Anda di halaman 1dari 53

dr.

Yanti Umi Anggraeni


Kasus difteri muncul akibat imunity gap
dan melonggarnya imunisasi
LIMA IMUNISASI DASAR LENGKAP (LIL)

 Disalahartikan imunisasi sudah selesai


 Bila tidak lengkap akan tidak kebal
 3x saja pada 18 bulan sudah tinggal 80%,
2x hanya tinggal 38%
 Harus ada booster 18 bulan
 Permenkes 2014
 Keputusan saat LIL berdampak hari ini
 Cakupan kurang: adanya kasus berarti ada lubang
DEFINISI:
• Infeksi akut oleh karena Corynebacterium
Diphteriae

• Saluran pernafasan bagian atas

• Pembentukan pseudomembran

• Melepaskan eksotoksin
DIPHTHERIA
Corynebacterium diphtheriae

Sumber: Science Photo Library - London


EPIDEMIOLOGI

Tersebar di seluruh dunia

Musim gugur & musim dingin, insiden


meningkat

Indonesia – padat penduduk

Penularan melalui :
UDARA : DROPLET
BENDA/ MAKANAN TERKONTAMINASI
PATOGENESIS & PATOLOGI

• Masuk melalui hidung dan mulut

• Inkubasi 2-6 hari => produksi toksin =>


gangguan sintesa protein

• Kolonisasi kuman di:


• permukaan mukosa saluran pernafasan
• kulit atau membran mukosa okuler/genital
• tempat kolonisasi terjadi nekrosis jaringan & peradangan lokal
– timbul bercak eksudat (sulit dilepas warna kelabu sampai
hitam )
MANIFESTASI KLINIS
 Berdasarkan Lokasi:

• Membran putih kelabu menutupi


Difteri Tonsil
• Bull Neck
dan Faring
• Distres respirasi

Difteri Nasal • Demam, Rhinore, Ekskoriasi

• Membran meluas kearah bawah dari faring


• Stridor inspiratoir, suara serak dan batuk
Difteri Laring
kering
• Obstruksi laring

Difteri Aural, •Lesi ulseratif dengan dasar membranosa


Konjungtiva dan •Lesi konjungtiva palpebra merah,edema dan
Vulvovagina terdapat membran
•Otitis eksterna
MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan lokasi dan komplikasi dibedakan derajat
penyakit:

DIFTERI DIFTERI DIFTERI


RINGAN SEDANG BERAT
• Terdapat di • Terdapat • Terdapat
lidah,mulut pada laring pada
dan tonsil dan faring laring/faring
tanpa bull tanpa bull dan faucial
neck neck yang disertai
• Gejala hanya bull neck
nyeri telan atau sudah
miokarditis
DIAGNOSIS

Ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis tanpa
menunggu hasil laboratorium
ANAMNESIS

• PANAS SUB FEBRIL (2-4 HARI)


• BATUK, PILEK, SUARA SERAK DAN
SAKIT TELAN
ANAMNESIS
• TIDUR NGOROK (SEBELUMNYA TIDAK)
• PERUBAHAN SUARA SAMPAI BINDENG.
• RIWAYAT IMUNISASI TIDAK LENGKAP
KONTAK
DENGAN
• DEFENISI KONTAK
PENDERITA
DIFTERIA
Pemeriksaan fisik

 Tonsilistis dan
faringitis dengan
pseudomembran

 Pada kasus berat ada


sumbatan jalan nafas

 Toxic appereance
Pemeriksaan penunjang

PREPARAT LANGSUNG
KONFIRMASI LAB KULTUR SWAB DENGAN
ATAU PCR POSITIF HARI PEWARNAAN
1,2 DAN 7: GRAM,TAMPAK KUMAN
AMIEST DAN STEWART DIFTERI:
KURANG DIPERCAYA LAGI

TES TOKSIGENITAS:
TES ELEK
KLASIFIKASI DIFTERI
SUSPEK
 GEJALA TONSILITIS, FARINGITIS, LARINGITIS, TRAKEITIS
 TANPA DEMAM ATAU SUBFEBRIS
 PSEUDOMEMBRAN SALAH SATU ATAU KEDUA TONSIL

PROBABLE
 SUSPEK, PLUS SALAH SATU:
 PERNAH KONTAK DENGAN KASUS (<2 MGG)
 STATUS IMUNISASI TIDAK LENGKAP TERMASUK BOOSTER
 STRIDOR, BULLNECK
 PERDARAHAN SUBMUKOSA/ PETEKIE PADA KULIT
 GAGAL JANTUNG TOKSIK, GGA
 MIOKARDITIS DAN ATAU KELUMPUHAN MOTORIK 1-6 MGG SETELAH
ONSET
 MENINGGAL

KONFIRMASI
• HASIL KULTUR DAN PCR POSITIF ATAU TES ELEK POSITIF
KOMPLIKASI
SALURAN PERNAFASAN:
 OBSTRUKSI SALURAN PERNAFASAN DENGAN SEGALA KOMPLIKASI :
 BRONKOPNEUMONIA
 ATELEKTASIS
 GAGAL NAFAS

UROGENITAL :
 TERJADI NEFRITIS

KARDIOVASKULAR : MIOKARDITIS
SUSUNAN SARAF:
 PARALISIS/PARESE PALATUM MOLE (RINOLALI),KESUKARAN MENELAN
 SIFAR REVERSIBEL,TERJADI MINGGU I & II
 PARALISIS/PARESE OTOT MATA (STRABISMUS, GANGGUAN AKOMODASI)
TERJADI SETELAH MINGGU III
TATALAKSANA
 PRINSIP
Semua kasus yang memenuhi kriteria harus
diperlakukan sebagai kasus difteri sampai
terbukti bukan
Awal anamnesis dan tanda dan gejala
Mulai tatalaksana antitoksin dan antibiotik
pada suspek tanpa menunggu konfirmasi
laboratorioum
PENGELOLAAN
 ASPEK UMUM :
 ISOLASI DENGAN SARANA PENUNJANG (JAS,MASKER) SAMPAI MASA AKUT

TERLAMPAUI, 2 MINGGU

 TIRAH BARING 2-3 MINGGU PASKA KOMPLIKASI

 CAIRAN DAN DIET YANG ADEKUAT

 EKG SERIAL (TERGANTUNG KEADAAN )

 ASPEK KHUSUS :
 ANTITOKSIN: ADS
 SEMAKIN CEPAT ANGKA KEMATIAN MINIMAL
 ANTIBIOTIK
 PENISILIN PROKAIN 25000-50.000 IU/ KG BB DIBERIKAN SELAMA 14 HARI
 ERITROMISIN 40 MG/KGBB / HARI SELAMA 14 HARI
 KORTIKOSTEROID
 JIKA DISERTAI OBSTRUKSI NAFAS/ MIOKARDITIS
 PREDNISON 2 MG/KGBB 2 MGG KEMUDIAN TAPP OFF
PENGOBATAN
 PENGOBATAN KONTAK
 DI IMUNISASI TANPA MEMANDANG STATUS VAKSIN
SEBELUMNYA
 BIAKAN HIDUNG DAN TENGGOROK
 IKUTI KLINIS SAMPAI MASA TUNAS TERLEWATI
 LENGKAPI IMUNISASI PADA ANAK

 PENGOBATAN KARIER
 KARIER: KLINIS TIDAK ADA NAMUN KULTUR SWAB POSITIF
 ERITROMISIN 7 HARI BISA LEBIH LAMA JIKA KULTUR
ULANGAN MASIH POSITIF
PROGNOSIS
SANGAT TERGANTUNG :
 Virulensi organisme
 Umur penderita (makin muda makin
buruk) dan keadaan umum
 Perjalanan penyakit dan komplikasi
 Letak lokasi membran
 Kecepatan pemberian antitoksin.
 Status imunisasi
KLB DIFTERIA
KIPI VAKSIN DIFTERI
 Reaksi Vaksin
 Kesalahan Program / Programatic error
 Reaksi Suntikan
 Kebetulan/Co insidensi
 Tidak diketahui

Klasifikasi lapangan dipakai pd pencatatan


dan pelaporan KIPI
Reaksi suntikan langsung
Rasa sakit, bengkak & kemerahan

Reaksi suntikan tidak langsung


Rasa takut
Nafas tertahan
Pernafasan sangat cepat
Pusing, mual/muntah
Kejang
Sinkope
 Reaksi tidak berhubungan dengan kandungan
yang terdapat pada vaksin, sering terjadi pd
vaksinasi masal
 Syncope /fainting
 sering pada anak > 5 tahun ,
 terjadi beberapa menit post imunisasi ,
 tidak perlu penanganan khusus.
 Hindari stress saat anak menunggu,
 Hindari trauma akibat jatuh/ posisi sebaiknya duduk.
 Hiperventilasi akibat ketakutan
 beberapa anak kecil terjadi muntah, breath holding
sp pingsan.
 kd menjerit ,lari bahkan reaksi seperti kejang.
Penderita ini perlu diperiksa
Penting penjelasan dan penenangan
 VERY LIKE/ CERTAIN
Bukti memastikan hubungan kausal
 PROBABLE
Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal
 POSSIBLE
Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal atau tidak
memperkuat
 UNLIKELY
Bukti tidak cukup untuk menerima / menolak hubungan
kausal
 UNRELATED
Tidak terdapat bukti hubungan kausal
 UNCLASSIFIED
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hepatitis B Hib

Kategori 1 : Tidak terdapat bukti hubungan kausal/ UNRELATED


Mielitis (IPV) Autisme
Trombosito-
penia + ana
filaksis (IPV)
Sindr GB

Kategori 2 : Bukti tidak cukup untuk menerima / menolak hubungan kausal UNLIKELY
Kejang selain Ensefalopati Mielitis OPV Meningitis aseptik Sindrom Sindrom
spasme SSPE Sindr GB- Eritema multiform GB GB
infantil Kejang (IPV) Sindrom GB Demielinisa Mielitis
Demielinisasi Tuli sensoris SIDS si SSP Trombosi-
SSP Anemia hemolitik
Artritis topenia
Mononeuro- Neuritis optik Diabetes juvenil Anflaksis
pati Mielitis Peny gangguan SIDS
SIDS
Artritis transversal perhatian & belajar
Sindr GB Mononeuropati
Eritema mul-
Trombositopeni
tiforme
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hep B Hib

Kategori 3 : Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal /POSSIBLE

Ensefalopati Spasme infantil Onset


Spasme infantil Hipsaritmia dini
(hanya DT) Sindrom Reye peny Hib
SIDS (hanya DT)
SIDS

Kategori 4 : Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal /PROBABLE

Sindrom GB Anafilaksis Ensefalopati akut


Neuritis Brakial Syok, keadaan
mirip syok yg tak
biasa (unusual
shock like state)
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hep B

KategorI 5 : Bukti memastikan hubungan kausal VERY LIKE/ CERTAIN

Anafilaksis Trombositopenia Lumpuh layu pd Anafilaksis Anafilaksis


(MMR) penerima vaksin Menangis/
Anafilaksis atau kontak teriak terus
(MMR) Kematian akibat menerus
Kematian akibat infeksi virus galur
infeksi virus vaksin polio
galur vaksin
campak
KIPI DIFTERI
 Kandungan vaksin:
 Toxoid diphteria dan tetanus dan Pertusis whole cell
/acelluler
 Perseveratif : thiomersal/phenoxyethanol
 Stabilizer gelatin / polysorbate
 Ajuvans : alunimium hidroxide/phosphate untuk
memperkecil rx hipersensitivitas toxoid

KIPI ringan
 Reaksi lokal :
• Ringan sampai sedang kemerahan, rasa sakit & pengerasan di tempat suntikan
/nodules DT(11 – 38 %),TT (25 - 85%)
• Abses steril 6 – 10 kasus per 1 juta vaksinasi

 Reaksi sistemik :
• Umumnya pd vaksinasi booster: 1% DT, 0,5 – 10% TT
• Demam, lesu, badan pegal, sakit kepala
KIPI berat
 Reaksi alergi
 Urtikaria generalisata / reaksi anafilaksis (1–6 kasus / 1juta)
 Reaksi hipersensitif tipe Arthus  hipersensitif thd kompleks
imun
 Reaksi lokal berat pd yang hiperimun  titer antibodi sudah
amat tinggi saat vaksinasi

 Neuritis brakhial
 Disfungsi lengan atas (N. plexus) tanpa kena struktur SSP dan
perifer lainnya
 (0.5 – 1 kasus per 100 000 vaksinasi),Biasanya berkaitan dg
dosis multipel

 Sindrom ‘Guillain-Barre’
 Timbul dl kurun waktu 6 minggu pasca vaksinasi.
 Studi pd 306 kasus menyimpulkan bahwa kalaupun
berhubungan kausal hal itu sangat langka
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai