Anda di halaman 1dari 18

Efek Antidepresan Terapi Elektrokonvulsif

Tidak Berkaitan Dengan Perubahan


Konektivitas Fungsional Jaringan Otak Pada
Tingkat Individu

Pembimbing:
dr. Hesti Anggriani, Sp.KJ,MM

Disusun Oleh:
Rowiyatun
H2A012002

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RSJD AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
2017
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : ECT dapat mengurangi gejala depresi resisten-
terapi (TRD). Konektivitas fungsional jaringan otak (FNC) merupakan
metode baru yang sedang dikembangkan untuk menilai pola
konektivitas fungsional jaringan otak.
TUJUAN : 1. menilai perubahan FNC antara pasien TRD dengan
kontrol yang sehat, 2. mengeksplorasi hubungan perubahan FNC
antara setelah respon terapi ECT dan pre-ECT pada pasien TRD
secara individu.
METODE : Penelitian ini melibatkan 82 pasien TRD dan 41 kontrol.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan awal dan setelah 2 minggu
pemberian kombinasi terapi ECT dan antidepresan. Korelasi antara
FCP dan respon ECT dihitung menggunakan analisis korelasi
Pearson.
HASIL : Tidak menemukan perbedaan FCP yang signifikan antara
pasien TRD dan kontrol yang sehat. Selanjutnya, FCP dasar tidak
berkaitan dengan respon terapi ECT.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan FNC yang signifikan antara
pasien TRD dan kontrol yang sehat, dan FCP dasar tidak berkaitan
dengan respon terapi ECT.
PENDAHULUAN

Terapi elektrokonvulsif (ECT) sebagai


terapi TRD yang efektif.

15-33% pasien yang tidak


2/3 gangguan depresi mayor
mengalami perbaikan setelah
(MDD) yang tidak respon
pemberian antidepresan
terhadap antidepresan
multipel (TRD).
tunggal
METODE

PESERTA DAN DESAIN PENELITIAN


Penelitian ini melibatkan 82 pasien TRD dan 41 kontrol sehat. Seluruh
peserta diperiksa menggunakan Wawancara Klinis Terstruktur DSM-
1V untuk menegakkan diagnosis depresi pada pasien dan untuk
menyingkirkan penyakit psikiatrik pada kontrol yang sehat serta
keluarga tingkat pertama.
Seluruh pasien MDD dirawat inap. Terapi diberi kombinasi
antidepresan dosis tetap dan ECT selama 2 minggu
KRITERIA INKLUSI KRITERIA EKSKLUSI
pasien MDD dengan respon (a) kelainan bipolar;
yang tidak adekuat terhadap (b) usia <18 atau > 45 tahun;
terapi sedikitnya dua jenis (c) kidal; (d) terdapat riwayat
antidepresan. cedera otak yang disertai dengan
penurunan kesadaran lebih dari 5
menit, penyakit neurologi, atau
penyakit fisik berat (kelainan paru,
penyakit jantung, dll);
(e) riwayat penyalahgunaan zat;
dan
(f) kontraindikasi dilakukan resonansi
magnetik (selanjutnya disingkat MRI)
Terapi elektrokonvulsif

Setiap pasien ECT bilateral sejak pukul 8.30 a.m - 9.30 a.m. Resisten
statis sebesar 300-3000. Per status denyut jantung, diberikan dosis
atropin intravena sebesar 0,25 sampai 1 mg. Dosis intravena
propofol (anestesi) dan suksinilkolin (relaksan otot) dari 1 sampai 2
mg/kg. Setelah fasikulasi hilang dan otot mengalami relaksasi,
pasien diberikan Putamen oral, dan intensitas rangsangan
disesuaikan dengan persentase energi sesuai usia pasien.
Dilakukan juga pemeriksaan EKG, EEG, EMG, serta pemantauan
tekanan darah dan saturasi oksigen pada pasien.
ECT diberikan sebanyak empat kali selama minggu pertama dan
empat kali selama minggu kedua. Selama dilakukan ECT, pasien
menerima antidepresan dosis tetap.
Pengambilan Gambar

Dilakukan pemindaian MRI fungsional fase istirahat dan struktural


(rsfMRI) pada seluruh pasien, dan pasien TRD dipindai 24 jam
sebelum terapi ECT.
Data MRI diperoleh menggunakan Scanner Siemens Trio 3-Tesla.
Digunakan bantalan busa untuk mengurangi gerakan kepala, dan
earplug untuk mengurangi kebisingan alat pemindai.Selama
pengambilan data, pasien diminta untuk menutup mata, tenang,
dan tetap bangun. Seluruh pasien dipantau untuk memastikan
bahwa mereka tidak tertidur.
Seluruh peserta diminta untuk membuka mata selama dilakukan
pemindaian dan menatap pada tanda silang yang telah
ditetapkan.
Prosesing data resonansi magnetik
fungsional fase istirahat
Perangkat lunak/ software Statistical Parametric Mapping 8 (SPM8)
(http://www.fil.ion.ucl.ac.uk/spm/software/spm8), software Analysis
of Functional Neuroimage (http://afni.nimh.nih.gov/afni), dan FMRIB
Software Library (http://fsl.fmrib.ox.ac.uk/fsl) digunakan dalam
prosedur preprosesing gambar.
Kalkulasi jaringan konektivitas
fungsional
Jaringan konektivitas fungsional (FNs) dihitung pada setiap hasil
pemindaian rsfMRI menggunakan independent component
analysis (ICA). Software GIFT (http://mialab.mrn.org/software/gift/)
digunakan untuk menampilkan kelompok independent component
(ICs).
Analisis konektivitas fungsional
jaringan
Kami memilih 82 pasien TRD dan 41 kontrol yang sehat sebagai data
awal untuk melengkapi analisis data multivriat pada Grassmann
manifold and step-wise forward component selection dengan
mesin vektor untuk mendapatkan FNs. Melalui kombinasi metode-
metode di atas, kami melakukan pengukuran FNC dan selanjutnya
mengekstraksi pola konektivitas fungsional (FCPs) dari FNs.
Perbedaan FNC antara kontrol yang sehat dengan dua kelompok
pasien dievaluasi menggunakan analisis ANOVA diikuti post-hoc-t-
test. Hasil statistik dinyatakan signifikan jika nilai P<0,05 dan dikoreksi
untuk perbandingan multipel menggunakan Bonferroni atau false
discovery rate correction.
Analisis korelasi antara pola konektivitas fungsional jaringan
dengan skor Skala Depresi Hamilton

Kami menggunakan koefisien korelasi jenjang Spearman (mis:


pengukuran nonparametrik statistik dependen antara dua variabel)
dalam analisis korelasi untuk mengeksplorasi hubungan antara
perbaikan simptom klinis dengan perubahan kekuatan FCPs setelah
ECT.
HASIL

Demografi
Hasil efikasi klinis

82 pasien TRD rata-rata dilakukan sesi ECT


sebanyak 8,52,00. Skor HAMD kedua
kelompok setelah terapi lebih rendah
daripada sebelum terapi. Respon 42 pasien
TRD terhadap terapi ECT mengalami
peningkatan (rate skor Hamilton menurun
lebih dari 50%), rate respon sebesar 51%.
Status jaringan fungsional pasien depresi resisten-terapi dan
hubungannya dengan efek terapi elektrokonvulsif

Pasien TRD tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Setelah


terapi ECT, 42 pasien TRD mengalami perbaikan respon terhadap
ECT, sedangkan 40 pasien TRD lainnya memiliki respon yang buruk.
Anehnya, perbandingan antara kedua subgrup pasien ini dengan
41 pasien kontrol yang sehat tidak menunjukkan perbedaan
distribusi spasial FNs, baik FNC maupun FCP.
PEMBAHASAN

Penelitian ini mengeksplorasi efek ECT terhadap FNs pada pasien


TRD dengan cara menggabungkan data MRI fungsional dengan
teknik machine-learning.
Penelitian terdahulu melaporkan bahwa perubahan konektivitas
kortiko-limbik berhubungan positif dengan perbaikan
simptomatologi depresif.
Perubahan FNC dapat digunakan sebagai biomarker untuk
membedakan kelainan bipolar dan unipolar, adanya peningkatan
FNC antara mode posterior dan korteks prefrontal lateral dorsal kiri
setelah ECT terutama pada pasien yang respon terhadap terapi.
KESIMPULAN

Tidak menemukan adanya perubahan FNC antara pasien TRD


dengan keadaan dasar, namun ditemukan hubungan antara FNC
dasar dan hasil terapi ECT
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai