Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.Kami selaku penyusun selalu berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi
maupun keterpaduan antar kalimat.Oleh karena itu, kami membuka pintu selebarlebarnya untuk saran dan kritikan yang membangun, sehingga kami dapat
memperbaiki segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.

Makassar, Oktober 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Populasi penduduk di dunia semakin meningkat setiap tahunnya, termasuk
di Negara Indonesia.Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2010 sebesar 237,56 juta jiwa (BPS, 2010).Peningkatan populasi
penduduk tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antarpenduduk dari satu
daerah ke daerah lain yang berbeda dalam hal kebudayaan yang diyakini. Hal ini
turut didukung oleh pesatnya perkembangan globalisasi di berbagai bidangjuga
salah satunya di bidang kesehatan.
Dalam bidang kesehatan, peningkatan populasi penduduk ini berpengaruh
terhadap semakin meningkatnya tuntutan akan pemenuhan kebutuhan hidup
termasuk tuntutan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan profesional
dari tenaga medis, salah satunya perawat. Perawat diharapkan dapat memberikan
asuhan keperawatan yang profesional dan sesuai dengan latar belakang budaya
klien yang tidak bertentangan dengan ilmu kesehatan. Sehingga, tidak terjadi
cultural shockyang merupakan suatu keadaan yang akan dialami oleh klien
ketika perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya. Oleh
karena itu, perawat hendaknya memiliki pengetahuan akan budaya klien secara
lebih mendalam.
Salah satu teori keperawatan yang berhubungan dengan pengaruh budaya
diyakini terhadap pemberian asuhan keperawatan adalah transcultural nursing
atau keperawatan transkultural yang dipelopori oleh Madeleine Leininger dengan
model Matahari Terbit. Keperawatan transkultural adalah suatu disiplin ilmu dan
kiat yang berfokus pada proses serta perilaku individu dan kelompok,yang
bertujuan untuk mempertahankan maupun meningkatkan perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai dengan latar belakang budaya
klien. Antara konsep keperawatan transkultural dan proses pemberian asuhan

keperawatan transkultural saling berkaitan satu sama lain. Keberhasilan konsep


dan proses keperawatanini dapat dilihat dari beberapa parameter pilihan asuhan
keperawatan budaya.
1.2.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan transcultural nursing?
2. Apa tujuan dari transcultural nursing?
3. Bagaimana sejarah transcultural nursing?
4. Bagaimana model matahari terbit dari Leininger?
5. Bagaimana konseptranscultural nursing?
6. Bagaimana paradigma transcultural nursing?
7. Apa saja yang menjadi parameter keperawatan budaya?
8. Bagaimana prosestranscultural nursing?

1.3.

Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi trancultural nursing.
2. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari transcultural nursing.
3. Mahasiswa mampu mengetahui sejarah transcultural nursing.
4. Mahasiswa mengetahui model matahari terbit dari Leininger.
5. Mahasiswa mampu memahami konseptranscultural nursing.
6. Mahasiswa mampu memahami paradigma transcultural nursing.
7. Mahasiswa mampu mengetahui parameter dan fenomena asuhan budaya
keperawatan.
8. Mahasiswa mampu memahami proses transcultural nursing.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.DefinisiTranscultural Nursing
Transcultural nursing atau keperawatan transkultural merupakan perpaduan
teori serta praktik antropologi dan keperawatan (Lipson dan Bauwens, 1988),
dimana antropologi merujuk pada studi tentang manusia termasuk asal, perilaku,
interaksi sosial, karakteristik fisik dan mental, pakaian, serta perkembangan
zaman. Sedangkan, keperawatan berhubungan dengan seni dan sains.

Dengan demikian, keperawatan transkultural adalah suatu disiplinilmu dan


kiat yang berfokus pada proses serta perilaku individu dan kelompok untuk
mempertahankan maupun meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara
fisik dan psikokultural yang disesuaikan dengan latar belakang budaya klien.
Sehingga dapat disimpulkan, pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan latar belakang budaya klien (Leininger,1984).
MenurutLeininger (dalam Efendi dan Makhfudli, 2009, p.16), transcultural
nursing atau keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
Namun, keperawatan transkultural ini tidak hanya berfokus pada perbedaan
budaya melainkan juga persamaan antarbudaya dimana transcultural nursing
lebih lanjut diartikan sebagai suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses
belajar dan praktik keperawatan yang berfokus pada perbedaan serta kesamaan
antarbudaya dengan tetap menghargai nilai budaya manusia, kepercayaan maupun
tindakan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat
diterima secara spesifikdan universal.
2.2. Tujuan Transcultural Nursing
Tujuan utama dari keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains
dan pohon pengetahuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kebudayaan yang spesifik dan universal bagi individu, keluarga, kelompok, dan
komunitas dari latar belakang yang berbeda (Leininger, 1978). Kebudayaan yang
spesifik ini merujuk pada nilai, kepercayaan, pola tingkah laku tertentu yang
menjadi keunikan suatu kelompok dan tidak memiliki kelompok lain. Sedangkan
kebudayaan yang universal merujuk pada nilai, norma, dan pola hidup yang dapat
diterima secara umum (Leininger, 1978, 1991, 1995; Leininger dan McFarland,
2002).
Dengan adanya keperawatan transkultural, perawat dapat membantu klien
dalam memilih budaya tertentu yang mendukung peningkatan status kesehatannya
sehingga klien dapat mudah beradaptasi dengan budaya tersebut.

2.3. Sejarah Transcultural Nursing


Dr. Madeleine M. Leininger merupakan perawat profesional pertama yang
meraih gelar doktor dalam ilmu antropologi sosial dan budaya sekaligus pelopor
keperawatan transkultural. Konsep keperawatan transkultural ini berawal dari
pengalaman klinisnya di sebuah unit perawatan anak di Cincinnati dimana
Leininger menemukan banyaknya staff yang masih kurang memahami faktorfaktor budaya yang mempengaruhi perilaku anak-anak serta pengaruhnya dalam
diagnosa dan penanganan klien. Sehingga,

dalam pemberian asuhan dan

penanganan psikiatri terdapat perbedaan-perbedaan yang berujung padakurang


maksimal pelayanan yang diberikan. Leininger kemudian memutuskan untuk
melanjutkan studi lanjutnya yang berfokus pada kebudayaan, sosial, dan
antropologi psikologi.Melalui penelitiannya di Gadsup (Daratan Tinggi New
Guinea bagian Timur), diperoleh suatu hasil dimana terdapat perbedaan antara
kebudayaan masyarakat Barat dan non-Barat terkait dengan praktik dan asuhan
keperawatan untuk mempertahankan kesehatan.Selain itu, Leininger terus
mengembangkan teori keperawatan transkulturalnya dan metode ethnonursing.
Leininger (1995) telah mengidentifikasi 3 era perkembangan keperawatan
transkultural, yakni sebagai berikut:
1. Era Pertama (1955-1975), dimana terjadi perkembangan keperawatan
transkultural dalam hal teori dan praktik keperawatan, baik secara konsep,
prinsip, serta praktik potensial. Selain itu, Leininger dan perawat transkultural
lainnya melakukan sebuah studi ethnocare tentang kebudayaan masyarakat
Barat dan non-Barat serta fenomena keperawatan. Teori Culture Care
Diversity and Universality (Perawatan Budaya Diversitas dan Universalitas)
oleh Leininger kemudian muncul pada tahun 1975.
2. Era Kedua (1975-1983): Program dan Ekspansi Penelitian Keperawatan
Transkultural. Di era ini, perawat-perawat menyadari pentingnya pengetahuan
akan keperawatan transkultural sehingga terjadi perkembangan yang cukup

pesat dalam hal pendidikan keperawatan transkultural, penelitian, praktik, dan


konsultasi.
3. Era Ketiga (1983-sekarang):

Membangun Keperawatan Transkultural di

seluruh dunia. Peningkatan jumlah perawat yang bekerja di negara lain dan
interaksi dengan berbagai orang dengan latar belakang budaya berbeda
memotivasi para perawat untuk menggunakan konsep, prinsip, penelitian, dan
mengikuti kursus keperawatan transkultural. Selain itu, juga diadakan
beberapa konferensi oleh Transcultural Nursing Society, penyelenggaraan
workshop, pengembangan kebijakan-kebijakan, serta publikasi jurnal yang
berkaitan dengan keperawatan transkultural. Salah satu jurnal yang
dipublikasikan adalah Journal of Transcultural Nursing.
2.4. Model Matahari Terbit Leininger (The Sunrise Model)
Model Matahari Terbit digunakan untuk menggambarkan teori Leininger
mengenai diversitas dan universalitas perawatan budaya. Matahari terbit menjadi
lambang atau simbol perawatan.
Model ini berpuncak pada pandangan dunia

yang berdasar pada

keistimewaan struktur sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan


atau menjadi dasar fokus keperawatan profesional dan sistem perawatan
kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi
penyebab.Sedangkan, garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem
terbuka.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat
dipisahkan dari budaya mereka .

Model ini menekankan bahwa perawatan dan kesehatan dipengaruhi


oleh unsur-unsur struktur sosial sebagai berikut:
1. Faktor teknologi, seperti ketersediaan teknologi dan peralatan untuk
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan, dimana perawat perlu
mengkaji persepsi individu mengenai pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Sistem ekonomi menentukan kualitas perawatan kesehatan dalam budaya.
Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membayar biaya pelayanan kesehatan yang dapat berasal dari
asuransi, biaya kantor, dan tabungan.
3. Sistem politik, meliputi peraturan

dan

kebijakan

apapun

yang

mempengaruhi keperawatan transkultual, seperti jam berkunjung dan


jumlah anggota keluarga yang menunggu.

4. Pertalian keluarga dan sistem sosialmempengaruhi pelayanan perawatan


kesehatan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan untuk pemberian
asuhan keperawatan yang tepat sasaran.
5. Faktor budaya dan pendidikan, faktor ini

dapatmempengaruhi jenis,

kualitas, dan kuantits perawatan kesehatan yang dianggap diinginkan, tepat,


atau dapat diterima oleh budaya.
6. Faktor agama dan falsafah hidup, meliputi agama yang dianut klien,
kebiasaan keagamaan yang berdampak positif bagi kesehatan, kepercayaan
akan sembuh. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi keefektifan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan
tidak tampak pada teori dan model ini.Tujuan yang hendak dikemukakan oleh
Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh
perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai
cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan,
demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi
pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk
memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan
kebudayaan serta penelitian ilmiah.
Teori ini telah menjadi sebuah teori utama yang dapat membantu perawat
untuk

menemukan,

mengidentifikasi,

serta

memahamipenyembuhan

dan

perawatan kesehatan dengan cara-cara baru.

2.5. Konsep Transcultural Nursing


Konsep keperawatan transkultural menurut teori M.Leininger, adalah
sebagai berikut:
a. Care mengacu pada suatu fenomena yang berhubungan dengan
pemberian buatan, dukungan, pengalaman maupun perilaku pada

individu, keluarga, kelompok, serta komunitas untuk memperbaiki


kondisi maupun cara kualitas hidupnya.
b. Caring mengacu kepada tindakan dan aktivitas langsung dalam
membimbing, mendukung, dan mengarhakan individu, keluarga, serta
kelompok untuk meningkatkan kondisi kehidupannya.
c. Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis
nilai,keyakinan norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok
tertentu yang memberikan arahan kepada cara berfikir mereka,
pengambilan keputusan, serta pola hidup.
d. Perawatan kultural mengacu kepada pembelajaran subjektif dan
objektif dan transmisi nilai, keyakinan,pola hidup yang membantu,
mendukung,memfasilitasi atau memungkinan individu lain maupun
kelompok untuk mempertahankan kesejahtraan mereka, kesehatan, serta
untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.
e. Cultural care diversity (perbedaan perawatan kultural) mengacu kepada
variable-variabel, perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hidup, ataupun
simbol perawatan berhubungan dengan pemberian bantuan dan dukungan
dalam melakukan suatu perawatan.
f. Cultural care universality ( kesatuan perawatan kultural) mengacu
kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun
pemahaman yang paling dominan mengenai pola-pola, nilai-nilai, gaya
hidup, atau simbol-simbol yang dimanifestasikan dan direfleksikan dalam
pemberian

bantuan,

dukungan,

fasilitas

ataupun

cara

memungkinkan untuk menolong orang lain .


g. Pandangan dunia mengacu pada cara pandang manusia

yang
dalam

memelihara dunia atau alam semesta.


h. Dimensi struktur social dan budaya mengacu pada suatu pola dinamis,
gambaran hubungan structural, dan faktor-faktor

dari suatu bentuk

kebudayaan

berfungsi

serta

hubungan

antarfaktoryang

untuk

mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda.


i. Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau
pengalaman yang memberikan arti bagi perilaku manusia, interpretasi,

dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik, ekologi, sosial politik, dan
atau susunan kebudayaan.
j. Etnohistori mengacu pada keseluruhan fakta- fakta pada waktu
lampaudan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan serta suatu
institusi yang difokuskan kepada masyarakat untuk menggambarkan,
menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup manusia dalam suatu
bentuk kebudayaan dalam jangka pendek maupun panjang.
k. Sistem perawatan pada masyarakat tradisional mengacu

pada

pembelajaran kultural dan transmisi dalam masyarakat tradisional dengan


menggunakan

pengetahuan

dan

keterampilan

tradisional

untuk

memberikan bantuan, dukungan atau memfasilitasi tindakan untuk


individu lain, kelompok maupun suatu institusi untuk memperbaiki cara
hidup manusia atau kondisi kesehatan.
l. Perawatan kultural yang kongruen mengacu kepada kemampuan
kognitif untuk membantu, mendukung, memfasilitas atau membuat suatu
keputusan dan tindakan yang tepat untuk memperbaiki kondisi individu
atau kelompok sehingga memperoleh kesejahetraan dan kesehatan.
Selain konsep-konsep tersebut terdapat konseplain

yang terkait dengan

spiritual dimana keyakinan agama dan spiritual adalah bagian integral


kebudayaan seseorang yang dapat mempengaruhi keyakinan klien mengenai
penyebab penyakit, praktik penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi
perawatan kesehatan. Keyakinan spiritual dan agama ini dapat menjadi sumber
kekuatan dan kenyamanan bagi klien yang menderita penyakit kritis atau
menjelang ajal.
Spiritualitas, agama, dan kepercayaan merupakan hal yang berbeda
meskipun

seringkali

tertukar

penggunaannya.Perawat

harus

menyadari

perbedaannya untuk memahami kedalaman perasaan yang dimiliki klien


mengenai keyakinan mereka. Spiritualitas adalah keyakinan atau hubungan
dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan pencipta, ilahiah, atau sumber energi
yang tidak terbatas. Adapun aspek-aspek spiritualitas yang digambarkan oleh
(Burkhardt, 1993), sebagai berikut:

Menghadapi sesuatu yang tidak diketahui atau tidak pasti dalam

kehidupan
Pencarian makna dan tujuan hidup
Menyadari dan mampu menarik sumber dan kekuatan dari dalam diri

sendiri
Memiliki perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan
atau Sang Maha Tinggi.

Sedangkan agama didefinisikan sebagai caradalam mengekspresikan


spiritual yang memandu manusia dalam berespons terhadap pertanyaan dan krisis
hidup.(Dossey, Keegan, dan Guzzetta, 2000)
2.6. Paradigma Transcultural Nursing
Menurut Leininger (1985), paradigma keperawatan transkultural merupakan
cara pandang , keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap 4 konsep sentral
keperawatan, yakni:
1. Manusia, adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilainilai, norma-norma yang diyakini dan berguna dalam menetapkan serta
melaksanakan pilihan. Menurut Leininger (1984), manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya dimanapun dia berada
(Geiger dan Davidhizar, 1995).
2. Sehat, merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kesadaran dalam konteks
budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang
yang dapat diobservasi sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan
yang sama, yaitu mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehatsakit yang adaptif (Andrew dan Boyle, 1995)
3. Lingkungan, merupakan keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan terbagi
menjadi 3 bentuk, yakni :
Lingkungan fisik, meliputi lingkungan alam atau karya cipta
manusia, seperti tempat tinggal, iklim, dan lain-lain.

Lingkungan sosial, meliputi struktur sosial yang berhubungan


dengan sosialisasi individu, keluarga, atau kelompok ke dalam

masyarakat yang lebih luas.


Lingkungan simbolik, meliputi keseluruhan bentuk dan simbol
yang menyebabkan individu atau kelompok berintegrasi, seperti

bahasa, seni, riwayat hidup, dan lain-lain.


4. Asuhan Keperawatan,merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Menurut Leininger, strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah sebagai berikut:
Mempertahankan budaya, dimana budaya yang diyakini oleh klien
tidak bertentangan dengan kesehatan sehingga perencanaan dan
implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan budaya yang

diyakini klien.
Negosiasi budaya, dimana perawat membantu klien untuk dapat
memilih, menetapkan, dan beradaptasi dengan budaya lain yang

lebih mendukung peningkatan kesehatan.


Restrukturisasi budaya, dimana budaya klien yang diyakini
bertentangan dengan kesehatan sehingga perawat berupaya
mengubah pola hidup dantingkah laku klien yang dianggap
bertentangan dengan kesehatan.

Menurut

Leininger,

sangat

penting

bagi

seorang

perawat

untuk

memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan


keperawatan kepada klien. Apabila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan cultural shock. Cultural shockakan dialami oleh klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
2.6. Parameter Pilihan pada Keperawatan Asuhan Budaya

Kepercayaan Kesehatan dan Praktik Kesehatan


Menurut Andrews dan Boyle (2002) terdapat 3 pandangan mengenai
kepercayaan kesehatan,yakni :

1. Kepercayaan kesehatan magis-religius, pada pandangan kepercayaan ini


dipengaruhi oleh kekuatan supranatural. Klien dapat mempercayai bahwa
sakit adalah akibat perbuatan jahat atau menentang kehendak Tuhan.
Kesembuhan juga dipandang bergantung pada kehendak Tuhan. Beberapa
budaya mempercayai bahwa sihir dapat menyebabkan sakit.
2. Kepercayaan kesehatan ilmiah atau biomedis, didasarkan pada keyakinan
bahwa hidup dan proses hidup dikendalikan oleh proses fisik dan biokimia
yang dapat dimanupulasi oleh manusia (Andrews & Boyle, 2002). Klien
dengan pandangan seperti ini mempercayai bahwa sakit disebabkan oleh
kuman, virus, bakteri, atau kerusakan tubuh manusia. Klien ini akan
mengharapkan

pil,

atau

pengobatan,

atau

pembedahan

untuk

menyembuhkan masalah kesehatan


3. Kepercayaan kesehatan holistik menganggap bahwa kekuatan alam harus
dipelihara tetap seimbang atau selaras. Ketika keseimbangan atau
keselarasan alam terganggu, timbul sakit. Salah satu contohnya adalah
konsep yin dan yang pada kebudayaan Cina.

Kekuatan sosial budaya, seperti politik, ekonomi, geografi, agama, dan


sistem pelayanan kesehatan yang dominan, mempengaruhi status kesehatan
dan perilaku perawatan kesehatan klien. Sebagai contoh, orang yang memilki
akses terbatas terhadap layanan kesehatan ilmiah dapat berpaling ke
pengobatan

rakyat atau penyembuhan rakyat. Pengobatan rakyatadalah

kepercayaan

dan

praktik

yang

berkaitan

dengan

pencegahan

dan

penyembuhan penyakit yang berasal dari tradisi budaya bukan dari landasan
ilmiah pengobatan modern.Karena lebih berbasis budaya, pengobatan rakyat
sering kali lebih nyaman bagi klien.
Oleh karena itu, perawat harus tetap ingat bahwa strategi pengobatan yang
konsisten yang sesuai dengan kepercayaan kliencenderung lebih berhasil.
Sehingga penting bagi perawat

untukmendapatkan informasi mengenai

praktik pengobatan rakyat atau keluarga yang mungkin pernah dipakai


sebelum klien memutuskan mencari pengobatan medis.
Pola Keluarga
Keluarga adalah unit dasar masyarakat. Nilai budaya menentukan
komunikasi dalam kelompok keluarga, norma untuk ukuran keluarga, peran
anggota keluarga yang khusus. Pada beberapa keluarga, pria dianggap
sebagai pencari nafkah dan pengambil keputusan sedangkan wanita
memerlukan konsultasi terlebih dahulu dengan pria sebelum mengambil
keputusan.Oleh karena itu, perawat perlu mengidentifikasi siapa yang
memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan dalam keluarga klien.
Nilai budaya keluarga juga dapat menentukan tingkat keterlibatan keluarga
dalam perawatan klien selama dirawat dirumah sakit. Pada beberapa budaya,
hanya keluarga inti dan keluarga besar

yangakan datang berkunjung

sedangkan di budaya lain seluruh keluarga mungkin ingin berkunjung dan


ikut serta dalam perawatan klien. Hal ini dapat menimbulkan masalah di unit
keperawatan dengan kebijakan waktu kunjungan yang ketat.Perawat
sebaiknya mengevaluasi manfaat positif keikutsertaan keluarga dalam
perawatan klien dan memodifikasi kebijakan waktu kunjungan yang tepat.
Gaya Komunikasi
Komunikasi antara perawat dengan klien merupakan komunikasi lintas
budaya. Komunikasi lintas budaya dapat dimulai melalui proses diskusi dan
maupun identifikasi caraberkomunikasi masyarakat dan berbagai budaya di
Indonesia. Komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar ataupun bahasa daerah. Dalam
komunikasi tersebut, perawat dapat menjumpai suatu hal yang pada budaya
tersebut bermakna positif, tetapi dibudaya lain dapat bermakna negatif.
Hal ini harus dipahami oleh perawat sehingga tidak menyebabkan
terputusnya komunikasi. Misalnya, orang Madura yang sedang menjenguk
keluarganya yang akan dibiopsi. Perawat menjelaskan bahwa biopsi
merupakan salah satu tindakan operasi untuk mengetahui lebih jauh tentang
status kesehatan klien.Mendengar kata operasi, masyarakat lebih merujuk

pada tindakan penanganan terhadap penyakit parah, bila tidak diklarifikasi


maka akan menyebabkan komunikasi terputus karena salah persepsi tersebut.
Berkomunikasi dengan klien dari berbagai etnik dan latar belakang budaya
sangat penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang kompeten
sesuai budaya.Terdapat variasi budaya baik dalam komunikasi verbal maupun
nonverbal.
1. Komunikasi Verbal
Perbedaan budaya yang paling jelas terlihat adalah dalam komunikasi
verbal: perbendaharaan kata, struktur tata bahasa, kualitas pengucapan,
intonasi, irama, kecepatan, pelafalan, dan diam.
Memulai komunikasi verbal dapat dipengaruhi oleh nilai budaya.Pada
beberapa budaya, dipercaya bahwa sopan santun sosial harus dijaga sebelum
membahas masalah bisnis atau topik pribadi.Membahasa topik umum dapat
menunjukan bahwa perawat tersebut tertarik pada klien dan memiliki waktu
untuk klien.Hal ini memungkinkan perawat untuk membina hubungan dengan
klien sebelum meneruskan untuk membahas topik yang lebih pribadi.
Untuk klien yang bahasanya berbeda dengan penyedia layanan
kesehatan, seorang perantara mungkin diperlukan.Di beberapa negara, ada
kewajiban yang mensyaratkan rumah sakit untuk menyediakan juru bahasa
tersumpah bagi klien yang membutuhkan mereka.
2. Komunikasi Nonverbal
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien yang berbeda budaya,
perawat pelu menyadari dua aspek perilaku komunikasi nonverbal: apa arti
perilaku nonverbal bagi klien dan apa arti perilaku nonverbal tertentu dalam
budaya klien. Untuk memberikan asuhan yang aman dan efektif, perawat yang
merawat kelompok budaya tertentu harus belajar banyak tentang perilaku
budaya dan pola komunikasi dalam budaya tersebut.Komunikasi nonverbal
dapat mencakup penggunaan diam, sentuhan, gerakan mata, ekspersi wajah
dan postur tubuh.Beberapa budaya menghargai diam dan memandang sebagai

sesuatu yang sangat penting guna memahami kebutuhan seseorang atau


memakai diam untuk menjaga privasi. Beberapa budaya memandang diam
sebagai tanda penghormatan, sementara bagi orang lain diam berarti setuju.
Perawat harus memperhatikan ekspresi wajah, gerakan mata, postur tubuh
dan isyarat tangan klien yang terkadang berbeda maknanya sesuai dengan
latar belakang budayanya. Sebagai contoh, tanda V berarti kemenangan di
beberapa budaya, tetapi merupakan isyarat menghina di budaya lain.
Komunikasi adalah bagian penting dalam membina hubungan dengan klien
dan keluarganya.Selain itu, penting untuk membina hubungan kerja yang
efektif dengan rekan pemberian layanan kesehatan.Untuk meningkatkan
praktik mereka, perawat dapat mengamati pola komunikasi klien dan rekan
mereka dan menyadari perilaku komunikasi diri mereka sendiri.

Orientasi Ruang
Ruang adalah konsep relatif yang mencakup individu,tubuh lingkungan
sekitar, dan benda-benda yang ada dalam lingkungan tersebut. Hubungan
antara tubuh individu dan benda-benda serta orang dalam ruang dipelajari dan
dipengaruhi oleh budaya.Sebagai contoh, klien yang tinggal di fasilitas
perawatan jangka panjang,atau yang dirawat inap di rumah sakit untuk waktu
yang lama, mungkin ingin mempersonalisasikan ruang mereka.Perawat harus
responsif terhadap kebutuhan klien untuk memiliki kendali terhadap ruang
mereka. Ketika tidak ada kontraindikasi medis,klien sebaiknya dibiarkan dan
dianjurkan membawa benda yang memiliki makna pribadi.
Orientasi Waktu
Budaya keperawatan dan layanan kesehatan menghargai waktu.Perjanjian
dijadwalkan dan pengobatan diprogramkan berdasarkan parameter waktu
(misalnya mengganti balutan sekali setiap hari).Program obat mencakup
frekuensi dan bilamana obat harus diminum.Perawat belum menyadari arti
waktu bagi klien. Ketika merawat klien yang berorientasi pada saat ini,

penting untuk menghindari jadwal yang pasti. Perawat dapat menawarkan


rentang waktu untuk aktivitas dan pengobatan.
Pola Nutrisi
Sebagian besar budaya mempunyai makanan pokok, yaitu makanan yang
tersedia melimpah dan mudah di dapatkan di lingkungan. Cara pengolahan
dan penyajian makanan juga berkaitan dengan praktik budaya dan cara
pengolahan makanan pokok juga bervariasi.
2.7.

Proses Transcultural Nursing


Teori yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya menyatakan bahwa proses ini digunakan
oleh perawat sebagai pedoman dalam berpikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew dan Boyle. 1995). Proses tersebut meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
dan Davidhizar, 1995) dimana pengkajian dirancang berdasarkan 7
komponen yang ada pada Sunrise Modeloleh Leininger
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah, atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger dan Davidhizar, 1995). Terdapat 3 diagnosa
keperawatan

yang

sering

ditegakkan

transkultural, yaitu :
Gangguan komunikasi verbal yang

dalam

asuhan

keperawatan

berhubungan dengan perbedaan

kultur
Gangguan interaksi sosial yang berhubungan dengan disorientasi

sosisokultural
Ketidakpatuhan dalam pengobatan yang berhubungan dengan system

nilai yang diyakini.


3. Perencanaan dan Implementasi

Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat


sedangkan implementasi merupakan pelaksanaan tindakan yang sesuai
dengan latar belakang budaya klien (Giger dan Davidhizar, 1995).
Untuk memberikan perawatan yang sesuai budaya

yang

menguntungkan, memuaskan, dan bermakna bagi orang yang dilayani oleh


perawat, (Leininger, 1991) mengonseptualisasikan 3 model utama untuk
memandu penilaian, keputusan, dan tindakan keperawatan :
a. Preservasi dan atau pemeliharaan perawatan budaya (Culture care
preservation/ maintenance)
Perawat menerima dan mengikuti keyakinan budaya klien. Sebagai
contoh, perawat memberikan teh herbal untuk mengurangi sakit perut
yang dialami klien, praktik inisudah ada sejak masa lampau.
b. Akomodasi dan atau negosiasi perawatan budaya (Culture care
accommodation/ negotiation
Perawat merencanakan, menegosiasikan, dan mengakomodasi pilihan
makanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien yang
spesifik secara budaya, praktik agama, kebutuhan pertalian keluarga,
praktik perawatan anak, dan praktik terapi.Selain itu, perawat
melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
Akomodasi cara pandang klien dan negosiasi perawat yang tepat
membutuhkan keterampilan komunikasi yang cakap, seperti merespon
dengan empati dalam memvalidasi informasi dan meringkas isi dengan
efektif. Perawat

berupaya menjembatani jarak antara perspektif

perawat (ilmiah) dan perspektif klien (budaya). Selama proses negosiasi


tersebut, pandangan klien digali dan diidentifikasi terlebih dahulu.
Apabila pandangan klien mengungkapkan bahwa perilaku tertentu tidak
akan merugikan kondisi klien, perilaku tersebut dipadukan kedalam
rencana asuhan. Apabila pandangan klien dapat menimbulkan perilaku
atau hasil yang membahayakan, dilakukan upaya untuk mengalihkan
perspektif klien ke pandangan ilmiah.Harus ditentukan dengan tepat
bagaimana klien mengatasi penyakit tersebut, praktik yang dapat

membahayakan dan paktik yang dapat dikombinasikan secara aman


dengan pengobatan tertentu.
c. Penyusunan pola ulang atau restrukturisasi perawatan
budaya(Culture care repartening/ reconstruction)
Perawatan memiliki pengetahuan yang banyak mengenai perawatan
budaya dan mengembangkan cara-cara untuk melakukan penyusunan
pola ulang atau restrukturisasi asuhan keperawatan.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan klien yang memadukan konsep warisan
dan etnisitas dilakukan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada
setiap klien lain. Hasil klien dibandingkan dengan tujuan dari hasil yang
diharapkan dan ditetapkan setelah pengkajian yang komprehensif yang
mencakup kepekaan terhadap keragaman budaya. Namun, apabila hasil yang
diinginkan

tidak tercapai serta perawat berasal dari budaya yang yang

berbeda, perawat sebaiknya berhati-hati dalam mempertimbangkan apakah


sistem kepercayaan klien telah secara akurat diterapkan sebagai faktor yamg
memengaruhi pemberian asuhan keperawatan.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Proses keperawatan transkultural atau transcultural nursing merupakan salah
satu dasar teori keperawatan dimana pemberian asuhan keperawatandisesuaikan
dengan latar belakang budaya pasien. Keperawatan transkultural bertujuan untuk
mengurangi konflik

akibatperbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat

sebagai profesional dan pasien. Proses keperawatan transkultural ini terdiri atas tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan ,perencanaan dan pelaksanaan

tindakan

keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan transkultural.


Perspektif

kesehatan dalam keperawatan transkultural diartikan

sebagai

pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok


kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang diterima
bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya.
3.2. SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan yang kelak akan menjadi perawat
professiona, hendaknya

perlumengetahui dasar-dasar dalam pemberian asuhan

keperawatan kepada klien terutama yang menyangkut budaya klien itu sendiri secara
mendalam. Perawat akan dihadapkan dengan berbagai klien yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda-beda, baik itu budaya yang bertentangan maupun
tidak bertentangan dengan kesehatan. Oleh karena itu, perawat perlu memahami
materi transcultural nursing ini sehingga masalah-masalah yang mungkin akan

timbul nantinya dapat diselesaikan dengan baik dan telah dipertimbangkan secara
matang.

DAFTAR PUSTAKA
Andrew, M.M., dan Boyle, J.S. (2008). Transcultural Concepts in Nursing Care
(5thed). Philadelphia: Lippincott Company.
Blais, Kathleen koening.et al. 2002. Praktik Keperawatan Profesional Konsep dan
Perspektif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Efendi, F., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas:Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Fitzpatrick,J.J., dan McCarthy,G. (2014). Theories Guiding Nursing Research and
Practice :Making Nursing Knowledge Development Explicit. New York: Springer
Publishing Company
Kozier, Erb, Berman, dan Snyder. (2004). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Leininger,M.M., dan McFarland, M.R., (2006). Culture Care Diversity and
Universality : A Worldwide Nursing Theory (2nded). Amerika Serikat: Jones and
Bartlett Publishers
Leininger, Madeleine. (2008). Overview of Leiningers Theory of Culture Care
Diversity and Universality.Journal of Transcultural Nursing.2-32.
http://www.madeleine-leininger.com/cc/overview.pdf.
Leuning, Cheryl J. et al. 2002. Proposed Standards for Transcultural
Nursing.Journal of Transcultural Nursing.Vol
13;40.http://tcn.sagepub.com/cgi/content/abstract/13/1/40
Potter, P.A, dan Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi Keempat.Volume Pertama. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai