Anda di halaman 1dari 59

2.

ELEMEN ARUS
LALU LINTAS
SI-2242 REKAYASA LALU LINTAS
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
SEMESTER 2 TAHUN AKADEMIK 2014-2015

DOSEN: Dr. Eng Widyarini Weningtyas


Elemen Arus Lalu Lintas Jalan
• Manusia (pengguna jalan)
• Kendaraan
• Jalan

Tingkah laku arus lalu lintas adalah hasil dari pengaruh gabungan
antara manusia, kendaraan, dan jalan dalam suatu keadaan
lingkungan tertentu.
Manusia
• Sebagai pengguna jalan, manusia dapat berupa:
• Pengemudi, atau
• Pejalan kaki
• Pengemudi dapat digolongkan menjadi:
• Pengemudi rencana: kelompok pengemudi yang kemampuan dan
keterbatasannya harus dipertimbangkan dalam mendesain jalan,
kendaraan, rambu, dlsb.
• Pengemudi lanjut usia: masalah kesehatan, waktu reaksi yang lebih
lambat, dlsb.
• Pengemudi pemula: perilaku mengemudi yang membahayakan,
cenderung under-estimasi hazard, alkohol, dlsb.
• Pengemudi kendaraan berat: kelelahan, sulit dikendarai, dlsb.
• Pengemudi sepeda motor: mudah bermanuver, sulit memperkirakan
jarak dan kecepatannya karena ukurannya yang kecil, tugas
mengemudi yang lebih berat karena harus memperhatikan kondisi
permukaan jalan, dlsb.
• Pengemudi kendaraan tidak bermotor: cenderung melanggar
peraturan, berbagi lajur dengan kendaran bermotor, dlsb.
• Manusia merupakan faktor yang paling tidak dapat diramalkan
secara pasti.
• Pengetahuan akan keterbatasan kemampuan manusia dalam
memproses informasi dan ketergantungan manusia pada
pengalaman yang lalu untuk mengkompensasi tingkat keterbatasan
ini dipertimbangkan dalam pendekatan perencanaan jalan:
• Jalan di desain sesuai dengan ekspektasi pengemudi
• Rambu-rambu lalu lintas ditempatkan dengan memperhatikan
keterbatasan pengemudi: primacy, spreading, coding, repetition.
• Primacy – menempatkan rambu-rambu sesuai tingkat kepentingan
informasinya untuk mencegah membebani pengemudi dengan informasi
yang terlalu banyak.
• Spreading – ketika semua informasi yang dibutuhkan pengemudi tidak
dapat diletakkan dalam satu rambu atau beberapa rambu dalam satu
lokasi, sebarkan sepanjang jalan sehingga informasi diterima sedikit demi
sedikit.
• Coding – ketika memungkinkan, atur informasi yang sedikit-sedikit dalam
unit yang lebih besar menggunakan warna dan bentuk.
• Repetition – sampaikan informasi yang sama dalam lebih dari satu cara,
misal informasi dilarang menyiap disampaikan melalui rambu dan marka
pada perkerasan.
Manusia sebagai Pengemudi
• Karakteristik manusia sebagai pengemudi perlu dipelajari
untuk membantu perencanaan dan operasi lalu lintas jalan
yang lebih tepat.
• Umumnya, karakteristik arus lalu lintas ditentukan oleh
kelakukan pengemudi:
• Tingkah laku seorang pengemudi dipengaruhi oleh faktor luar
berupa keadaan sekelilingnya, keadaan cuaca, visibilitas, serta
penerangan jalan di malam hari.
• Sifat seorang pengemudi pada jalan yang sudah dikenalnya tidak
akan sama dengan apabila berada pada jalan yang belum
dikenalnya; dalam hal terakhir ini pengemudi akan cenderung
untuk mengikuti kelakukan pengemudi-pengemudi lainnya.
• Sifat/tujuan perjalanan (misalkan untuk bekerja, rekreasi, dll) juga
mempengaruhi tingkah laku pengemudi.
• Mengemudi kendaraan terdiri dari banyak kegiatan, yang
kadang-kadang harus dilakukan secara paralel. Kegiatan-
kegiatan utama ketika mengemudi kendaraan:
• Mengendalikan (control) : menjaga kendaraan tetap berada pada
kecepatan dan posisi yang diinginkan
• Menuntun (guidance) : berinteraksi dengan kendaraan lain
(mengikuti, menyiap, merging, dsb) dengan tetap menjaga
headway dan mengikuti marka, rambu, dan sinyal
• Mengarahkan (navigasi) : mengikuti rute dari asal hingga tujuan
dengan membaca rambu petunjuk arah, peta, mencari landmark
• Masing-masing kegiatan tersebut membutuhkan proses
pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan.
• Dikarenakan adanya keterbatasan pandangan dan juga
kemampuan pengolahan informasi, maka kegiatan
mengemudi akan berjalan dengan baik jika:
• Informasi diberikan sedemikian rupa sehingga pengemudi tidak
kelebihan beban
• Kegiatan mengendalikan, menuntun, dan mengarahkan
diupayakan tidak terjadi dalam satu waktu
• Lingkungan jalan harus di desain secara “mudah ditebak”
• Kecakapan, kemampuan, dan pengalaman mengemudi adalah
faktor yang penting, sehingga yang berwenang akan menguji
kecakapan ini sebelum mengeluarkan surat ijin mengemudi
untuk suatu jenis kendaraan tertentu.
Karakteristik Pengemudi
• Penglihatan
• Kemampuan memperhatikan dan memproses informasi
• Waktu persepsi-reaksi
• Ekspektasi pengemudi
• Adaptasi perilaku pengemudi
• Distraksi pengemudi
• Kondisi fisik pengemudi
• Tinggi mata pengemudi
Penglihatan
• Aspek-aspek penglihatan:
• Visual acuity
• Contrasts sensitivity
• Light-dark adaptation
• Effect of glare on vision
• Peripheral vision
• Movement in depth
• Visual acuity →
• Menentukan seberapa baik seorang pengemudi dapat melihat
detail pada jarak tertentu (misalnya membaca rambu) atau detail
kecil (seperti kata-kata dan ikon pada dashboard kendaraan)
• Contrast sensitivity →
• Kemampuan mendeteksi perbedaan kecil antara pencahayaan
suatu obyek dengan dasarnya.
• Semakin rendah tingkat pencahayaan dan semakin kecil obyeknya
maka lebih banyak kontras yang dibutuhkan untuk melihat obyek
seperti kerb, puing2 pada jalan, atau pejalan kaki.
• Dari sisi keselamatan, lebih penting daripada visual acuity.
• Orang dengan visual acuity yang baik belum tentu memiliki
contrast sensitivity yang baik juga.
• Studi eksperimental menunjukkan bahwa pengemudi yang ‘awas’
baru dapat mendeteksi pejalan kaki berpakaian gelap yang berdiri
di sisi ‘kiri’ jalan pada jarak 30 ft (9 m).
• Light-dark adaptation →
• Dengan berkurangnya tingkat pencahayaan, sensitivitas mata
terhadap cahaya berubah.
• Adaptasi mata terhadap lingkungan yang terang lebih singkat
waktunya dibandingkan terhadap lingkungan yang gelap.
• Lamanya mata dapat beradaptasi terhadap nyala lampu
kendaraan yang melintas penting untuk dipertimbangkan.
• Adaptasi juga terjadi pada waktu memasuki/meninggalkan
terowongan atau underpass yang panjang sehingga mungkin
dibutuhkan instalasi penerangan yang khusus.
• Effect of glare on vision →
• Nyala lampu yang terlalu terang (glare) mengurangi jarak
penglihatan karena glare mengurangi kontras antara obyek yang
dilihat dengan dasarnya.
• Studi menunjukkan kalau jarak penglihatan berkurang hampir
50% ketika pengemudi menghadapi nyala lampu dari arah yang
berlawanan, dibandingkan dengan situasi tidak ada nyala lampu
dari arah yang berlawanan.
• Semakin dekat sumber glare dengan garis pandang pengemudi
maka semakin besar dampak dari glare tersebut.
• Harus hati-hati dalam memasang lampu iklan dan lampu penanda
pekerjaan jalan di dekat jalan.
• Peripheral vision →
• Manusia memiliki bidang penglihatan yang besar, kira-kira:
• 55o di atas horisontal, 70o di bawah horisontal
• 90o ke kiri, 90o ke kanan
• Namun begitu, hanya sebagian kecil area mata (fovea) yang
memungkinkan penglihatan akurat: meliputi area kerucut sekitar
2o-4o dari titik fokus di dalam bidang penglihatan.
• Kualitas penglihatan menurun jika obyek yang di lihat terletak di
luar fovea.
• Walaupun acuity berkurang, jika target obyek yang dituju berada
di dekat garis pandang maka dapat terdeteksi dengan resolusi
rendah. Ketiga target tersebut telah terdeteksi, mata harus
bergerak sehingga target tersebut dapat dilihat dengan resolusi
tinggi menggunakan fovea sebelum taret tersebut dapat
diidentifikasi.
• Secara umum, target (misal pejalan kaki atau kendaraan yang melintas)
yang dapat terdektesi paling baik dengan peripheral vision adalah obyek
yang berada di sekitar garis pandang (antara 10o – 12o), berukuran
besar, bergerak dan memiliki perbedaan besar dengan dasarnya dalam
tingkat terang, warna, dan tekstur.
• Useful field of view:
• Mayoritas target dapat terlihat ketika terletak kurang dari 15o dari garis
pandang.
• Semakin rumit tugas mengemudi, kerucut pandangan atau useful field of view
semakin mengecil.

Foveal field vs. Useful field of


view vs. peripheral field of
view ketika tidak ada tugas
lainnya selain mendeteksi
suatu obyek.
Sumber: Traffic Engineering
Handbook 6th edition, ITE
(2009)
• Movement in depth →
• Berbagai situasi mengemudi membutuhkan pengemudi untuk
dapat memperkirakan jarak dan kecepatan obyek. Contoh:
mengikuti kendaraan yang berada di depan dengan selamat,
memilih gap yang aman untuk belok atau menyiap.
• Penafsiran jarak dan kecepatan ini diperoleh melalui penglihatan
sterekopis, dan untuk itu dibutuhkan kedua belah mata.
Kekurangan dalam kemampuan melihat bisa dibantu dengan
kacamata atau alat optik lainnya sehingga tidak mengganggu
dalam mengemudi.
• Kesulitan pengemudi dalam menafsirkan jarak dan kecepatan
obyek dapat menyebabkan masalah keselamatan ketika
pengemudi yang berjalan dengan kecepatan tertentu menghadai
kendaraan yang berhenti atau melambat.
Hubungan antara Jarak Melihat dengan Ukuran Benda
Sumber: Traffic Engineering Handbook 6th edition, ITE (2009)
Kemampuan memperhatikan dan
memproses informasi
• Pengemudi harus membagi perhatian antara kegiatan
mengendalikan, menuntun, dan mengarahkan.
• Adanya keterbatasan kemampuan memproses informasi
menyebabkan kecenderungan untuk membuat kesalahan
ketika dihadapkan pada situasi dimana:
• Harus mencerna informasi yang banyak pada satu waktu
• Dituntut perhatian yang tinggi dari lebih dari satu sumber
informasi
• Harus membuat keputusan yang kompleks dengan cepat
• Terdapat keadaan diluar ekspektasi
Waktu Persepsi Reaksi
• Waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi target, mengidentifikasi
target, menentukan respon, dan memulai respon tersebut.
• Dikenal juga dengan nama waktu PIEV:
• Perception : pengamatan terhadap suatu isyarat yang membutuhkan
respon
• Intellection atau Identification : identifikasi terhadap isyarat
• Emotion atau Decision : penentuan respon yang sesuai terhadap
isyarat
• Volition atau Reaction : respon fisik sebagai hasil dari keputusan
• Waktu persepsi-reaksi tidak selalu sama, bergantung kepada tingkat
kesulitan yang dihadapi pada stiap tahapannya.
• Menurut studi di USA, waktu reaksi rata-rata adalah sekitar 0,9
detik, dimana 90% pengemudi memerlukan 1,5 detik atau kurang,
dan hampir semua pengemudi membutuhkan waktu di bawah 2
detik.
• Untuk keperluan perencanaan, di ambil waktu reaksi untuk
mengerem sebesar 2,5 detik.
Waktu Reaksi Mengerem dari 321 Pengemudi
Ekspektasi Pengemudi
• Karena terbatasnya kapasitas pemrosesan informasi dari
pengemudi, lingkungan jalan sebaiknya di desain sederhana
dan mudah ditebak, khususnya oleh pengemudi yang tidak
biasa melewati jalan tersebut.
• Contoh: penempatan rambu, biasanya di tempatkan di sisi kiri
jalan. Jika rambu tidak ditempatkan di sisi kiri jalan, akan
menyebabkan rambu tidak terdeteksi atau telat terdeteksi.
Adaptasi Perilaku Pengemudi
• Pengemudi harus selalu beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan jalan.
• Adapatasi perilaku pengemudi dapat mempengaruhi
keefektifan suatu tindakan penanggulangan kecelakaan.
• Manifestasi adaptasi pengemudi: pemilihan kecepatan
• Contoh: pelebaran lajur, pelebaran bahu, perbaikan
perkerasan akan mengakibatkan kecepatan lalu lintas yang
lebih tinggi
• Adaptasi juga dapat timbul dalam jangka panjang, karena
pengaruh usia.
Distraksi Pengemudi
• Faktor-faktor yang dapat membuat konsentrasi pengemudi
teralihkan:
• Kemacetan
• Tekanan untuk tetap produktif: telepon selular, PDA, tablet
• dll
• Distraksi pengemudi dapat mengakibatkan:
• Gagal mendeteksi adanya rambu/sinyal
• Tidak dapat mendeteksi keberadaan pejalan kaki atau kendaraan
lain yang sedang berhenti pada persimpangan
• Kendaraan keluar jalur lalu lintas
Kondisi Fisik Pengemudi
• Kelelahan
• Pengaruh alkohol dan obat-obatan
• Usia
• Stress dan emosi
Manusia sebagai Pejalan Kaki
• Manusia sebagai pejalan kaki bergerak dengan kecepatan
sebesar kira-kira 1 sampai 1,3 meter per detik (3 sampai 5
km/jam).
• Jalan kaki sebagai ‘moda transportasi ‘ hanya efektif sampai
±500 m; lebih jauh dari itu membutuhkan suatu alat angkutan
tertentu.
• Pejalan kaki tidak memiliki batasan umur atau batasan ukuran
besar/kecil, dan juga belum ada persyaratan lainnya untuk
menjadi seorang pejalan kaki di Indonesia. Akibatnya adalah
kelakukan pejalan kaki tidak bisa diramalkan.
• Yang perlu diperhatikan:
• Orang tua tidak gesit lagi dalam bergerak dan dalam
mengelakkan suatu bahaya
• Seorang anak kecil tidak bisa memandang situasinya dengan jelas
karena posisi matanya yang rendah, dan umumnya keadaan
diciptakan untuk ukuran orang dewasa.
• Sebagian dari pejalan kaki belum pernah menjadi pengemudi,
dan mungkin saja tidak mengenal peraturan lalu lintas.
• Kecepatan jalan kaki tidak selalu sama antara satu orang dan
orang lainnya, tergantung usia dan jenis kelamin → harus
dipertimbangkan dalam mendesain sinyal bagi pejalan kaki pada
simpang atau tempat penyeberangan.
• Studi menunjukkan lampu lalu lintas dengan fasilitas belok kiri
langsung (LTOR) meningkatkan resiko bagi pejalan kaki yang
hendak menyeberang jalan.
• Pada malam hari, pejalan kaki lebih sulit untuk dapat terdeteksi
pengemudi. Seringkali pejalan kaki over estimate jarak dimana
pengemudi dapat melihat mereka. Pejalan kaki yang berpakaian gelap
sulit dilihat, karena mereka menyatu dengan lingkungan dan permukaan
jalan yang gelap.
• Yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan pejalan kaki:
• Memisahkan pejalan kaki dan kendaraan dalam waktu (simpang
bersinyal, penyeberangan jalan)
• Memisahkan pejalan kaki dan kendaraan dalam ruang (overpass,
underpass, pulau)
• Meningkatkan visibilitas pejalan kaki (lampu jalan, pakaian yang terang
atau menggunakan material yang reflektif)
• Mengurangi kecepatan kendaraan (menurunkan batas kecepatan, alat
pengendali lalu lintas)
Kendaraan
• Kendaraan yang ada di jalan mempunyai berbagai bentuk dan
kemampuan, dimana hal ini disebabkan karena masing-masing
kendaraan direncanakan untuk suatu maksud kegunaan tertentu.
• Untuk keteraturan lalu lintas, maka di Indonesia telah ditetapkan
ukuran-ukuran lebar maksimum sebesar 2,1-2,5 m dan tinggi
maksimum sebesar 3,5-4,2 m (tergantung kelas jalannya).
• Berat maksimum kendaraan biasanya tergantung dari kekuatan
jembatan pada jalan yang akan dilalui serta kekuatan mesinnya.
• Karakteristik kendaraan juga akan mempengaruhi karakteristik arus
lalu lintas.
• Untuk keperluan manajemen/pengendalian lalu lintas pada jalan
perkotaan dan simpang, kendaraan biasanya digolongkan menjadi:
kendaraan penumpang, kendaraan berat, dan sepeda motor.
• Untuk jalan antar kota, kendaran digolongkan menjadi: kendaraan
penumpang, kendaraan berat menengah, truk besar, bus besar, dan
sepeda motor.
Kendaraan Rencana
• Adalah kendaraan (fiktif) yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perancangan geometrik jalan
• Kategori:
• Kendaraan kecil (diwakili oleh mobil penumpang)
• Kendaraan sedang (diwakili oleh truk 3-as tandem atau bus besar
2-as)
• Kendaraan besar (diwakili oleh truk semi-trailer)
• Yang menentukan adalah jejak kendaraan rencana di tikungan
Dimensi Kendaraan Rencana
1210
580 210 760 240
90 340 150

170 210
200 250

2100
120 610 1280 90

200 250
Contoh Lintasan
Tikungan
Minimum
Kendaraan
Rencana WB-35
Kinerja Percepatan Kendaraan
Jenis Kendaraan Berat Tingkat Percepatan Maksimum (kpj/dt)
Tipikal
(kg)
0-24 kpj dari 64 kpj dari 96 kp

Mobil besar 2.177 16,1 6,4 4,0


Mobil sedang 1.814 12,9 6,4 3,2
Compact car 1.361 12,9 4,8 1,8
Mobil kecil 952 9,7 1,9 1,1
Pickup 2.268 12,9 2,9 2,4
Truk 2-as tunggal 5.443 3,2 0,9 0,9
Truk semitrailer 20.411 3,2 0,6 -
Jarak Percepatan
• Jarak tempuh selama percepatan dari kondisi berhenti adalah :

d a  0,139.at 2

Dimana
da = jarak perjalanan selama percepatan (m)
a = percepatan (kpj/detik)
t = waktu percepatan (detik)
Contoh
Mobil besar bergerak dari kondisi diam (0 kpj) sampai kecepatan
24 kpj dalam waktu 1,5 detik pada tingkat percepatan 16,1
kpj/detik.
Untuk kondisi yang sama, Truk gandengan memerlukan waktu 7,5
detik pada tingkat percepatan 3,2 kpj/detik.
Jarak percepatan masing-masing kendaraan adalah
Mobil besar : da = 0,139 (16,1) (1,5)2 = 5,03 m
Truk : da = 0,139 (3,2) (7,5)2 = 25,02 m
Jarak ini mengasumsikan bahwa tingkat percepatan adalah
maksimum. Dalam keadaan normal, pengemudi umumnya tidak
menggunakan percepatan maksimum dari kemampuan
kendaraannya, dan kedua jarak tersebut terlalu kecil.
Jarak Perlambatan
v2  u 2 v2  u 2
db  db 
2g f  G 254 f  G 

db adalah jarak yang diperlukan untuk memperlambat kendaraan


dari suatu kecepatan ke kecepatan lain (m)
v adalah kecepatan awal kendaraan (kpj)
u adalah kecepatan akhir kendaraan (kpj)
f adalah koefisien gesekan
G adalah kemiringan jalan, dinyatakan dalam desimal
g adalah gaya gravitasi (= 9,8 m/det2)
Jarak Persepsi Reaksi
• Jarak persepsi-reaksi:

d p  0,278v.t

dp = jarak persepsi-reaksi (PIEV)(m)


t = waktu (detik)
v = kecepatan (kpj)
Aplikasi Rumus Jarak Reaksi dan Jarak
Perlambatan
• Jarak Henti aman (ds)

d s  d p  db
v2  u 2
d s  0,278v.t 
254 f  G 

• Waktu antar hijau (Intergreen period = yellow + all


red)
• Penempatan rambu pintu toll
• Penyelidikan kecelakaan
Jalan dan Lingkungannya
• Ukuran dan geometrik dari jalan raya mempengaruhi arus lalu
lintas yang lewat di atasnya; tetapi meskipun geometriknya
sama, arus lalu lintasnya tidak serupa karena lingkungannya
berbeda
• Di daerah antar kota (rural), gangguan dari samping jalan tidak
sebesar di daerah perkotaan (urban).
• Jaringan jalan raya dapat berfungsi untuk mobilitas
(pergerakan) dan akses (jalan masuk ke suatu tempat),
ataupun untuk fungsi gabungan.
• Contoh jalan yang hanya berfungsi untuk mobilitas adalah jalan
bebas hambatan dengan jalan masuk terkontrol penuh (full
control access).
• Contoh jalan yang hanya berfungsi sebagai akses adalah jalan
buntu ke perumahan.
Prinsip Utama Klasifikasi Fungsi Jalan
1. Jaringan jalan memiliki 2 peran utama:
• Memberikan aksesibilitas bagi wilayah dapat dijangkau dan dapat
dikembangkan kegiatan sosial dan ekonominya
• Menyediakan mobilitas bagi kelancaran lalulintas kendaraan,
orang, dan barang

2. Klasifikasi fungsi jalan secara umum terdiri dari:


1. Jalan Arteri (A): yang diutamakan untuk melaksanakan peran
mobilitas yang umumnya membutuhkan kapasitas dan kecepatan
tinggi (jalan yang didesain dengan kinerja/performance jalan
tinggi)
2. Jalan Kolektor (K): yang difungsikan sebagai kolektor/ distributor,
di mana fungsi aksesibilitas dan mobilitas diperankan secara
merata
3. Jalan Lokal (L): yang diutamakan untuk melaksanakan peran
aksesibilitas bagi wilayah (kuncinya adalah pemerataan 37
jangkauannya ke semua daerah)
Ilustrasi Klasifikasi Fungsi Jalan
PERAN MOBILITAS LALULINTAS
UTAMA

JALAN ARTERI
TRANSISI

DISTRIBUSI

JALAN KOLEKTOR
KOLEKSI
JALAN LOKAL

AKSES
PERAN AKSESIBILITAS
Sistem Klasifikasi Jalan di Indonesia
(UU No. 38 Tahun 2004)
Jalan umum dikelompokkan menurut:
A. SISTEM JARINGAN, yang terdiri atas:
1. sistem jaringan jalan primer
2. Sistem jaringan jalan sekunder

B. FUNGSI JALAN, yang dikelompokkan menjadi:


1. Jalan arteri
2. Jalan kolektor
3. Jalan lokal
4. Jalan lingkungan

C. STATUS JALAN, yang dikelompokkan menjadi:


1. Jalan Nasional
2. Jalan Provinsi
3. Jalan Kabupaten
4. Jalan Kota
5. Jalan Desa

D. KELAS JALAN, yang dikelompokan menjadi:


1. jalan bebas hambatan
2. jalan raya
3. jalan sedang
4. jalan kecil
Klasifikasi Jalan Umum
No Pembagian Klasifikasi Definisi
1 Menurut Sistem sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
sistem jaringan barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
jalan primer nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi
yg berwujud pusat kegiatan
Sistem jari- sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
ngan jalan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan
sekunder
2 Menurut Jalan arteri jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
fungsi ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna
Jalan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
kolektor pembagi dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi
Jalan lokal jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi
Jalan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah
No Pembagian Klasifikasi Definisi
3 Menurut Jalan jalan arteri & jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
status Nasional menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol
Jalan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
Provinsi menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi
Jalan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
Kabupaten Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten
Jalan Kota jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota
Jalan Desa jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan
No Pembagian Klasifikasi Definisi
4 Menurut Jalan bebas - Pengaturan mengenai kelas jalan mengikuti peraturan LLAJ
Kelas, hambatan - Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi:
berdasarkan # pengendalian jalan masuk
Jalan raya
spesifikasi # persimpangan sebidang
penyediaan Jalan
# jumlah dan lebar lajur
prasarana sedang
jalan # ketersediaan median
Jalan kecil # pagar
Kelas Jalan menurut UU No. 22 Tahun 2009
Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan; dan
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor.

Kelas Jalan Fungsi Jalan Ukuran Kendaraan Bermotor MST

Lebar ≤ 2.500 mm
Jalan Arteri
Kelas I Panjang ≤ 18.000 mm 10 Ton
Jalan Kolektor
Tinggi ≤ 4.200 mm
Jalan Arteri
Lebar ≤ 2.500 mm
Jalan Kolektor
Kelas II Panjang ≤ 12.000 mm 8 Ton
Jalan Lokal
Tinggi ≤ 4.200 mm
Jalan Lingkungan

Jalan Arteri
Lebar ≤ 2.100 mm
Jalan Kolektor
Kelas III Panjang ≤ 9.000 mm 8 Ton
Jalan Lokal
Tinggi ≤ 3.500 mm
Jalan Lingkungan

Lebar > 2.500 mm


Kelas
Jalan Arteri Panjang > 18.000 mm > 10 Ton
Khusus
Tinggi ≤ 4.200 mm
43
Persyaratan Teknis Jalan Primer
No Fungsi Persyaratan Teknis
Jalan
1 Arteri 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dan lebar
Primer badan jalan paling sedikit 11 meter.
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
3. Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik, lalulintas
lokal, dan kegiatan lokal
4. Jumlah jalan masuk dibatasi sedemikian rupa sehingga persyaratan butir (1),
(2), (3) terpenuhi
5. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
ketentuan pada butir (1), (2), dan (3) terpenuhi
6. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
No Fungsi Persyaratan Teknis
Jalan
2 Kolektor 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dan lebar
Primer badan jalan paling sedikit 9 meter.
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan butir (1),
(2), (3) terpenuhi
4. Persimpangan sebidang dgn pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan
butir (1),(2),(3)
5. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
3 Lokal Primer 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan lebar
badan jalan paling sedikit 7,5 meter
2. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perdesaan
4 Lingkungan • Jika diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih, maka
Primer didesain berda- sarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dan lebar
badan jalan min 6,5 m
• Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih
harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
Persyaratan Teknis Jalan Sekunder
No Fungsi Persyaratan Teknis
Jalan
1 Arteri 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam dan lebar
sekunder badan jalan paling sedikit 11 meter.
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
3. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
4. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi
ketentuan butir (1), (2) dan (3)
2 Kolektor 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan lebar
sekunder badan jalan paling sedikit 9 meter
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
(V/C < 1)
3. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat
4. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
ketentuan ketentuan butir (1), (2) dan (3)
No Fungsi Persyaratan Teknis
Jalan
3 Lokal Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dan lebar
sekunder badan jalan paling sedikit 7,5 meter.
4 Lingkungan 1. Jika diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih, maka
sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dan lebar
badan jalan paling sedikit 6,5 meter
2. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih
harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
Jaringan Jalan Perkotaan

Sistem Persentase dari Total Panjang Jalan


Antar Kota
Arteri primer 2–4
Arteri primer + arteri sekunder 6 – 12
Jalan kolektor 20 – 25
Jalan lokal 65 – 75
Skema Proporsi Jaringan Jalan Perkotaan

Legenda

Jalan Arteri Jalan Kolektor

Daerah Komersial Daerah Umum

Jalan Lokal
Bagian-bagian Jalan

Sumber: penjelasan pasal 33 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan


Ruang Manfaat Jalan
• Ruang manfaat jalan (Rumaja) adalah ruang sepanjang jalan
yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang
ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
• Rumaja meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
• Rumaja diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur
pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang
pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan
jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
• Badan jalan meliputi jalur lalu intas dengan/atau tanpa jalur
pemisah, serta bahu jalan.
• Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau
konstruksi bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan
jalan dan batas ruang manfaat jalan yang hanya diperuntukkan
bagi pengamanan konstruksi jalan.
Ruang Milik Jalan
• Ruang milik jalan (Rumija) merupakan ruang sepanjang jalan
yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu yang
terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar ruang manfaat jalan.
• Rumija diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran
jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
• Rumija diberikan tanda batas Rumija yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan
• Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:
• jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;
• jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;
• jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan
• jalan kecil 11 (sebelas) meter.
Ruang Pengawasan Jalan
• Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) merupakan ruang sepanjang
jalan di luar ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi
tertentu yang penggunaannya ada di bawah pengawasan
penyelenggara jalan.
• Ruwasja diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
• Dalam hal Rumija tidak cukup luas, lebar Ruwasja ditentukan dari
tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:
• jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;
• jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
• jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
• jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;
• jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;
• jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;
• jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;
• jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan
• jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.
Karakteristik Geometrik Jalan
• Alinyemen horisontal
• Allinyemen vertikal
• Potongan melintang
Alinyemen Horisontal
• Adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang
horisontal.
• Seringkali disebut trase jalan.
• Terdiri dari bagian lurus dan bagian tikungan (lengkung
horisontal).
• Tikungan dapat terdiri dari busur lingkaran dengan lengkung
peralihan di kedua ujungnya sebagai peralihan ke bagian yang
lurus.
• Jenis-jenis tikungan:
• Full Circle (FC)
• Spiral-Spiral (S-S)
• Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
SCS
FC

SS
Alinyemen Vertikal
• Adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal yang melalui
sumbu jalan.
• Alinyemen vertikal:
• Tanjakan (landai positif)
• Turunan (landai negatif)
• Datar (landai nol)
• Antara dua kelandaian yang berbeda diselipkan suatu
lengkung vertikal yang mempunyai bentuk parabola kuadrat.
• Tergantung dari keadaan perubahan kelandaian, lengkung
vertikal dapat berbentuk:
• Lengkung vertikal cembung
• Lengkung vertikal cekung
Tipikal Penampang Melintang Jalan
Pemisah Tengah
(Central Separator)

Patok RUMIJA Jalur Tepian Bahu Dalam Bahu Luar


(ROW Post) (Marginal Strip) (Inner Shoulder) (Outer Shoulder)

Jalur Lalu Lintas


(Carriageway)

Median Jalur Gerak


(Median) (Traveled Way)

Jalur Jalan
(Road Way)

Ruang Manfaat Jalan


(RUMAJA)

Ruang Milik Jalan (RUMIJA)


(Right of Way - ROW)

Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)


(Road Control Area)

Anda mungkin juga menyukai