PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
akuntabilitas atau tanggung jawab sosial dan kewajiban etik dan legal. Perawat
saraf (neuroscience) yang telah meningkatkan minat dalam terapi somatik guna
jiwa. Dan penemuan tehnik tritmen untuk gangguan jiwa telah menempatkan
Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien jiwa adalah perilaku
kekerasan yang harus segera ditangani karena dapat membahayakan diri klien,
orang lain dan lingkungan. Untuk membatasi gerak klien digunakan tindakan
Seklusi dan restrain. Seklusi dan restrain merupakan tindakan yang paling
sebagai upaya terakhir untuk memastikan kemanan, dan sering mengangkat isu-
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan terapi somatik, restrain, seklusi dan assessment
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
gangguan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Terapi Somatik
pada tahun 1938 sebagai treatmen untuk klien skizofrenia, ketika di yakini
2009).
besar (grand mal seizure) melalui alat yang di induksi pada klien yang
klinis dengan MST masih terbatas, dan penelitian saat ini berfokus pada
dipasang secara bilateral. Namun saat ini secara rutin telah dilakukan
efektifitas yang sama dan efek samping kognitif yang lebih sedikit,
Studi bentuk baru ECT unilateral, disebut juga dengan terapi kejang
ECT (Pierce el al, 2008). Agar ECT menjadi efektif, maka harus diberikan
dalam bentuk kejang grand mal. Stimulus listrik disesuaikan dengan energy
yang bervariasi sesuai respon klien terhadap terapi ini. Terapi biasanya
berjumlah 6-12 tritmen yang diberikan dalam 2-3 kali/minggu. Klien dengan
tritmen gangguan jiwa yang efektif dan umunya dapat ditoleransi dengan
baik oleh klien. Dalam beberapa kasus, setelah program awal tritmen sukses,
(APA, 2001).
a. Indikasi
Anderson, 2011). Tingkat respons terhadap ECT 80% atau lebih untuk
sebagian besar klien lebih baik pada tingkat respons terhadap obat anti
depresan, sehingga terapi ini dianggap sebagai anti depresan yang paling
disebagian besar kelompok usia yang tidak dapat mentolerir atau gagal
kejang.
klien adalah terapi ini ditunjukkan pada klien yang sangat depresi dan
akut dan psikotik dengan gangguan efektif. ECT dianggap sesuai untuk
katatonia, atau klien dapat berespons dengan baik terhadap tindakan ECT
dimasalalu.
dari paa terapi obat terhadap populasi tertentu seperti orang lanjut usia,
klien dengan gangguan jantung, dan ibu hamil. Potensi efektivitas ECT
merangkum bentuk prilaku yang efektif dan tidak efektif dipengaruhi oleh
b. Mekanisme Kerja
sesungguhnya dari ECT masih belum diketahui pasti. Teori yang paling
adrenalin.
2. Teori faktor neurotrophik menunjukkan bahwa siklik adenosin,
c. Efek Samping
dengan terapi yang diakibatkan oleh anestesi umum dalam operasi minor
(sekitar 2-10 kasus kematian per 100.000 kasus yang ditritmen) (Payne
jantung, gangguan fungsi paru, riwayat gangguan sistem saraf pusat, atau
Efek samping yang dapat terjadi akibat terapi ini dapat dijabarkan dalam
sebagai berikut :
2. Sistematik : sakit kepala, mual, nyeri otot, dan mengantuk dapat terjadi
d. Asuhan Keperawatan
dan keluarga, termasuk bahan tertulis dan video individual untuk setiap
dengan klien lain yang elah menjalani ECT dapat bermanfaat bagi klien
consent) harus ditanda tangani oleh klien atau, jika klien tidak mampu
perawat hadir saat ECT dibahas dengan klien. Hal ini merupakan
dan menyimpan informasi baru. Untuk itu, penting bagi perawat untuk
informasi baru jika penjelasan hanya diberikan dala satu kali pertemuan.
ajukan klien.
dengan tepat persiapan alat yang tersediadi ruang ECT. Kotak 25-3
para tim tritmen dan diberi penjelasan singkat tentang setiap peran
anggota tim atau petugas yang akan melakukan prosedur ECT. Klien
dan kaus kaki. Hal ini untuk menempatkan manset tekanan darah
prosedur dimulai.
Alat monitor elektroensefalografik (EEG) terdiri dari dua atau lebih
elektroda yang ditempatkan pada dahi dan mastoid. Satu set alat EKG
yang memiliki tiga lead ditempatkan pada dada klien. Sebuah alat
saraf, serta dengan mengamati gerakan otot yang mulai berhenti berkedut.
Meskipun sebagian besar otot menjadi relaks, otot rahang adaah bagian
perawatan ECT.
g. Asuhan Keperawatan Setelah Prosedur
diterima.
stabil. Jika klien sadar, tingkat orientasi harus dinilai setiap 30 menit
sampai status kesehatan jiwa kembali ke kondisi awal. Jika klien tertidur,
h. Kolaborasi Interdisiplin
rencana tritmen klien. Gejala yang muncul sebagai dampak yang tidak
tritmen yang seimbang dan objektif. Semua perawat harus didorong untuk
mereka.
2. Chronotherapy
Tindakan terapi meliputi fototerapi dan gangguan tidur (disebut juga dengan
menghadapkan klien pada terapi pencahayaan sekitar 5-20 kali lebih terang
dari lampu ruangan. Klien duduk dengan mata terbuka sekitar 3 meter dari
sumber cahaya dan mata menghadap kesebuah kotak yang berisi sat set
intensitas dan warna siang hari diuar ruangan. Kemudian mereka diminta
itu panjang gelombang cahaya yang lebih pendek dapat lebih efektif dari
pada panjang gelombang cahaya yang lebih panjang. Jumlah cahaya yang
dapat tidur sama sekali, baik sepanjang malam, sebagian malam, atau
kombinasi kedua nya. Gangguan atau kurang tidur semalam dapat menjadi
pendek, dengan kekambuhan sering terjadi setelah tidur siang atau tidur
yang cepat dan dapat diulang. Tritmen dapat dilakukan dirumah dan tidak
a. Indikasi
b. Mekanisme Kerja
c. Efek Samping
paling umum dari fototerapi adalah kelelahan mata dan sakit kepala.
samping lainnya termasuk lekas marah, susah tidur, kelelahan, mual, dan
kekeringan pada mata, hidung dan sinus. Hal ini biasanya dapat dikelola
dengan mengurangi durasi terapi atau memperbesar jarak klien dengan
cahaya.
Efek jangka panjang dari fototerapi, jika ada, saat ini tidak
bipola. Jadi kurang tidur, seperti dengan beberapa obat antidepresi, harus
digunakan dengan hati-hati pada klien yang rentan terhadap mania atau
terisolasi ditempatkan pada atau dekat dengan area spesifik di kepala klien,
paling sering untuk TMS dalam gangguan jiwa adalah sebagai terapi
perfusi diaerah korteks prefrontal otak, terutama pada sisi kiri. Berbagai
keadaan sesi harian ditambah menjadi lebih dari 3 minggu atau ebih dari
biasanya.
b. Mekanisme Kerja
faraday. Menurut prinsip ini, ketika arus listrik diberikan melalui sebuah
seperti neuron di otak, terkena medan magnet yang berubah, medan listrik
c. Efek Samping
Efek samping yang paling umum ilaporkan dari TMS yang berulang
(rTMS) adalah terjadinya sakit kepala, etiologi keluhan ini diduga akibat
kontraksi otot kulit kepala selama stimulas. Pada kebanyakan kasus sakit
arus yang telah disediakan oleh batrai 9 Volt. Saat ini arus dihantarkan
melalui elektroda yang diselikan di telinga. Jumlah kecil arus yang diberikan
saat ini terbatas pada 600 microamper. Tritmen dilakukan selama 30 menit
a. Mekanisme Kerja
b. Efek Samping
dada klien. Berkas elektroda tertanam secara subcutan dari generator menuju
saraf vagus disisi kiri leher klien. Ujung elektroda melilit ujung saraf
pada klien yang memiliki resistensi rendah sampai sedang terhadap terapi
bulan.
b. Mekanisme Kerja
saraf vagus kiri ditunjukkan karena saraf ini teriri dari serat sensorik
aferen yang sebagian besar terhubung kebatang otak dan struktur otak
dalam. Stimulasi serat ini mengubah fungsi dari beberapa struktur dan
c. Efek Samping
dapat berupa suara serak, nyeri tenggorokan, sakit leher, sakit kepala, dan
sesak nafas.
6. Stimulasi Otak Dalam
tanam tepat dibawah tulang leher. Elektroda memancarkan arus listrik untuk
hati bersedih, dan kecemasan. DBS tidak merusak jaringan otak dan bersifat
reversibel. Jika klien tidak menghendaki alat ini lagi, maka perangkat itu
a. Indikasi
sebagai tritmen aterntif untuk mengatasi kondisi depresi berat, serta klien
bahwa DBS adalah tritmen yang aman dan efektif untuk mengatasi
b. Mekanisme Kerja
tritmen ini.
1. Restrains
atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan izin dokter bila
a. Isolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai
pada penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa sprei dilantai,
1) Indikasi Penggunaan
klien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang
lain dengan intervensi pengendalian yang longgar, seperti kontak
2) Kontraindikasi
d) Hukuman
3) Evaluasi
tersebut
2. Seclusion
a. Pengekangan Fisik
4) Menggunakan sprei.
b. Indikasi pengekangan
lapisan sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah
hangat dan menenangkan.hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi
Intervensi keperawatan:
a. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit diatas tempat tidur yang
tahan air.
b. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rafi dan pastikan bahwa
bermakna,buka pengekangan.
1. Semua anggota staf rumah sakit yang terhubung langsung dengan klien
untuk orang dewasa, 2 jam untuk remaja usia 9-17 tahun, dan 1 jam
terhadap klien dan sistem yang relevan memungkinkan perawat kesehatan jiwa
untuk membuat penilaian klinis dan rencana tindakan yang tepat dengan klien.
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan format pengkajian atau riwayat
perawatan sebagai pedoman agar informasi yang diperoleh akan sistematis dan
informasi penting yang harus diperoleh dari klien secara ringkas isi
pengkajiannya meliputi :
1. Indentitas klien
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik/biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
8. Mekanisme koping
10. Pengetahuan
sumber data yang lain meliputi riwayat kesehatan klien, informasi ronde
evaluasi yang dilakukan oleh anggota tim kesehatan lainnya seperti psikolog,
perawat seharusnya tidak segera menerima hasil pengkajian dari anggota tim
kesehatan lain.
Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui
PENUTUP
A. Kesimpulan
kekerasan agar tidak membahayakan diri klien, orang lain dan lingkungan
tertentu sebagai tindakan darurat saja atau karena terapi lain tidak efektif.
jiwa, ada bebrapa terapi somatik yang saaat ini sering di gunakan untuk
2. Chronotherapy
terapi somatik, sangat penting bagi perawat untuk dapat memahami proses kerja
kebebasan klien yang dapat menyebabkan kerugian bagi klien dan staf yang
melaksankannya, oleh karena itu tindakan ini harus digunakan hanya sebagai
tindakan darurat untuk menjamin keamanan klien atau orang lain dan hanya jika
klien jika digunakan sebagai alat pemaksaan, disiplin, atau kenyamanan staf.
DAFTAR PUSTAKA
Syadah, NS. 2017. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Budi Utama