Cesarino Karel Matthew Krones Septian Denan Subekti Lucas Ade Katangin 1) Perikanan Pantai Perikanan pantai dilakukan di kawasan laut dangkal dengan jarak tempuh kurang dari 60 mil dari pantai. Jenis penangkapan ikan ini biasa dilakukan oleh nelayan tradisional yang menggunakan perahu dayung atau kapal motor tempel. Oleh karena peralatan yang digunakan sangat terbatas, hasil tangkapannyapun kurang memuaskan. Jenis ikan yang sering ditangkap, antara lain kembung, teri, petek, lemuru, dan beberapa jenis moluska, seperti cumi dan ubur- ubur. 2) Perikanan Laut Dalam Perikanan laut dalam merupakan jenis penangkapan ikan di laut lepas atau samudra yang biasa dilakukan oleh nelayan modern atau perusahaan perikanan dengan peralatan canggih. Mereka biasa pergi menangkap ikan dengan kapal trawl serta alat penangkap ikan berupa pukat harimau. Jala ikan jenis ini mampu menjaring ikan dalam jumlah yang banyak, mulai dari ikan-ikan besar sampai yang ukurannya kecil. Komoditas yang menjadi andalan tangkapan adalah tuna dan cakalang. (1) Perikanan Laut Dari peta tersebut, dapat dilihat daerah penangkapan ikan laut, yaitu hampir semua pantai di Laut Nusantara. Akan tetapi, daerah tangkapan yang paling banyak adalah sebagai berikut. Perairan Selat Malaka yang berpusat di Bagan Siapi-api. Ikan yang ditangkap adalah ikan terubuk. Perairan pantai Jawa Barat, Cilacap (Jawa Tengah). Ditangkap ikan tenggiri dan rumput laut. Perairan Bitung (Sulawesi Utara), ditangkap ikan tuna atau cakalang atau tongkol. Perairan Kepulauan Solor dan Kepulauan Alor (Nusa Tenggara Timur), ditangkap ikan paus. Perairan Ambon, ditangkap ikan cakalang, ikan hias, dan rumput laut. Perairan Kepulauan Aru (Maluku) di perairan Dobo, ditangkap udang laut besar dan mutiara. Perairan Kepulauan Banda, Kepulauan Kai (Maluku) banyak terdapat rumput laut, bunga karang, dan teripang. Pada periode berikutnya, sebelum tahun 1900an kegiatan perikanan di Indonesia masih didominasi oleh kegiatan perikanan yang bersifat subsisten yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan pangan penduduk yang hidup disekitar wilyah pesisir dengan skala perdagangan yang sangat terbatas, namun demikian beberapa perdaganggan untuk komensial terjadi dibebberapa wilayah indonesia timur dalam bentuk perdagangan hasil laut kerang mutiara. Pada periode puncaknya sekitar tahun antara tahun 1870-1900, ribua nelayan terlibat dalam industri ini dengan menghasilkan nilai ekonomi yang sangat tinggi ( Morgan dan Staples, 2006). Kemudian skala subsistensi ini secara perlahan berubah kearah komersial dengan tujuan menyuplai kebutuhan pangan (ikan) kewilayah-wilayah terpencil dengan teknologi pengawetan ikan yang terbatas. Pertumbuhan yang spektakuler terjadi pada tahun 1900-an ini sjalan dengan terjadinya urbanisasi dan perkembangan transposisi dan sistem pemasaran. Akselerasi pertumbuhan perikanan ini memuncak setelah usai perang perang dunia kedua dimana armada perikanan semakin termekanisasi dan kegiatan perikanan semakin merambah kewilayah timur laut lepas (offishorr) dan daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak terjamah (morgan dan staples, 2006) Kondisi perekonomian global Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia, permintaan terhadap produk‐produk kelautan dan perikanan di pasar dunia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni : Meningkatnya kesadaran manusia terhadap produk perikanan sebagai makanan yang sehat untuk dikonsumsi karena mengandung nilai gizi yang tinggi, rendah kolesterol dan mengandung asam lemak tak jenuh omega 3 yang dapat meningkatkan kecerdasan. Dampak consumption mass dari globalisasi yang menuntut produk pangan yang dapat diterima secara internasional (food become more international), tanpa memperhatikan umur, kewarganegaraan dan agama. Komoditas ikan merupakan jenis produk pangan yang memenuhi syarat tersebut. Semakin berkembangnya industri farmasi, kosmetika dan makanan serta minuman yang sebagian besar bahan produksinya berasal dari biota perairan. Secara umum perdagangan hasil perikanan dunia terus mengalami peningkatan rata‐rata sebesar 8,50% per tahun sepanjang tahun 1990‐an dengan nilai sekitar US$ 10,37 miliar. Laju pertumbuhan produksi dunia masih didominasi oleh perikanan tangkap, sekitar 80%, namun menunjukan pertumbuhan yang mendatar, yakni 1,7% per tahun. Hal ini membuka peluang bagi peningkatan produksi perikanan budidaya, khususnya budidaya laut. Negara‐negara tujuan ekspor dunia, khususnya untuk Indonesia, masih didominasi oleh Jepang (25%), Singapura (13%), USA (11%), Hongkong (7%), RRC (4%), dan Thailand (4%). Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan 10 tahun terakhir rumah tangga nelayan di Indonesia terus menurun dari 1,6 juta menjadi 800 ribu KK. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor permasalahan yang terjadi. Hal itu disampaikan Susi dalam kuliah umum bertajuk 'Prioritas Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Indonesia' di Aula Barat ITB, Jalan Ganeca, Kota Bandung, Jumat (3/2/2017). Ribuan mahasiswa datang menghadiri kegiatan tersebut. Susi menjelaskan faktor berkurangnya jumlah nelayan di Indonesia 10 tahun terakhir diakibatkan oleh pengambilan sumber daya alam berupa ikan laut oleh negara lain baik secara resmi ataupun ilegal. Sehingga, lapak tangkapan nelayan diserobot.