Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN KASUS

DEBRIDEMENT LUKA DENGAN GENERAL


ANESTESIA OROTRAKEAL TUBE (GA OTT)
BAB 1
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang


mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi,
penjagaan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan
intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan
nyeri.
Penatalaksanaan pra anastesi

Persiapan mental dan prognosis


fisik pasien Perencanaan anatesi

Persiapan pada hari oprasi


 Pemilihan jenis anestesi untuk debridement ditentukan berdasarkan
usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana
serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat
anestesi
 Intubasi endotrakeal merupakan “gold standard” untuk penanganan
jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus
pasien yang mengalami penyumbatan jalan nafas, kehilangan
refleks proteksi, menjaga paru-paru dari sekret agar tidak terjadi
aspirasi dan pada segala jenis gagal nafas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Debridement
 menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka
dari kotoran yang berasal dari luar yang termasuk benda
asing bagi tubuh.Caranya yaitu dengan mengompres
luka menggunakan cairan atau beberapa material
perwatan luka yang fungsinya utuk menyerap dan
mengangkat bagian-bagian luka yang nekrotik
Tujuan,,
 Tujuan dilakukannya debridement yaitu untuk mengeluarkan
kontaminan dengan rasa nyeri yang minimal pada pasien serta
trauma jaringan yang minimal pula.untuk luka yang
kotor,mencelupkan bagian yang cidera ke dalam air yang sama
dengan suhu tubuh , dapat meredakan nyeri dan dapat membantu
menghilangka debris.
Jenis- jenis debridement

Eksisi total luka Debridement


selektif
Vulnus apertum
 Vulnus appertum adalah luka robek merupakan luka
terbuka yang terjadi karena kekerasan tumpul yang kuat
sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. luka
dengan tepi yang tidak beraturan biasanya karena
tarikan atau goresan benda tumpul8
Klasifikasi,,
Berdasarkan derajat kontaminasi

Luka bersih Luka bersih terkontaminasi

Luka kotor
Luka terkontaminasi
Berdasarkan mekanisme terjadinya luka

Vulnus eksoriasi Vulnus scisum Vulnus aseratum

Vulnus pungtum Vulnus Morsum Vulnus combutio


Berdasarkan kedalaman dan keluasan luka

Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3

Stadium 4
Anestesia,,
 Anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat
pulih kembali (reversibel).
 trias anestesia, yaitu:
◦ Hipnotik (tidur)
◦ Analgesia (bebas dari nyeri)
◦ Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)
Premedikasi
 Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan
memberikan obat obatan pendahuluan yang terdiri dari
obat obatan golongan antikholinergik, sedatif, dan
analgetik.

TUJUAN
Menimbulkan rasa nyaman pada pasien
Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan reflek vagus
Memperlancar induksi
Mengurangi dosis obat anastesi
Mengurangi rasa sakit
Efek amnesia
Obat pramedikasi
Obat induksi

Gol kolinergik
Midazolam Fentanyl Profofol
Sulfas atropin

Pelumpuh otot Pemeliharaan ;


atrakurium Nitrous oksida (N2O)
ANASTESI

Anestesia Lokal : Anestesia Regional :


Anestesia Umum :
anestesia yang dilakukan anestesia yang dilakukan
suatu keadaan tidak sadar
dengan cara menyuntikkan dengan cara
yang bersifat sementara
obat anestesia lokal pada menyuntikkan obat
yang diikuti oleh hilangnya
daerah atau disekitar lokasi anestesia lokal pada
rasa nyeri di seluruh tubuh
pembedahan yang lokasi serat saraf yang
akibat pemberian obat
menyebabkan hambatan menginervasi regio
anestesia
konduksi impuls aferen tertentu, yang
yang bersifat temporer. menyebabkan hambatan
konduksi impuls aferen
yang bersifat temporer.

INTRAVENA INHALASI
IMBANG
Orotrakhealtube (OTT)
 Intubasi orotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan
yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu
pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi
secara inhalasi.

RUMUS
rumus 4+ N (usia) :
4
LARINGOSKOP
Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:
 Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
 Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
Indikasi pemasangan OTT
 Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
 Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
 Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
 Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan
tenggorokan
 Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan
yang tenang dan tak ada ketegangan
 Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu
terkontrol
 Untuk mencegah kontaminasi trakea
 Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa
endotrakeal dengan pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke
dalam gaster
 Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord.2
Kontraindikasi
.
Tidak ada kontraindikasi yang absolut ; namun
demikian edema jalan napas bagian atas yang buruk
atau fraktur dari wajah dan leher tidak dapat
memungkinkan dilakukannya intubasi.
Kesulitan intubasi,,
 Status malampati

 Otot leher pendek


 Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
 Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
 Kesulitan membuka mulut
 Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)
 Abnormalitas pada daerah servikal
 Kontraktur jaringan leher
Prosedur pemasangan OTT
 S : Scope
 T : Tube
 A : Airway
 T : Tape
 I : Introducer
 C : Connector
 S : Suction
 Pasien telah dipersiapkan sesuai pedoman dan
pemberian premedikasi (Midazolam 0.01-0.1
mg/KgBB, Ketorolac 0.5 mg/KgBB, Sulfas Atropin
0.005 mg/KgBB, Ondancentron 4 mg dan
Ranitidine 25 mg)
 Posisikan pasien dengan baik dan nyaman
 Pasang alat pantau yang diperlukan
 Siapkan alat-alat dan obat-obat resusitasi
 Siapkan mesin anestesia dengan sistem sirkuitnya
dan gas anestesia yang dipergunakan
 Induksi pasien dengan menggunakan fentanyl 1-2 mcg/KgBB dan
propofol 2-2.5 mg/KgBB atau hipnotik jenis lain
 Berikan obat pelumpuh otot non depolarisasi seperti atracurium 0.5-
0.5 mg/KgBB lalu tunggu 3 menit
 Berikan napas bantuan melalui sungkup muka dengan oksigen
100% menggunakan fasilitas mesin anestesia sampai fasikulasi
hilang dan otot rahang relaksasi
 Lalu pasang laringoskop sesuai ukuran dan pasang OTT
sesuai ukuran yang dibutuhkan
 Fiksasi OTT dan hubungkan dengan sirkuit mesin anestesia
 Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi N2O : O2 :
Sevofluran = 2L : 2L + 2%
 Kendalikan napas pasien secara manual atau mekanik dengan
volume dan frekuensi napas disesuaikan dengan kebutuhan
pasien
 Pantau tanda vital secara kontinyu dan ketat
 Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas atau obat
anestesia inhalasi dan berikan oksigen 100% (4-8 liter/menit)
selama 2-5 menit
 Berikan neostigmin dan atropin (jika diperlukan)
 Ekstubasi pipa trakea dilakukan apabila pasien sudah bernapas
spontan dan adekuat serta jalan napas (mulut, hidung, dan pipa
endotrakea) sudah bersih, jika belum bersih lakukan suction.
Ekstubasi
 Ekstubasi adalah tindakan pencabutan pipa endotrakeal. Ekstubasi
dilakukan pada saat yang tepat bagi pasien untuk menghindari
terjadinya reintubasi dan komplikasi lain
 Kriteria ekstubasi :
- Kesadaran yang adekuat
- Pada pasien pasca pembedahan jalan nafas atas atau edema jalan
nafas atas.
- Pasien-pasien khusus seperti pasien PPOK
- Cadangan paru yang adekuat seperti: laju paru <30 kali/menit,
FVC >15 ml/ka, PaO2/FiO2 >200.
Komplikasi OTT
 Memar & oedem laring
 Strech injury
 Non specific granuloma larynx
 Stenosis trakea
 Trauma gigi geligi
 Laserasi bibir, gusi dan laring
 Aspirasi
 Spasme bronkus.
BAB III
LAPORAN KASUS
 Identitas
 Nama : I Dewa Made Darma Diaksa
 Umur : 7 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 BeratBadan : 15 kg
 Alamat : Br bangun lemah
 Agama : Hindu
 Diagnosis pre operasi : V.app R.scrotum (morsum canis ec
HPR )
 Jenis pembedahan : Debridement luka
 Jenis anestesi : General Anestesi OTT dengan
napas kendali
 Tanggal masuk : 21-10-2017
 Tanggal operasi : 22-10-2017
 No.Rekam Medis : 260882
Anamnesa
- Keluhan utama : Nyeri & luka pada skrotum
 Riwayat Penyakit Sekarang: pasien mengeluh nyeri dan luka pada
skrotum sejak kemarin. Nyeri dirasakan terus menerus akibat luka
robek pada skrotumnya akibat gigitan anjing. Menurut orangtuanya,
saat itu pasien sedang bermain bersama anjing tersebut pasien
menendang dengan keras anjing tersebut membuat anjing tersebut
langsung menggigitnya menurut orang tua anjing tersebut sudah
diberi vaksin. Setelah pasien tergigit pasien lalu dilarikan ke UGD
di UGD saat akan dilakukan pembersihan luka dan penjahitan luka
pasien tidak kooperatif sehingga disarankan untuk dilakukan
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat Operasi (-)
 Riwayat Penggunaan Zat Anestesi (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Alergi Obat dan Makanan (-)
 Riwayat Diabetes mellitus (-)
 Riwayat TB paru (-)
 Riwayat Sakit Jantung (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat Hipertensi : (-)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Alergi Obat dan Makanan (-)
 Riwayat Diabetes mellitus (-)
 Riwayat TB Paru (-)
Pemeriksaan fisik

 B1 (Brain) : Compos mentis, Defisit neurologis (-)


 B2 (Breath) : Vesikuler +/+ rhonki -/- wheezing -/-
RR : x/menit, Malampathi : 2 , Obstruksi jalan
nafas (-).
 B3 (Blood) : Tekanan Darah :-/- mmHg, Nadi:
82x/menit, S1 S1 tunggal reguler, murmur (-)
 B4 (Blader) : Urine spontan
 B5 (Bowel) : Distensi (-), Bising usus (+)
normal
 B6 (Bone) : Akral hangat (+), edema (-),
Tiromental distance > 3 jari, Jarak antar insisivus 3
jari, mobilitas leher baik.
 Laboratorium
 WBC : 11,9
 RBC : 4,57
 HGB : 12,2
 HCT : 34,1
 PLT : 312
 BT : 2’00
 CT : 8’00
 Kesimpulan
 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang, maka
didapatkan:
 Diagnosis pre operatif :
 Status operatif : ASA I, Mallampati II
 Jenis operasi : Debridement Luka
 Jenis anestesi : General Anastesi OTT
dengan napas kendali
 Penatalaksanaan
◦ Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm
◦ Inj cefotaxime 2 x 375 mg (50mg/kg bb/hari)
◦ Paracetaml 3x15 cc
◦ Tetagram 1 gram
◦ VAR 1
◦ Pro Debridement luka
◦ Konsul ke Bagian Anestesi
◦ Informed Consent Pembiusan
◦ Preop
◦ Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status
ASA I.
 Terapi Anestesi
Pada pasien dengaan status fisik ASA 1 dilakukan
tindakan anestesi dan diberikan terapi anestesi yaitu
 Pramedikasi :
 Sedatif : Midazolam 1 mg iv
 Antiemetik : Ondancentron 4 mg iv
 Ranitidine 25 mg iv
 Antikolinergik : Sulfas Atropin 0,15 mg iv
 Induksi :
 Fentanyl 50 µg iv
 Propofol 50 mg iv
 Atrakurium 0,5-0,6/kg bb 7,5 mg
 Intubasi : Laringoskop blade no 2
Endotracheal Tube kinking no 4
 Maintenence : N2O : O2 : Sevofluran : 2L : 2L : 2
vol%
 Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus
tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap
pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi
pernapasan dan jantung.
 Kardiovaskular : Nadi dan tekanan darah
setiap 5 menit.
 Respirasi : Inspeksi pernapasan &
saturasi oksigen
 Cairan : Monitoring input cairan
Analgetik post oprasi
 Paracetamol 3x 1 flash
 Petidin 175 mg dalam D5% 500 cc 24 tpm
BAB IV
PEMBAHASAN
 Pasien, An. IDMDD, 7 tahun datang ke ruang operasi
untuk menjalani operasi debridement luka pada tanggal
22 oktober 2017 dengan diagnosis pre operatif V.app R
scrotum. Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 21
oktober 2017. Dari anamnesis terdapat keluhan nyeri
pada daerah buah zakar dan luka robek karena gigitan
anjing. Saat itu pasien langsung dilarikan ke UGD saat
akan dilakukan pembersihan luka dan penjahitan luka
pasien tidak kooperatif sehingga disarankan untuk
dilakukan penjahitan di kamar oprasi.
 Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan
darah -/- mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 20x/menit;
suhu 36,8OC Dari pemeriksaan laboratorium hematologi
yang dilakukan tanggal 21 oktober 2017 dengan hasil:
Hb 12,2 g/dl. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien
masuk dalam ASA I.
 Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6-
8 jam. Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi
isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat
dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari
obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks
laring mengalami penurunan selama anestesia.
Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi.
 Operasi debridement dilakukan pada tanggal 22 oktober
2017. Pasien masuk keruang OK pada pukul 9.45 wita
dilakukan pemasangan monitoring tekanan darah, nadi,
saturasi O2 dengan hasil TD 120/70 mmHg; Nadi 82
x/menit, dan SpO2 98%. Dilakukan injeksi Midazolam 1
mg, Ranitidine 25 mg, Ondansentron 4 mg, sulfas
atropin 0,15 mg .
 Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan untuk
menimbulkan rasa nyaman pada pasien dan
mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa
khawatir. Karena dilakukan operasi debridement, maka
dokter anestesi memilih untuk dilakukan intubasi
endotrakeal agar tidak mengganggu operator sepanjang
operasi dilakukan dan supaya pasien tetap dianestesi dan
dapat bernafas dengan adekuat
 Pasien lakukan tindakan pemasangan orotrakeal tube
dengan penggunaan endotrakeal tube kinking no 4 dan
telah terpasang pada mesin anestesi yang menghantarkan
gas (Sevoflurane) dengan ukuran 2vol% dengan oksigen
dari mesin ke jalan napas pasien sambil melakukan
bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan
pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari
pelemas otot sehingga mempermudah dilakukannya
pemasangan endotrakheal tube.
 Penggunaan sevofluran disini dipilih karena pulih dari
anestei lebih cepat dibandingkan isofluran.Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga
digemari untuk induksi. Efek terhadap kardiovaskular
pun cukup stabil dan jarang menyebabkan aritmia.
Belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh
badan.
 Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan
endotrakheal tube, maka dialirkan sevofluran 2 vol%,
oksigen sekitar 2 l/menit sebagai anestesi rumatan.
Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas
20 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas anestesi
diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-
lahan dan untuk membangunkan pasien. Juga
diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan
menjelang operasi hampir selesai
 Operasi selesai tepat jam 11.00 WITA. Gas sevofluran
dihentikan karena pasien sudah nafas spontan dan
adekuat. Kemudian dilakukan ekstubasi endotracheal
secara cepat untuk menghindari penurunan saturasi lebih
lanjut dengan pemantauan akhir TD 110/70 mmHg;
Nadi 76x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan
selama 60 menit dengan perdarahan minimal. Pasien
kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room).
Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan
baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran
compos mentis . Tekanan darah selama 15 menit
pertama pasca operasi stabil yaitu 110/70 mmHg.
Permasalahan Dari Segi Medik

 Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena


radang, dimana kebutuhan cairan dapat meningkat,
sehingga pasien dapat mengalami dehidrasi. Tanda-
tanda radang dapat dilihat dari suhu maupun angka
leukosit. Pada pasien ini suhu tubuh tidak
mengalami peningkatan dan angka leukosit terjadi
peningkatan. Hal ini mungkin disebabkan karena
pasien sebelumnya sudah menerima terapi
antibiotik.
Permasalahan Dari Segi Anestesi

 1. Pemeriksaan pra anestesi


 Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup,
antara lain :
 Puasa lebih dari 6 jam (pasien sudah puasa selama 6
jam) atau 8 jam
 Pemeriksaan laboratorium darah
 Permasalahan yang ada adalah :
 Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita
sebelum
 dilakukan anestesi dan operasi.
 Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang
sesuai dengan keadaan umum penderita.
 Dalam mempersiapkan operasi pada penderita perlu
dilakukan :
 Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien
masuk RS. Pada pasien ini diberikan cairan Ringer
Laktat 20 tetes per menit, terhitung sejak pasien mulai
puasa hingga masuk ke ruang operasi. Puasa paling tidak
6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya
muntah dan aspirasi dapat dihindarkan
Jenis anastesi yang dipilih adalah general anastesi karena
pada kasus ini diperlukan kesadaran, rasa sakit,amnesia
dan mencegah resiko aspirasi. Teknik anatesinya selama
oprasi dipasang ET teknik cepat
 Premedikasi
◦ Sebagai sedatif pada pasien ini diberikan midazolam 1
mg IV
◦ Sebagai antiemetic pada pasien diberikan
ondansentron 4 mg IV dan ranitidine 25 mg IV
◦ Untuk antikolinergik pasien diberikan sulfas atropin
0.15 mg IV.
 Induksi
 Pemberian fentanyl dengan dosis 50 mcg IV diberikan sebelum
induksi menggunakan propofol.
 Digunakan Propofol 50 mg IV(dosis induksi 2-2,5mg/kgBB) karena
memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi
yang cepat. Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi
neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek
kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
 Pemberian Atracium 7,5 mg IV sebagai pelemas otot untuk
mempermudah pemasangan Endotracheal Tube.
 Maintenance
 Dipakai N2O dan O2 dengan perbandingan 2L/2L, serta sevofluran
2 vol%.
BAB V
KESIMPULAN
 Anestesi umum (General anesthesia) disebut juga
Narkose Umum (NU) adalah tindakan meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat
reversible berdasarkan trias anesthesia yang ingin
diperoleh yaitu hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot.
 Prosedur anastesi umum dan monitoring pasien tidak
hanya dilakukan pada saat operasi tetapi juga mencakap
persiapan pra anastesia (kunjungan dan premedikasi)
dan pasca anastesia.
 Pemilihan teknik intubasi pada anastesi umum
didarkan pada jenis operasi yang akan dilakukan,
usia, jenis kelamin, status fisik pasien, keterampilan
pelaksana anastesi, ketersediaan alat, serta
permintaan pasien.
 Pasien laki-laki, usia 7 tahun dengan berat badan 15
kg datang dengan keluhan nyeri pada buah zakar
dan terdapat luka robek akibat gigitan anjing,
didiagnosis dengan V.app R scrotum. Pasien
direncanakan tindakan debridement luka.
 Pemilihan tindakan anestesi pada pasien ini adalah
General Anestesi Orotrakeal Tube (GA OTT) dengan
jenis napas kendali dan hasil pemeriksaan didapatkan
status fisik ASA 1.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai