KELOMPOK 3 Pengertian Keadaan Bahaya dan Batasan-Batasannya Keadaan bahaya adalah suatu keadaan tergangguannya keamanan atau ketertiban umum dengan adanya kerusuhan pemberontakan senjata. Dalam hal ini, keadaan bahaya juga disebut dengan keadaan darurat. Darurat secara bahasa adalah berasal dari kalimat “al-darar" yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya. Al-Jurjani di dalam karyanya al-ta’rifat, mengatakan, kata dharurat itu dibentuk dari al-dharar (mudarat), yaitu suatu musibah yang tidak dapat dihindari . • Darurat ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Posisi seperti ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang diharamkan. Menurut sebagian ulama dari Mazhab Maliki, "Darurat ialah mengkhawatirkan diri dari kematian berdasarkan keyakinan atau hanya sekedar dugaan. • Menurut Asy Suyuti, "Darurat adalah posisi seseorang pada sebuah batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia akan binasa atau nyaris binasa. Dalil-dalil tentang Disyari’atkannya Prinsip Darurat Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. An-Nahl : 115). Kaidah – Kaidah Darurat dan Penerapannya Al-Zuhaili menganggap bahwa kaidah darurat yang dianggap penting ada 8, yaitu : 1. Kesulitan itu menarik kemudahan 2. Apabila timbul kesukaran maka hukumnya menjadi lapang 3. Darurat itu menghilangkan larangan 4. Darurat itu dinilai berdasarkan kadarnya 5. Sesuatu yang dibolehkan karena uzur akan menjadi batal setelah hilang masa darurat Kaidah ini dipraktekkan ketika menghadapi darurat, dan sesuatu yang dilakukan setelah masa darurat. 6. Keadaan terpaksa tidak dapat membatalkan hak orang lain 7. Kemudahan itu tidak hilang karena kesukaran 8. Kebutuhan umum atau khusus menduduki posisi darurat Hukum mengobati lawan jenis Dalam keadaan darurat, Dokter pria boleh mengobati pasien wanita begitu juga sebaliknya dokter perempuan boleh mengobati pasien laki-laki dan boleh memandang anggota tubuh yang sakit dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Tidak ada dokter sesama jenis dan ditemani mahram atau sesama Khatib Al-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj fi Makrifati Maani Alfadz Al-Minhaj, hlm. 3/180, menyatakan: Artinya: Penjelasan haramnya melihat dan menyentuh (lawan jenis) itu apabila tidak ada kebutuhan. Apabila diperlukan maka melihat dan menyentuh itu boleh dilakukan seperti fashad,[1] bekam, dan pengobatan walaupun pada kemaluan karena kebutuhan mendesak dst. Karena dalam keharaman itu ada dosa, maka laki-laki boleh mengobati wanita dan sebaliknya dengan syarat hal ini dilakukan dengan ditemani mahramnya, atau suami ... Dan disyaratkan tidak adanya wanita yang dapat mengobati sesama wanita dan sebaliknya. Apabila untuk mengobati wanita hanya ada wanita non-muslim dan pria muslim, maka sebagaimana dikatakan Al-Adzra'i, dokter/perawat wanita didahulukan karena pandangan dan sentuhan perempuan (pada pasien wanita) itu lebih ringan dibanding laki-laki. Adzra'i berkata: Melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita hanya dilakukan untuk kebutuhan. Melihat selain wajah dan telapak tangan wanita (selain kemaluan) karena kebutuhan yang lebih besar... dan melihat kemaluan itu boleh dilakukan karena kebutuhan yang lebih besar lagi. Oleh karena itu membuka aurat karena darurat tidak dianggap merusak muru'ah (harga diri) sebagaimana pendapat yang dinukil dari Imam Ghazali. Madzhab Syafi'i menyatakan: Boleh melihat dan menyentuh untuk fashd, bekam dan pengobatan karena diperlukan akan tetapi harus di depan orang (ketiga) yang mencegah khalwat (berduaan) seperti mahram, suami, atau wanita yang bisa dipercaya karena bolehnya pertemuan satu laki-laki dengan dua perempuan yang bisa dipercaya. Al-Mawardi menyaratkan harus aman dari fitnah dan tidak membuka anggota tubuh kecuali yang diperlukan saja. Madzhab Hanbali berkata: dokter boleh melihat dan menyentuh anggota tubuh yang perlu dilihat dan disentuh -- berdasar teks Imam Ahmad bin Hanbal -- sampai kemaluan dan bagian dalam karena itu tempat yang diperlukan walaupun dokternya non-muslim. Dan hal itu hendaknya ditemanioleh mahram atau suami Macam-Macam Pengobatan Pengobatan dibagi menjadi dua : 1. pengobatan yang Allah berikan sebagai fitrah kepada manusia dan hewan, macam pengobatan ini tidak membutuhkan pendeteksian dokter. Contohnya lapar dan haus, dingin, payah dan lain sebagainya. 2. pengobatan yang membutuhkan pemikiran dan perumusan. Seperti berbagai macam penyakit yang ada atau penyakit komplikasi yang membutuhkan perlakuan khusus dan berbagai campuran obat untuk dapat menyembuhkanya. Adapun bila di tinjau dari segi hukum maka berobat juga di bagi menjadi dua : 1. Pengobatan yang disyariatkan. Hal ini di dapat di laksanakan dengan berbagai macam cara, diantaranya : • Berobat dengan madu. • Berobat dengan susu dan kencing unta. • Berobat dengan Habatus sauda • Berobat dengan Hijamah (berbekam ) • Berobat dengan cendawa atau jamur • Berobat dengan abu • Berobat dengan celak • Berobat dengan Zait (minyak) • Berobat dengan Al Qur'an dari sihir. • Berobat dengan ruqyah. 2. Berobat dengan barang yang najis. Secara bahasa najis bermakna al qadzarah ( )القذارةyang artinya adalah kotoran. Sedangkan secara istilah, najis menurut definisi Asy Syafi’iyah adalah:“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan.” Dan menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah: “Sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya. Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Digunakan pada kondisi keterpaksaan (darurat) 2. Belum ditemukan bahan yang halal dan suci 3. Adanya rekomendasi paramedic kompeten atau terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal. Macam-macam benda najis yang digunakan sebagai obat : 1. berobat dengan babi 2. Berobat dengan bangkai 3. Berobat dengan khamr 4. Berobat dengan air kencing