Anda di halaman 1dari 22

TEKNIK WAWANCARA

Ebit Handoko
Seputar Ponorogo
Wawancara
Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses
Tanya jawab "saya bertanya-anda menjawab" wawancara
lebih luas dari proses tanya jawab.
Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi
pekerjaan "membagun ingatan" tujuan umumnya
merekonstruksi kejadian yang entah baru terjadi atau lampau.
Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan
yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-
ingatan tersebut
Model Wawancara
• Wawancara langsung; wawancara langsung tatap muka (face
to face) langsung dengan nara sumber .

• Wawancara tidak langsung; misalnya melalui telpon, chating


dan email (wawancara tertulis).
Jenis Wawancara
• News peg Interview/ Wawancara berita; yaitu wawancara
yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi,
atau pandangan tentang suatu masalah atau peristiwa.
• Personal Interview/ Wawancara pribadi; yaitu wawancara
untuk memperoleh data tentang diri pribadi dan pemikiran
nara sumber. (wawancara biografi).
• Ekslusif interview; wawancara yang dilakukan secara khusus
tidak bersama wartawan dari media lain.
• Casual interview; wawancara “secara kebetulan”, tidak ada
janjian terlebih dahulu dengan nara sumber. Contohnya
wawancara dengan pejabat sebelum, sesudah atau di sela
acara berlangsung.
• Man in the street interview/ Wawancara on the spot;
wawancara di tempat kejadian dengan berbagai nara sumber,
misal di lokasi kebakaran, bencana longsor dlsb.
• Door Stop Interview/ Wawancara “cegat pintu” yaitu
wawancara dengan cara mencegat nara sumber di sebuah
tempat. Misal tersangka korupsi yang baru keluar dari ruang
interogasi KPK.
• Written Interview; wawancara yang dilakukan dengan nara
sumber via email, atau bentuk komununikasi lainnya
TEKNIK WAWANCARA
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Pasca-
Wawancara
Pembahasan
Persiapan
• Don’t go to an interview unprepared (Jangan melakukan
wawancara tanpa persiapan)
• Have your questions ready (Persiapkan pertanyaan)
• Make an appointment (buatlah janji)
• Dress properly (berpakaian rapi)
Pelaksanaan Wawancara
Perkenalkan diri dan media tempat Anda bekerja. Tataplah
narasumber Anda. Jangan buru-buru mengambil catatan. Beberapa
narasumber mungkin akan gugup begitu melihat bahwa setiap kata yang
diucapakannya ditulis oleh Anda.
Seringkali, pertanyaan pertama yang diajukan adalah bagaimana
mengeja nama narasumber. Jangan bergantung pada ejaan yang pernah
Anda lihat dari sumber lain Kaaren bisa saja salah. Kesalahan mengeja
nama merupakan cara pertama untuk kehilangan kredibilitas. Ucapkan
nama narasumber secara benar dan gunakanlah nama itu selama Anda
melakukan wawancara.
Lakukan cek dan ricek (double-check) tentang nama dan tanggal lahir
narasumber. Bahkan sebuah nama populer seperti “Smith” bisa sajadieja
atau ditulis secara berbeda. Jangan pernah merasa takut untuk bertanya soal
itu.
Mulailah dengan pertanyaan mudah untuk membuat rileks narasumber
Anda. Simpan dulu pertanyaan rumit untuk belakangan. Jangan biarkan opini
Anda menentukan fokus pertanyaan (Don’t let your opinions determine the
focus of your questioning).
Ajukan pertanyaan awal dan akhir (open-ended questions) yang bisa
mengundang jawaban panjang dan bisa memunculkan anekdot serta opini.
“Bagaimana reaksi Anda?” atau “Kenapa Anda pikir itu terjadi?”. Cobalah
terus mendapatkan kutipan langsung (direct quotes) sebanyak mungkin.
Jangan ajukan pertanyaan yang membuat narasumber Anda
memberikan jawaban singkat atau satu-kata ( one-word answers). Hindari
pertanyaan “yes-no question” –pertanyaan yang hanya butuh jawaban “ya”
dan “tidak”. Gunakan “mengapa” ( why), bukan “apakah” (do you/are you).
Jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda mundur?” tentu akan lebih panjang
ketimbang pertanyaan “Apakah Anda mundur?”.
Biarkan narasumber tahu bahwa Anda tahu sesuatu tentangnya. Itulah
yang disebut “pengutamaan narasumber” (priming the interviewee).
Terimalah seluruh fakta dan data-data lain secara profesional. Jangan
berargumen atau memperlihatkan kekagetan. Pertanyaan tidak bersifat
interogatif atau terkesan memojokkan.
Hindari membuat janji untuk menerbitkan hasil wawacara dengan cara
tertentu (Avoid promising to print remarks a certain way). Jangan berjanji
untuk membiarkan narasumber membaca dulu hasil wawancara sebelum
diterbitkan. Berilah kesempatan untuk pembicaraan lainnya.
Tanyalah narasumber apakah ia tidak keberatan jika Anda
mengontaknya lagi secara pribadi atau via telefon untuk tindak lanjut.
Dapatkan nomor telefonnya jika narasumber bisa dihubungi lagi nanti.
Akhiri wawancara setelah Anda yakin sudah memiliki nomor telefon
untuk melakukan kontak lagi dengan nara sumber untuk mengungkap fakta-
fakta lain atau melakukan klarifikasi.
Jika Anda menggunakan tape recorder, jangan bergantung pada kaset
rekaman. Karena baterei bisa lemah dan tape recorder bisa saja tidak
berfungsi. Buatlah catatan, bahkan jika Anda menggunakan alat perekam
(Take notes, even if you’re using a tape recorder).
Catat!
Membuat catatan singkat merupakan sebuah keharusan dalam
wawancara jurnalistik. Kebanyakan reporter menggunakan beberapa bentuk
tulisan yang disingkat (shortened writing), Inisial bisa digunakan untuk
menyingkat gelar dan simbol bisa dipakai untuk merujuk pada nama
organisasi. (Contoh bahasa Indonesia: “u/” pengganti “untuk”, “sbg” untuk
“sebagai”, “tdk” untuk “tidak”, “bgm” pengganti “bagaimana” –red.).
Tandai kutipan langsung dengan lingkaran, tanda kutipan, bintang, atau
garis bawah. Catatlah wawancara hanya pada satu sisi halaman kertas
(jangan bolak-balik), agar penyusunan ulang struktur cerita mudah dilakukan.
Dengarkan ucapan nara sumber dengan seksama. Jangan mencatat
uraian atau detil-detil yang tidak penting. Tanyakan ejaan nama-nama atau
gelar. Lebih baik bertanya sekarang daripada nanti menghubunginya lagi
untuk memastikan kebenaran penulisan nama dan gelar narasumber. Atau
lebih buruk lagi, menulis namadan gelar secara salah dalam tulisan.
Dapatkan kutipan-kutipan langsung, khususnya tentang poin utama
wawancara. Amati detil-detil tentang narasumber Anda dan hal-hal mengenai
dirinya, lalu tuliskan kesan Anda.
Concentrate on what you are seeing and hearing. Berkonsentrasilah atas
apa yang Anda lihat dan dengar. Segera setelah wawancara, periksa kembali
catatan Anda. Susunlah catatan Anda sesuai dengan kepentingan.
Anda tidak perlu menulis kalimat lengkap kecuali jika Anda hendak
mendapatkan kutipan langsung secara menyeluruh. Tuliskan informasi
spesifik yang tidak mungkin Anda ingat: usia, nama, alamat, statistik, jumlah
uang.
Cobalah dapatkan informasi tentang diri narasumber (biographical
information) di mana diperlukan dan carilah kliping koran atau referensi lain
yang mungkin bisa digunakan untuk mendapatkan informasi latar belakang.
Jangan takut untuk melakukan cek dan ricek (double-check) tentang
informasi yang tidak jelas, sekalipun untuk itu Anda harus melakukan kontak
lagi dengan narasumber (follow-up call).
Dapatkan kutipan-kutipan langsung, khususnya tentang poin utama
wawancara. Amati detil-detil tentang narasumber Anda dan hal-hal mengenai
dirinya, lalu tuliskan kesan Anda.
Concentrate on what you are seeing and hearing. Berkonsentrasilah atas
apa yang Anda lihat dan dengar. Segera setelah wawancara, periksa kembali
catatan Anda. Susunlah catatan Anda sesuai dengan kepentingan.
Anda tidak perlu menulis kalimat lengkap kecuali jika Anda hendak
mendapatkan kutipan langsung secara menyeluruh. Tuliskan informasi
spesifik yang tidak mungkin Anda ingat: usia, nama, alamat, statistik, jumlah
uang.
Cobalah dapatkan informasi tentang diri narasumber (biographical
information) di mana diperlukan dan carilah kliping koran atau referensi lain
yang mungkin bisa digunakan untuk mendapatkan informasi latar belakang.
Jangan takut untuk melakukan cek dan ricek (double-check) tentang
informasi yang tidak jelas, sekalipun untuk itu Anda harus melakukan kontak
lagi dengan narasumber (follow-up call).
Tulisan yang bagus dibangun oleh anekdot yang bagus pula. Untuk itu,
pewawancara mesti selalu mendengarkan anekdot-anekdot demikian dari
narasumber. Pewawancara yang benar-benar jeli juga mendengarkan
pembuka cerita pengalaman yang bisa membuat anekdot yang menarik. Lalu
pewawancara langsung mengatakan kepada narasumber “berikan contohnya”
atau “ceritakan saat ketika hal itu benar-benar terjadi”.
Temukan Anekdot! Anekdot (anecdote) adalah sebuah cerita ringan
(small story). Maka, anekdot bisa menjadi cerita tersendiri dalam cerita Anda
yang lebih besar. Seringkali, sebuah anekdot mengilustrasikan sesuatu
tentang narasumber seperti loyalitasnya atau keberaniannya.
Perhatikan Narasumber! Perhatikan hal-hal non-verbal dari narasumber
–gerak tubuh, ekspresi wajah, dialek atau cara pengucapan sesuatu
(paralanguage), apa yang dikenakannya (artifacts), gerakan. Sekitar 70% dari
tolal komunikasi adalah non-verbal. Jadi, jikaAnda hendak menulis cerita
lengkap, Anda harus menyajikannya kepada pembaca cerita lengkap pula (if
you are to tell the complete story, you must provide the reader with the
complete story).
Selain itu, amati pula suasana atau lingkungan sekitar kantor
narasumber –lukisan atau gambar di dinding, desk tops, file cabinet, dll.
Bagaimana sinar matahari menyinari ruangannya? Dan bagaimana semua itu
berhubungan dengan narasumber? Hindari menggunakan deskripsi yang
hanya demi gambaran (Avoid using description just for the sake of
description).
Jadilah pendengar yang baik. Ingat, tugas wartawan menggali
informasi, bukan “menggurui” narasumber, apalagi ingin “unjuk gigi” ingin
terkesan lebih pintar atau lebih paham dari narasumber.
Pasca Wawancara

• Sesegera mungkin, transkrip hasil wawancara.


• Jangan tunda, mumpung “rekaman wawancara dalam otak” masih segar.

Referensi
• Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, Rosdakarya,
Bandung 1999.
• Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Terapan,Batic Press, Bandung, 2001.
• Asep Syamsul M. Romli, Kamus Jurnalistik, Simbiosa, Bandung, 2010
Ebit Handoko
Seputar Ponorogo
SEKIAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai