Anda di halaman 1dari 30

SABO

APAKAH SABO?
 SABO adalah istilah yang berasal dari Jepang yang terdiri dari kata SA yang
berarti pasir (sand) dan BO yang berarti penanggulangan (prevention).
 Jadi kata SABO mempunyai arti: Penanggulangan bencana yang diakibatkan
pergerakan tanah atau sedimen yang dibawa oleh aliran air. Kata SABO
diusulkan oleh seorang ahli konservasi dari Amerika Serikat, yang bernama Dr.
Lowdermilk pada kunjungannya ke Jepang pada tahun 1951.
 Pergerakan tanah oleh aliran air atau erosi telah menyebabkan masalah besar
karena telah banyak menimbulkan kerusakan, maka di beberapa negara telah
melaksanakan penanggulangan guna mengatasinya, seperti:
PERANCIS
 Pada tahun 1718 diperkenalkan undang-undang pencegahan perusakan
hutan dan gunung dengan istilah Restoration des Montagnes selanjutnya
disebut sebagai Correctio et Reboisment. Dari sinilah kegiatan sabo
mulai diperkenalkan di Eropa.
AUSTRIA
 Pada tahun 1882 terjadi banjir besar di Austria, kemudian pemerintahnya
mulai mengembangkan sabo di daerah pegunungan Alpen dengan istilah
Wildbach Verbauung.
SWISS
 Sabo kemudian juga dikembangkan di negeri Swiss dan pekerjaan
ini ditujukan untuk usaha pencegahan tanah atau salju yang longsor dan
disebut dengan istilah Lawinen Verbauung.
JEPANG
 Di negeri ini sabo mulai dikembangkan pada jaman Meiji tahun 1873
yang dimulai dengan terbitnya Undang-Undang Sabo di daerah sungai
Yodo di Pulau Honsyu.
INDONESIA
 Di Indonesia teknik sabo diperkenalkan pertama untuk kali pertama
oleh seorang tenaga ahli Jepang, Mr. Tomoaki Yokota pada tahun 1970,
untuk menangani masalah banjir lahar di daerah vulkanik, yaitu Gunung
Merapi, Gunung Kelut dan Gunung Agung. Lalu di Gunung Semeru dan
Gunung Galunggung yang meletus kemudian. Di samping itu juga
untuk menangani masalah erosi dan sedimentasi di daerah non-vulkanik
di beberapa daerah di luar Jawa
FUNGSI SABO
 Secara umum sabo dapat berfungsi untuk berbagai keperluan, seperti:
 a. Melindungi manusia dan tempat tinggal beserta harta kekayaan mereka
dari gangguan bencana alam yang diakibatkan oleh erosi dan aliran
sedimen.
 b. Memelihara kelestarian alam dan lingkungannya.
 c. Melindungi daerah perkotaan, pedesaan serta bangunan bangunan dan
fasilitas umum dari bencana yang diakibatkan oleh aliran sedimen.
 d. Dapat membantu pegembangan daerah melalui pemanfaatan bangunan sabo
secara serba guna.
 Secara teknis sabo mempunyai fungsi menjaga erosi permukaan tanah,
menstabilkan dasar dan tebing sungai, mengurangi kecepatan banjir serta
menampung aliran sedimen.

Di Indonesia sabo telah diterapkan pada berbagai keperluan, seperti:


 a. Pengendalian lahar akibat letusan gunungapi
 b. Pengendalian erosi di hutan dan daerah-daerah pertanian
 c. Pencegahan terhadap longsoran atau tanah runtuh
 d. Pencegahan erosi yang terjadi di pantai atau abrasi yang disebabkan oleh
gelombang dan atau arus laut
BANGUNAN SABO
UNTUK
PENGENDALIAN
LAHAR

BANGUNAN SABO UNTUK


IRIGASI
 SaBo adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengantisipasi aliran
debris dan pengendalian sedimen dalam suatu bentang alam,
khususnya sungai pada gunung. Ketika gunung mengeluarkan
materialnya, material-material ini akan tertimbun di dalam suatu
cekungan. Ketika hujan datang, sediment yang ada dalam cekungan ini
akan mengalami pengangkatan oleh air dan selanjutnya mengalir
bersama aliran air sungai. Aliran air sungai yang dimuati oleh material-
material (debris) ini akan menghancurkan makhluk hidup dan
infrasturktur yang dilaluinya.
 Ada kalanya air sungai yang dimuati oleh debris ini meluap dan
membuat erosi lateral terhadap lembah sungai. Jika ini terjadi,
berbagai kerugian yang dialami masyarajat sekitar sungai akan sangat
besar. Maka dari, itu teknologi SaBo diterapkan untuk mengantisipasi
berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh aliran debris ini.
 Di Indonesia, teknologi SaBo, atau yang sering disebut dengan SaBo
Dam ini sudah dikembangkan sejak tahun 1970. Teknologi SaBo sendiri
ditemukan oleh orang Jepang, yakni Tomoaki Yokota. Dengan
ditemukannya SaBo, maka kehidupan manusia semakin terjaga.
 Dalam bahasa lainpun kata SABO ini susah diterjemahkan secara
singkat. Misalnya dalam bahasa Jerman, SaBo diterjemahkan menjadi
Wildbachverbauung yang berarti mengukur untuk menanggulangi efek
merusak dari banjir, dalam hal ini tidak menyinggung tanah longsor.
Sabo merupakan bangunan dam atau bangunan dengan pelimpas yang
dibangun untuk mencegah bahaya banjir lahar gunung berapi.
Selain sebagai pengendali lahar akibat letusan gunung berapi, sabo
dam juga bermanfaat sebagai pengendali erosi hutan dan daerah pertanian
serta mencegah bahaya longsor. Material pasir dan batu-batuan yang
tertahan di sabo juga dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber
penghasilan.
Bangunan Sabo dam berfungsi untuk menahan sementara lahar yang akan
turun dari hulu ke hilir semaksimal mungkin. Kemudian lahar ini dialirkan
sesuai kapasitas tampung bangunan hilir.
SaBo Dam merupakan bendungan yang digunakan untuk menampung aliran
sedimen / aliran debris. Secara umum, bentuk SaBo Dam adalah seperti di atas,
yaitu mempunyai ketinggian yang berbeda di tengah bendungan. Hal ini
dimaksudkan sebagai jalan air. Aliran sedimen akan tertampung oleh bendungan,
tetapi air tetap mengalir. Jika suatu bendungan tidak mampu membendung semua
aliran debris maka aliran akan dilewatkan melaui atas bendungan. Aliran debris
yang masih mengalir akan ditampung oleh bendungan lain yang ada di bawah
bendungan yang sudah penuh akan debris. Hal ini berlangsung terus menerus
sesuai dengan jumlah bendungan yang ada.
Gambar diatas menunjukkan sebuah kenampakan lahan miring beserta bendungan
SaBo. Aliran debris akan mengalir dimulai dari hillside atau hilltop. Aliran debris
akan mengalir bersama dengan aliran sungai. Maka dari itu, pada bagian hulu
sungai, aliran debris akan sangat besar. Setelah aliran debris mengalir pada hulu
sungai, aliran akan terus mengalir sejalan dengan garis sungai. Dalam hal ini, SaBo
Dam diletakkan baik secara tunggal maupun secara seri pada badan-badan sungai.
Ketika aliran debris datang pada SaBo Dam tersebut, debris akan tertahan dan
diendapkan oleh bendungan SaBo sehingga aliran sungai hanya akan berisi sungai
dan material-material kecil lainnya ketika sampai di groundsills atau bagian yang
padat penduduk (biasanya di hilir sungai bagian ujung).
Bagian-bagian Sabo
•Bendung Pengendali Sedimen (Sabo Dam)
•Bendung Pengendali Dasar Sungai (Groundsill)
•Kantong Pasir (Sand Pocket)
•Kanal (Chanel Work)
•Bendung Multiguna (Multi Purpose)
•Irigasi (Irrigation)
•Mikrohidro (Micro hydro)
•Berfungsi sebagai jembatan (submerged bridges)
 Indonesia sebagai Negara kepulauan tropis dengan kondisi topografi
yang berbukit-bukit di antara dua benua dan dua samudera, serta
pertemuan tiga lempeng tektonik besar yakni Eurasia, Pasifik dan
Australia. Dalam pada itu, kawasan Indonesia juga sangat unik karena
dilalui oleh lingkaran api Pasifik (ring- of-fire), dengan jumlah gunungapi
yang terbanyak di dunia. Dengan kondisi tersebut ini Indonesia bagaikan
“untaian jamrud di Katulistiwa”. Indonesia memiliki iklim dan cuaca yang
sangat dinamis, dengan curah hujan tahunan dan intensitas yang sangat tinggi.
 Di Indonesia kondisi geologi, geografi, topografi, iklim dan cuaca yang
sangat dinamis serta banyaknya aktivitas manusia di daerah tersebut
menyebabkan kawasan ini sangat rentan dan berpotensi bencana alam yang
sangat besar seperti banjir, tanah longsor, tsunami, letusan gunungapi,
gempa bumi dan berbagai bencana alam lainnya.
 Di Indonesia banyak jenis bencana alam yang sering terjadi seperti gempa
bumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, tsunami, letusan gunungapi dan
sebagainya. Namun yang akan diuraikan dalam buku ini hanya bencana
alam yang ada kaitannya dengan letusan gunungapi, erosi, aliran sedimen,
pergerakan tanah serta abrasi pantai.
 Bencana sedimen dalam berbagai wujudnya di samping faktor bawaan alamiah
pada umumnya merupakan siklus mata rantai kerusakan lingkungan, akibat
ulah manusia yang membawa dampak kepada kerusakan infrastruktur, harta benda
dan nyawa, dan pada gilirannya akan semakin memperparah kerusakan
lingkungan dan keseimbangan ekosistem
 Pada dasarnya kawasan rawan bencana sedimen umumnya memiliki
kesuburan yang tinggi dan mudah mendapatkan mata pencaharian seperti
kawasan sepanjang bantaran sungai, daerah pegunungan, pantai, lembah dan
lereng gunungapi, sehingga senantiasa menggoda manusia secara turun-
temurun untuk berdomisili pada kawasan tersebut sekalipun mereka menyadari
bahwa daerah tersebut rawan bencana
 Perkembangan penduduk yang lajunya sangat cepat menyebabkan banyaknya
lahan-lahan rawan berubah menjadi tempat tinggal dan lahan usaha, sehingga
daya adaptasi pada alam yang akrab lingkungan menjadi sangat menurun,
menjadikan resiko bencana semakin bertambah besar
 Sementara sebagian besar penduduk cukup menyadari kalau mereka
menempati kawasan rawan bencana, mereka yang belum menyadari ancaman
bahaya terpaksa menetap di tempat yang tidak aman tersebut.
 Dan kenyataannya sebagian besar yang berdomisili di kawasan rawan becana
sudah tidak merasakan ancaman bencana karena mereka meniru
nenek moyang mereka seolah-olah sudah bersahabat dengan bencana,
mereka segera menghindar manakala bencana terjadi dan kembali lagi segera
setelah bencana berlalu.
BENCANA ALAM SEDIMEN
Bencana alam sediment adalah bencana alam yang sebab dan akibatnya
berkaitan dengan proses-proses sedimentasi. Bencana sediment banyak
ditemui di daerah-daerah yang dikenai oleh gaya kenaikan tanah seperti
gunung dan bukit. Bencana ini akan meluruhkan material-material di suatu
tempat, dan mengendapkannya di tempat yang lain. Proses sedimentasi
tidak berlangsung lama, namun dalam waktu yang cukup singkat. Adanya
proses sedimentasi ini selalu diikuti oleh proses transportasi material.
Biasanya proses transportasi yang aktif terjadi pada bencana alam sediment
adalah proses erosi. Ada beberapa macam bencana alam sediment, antara
lain:
 1. BANJIR LAHAR
Banjir dapat terjadi pada bagian hulu maupun hilir sungai. Bencana banjir
pada bagian hulu sungai dapat berupa banjir lahar. Selain lahar, letusan
gunungapu juga mengeluarkan awan panas dan lava. Awan panas dan lava
yang mengalir dapat membakar semua yang dilaluinya, seperti pohon,
sawah, rumah, dan manusia. Jika awan panas dan lava ini bertemu dengan
air hujan maka dapat menimbulkan banjir lahar.
Banjir lahar adalah suatu peristiwa overloadnya suatu sungai atau cekungan
oleh material fluida yanga ada di dalam sungai atau cekungan tersebut.
Banjir lahar terjadi pada saat suatu sungai atau cekungan terisi oleh
material-material vulkanik. Karena adanya hujan, maka material-material ini
akan bercampur dengan air hujan. Pada suatu titik tertentu, daerah ini akan
mengalami jenuh air sehingga terjadi overload. Luruhan air dan bahan
vulkanik ini akan mengalir mencari titik keseimbangan antara gaya material
dan gaya medan. Tidak jarang pula banjir ini akan menghancurkan lahan
perkebunan dan perumahan warga sekitar. Banjir lahar biasanya terjadi di
dekat puncak dan lereng gunung.
 2. TANAH LONGSOR (SLOPE FAILURE)
Tanah longsor adalah luruhnya tanah / batuan pada suatu kenampakan
alam yang miring dengan kemiringan lebih besar dari 30°. Tanah longsor
berlangsung sagat cepat. Tanah longsor akan menimbun semua
infrastruktur yang ada di daerah jatuhnya tanah. Ada beberapa jenis
longsoran antara lain, rock slide yaitu longsoran massa batuan yang
menuruni lereng, sedangkan bila yang longsor adalah bahan rombakan
disebut debris slide. Tanah longsor dapat terjadi secara vertical atau hampir
vertical yang disebut rock fall jika yang longsor adalah massa batuan,
sedangkan bila yang longsor adalah hancuran massa batuan disebut debris
fall. Klasifikasi ini juga dapat digunakan pada tanah gerak. Tanah longsor
yang gerakannya terputus-putus pada jarak yang pendek disebut slumping.
Tanah longsor mempunyai dua pemicu utama, yaitu curah hujan dan
getaran tanah. Dengan curah hujan yang tinggi maka tanah akan menjadi
jenuh air dan akan mempermudah terjadinya longsor. Selain itu, air hujan
juga dapat memperlicin bidang gelincir longsor. Getaran tanah akibat
gempa bumi juga dapat mempermudah pergerakan tanah labil menjadi
longsor. Getaran tanah akan menganggu kestabilan dan konsistensi tanah.
Dengan adanya gangguan ini, tanah akan ‘terkoyak’ dan kemudian terjadi
longsor.
 Beberapa indikasi terjadinya tanah longsor antara lain:
 Tanah atau bukit bergetar
Jika hal ini terjadi, tanah yang labil pada suatu daerah dengan kemiringan
lereng yang cukup tinggi akan sangat mudah untuk longsor karena getaran
tanah dapat mempercepat terjadinya longsor (bahasan diatas).
 Air sumur mengeruh
Air sumur yang menjadi keruh menandakan adanya infiltrasi tanah ke
dalam air bawah tanah. Dengan demikian, tanah mengalami penurunan
elevasi dan akan terjadi longsor untuk mencari titik keseimbangan baru.
 Air tanah keluar secara tiba-tiba
Karena adanya tekanan pada saat akan terjadi tanah longsor maka air
bawah tanah akan tertekan dan keluar melalui retakan yang ada di
permukaan bumi.
 Tanah retak-retak
Bila tanah mengalami keretakan dalam kurun waktu tertentu, hal ini
memberikan kemungkinan akan terjadinya tanah longsor.
 3. TANAH GERAK (LANDSLIDE)
 Tanah gerak terjadi pada areal luas dengan kemiringan lereng yang kecil.
Biasanya gergerak secara perlahan. Tanah gerak adalah berpindahnya
massa tanah atau batuan pada kenampakan alam miring dengan
kemiringan lebih kecil dari 30°. Adanya lapisan lempung atau lapisan tanah
yang sulit ditembus oleh air akan menimbulkan terkumpulnya air yang
meresap ke dalam tanah. Karena ada genangan air pada tanah dalam yang
dapat meresap air, maka pada suatu titik tertentu akan tiba pada titik jenuh
air. Ketika tanah jenuh air, tanah menjadi berat dan tidak bisa mengimbangi
gaya yang dihasilkan. Kemudian, terjadi gerakan massa tanah.
 Gejala-gejala yang terjadi sebelum bencana sedimen datang antara lain:
* Tanah dan bukit bergetar.
* Tanah retak-retak.
* Kerikil dari tebing berjatuhan.
* Masih hujan, tetapi air sungai surut.
* Pohon and ranting hanyut di sungai.
* Air sumur mengeruh.
* Air tanah keluar secara tiba-tiba.
 4. ALIRAN DEBRIS
 Aliran debris adalah suatu aliran massa yang berupa campuran antara
air ddengan konsentrasi yang sangat tinggi. Aliran ini dimulai karena
keseimbangan static antara gaya geser yang ditimbulkan lebih besr dari
gaya geser yang menahan, maka jumlah massa yang mengalir,
ketinggian serta kecepatannya akan selalu bertambah. Pada tingkat
tertentu karena kondisi batas setempat, misalnya perubahan kemiringan
yang menjdi landai, berkurangnya massa air, perubahan karakter
sediment dan lain sebagainya, proses aliran ini akan mengalami
perlambatan, jumlah massa yang mengalir berkurang, sejumlah massa
akan diendapkan.
 Pergerakan massa sediment dapat dikelompokkan menjadi beberapa
jenis antara lain longsoran, aliran debris (galodo), aliran transisi antara
aliran debris dan aliran individu atau yang disebut dengan aliran hiper
konsentrasi. Longsoran masuk dalam kategori sebagai gerakan massa
tetapi mempunyai dinamika khusus.
 Penyelidikan masalah aliran debris ataupun aliran sediment konsentrasi
tinggi telah diamati di berbagai Negara dimana aliran debris sering
terjadi dengan menggunakan automatic video recorder dan sediment
sampling. Data lapangan ini telah memberikan sumbangan yang besar
dalam pemahaman debris flow, namun karakteristik dan mekanisasi
aliran debirs belum dapat ditangkap secara sempurna.
PERENCANAAN PEMBUATAN SABO DAM
 Sebelum dilakukan pembangunana SaBo Dam, perlu dilaksanakannya sebuah
survei. Survei dalam perencanaan pembangunan SaBo dimaksudkan untuk
memperoleh data, baik data lapangan kegiatan perencanaan bangunan
pengendali sedimen secara keseluruhan. Selai itu, survei juga digunakan sebagai
perbandingan kelayakan suatu bangunan SaBo terhadap bentang alam yang ada,
apakah SaBo tersebut layak atau tidak. Dalam melakukan survei, ada tiga aspek
yang diperlukan:
 Fenomena alam.
Hal ini mencakup karakteristik sedimen, struktur media, sumber sedimen,
kondisi hidrologi setempat, dan catchment area.
 Status sosial ekonomi wilayah
Hal ini mencakup bagaimana pandangan terhadap daerah yang dilindungi dan
pandangan dari pengembangan wilayah setempat.
 Tingkat efektifitas bangunan SaBo
Hal ini mencakup efektifitas bangunana yang sudah ada sebelumnya dan
bencana banjir sedimen atau debris yang pernah terjadi

Dalam perencanaan pembangunan SaBo, perlu diperhatikan estimasi volume


sedimen yang akan ditimbulkan oleh aliran debris. Dalam hal ini, perlu adanya
konsep-konsep fisika yang berkaitan dengan tekanan dan gaya. Perancangan
bangunan SaBo juga harus diperhatikan dengan teliti supaya SaBo Dam dapat
bekerja dengan baik dan bertahan dalam waktu yang lama.
Bagian-bagian Sabo
•Bendung Pengendali Sedimen (Sabo Dam)
•Bendung Pengendali Dasar Sungai (Groundsill)
•Kantong Pasir (Sand Pocket)
• Kanal (Chanel Work)
1. Sabo Dam / Cekdam (Dam Pengendali Sedimen)
 Cekdam (Slade Dam) adalah bangunan yang dibuat melintang sungai yang
fungsinya adalah:
a. Menahan sedimen yang mengalir dan ada di tempat tersebut.
b. Menahan sedimen dan mengendalikan aliran sedimen agar tidak merusak
di daerah hilirnya.
c. Mencegah erosi tebing serta dasar sungai yang disebabkan oleh aliran air.
d. Mengurangi kecepatan banjir lahar, karena dasar sungai menjadi lebih landai.
 Fungsi cekdam dalam meredam enersi lahar adalah seperti tercantum dalam
rumus Energi

E = ½ m v2 ,
dimana:
E = energi,
m = massa lahar dan
v = kecepatan lahar
 Dengan ditahannya masa sedimen yang mengalir oleh beberapa chekdam
begitu pula kecepatan banjir juga berkurang karena sungai menjadi lebih
landai maka energinyapun akan berkurang.
 Kalau cekdam sudah penuh dan kemudian terjadi banjir lahar maka
cekdam akan menahan sementara sebagian material yang mengalir dan
pada waktu tidak banjir maka sedimen yang tertahan akan dilepas turun
sedikit demi sedikit bersama aliran air.
 Konstruksi cekdam biasanya terdiri dari maindam, subdam, apron atau
lantai dan sidewall atau dinding samping yang keduanya terletak diantara
maindam dan subdam. Pada badan maindam biasanya diberi lubang yang
biasa disebut dripe hole yang berfungsi untuk mengurangi tekanan air serta
sangat berguna pada saat pemeliharaan bangunan.
 Cekdam dibangun di bagian hulu sungai yang mempunyai tebing yang
tinggi sehingga mempunyai daya tampung material yang besar.
 Pada tahun 1970’an cekdam untuk penanggulangan lahar pada umumnya
dibuat dari pasangan batu atau bronjong kawat yang diisi dengan batu,
namun pada masa sekarang hampir semuanya dibuat dengan bahan
beton, karena disamping lebih kuat pelaksanaannya juga lebih mudah
Dam Konsolidasi
 Dam konsolidasi seperti halnya Dam Penahan Sedimen, dibuat
melintang sungai hanya sekalanya lebih kecil.
 Adapun fungsi dam konsolidasi adalah untuk memantapkan elevasi
dasar sungai yang ada agar tidak tergerus. Pembuatan dam konsolidasi
biasanya dimaksudkan untuk melindungi bangunan yang ada disebelah
hulunya, seperti jembatan, perkuatan tebing dan bahkan dapat
dipergunakan juga untuk pengambilan air irigasi atau juga dapat
digunakan sebagai jembatan diwaktu tidak terjadi banjir dan lain
sebagainya.
 Bahan yang digunakan untuk membuat dam konsolidasi sama dengan
untuk pembuatan cekdam
Kantong Lahar
 Kantong lahar dibuat dengan maksud untuk menampung material.
Bangunan ini dibuat lebih hilir dari cekdam, ditempat yang agak datar
dimana lahar pernah menyebar karena tebing sungai sudah tidak
tinggi lagi. Daerah penyebaran lahar ini disebut Aluvial Fan atau kipas
aluvial.
 Konstruksi kantong lahar terdiri dari tanggul dikanan kiri sungai serta
tanggul yang melintang sungai kemudian di bagian aliran sungai dipasang
overflow atau pelimpas yang berfungsi untuk tempat jalannya aliran air
sungai yang konstruksinya mirip dengan dam konsolidasi. Apabila isi
kantong pasir ini sudah penuh perlu dikosongkan dengan cara menggali
dan mengangkut keluar.
Tanggul
 Tanggul dibuat dengan maksud untuk mencegah air banjir keluar dari
sungai yang dapat merusak lahan pertanian atau permukiman penduduk
 Tanggul biasanya dibuat dari tanah yang dipadatkan dengan bentuk
trapesium dengan ketinggian tertentu agar air banjir tidak sampai
meluap. Kemiringan tanggul baik di bagian dalam ataupun luar sering
ditanami rumput untuk mencegah tererosi oleh air hujan dan untuk
tanggul di sungai yang mengalirkan lahar, lereng yang berada di
bagian sungai biasa diberi pasangan batu atau bronjong kawat untuk
melindungi tubuh tanggul dari kikisan arus air yang membawa batu-batu
dan pasir.
Normalisasi Sungai
 Normalisasi sungai adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar
aliran air di sungai dengan jalan memperlebar, memperdalam atau
meluruskan sungai. Sungai yang sempit yang tidak mampu menampung
aliran perlu dilebarkan
Di daerah dataran sungai sering berbelok-belok dan disebut
meander. Di daerah ini aliran air tidak lancar dan sering menyebabkan
banjir. Untuk mengatasinya perlu dibuat sudetan agar sungai menjadi
lurus dan aliran sungai menjadi lebih lancar

Anda mungkin juga menyukai