Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

COPD
Disusun Oleh :
1. Dyah Ayu Lestari
2. Metta Sari Septiani Djali

Pembimbing:
dr. Irene Gunawan, Sp.PD
Identitas Pasien

 Nama : Tn. J
 Usia : 64 th
 Alamat : Gebang
 Pekerjaan : Supir Truk
 Gender : Laki laki
 Agama : Islam
 Tanggal MRS : 29 Januari 2018
 Tanggal Pemeriksaan : 30 Januari 2018
Keluhan Utama

Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan Sesak


nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus. Sesak
tidak dipengaruhi aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca. Keluhan
sesak tidak disertai nyeri dada yang menjalar. Pasien mengeluhkan
demam disertai menggigil sejak 2 hari SMRS dan batuk tidak
berdahak sejak lama > 2bulan. Pasien mengaku berat badan
menurun, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien menyangkal pernah pengobatan paru selama 6
bulan, kaki bengkak (-), terbangun dimalam hari karena sesak (-),
keringat dingin malam hari disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Penyakit serupa sebelumnya (+) riwayat post
rawat inap dengan keluhan sesak nafas 1 bulan SMRS
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat batuk lama belum pernah sebelumnya
 Riwayat Pengobatan paru 6 bulan disangkal
 Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal
 Riwayat alergi makanan, obat, debu, udara 
disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa di keluarga disangkal pasien
 Riwayat Pengobatan
Keluhan belum pernah diobati
 Riwayat Pribadi dan Sosial
- Pasien bekerja sebagai petani
- Riwayat Merokok (+) sejak muda sehari 1 bungkus
rokok
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sesak Kesadaran : Composmentis

• Tekanan Darah : 130/90


• Suhu : 36,6 C
• RR : 28 x/menit
Vital sign • Nadi : 96 x/menit
• Saturasi : 89 % - 90%

• kepala
• Mata : CA -/- dan Sl -/-
• Telinga : tidak tampak keluar sekret
• Hidung :Tidak ada sekret, tidak tampak perdarahan
Kepala Leher • Mulut dan tenggorokan : stomatitis (-) perdarahan (-) pursuit lip breathing (+)
pembesaran KGB (-) JVP tidak meningkat.
Pemeriksaan Fisik

•Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri


tidak ada pernafasan yang tertinggal, bentuk barrel chest, sela
iga melebar (+), retraksi interkostal (-), ictus cordis tidak
terlihat
• Palpasi : fremitus taktil simetris kanan dan kiri dan melemah,
sela iga melebar (+), ictus cordis (+) ICS 5 mid clavicula
sinistra,
• Perkusi : Hipersonor pada kedua lapang paru, Batas paru
hepar pada ics VII, Batas Jantung kanan : ICS IV linea
parasternalis dextra, Batas Jantung kiri : ICS III linea para

Thoraks
sternalis sinistra, Batas Apex ICS V linea mid clavicula
sinistra;
•Auskultasi : Pulmo  (vesikuler (+) fremitus vokal melemah
pada kedua lapang paru, Rhonki (+/+) Whezzing (+/+)) ,
Jantung  (S1= S2 reguler, murmur (-), gallop (-))
Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi : abdomen datar, pembesaran organ (-) ;


• Auskultasi : BU (+)
• Perkusi : Timpani (+), Asites (-);
Abdomen • Palpasi : Nyeri Tekan (-)

• Akral hangat (+), CRT < 2”


• Edema tungkai (-) clubbing finger (-)
Ekstremitas
Diagnose and differential diagnose
 PPOK Eksaserbasi akut
 TB Paru
Pemeriksaan Penunjang
• Tanggal : 29 Januari 2018
A Darah Rutin Gula Darah
Hb = 11,6 GDS = 129 mg/dL
Ht = 35
Trombosit = 325
Leukosit = 24,3
MCV = 75,8
MCH = 27,8
MCHC = 36,7
Eritrosit = 4,17
RDWCV = 15,9
RDWSD = 41,9
Ba/Eos/NB/NS/Lim/Mo =
0/1/0/81/9/9
Pemeriksan Penunjang
• Tanggal : 29 Januari 2018
Elektrolit 19
Na = 134,2 LED = 73
K = 3,78
Cl = 99,9
Ureum = 30,2
Kreatinin = 0,63
Calsium = 8,45
Rontgen Thorax
Diagnosis Kerja

PPOK Eksaserbasi akut


Penatalaksanaan

• IVFD RL 500cc/12 jam


• O2 (nasal canule)
• LAMA: Spiriva 1x1
• Antibiotik: Ceftriaxone/iv 1x2gr
• Mukolitik: Ambroxol 3x1
• Nebulizer (Salbutamol sulfat 2,5mg+Ipratropium bromida
0,5mg) (jika sesak)
Definisi
 PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
ditanggulangi, ditandai oleh hambatan aliran udara yang
bersifat progresif nonreversibel dan berhubungan dengan
respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/ berbahaya, disertai efek ekstra paru yang
berkontribusi terhadap derajat berat peyakit. (PDPI, 2010)
 Bronkhitis Kronis dan Emfisema tidak dimasukan
kedalam definisi PPOK brokhitis kronis merupakan
diagnosis klinis, emfisema merupakan diagnosis patologis
 tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara
dalam saluran pernapasan (PDPI, 2010)
 PPOK merupakan penyakit respirasi kronis
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai
dengan adanya hambatan aliran udara yang
persisten dengan peningkatan respon inflamasi
kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas
atau partikel iritan tertentu. (GOLD, 2014)

 Eksaserbasi dan komorbid berperan pada


keseluruhan beratnya penyakit pada seorang
pasien (GOLD 2014)
Definisi
Bronkhitis Kronis  keadaan
pengeluaran mukus secara
berlebihan ke batang
bronchial secara kronik atau
berulang dengan disertai
batuk, yang terjadi hampir
setiap hari selama
sekurangnya 3 bulan dalam 1
tahun selama 2 tahun
berturut-turut
(Diagnosis Klinis)
Definisi
Emfisema  Kelainan paru-
paru yang ditandai dengan
pembesaran jalan nafas yang
sifatnya permanen mulai dari
terminal bronkhial sampai
bagian distal (alveoli :
ductus, saccus dan dinding
alveoli)
(diagnosis patologis)
Epidemiologi
 Menurut data Surkenas Th.2001, Penyakit pernafasan
(termasuk PPOK) adalah penyebab kematian ke 2 di
Indonesia
 WHO memperkirakan pada tahun 2020 prevalensi PPOK
meningkat dari urutan 6 menjadi ke 3 di dunia dan dari
peringkat ke 6 menjadi ke 3 penyebab kematian tersering.
 Prevalensi PPOK meningkat dengan meningkatnya usia,
Laki-laki > Perempuan, meningkat pada perokok (90%
adalah perokok dan ex-smoker).
 NHANES III Study, prevalensi kejadian PPOK sebanyak
14,2% terjadi pada laki-laki perokok, 6,9% pada ex-
smokers dan 3,3% pada yang tidak merokok.
Faktor Risiko (PDPI, 2011)
 Asap rokok
 Polusi udara :
- Dalam ruangan
- Di luar ruangan
 Stress Oksidatif
 Genetik
 Tumbuh kembang paru
 Sosial ekonomi
 Asma
 Infeksi
Patofisiologi
 Perubahan patologi pada saluran napas proksimal,
perifer, parenkim, dan vaskular paru.
 Asap rokok dan berbagai partikel gas beracun
inflamasi kronis pada paru  jumlah sel inflamasi (
neutrofil, makrofag, dan sel T sitotoksik ) >>> 
perubahan struktur yang berbeda pada setiap bagian
paru  cedera dan penyembuhan yang berulang.
 Proses inflamasi diperberat oleh stress oksidatif dan
peningkatan jumlah protease pada paru. Terjadinya
eksaserbasi memperberat respon inflamasi pada PPOK,
yang seringkali dipicu oleh adanya infeksi bakteri atau
virus (GOLD, 2009).
Perubahan fisiologis yang terjadi pada PPOK :
 hipersekresi dari mukus
 keterbatasan aliran udara paru
 air trapping
 gangguan pertukaran gas
 gangguan sistemik yaitu anoreksia, muscle wasting,
peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler, anemia,
osteoporosis, dan depresi (GOLD, 2009).
Penegakkan Diagnosis
 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau
tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat
kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
 Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan
transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink Puffer and Blue Bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga
melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke
bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
VEP1 % merupakan parameter yang paling umum
dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit.
2. Uji Bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian.
dilihat perubahan nilaiVEP1 atau APE, perubahanVEP atau
1

APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.


Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah Rutin
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- Leukosit
 Analisis Gas Darah
Analisis Gas Darah
Pengukuran Gas Darah Simbol Nilai normal
Tekanan karbondioksida PaCO2 34-45 mmHg
>45 : hipoventilasi
<35 : hiperventilasi
Tekanan Oksigen PaO2 80-100 mmHg
60-80 mmHg : hipoksemia
ringan
40-60 mmHg : hipoksemia
sedang
<40 mmHg : hipoksia berat
Saturasi O2 SaO2 95-97%
Konsentrasi ion H pH 7,35-7,45
Bikarbonat HCO3 22-26 mEq/L

Menilai gagal napas kronik stabil, gagal napas akut pada gagal napas kronik
3. Radiologi

• Emfisema : hiperinflasi, hiperlusen, ruang


retrosternal melebar, diafragma datar,
Jantung menggantung (jantung
pendulum/tear drop/eye drop appearance)
• Bronkhitis kronis : Normal, corakan
bronkovaskular meningkat pada 21% kasus
Derajat Keparahan PPOK
Grading keparahan dan gejala menurut GOLD 2010
Diagnosis Banding
 Asma
 TB Paru
 Bronkiektasis
Tujuan Penatalaksanaan
 Mengurangi gejala
 Mencegah eksaserbasi berulang
 Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
 Meningkatkan kualiti hidup penderita

Edukasi
 Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
 Pengetahuan dasar tentang PPOK
 Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
 Cara pencegahan perburukan penyakit
 Menghindari pencetus (berhenti merokok)
 Penyesuaian aktiviti
Penatalaksanaan
Derajat
Karakteristik Rekomendasi Pegobatan

•Hindari faktor pencetus


Semua derajat
•Vaksinasi influenza*
Gejala kronik (batuk, dahak)
Derajat 0 : beresiko Terpajan faktor resiko
Spirometri normal
VEP1 / KVP < 70% a. Bronkodilator kerja singkat(SABA, anti
Derajat I : PPOK ringan VEP1≥ 80% prediksi kolinergik short acting) k/p
Dgn/tanpa gejala b. Antikolinergik long acting
1. Bronkodilator (reguler)
VEP1 / KVP < 70% a. Antikolinergik long acting
Derajat II : PPOK sedang 50 %< VEP1< 80% prediksi b. LABA
Dgn/tanpa gejala c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
1. satu/ lebih bronkodilator (reguler)
a. Antikolinergik long acting
b. LABA
VEP1 / KVP < 70%
c. Simptomatik
Derajat III : PPOK berat 30 % ≤ VEP1 ≤ 50% prediksi
d. Kortikosteroid inhalasi (respon
Dgn / tanpa gejala
klinis/eksaserbasi berulang)
2. Rehabilitasi
Derajat IV : PPOK sangat berat VEP1 / KVP < 70% 1. satu/lebih bronkodilator
VEP1< 30% prediksi/ gagal
nafas/gagal jantung kanan a. Antikolinergik long acting
b. LABA
c. Pengobatan pd komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi (respon
klinis/eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen jangka panjang


bila gagal nafas

4. Terapi pembedahan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai