katalisator
Homogen
Misalkan ada reaksi dengan katalisator dalam sistem homogen, kecepatannya
adalah jumlah kecepatan dengan katalisator dan yang tanpa katalisator, reaksinya
dapat ditulis:
A
k1
R

A C R C
k2

Persamaan kecepatannya dapat ditulis dengan:


dC
A k 1C A
dt 1
dC
A k 1C A C C
dt 2
Kecepatan rekasi berkurangnya A menyeluruh adalah:
dC A
( k 1 k 2 C C )C A
dt (39)

Integrasi dengan menganggap bahwa konsentrasi katalis tidak berubah diperoleh:


CA
ln ln(1 X A ) (k1 k 2 C C )t k teramati t (40)
C A0

Dengan serangkaian percobaan menggunakan konsentrasi katalisator bervariasi


akan dapat diperoleh k1 dan k2. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat grafik
hubungan k teramati dengan konsentrasi katalisator. Nilai slope atau tangen arah
adalah k2 dan intersep adalah k1.
Reaksi Autokatalitik
Suatu reaksi dengan satu hasil reaksi yang berfungsi sebagai katalisator dinamakan reaksi
autokatalitik.
A+RR+R
(41a)
Dengan persamaan kecepatan:
dC A
rA kC A C R (41b)
Karena jumlah mol A dan R dengan dt
bereaksinya A tetap tidak berubah, maka setiap saat
berlaku persamaan:
C0 = CA + CR = CA0 + CR0 = konstan
Dengan demikian persamaan kecepatannya menjadi:

dC A
rA kC A (C 0 C R )
dt
dC A 1 dC dC A
A kdt
C A (C0 C A ) C0 C A C0 C A
Setelah diintegralkan diperoleh:
C (C C A ) C /C
ln A0 0 ln R R 0 C0 kt (C A0 C R 0 )kt (42)
C A (C0 C A0 ) C A / C A0

Jika dinyatakan dalam perbandingan pereaksi mula-mula, M = CR0/CA0 dan


konversi A, persamaan ini dapat ditulis menjadi:
M XA
ln C A0 ( M 1)kt (C A0 C R 0 )kt (43)
M (1 X A )

Untuk menguji suatu reaksi autokatalitik,


dibuat grafik hubungan berdasar
Persamaan (42) atau (43), jika diperoleh
garis lurus yang memotong titik (0,0)
berarti reaksi itu autokatalitik.
Reaksi Seri tidak dapat Balik
Kita perhatikan reaksi unimolekuler order 1 yang berlangsung seri seperti
reaksi berikut:
A
k1
R
k2
S
Kecepatan reaksi untuk ketiga komponen itu dapat ditulis:
dC A dC R dCS
rA k1C A (44) rR k 1C A k 2 C R (45) rS k 2 C R (46)
dt dt dt

Jika mula-mula hanya ada A dengan konsentrasi CA0 tanpa ada R maupun S
Dengan mengintegralkan Persamaan (44) diperoleh:
CA
ln k 1 t atau C A C A 0 e k1t (47)
C A0
Setelah mengolah dan mengintegralkan persamaan tersebut, maka menjadi
persamaan berikut :
k2 k1
CS C A 0 1 e k1 t e k 2 t
(50)
k1 k 2 k 2 k1
Dari persamaan-persamaan di atas kita sudah memperoleh bagaimana konsentrasi
komponen-komponen A, R, dan S bervariasi terhadap waktu.

Jika k2 jauh lebih besar dari k1, Persamaan (50) dapat disederhanakan
menjadi: k1t
C S C A 0 (1 e ), k 2 k 1
Dengan kata lain, kecepatan reaksi dikendalikan oleh k1, atau langkah pertama
dari dua langkah reaksi itu.

Jika k1 jauh lebih besar dari pada k2, maka:


C S C A 0 (1 e k 2 t ), k 1 k 2
yang berarti kecepatan reaksi dikendalikan oleh langkah yang kedua, yaitu
langkah yang lebih lambat dari dua langkah reaksi itu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk reaksi seri dengan banyak langkah,
langkah yang mengendalikan jalannya reaksi adalah reaksi yang paling lambat.
Dapat juga diharapkan, nilai k1 dan k2 juga mempengaruhi tempat dan konsentrasi R
maksimum. Hal ini dapat dicari dengan mendeferensialkan Persamaan (49) pada
dCR/dt=0, yaitu saat konsentrasi R mencapai maksimum.
1 ln( k 2 / k 1 ) (51)
t max
k log mean k 2 k1
Nilai konsentrasi R maksimum dapat diperoleh dengan mengkombinasikan
Persamaan (49) dengan Persamaan (51), didapat:
k 2 /( k 2 k1 )
C R maks k1 (52)

C A0 k2
Reaksi Order 1 dapat balik
Bentuk reaksi dapat balik yang paling sederhana:

k1

A R K = KC = k1/k2

k2

Dimulai dengan perbandingan konsentrasi M = CR0/CA0 persamaan


kecepatannya adalah:
dC R dC dX A (53)
A C A0 k 1C A k 2 C R
dt dt dt
k 1 C A0 C A0 X A k 2 MC A0 C A0 X A
Pada keadaan setimbang, dCA/dt=0. Pada kesetimbangan konversi A dapat dihitung
menggunakan persamaan
CRe M X Ae
KC
C Ae 1 X Ae
Karena KC = k1/k2, maka persamaan persamaan (53) dapat dinyatakan dalam
konversi kesetimbangan sebagai berikut:
dX A k 1 (M 1)
(X Ae X A )
dt M X Ae
Dengan konversi yang dinyatakan dalam konversi kesetimbangan XAe, persamaan
ini menjadi tampak seperti reaksi searah order satu semu dengan bentuk
terintegralkan sebagai berikut:
XA C A C Ae M 1

ln 1
ln k1t (54)
X Ae C A0 C Ae M X Ae

Jika persamaan kecepatan ini benar,


maka grafik hubungan ln(1-XA/XAe)
terhadap t adalah garis lurus
Reaksi dapat balik order 2
Untuk reaksi bimolekuler dapat balik order dua, seperti:

(55)
Dengan pembatas bahwa CA0 = CB0 dan CR0 = CB0 = 0, persamaan kecepatan yang
sudah diintegralkan adalah sebagai berikut:

X Ae (2X Ae 1)X A 1 (56)


ln 2k 1 1C A 0 t
X Ae X A X Ae

Untuk reaksi reversibble selain orde 1 dan 2,


akan lebih praktis menggunakan metode differensial
Reaksi dengan Shifting Order
Dalam menentukan persamaan kinetika dapat dijumpai bahwa dari data, order
reaksi yang diperoleh cocok untuk konsentrasi tinggi, tetapi untuk konsentrasi yang
rendah diperoleh order yang berbeda. Agar lebih jelas kita perhatikan contoh
berikut:
dC A k 1C A
A R dengan rA = - (57)
dt 1 k 2CA

Dari persamaan kecepatan ini dapat diketahui bahwa:


Pada CA yang tinggi atau k2CA >> 1 reaksi ini mengikuti order nol
dengan konstante kecepatan k1/k2
Pada CA yang rendah atau k2CA << 1 reaksi ini mengikuti order 1
dengan konstante kecepatan k1.
Penerapan metode integral untuk menguji data laboratorium dilakukan dengan
mengintegralkan Persamaan (57).
C
ln A 0 k 2 (C A 0 C A ) k 1 t (58a)
CA
Setelah dilinierkan dan diatur kembali diperoleh:
C A0 C A 1 k1 t ln( C A 0 / C A ) k1t (58c)
(58b) atau: k 2
ln( C A 0 / C A ) k 2 k 2 ln( C A 0 / C A C A0 C A C A0 C A
Dengan cara serupa, kita dapat menunjukkan bahwa bentuk kecepatan yang
persamaan umumnya dapat ditulis:

dC A k 1C mA
rA (59)
dt 1 k 2 C nA

berlaku dari order m-n pada konsentrasi tinggi dan order n untuk konsentrasi rendah.
Keadaan transisi terjadi pada k2CAn 1. Oleh karena itu, jenis persamaan ini dapat
digunakan untuk mencocokkan data kedua order.

Bentuk lain yang mirip adalah:

dC A k 1C mA
rA (60)
dt 1 k 2 C A n

Studi mekanisme dapat merekomendasikan bentuk mana yang sesuai. Pada


sembarang kasus, jika salah satu bentuk persamaan itu cocok, bentuk yang keduapun
akan cocok juga.
2. Cara Differensial

Analisis data dengan cara diferensial untuk mengevaluasi persamaan


kinetika, langsung mengacu bentuk persamaan kecepatan yang akan diuji
dan masih berupa persamaan diferensial. Semua besaran dalam persamaan
itu, termasuk dC/dt dievaluasi dan dicocokkan data eksperimen dengan
persamaan itu.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:


1. Buatlah grafik hubungan CA dengan waktu, t, gambarkan kurva yang
mulus. Kurva yang dibuat tidak harus melalui semua titik data.
2. Tentukan slope kurva ini pada nilai-nilai konsentrasi terpilih. Slope ini
menunjukkan dCA/dt=rA adalah kecapatan reaksi pada komposisi itu.
3. Carilah persamaan kecepatan untuk menunjukkan hubungan rA
dengan CA data dengan salah satu cara sebagai berikut:

a. memilih dan menguji suatu bentuk persamaan kecepatan


tertentu, -rA = kf(CA), lihat Gambar 3.15,

Gambar 3.15. Pengujian persamaan kecepatan reaksi


b. atau menguji suatu reaksi order n berbentuk rA = kCAn dengan
mengambil bentuk logaritma persamaan ini, lihat Gambar 3.16.

Gambar 3.16. Penentuan konstante dan order reaksi cara (b)


Namun, dengan persamaan kecepatan tertentu yang lebih sederhana,
manipulasi matematika mampu menghasilkan persamaan yang mudah
dicek secara grafis. Sebagai contoh, kita lihat kembali data CA dengan t
yang ingin kita cocokkan dengan persamaan Michaelis-Menten yang
sudah dianalis dengan cara integral.

dC A k1 C A
rA (57)
dt 1 k 2C A

Dengan cara diferensial kita mempunyai hubungan CA dengan -rA.


Namun, bagaimana membuat plot garis lurus atau linier untuk
memperoleh nilai k1 dan k2. Hal ini dapat dilakukan dengan memanipulai
Persamaan (57) agar diperoleh persamaan yang lebih bermakna. Dengan
mengambil kebalikan dari persamaan itu diperoleh:
1 1 k
2 (61)
(rA ) k 1C A k 1
Dengan membuat grafik hubungan 1/(-rA) dengan 1/CA, diperoleh garis lurus, seperti
ditunjukkan oleh Gambar berikut

Selain itu dapat pula dilakukan manipulasi lain yaitu dengan mengalikan Persamaan (61)
dengan (k1(-rA)/k2), mengahasilkan bentuk lain yang juga cocok untuk pengujian, yaitu:

k 1 1 rA (62)
rA
k 2 k 2 CA

Grafik hubungan rA dengan (-rA)/CA adalah .


Reaktor Batch
dengan Volume
Berubah
Reaktor ini lebih kompleks dari pada reaktor batch dengan volume konstan.
Volume campuran reaksi berubah terhadap waktu, sehingga perlu didefinisikan
volume awal V0 dan volume pada saat t, V. Jenis reaktor ini dapat digunakan untuk
operasi isotermal dengan tekanan konstan. Untuk reaksi dengan persamaan
stoikiometri tunggal, Volume merupakan fungsi linier terhadap konversi atau dapat
ditulis:
(63a)

(63b)
Dengan A adalah faktor ekspansi, yaitu perubahan volume fraksional sistem saat
semua pereaksi A berubah terhadap volume mula-mula sistem, atau dapat ditulis:
VX 1 VX A 0
A A
(64)
VX A
0

Sebagai contoh perhatikan reaksi fase gas isotermal berikut: A 4 R

Jika mula-mula digunakan A murni:


4 1
A 3
1
Dapat disimpulkan bahwa A dihitung dari persamaan stoikiometri.
Dari NA = NA0(1-XA) (65)
Dapat dikombinasikan dengan persamaan (3.63) diperoleh:
NA N (1 X A ) (1 X A ) (66)
CA A0 C A0
V V0 (1 A X A ) (1 A X A )

Hubungan konversi dan konsentrasi untuk sistem reaktor isotermal dengan volume
berubah (atau rapat berubah) dapat dilinierkan dari persamaan (63).
Kecepatan reaksi, berkurangnya A, secara umum dapat ditulis:
1 dN A
rA
V dt

Dengan memasukkan V dari Persamaan (63a) dan NA dari Persamaan (65),


persamaan kecepatan dalam bentuk konversi dapat ditulis dengan:
C A0 dX A
rA
(1 A X A ) dt

atau dalam bentuk volume, dari Persamaan (3.63):


C A0 dV C A0 d(lnV)
rA . . (67)
V A dt A dt
Analisis Data dengan Metode
Diferensial
Prosedur analisis dengan metode diferensial untuk sistem isotermal dari data
reaktor batch dengan volume berubah sama dengan pada sistem dengan volume
konstan, hanya ada yang perlu diganti, yaitu:

dC A C A0 dV C A0 d(lnV)
dengan atau
dt V A dt A dt

Sebagai alat untuk membuat grafik hubungan V dengan t dan dicari beberapa
slope pada beberapa titik.
Analisis dengan Metode Integral
Hanya beberapa bentuk persamaan kecepatan yang paling sederhana yang dapat
diinterpretasikan sebagai hubungan V dengan t, yaitu:

Reaksi order nol


Untuk suatu reaksi homogen order nol kecepatan perubahan pereaksi A tidak
tergantung pada konsentrasi bahan-bahan, atau:

C A0 d(lnV)
rA k
A dt

Jika diintegrasikan diperoleh:


C A0 V
ln kt
A V0
Reaksi Order 1
Untuk jenis reaksi unimolekuler order 1 kecepatan perubahan pereaksi A adalah:
CA0 d(lnV) 1 XA
rA kCA k
A dt 1 AXA

Jika XA diganti dengan V dari Persamaan (3.63) diperoleh:


V
ln 1 kt
A V0

Hubungan semilogaritma Persamaan (3.72)


terhadap t memberikan slope k seperti
ditunjukkan Gambar berikut
Reaksi Order 2
Untuk jenis reaksi bimolekuler order 2 seperti
2 A hasil
atau A + B hasil, dengan CA0 = CB0
Persamaan kecepatannya adalah:
2
C dlnV 1 XA
rA A0 kC 2A kC 2A0
A dt 1 A A
X

Dengan mengganti XA menjadi V dari Persamaan (3.63) kemudian mengintegralkannya


dan beberapa manipulasi persamaan diperoleh:

(1 A ) V

A ln1 kC A0 t
V0 A V V0 A

Anda mungkin juga menyukai