DALIL
ASUMSI
I PENDAHULUAN
II.a. Teori
II.a.1 Manusia dan kebenaran
Teori adalah serangkaian bagian atau variable, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variable dengan maksud
menjelaskan fenomena ilmiah. Secara umum teori merupakan analisis hubungan
antara fakta yang satu dengan yang lainnya pada sekumpulan fakta-fakta. Tetapi
berbeda pada teorema, pernyataan teori hanya diterima secara sementara dan
bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindentifikasikan
bahwa teori berdasarkan hasil penarikan kesimpulan yang memiliki potensi
kesalahan, berbeda pada penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Menurut Suaedi (2016), manusia memiliki sifat yang senantiasa
mencari jawaban atas pertanyaan yang timbul dalam
keokumidupannya. Dalam mencari ilmu pengetahuan, manusia
melakukan telaah yang mencakup 3 hal, antara lain 1) objek yang
dikaji; 2) proses menemukan ilmu; dan 3) manfaat atau kegunaan ilmu
tersebut. Untuk itu, manusia akan selalu berpikir, dengan berpikir
akan muncul pertanyaan, dan dengan bertanya maka akan ditemukan
jawaban yang mana jawaban tersebutadalah suatu kebenaran.
Menurut Ford (2006), kebenaran atau truth dapat dibedakan atas 4
macam :
a. Kebenaran metafisik (T1). Sesungguhnya kebenaran ini tidak bisa
diuji kebenarannya (baik melalui justifikasi maupun falsifikasi/kritik)
berdasarkan norma eksternal seperti kesesuaian dengan alam, logika
deduktif, atau standar-standar perilaku profesional. Kebenaran
metafisik merupakan kebenaran yang paling mendasar dan puncak
dari seluruh kebenaran
b. Kebenaran etik (T2). Kebenaran etik merujuk pada perangkat
standar moral atau profesionaltentang perilaku yang pantas
dilakukan. Seseorang dikatakan benar secara etik bila ia
berperilaku sesuai dengan standar perilaku itu. Sumber kebenaran
etik bisa berasal dari kebenaran metafisik atau dari norma sosial-
budaya suatu kelompok masyarakat atau komunitas profesi tertentu.
c. Kebenaran logika (T3). Sesuatu dianggap benar apabila secara
logik atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang telah
diakui sebagai benar atau sesuai dengan apa yang benar menurut
kepercayaan metafisik. Aksioma metafisik yang menyatakan bahwa
1+1= 2 maka secara logikadapat dianggap benar.
d. Kebenaran empirik (T4). Kebenaran ini yang lazimnya dipercayai
melandasi pekerjaan ilmuwan dalam melakukan penelitian. Sesuai
(kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi) dianggap benar
apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti dapat
diverifikasi, dijustifikasi, atau kritik.
II.a.2 Teori Kebenaran
Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu kebenaran itu sangat
tergantung dari sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan
pijakannya. Ada tujuh teori kebenaran yang paralel dengan teori
pengetahuan yang dibangunnya, (Sahaja, 2015), yaitu:
a. Teori Korespondensi (Bertand Russel 1872-1970)
Teori ini menganggap. Teori kebenaran korespondensi adalah teori
kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi
pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut
berkorespondensi (sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan
tersebut.
b. Teori Koherensi tentang kebenaran (konsistensi)
Teori kebenaran Koherensi. Tokoh teori ini adalah Spinosa, Hegel dan
Bradley. Suatu pengetahuan dianggap benar menurut teori ini adalah
bila suatu proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari
proposisi yang terdahulu yang bernilai benar. Jadi, kebenaran dari
pengetahuan itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau
melalui pembuktian logis atau matematis.
c. Teori Pragmatis (Charles S 1839-1914)
Teori kebenaran Pragmatis. Tokohnya adalah William James dan
John Dewey. Suatu pengetahuan atau proposisi dianggap benar
menurut teori ini adalah bila proposisi itu mempunyai konsekwensi-
konsekwensi praktis (ada manfaat secara praktis) seperti yang
terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri, maka
menurut teori ini, tidak ada kebenaran mutlak, universal, berdiri
sendiri dan tetap. Kebenaran selalu berubah dan tergantung serta
dapat diroreksi oleh pengamalan berikutnya
d. Teori Kebenaran Sintaksis
Teori Kebenaran Sintaksis. Teori ini berkembang diantara para filsuf
analisa bahasa, seperti Friederich Schleiermacher. Menurut teori ini,
suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu mengikuti
aturan sintaksis (gramatika) yang baku
e. Teori Kebenaran Semantis
Teori kebenaran Semantis. Menurut teori kebenaran semantik, suatu
proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna.
Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu (referent) yang
jelas?. Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi atau
kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat definitive
f. Teori Kebenaran Non- Deskripsi
Teori Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini dikembangkan oleh
penganut filsafat fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini suatu
statemen atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar ditentukan
(tergantung) peran dan fungsi pernyataan itu (mempunyai fungsi yang
amat praktis dalam kehidupan sehari-hari).
g. Teori Kebenaran Logik
Sedangkan Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur
pemikiran. Asumsi juga dapat diartikan pula sebagai gagasan primitif, atau gagasan
tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul
kemudian (Suhartono, 2000)
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal antara lain 1). Aksioma, pernyataan yang
disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan
sendiri 2). Postulat, pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian
atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. 3). Premise,
pangkal pendapat pada suatu sentimen.
Setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi
penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Asumsi ini perlu, Sebab
pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa
menerima asumsi yang dikemukakannya. Semua teori mempunyai asumsi-
asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersurat maupun yang tercakup secara
tersirat (Jujun, 2001:6).
Menurut Burhanudin (1997:86-88), Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek
empiris :
Menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,
umpamanya dalam bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Berdasarkan ini
maka kita dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke alam satu
golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap
objek- objek yang ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan yang
mula- mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep
perbandingan (komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya
taksonomi yuang baik. Lineaus (1707- 1778) merupakan pelopor dalam
penggolongan hewan dan tumbuh- tumbuhan secara sistematis.
Menurut Jujun (1990:89) Dalam mengembangkan asumsi maka harus
diperhatikan beberapa hal.
a. Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang ilmu dan tujuan pengkajian
disiplin keilmuan. Asumsi bahwa manusia dalam administrasi adalah
manusia administrasi kedengarannya memang filsafati namun tidak
mempunyai arti apa- apa dalam penyusunan teori- teori administrasi.
Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah
mahluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri, atau makhluk
yang kompleks.
b. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya
bukan bagaimana keadaan seharusnya asumsi yang pertama adalah
asumsi yang mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi kedua adalah
asumsi yang mendasar telah moral. Sekiranya dalam kegiatan ekonomis
maka manusia yang berperan adalah manusia yang mencari keuntungan
yang sebesar- besarnya dengan korbanan sekecil- kecilnya maka itu
sajalah yang kita jadikan pegangan tidak usah ditambah sebaiknya
begini, atau seharusnya begitu
Seorang ilmuan harus benar- benar mengenal asumsi yang
dipergunakan dalam analisis keilmuannya. sebab jika menggunakan
asumsi yang berbeda, maka berbeda pula konsep pemikiran yang
dipergunakan. Sering kita temui bahwa asumsi yang melandasi
suatu kajian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat.
Asumsi yang tersirat ini kadang- kadang menyesatkan, sebab selalu
terdapat kemungkinan bahwa kita berbeda penafsiran tentang
sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu maka untuk
pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik dipergunakan asumsi yang
tegas (Jujun, 1990:90)
KESIMPULAN
Teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan yang
lainnya pada sekumpulan fakta-fakta
Hukum pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan
antara dua variable atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat
Postulat adalah asumsi dasar yang kebenarannya dapat diterima tanpa ada
sebuah pembuktian. Dalam bahasa inggris postulate, dalam bahasa latinnya
postulatum yang artinya meminta, menuntut
Dalil diartikan pendapat yang dikemukakan dan dipertahankan sebagai
suatu kebenaran
Asumsi adalah pernyataan yang kebenarannya dapat diuji secara empiris
Terima Kasih