Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT MANUSIA

Nama anggota:
-Lintang P.S (2443014034)
-Hanistya J.U (2443014133)
-Paula Kabosu (2443014182)
-Iis Ratna Sari (2443014218)
-Pramita A.L (2443014220)
-Yusufi S. (2443014 )
-Hartawati R.S (2443014241)
MENEROPONG SISI GELAP JIWA
MANUSIA
Di dalam tulisannya di rubrik Bentara Kompas beberapa tahun lalu, Thomas Hidya
Tjaya mengatakan bahwa setiap orang itu punya sisi imoral. Sisi imoral merupakan
ruang-ruang kosong tempat kejahatan bermukim, seperti :

• pembunuhan massal sampai pencurian ayam


• pemerkosaan sampai pencurian roti

Kejahatan terjadi secara spontan dan ada yang sudah direncanakan.


Menurut pendapat Ricoeur bahwa bahasa simbolik adalah:
“bahasa yang paling mungkin untuk terjadinya kejahatan” (SE 9; fr. 16).

Artinya bahasa selalu dalam tegangan di alektis dengan realitas. Bahasa tidak mampu
mengungkapkan realitas seakurat-akuratnya. Pengalaman primordial manusia
bersentuhan langsung dengan kejahatan dapat dilihat dalam tiga simbolisme
mendasar, yaitu:
 Noda jiwa
 Dosa
 Rasa bersalah.
 Noda jiwa berkaitan dengan kejahatan sebagai sesuatu yang ditularkan dari luar
diri manusia ke dalam jiwanya
 Dosa berkaitan dengan kejahatan sebagai rusaknya hubungan manusia dengan
Tuhan.
 Rasa bersalah sebagai rasa tanggung jawab manusia terhadap kesalahan
personalnya.
Tiga pengalaman ini menyangkut 3 dimensi mendasar kehidupan manusia, yakni :

 Dimensi kosmik (cosmic dimension), merupakan pengalaman akan yang kudus


 Dimensi on-eirec (on-eirec dimension), merupakan suatu bentuk reaksi fisik
terhadap kejahatan
 Dimensi puitis (poetic dimension), merupakan reaksi manusia terhadap metafor-
metafor, gambar-gambar, dan kata-kata di dalam tradisi mitologis
Noda Jiwa

 Kejahatan dipandang sebagai pelanggaran obyektif yang


dilakukan manusia terhadap yang kudus. Manusia kemudian mulai
membuat ritus-ritus yang diperlukan supaya manusia bisa
memurnikan dirinya. Ritus adalah suatu tindakan purifikasi manusia
terhadap noda jiwanya.

 Purifikasi kejahatan dilakukan secara simbolik, yakni ritus


simbolik untuk membersihkan manusia dari kejahatan, yakni
kejahatan yang dianggap sebagai sesuatu yang dari luar.
Dosa
Di dalam metabolisme dosa (sin), kategori sentral yang
digunakan Ricoeur sebagai pisau analisis bahwa manusia merupakan
“makhluk-ciptaan-Tuhan”. Kejahatan diartikan secara religius, bukan
secara moral (Leeuwen, hal.139).
Ricoeur memaparkan simbolisme tentang dosa (symbolism of sin) dengan 2 cara,
yaitu :

 Manifestasi dari yang kudus tidak lagi dipahami sebagai sesuatu yang ada di
dalam alam. Tetapi berada di dalam sejarah antara Tuhan dan manusia. Seluruh
tradisi Yudaisme didasarkan pada satu pengandaian bahwa Tuhan bekerja di dalam
sejarah manusia.
 Kejahatan dipahami sebagai tanggung jawab manusia. Tetapi kejahatan ini belum
dianggap sebagai sesuatu yang personal, sehingga belum menciptakan rasa
bersalah.
Rasa Bersalah
Rasa bersalah tidak lagi berkaitan dengan Tuhan yang menuduh
manusia pada kejahatannya. Pada titik ini manusia sadar akan
tanggung jawab pribadinya. Ia pun menuduh dirinya sendiri.
Jadi menurut Ricoeur pengalaman akan kejahatan dalam
simbolisme rasa bersalah mencapai pada puncaknya pada keadaan
yang bersifat skrupel, yakni kesadaran yang terlalu patuh pada aturan.
Keens Bertens memaparkan bahwa simbolisme kejahatan dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu:
• Simbolisme noda jiwa, didalam simbolisme ini kejahatan dihayati
sebagai sesuatu yang ada pada dirinya sendiri.
• Simbolisme dosa (simbolism of sin), yakni ketika manusia melakukan
kejahatan dihadapan Tuhan.
• Simbolisme rasa bersalah, rasa bersalah ini muncul karena manusia
menjadi fanatik terhadap hukum – hukum dan aturan – aturan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai