Anda di halaman 1dari 55

AKSI OBAT TERHADAP

RESEPTOR
KONSEP RESEPTOR
• 1. KONSEP RESEPTOR
• Obat mempunyai aktifitas biologi pada konsentrasi yang kecil
• Efek obat : Hasil interaksi antara Obat dengan Komponen seluler spesifik
yang disebut RESEPTOR membentuk Kompleks Obat-Reseptor.
• Hipotesis adanya (eksistensi) RESEPTOR:

• 2. POTENSI YANG TINGGI DARI OBAT.


• Konsentrasi obat yang memberikan aksi sampai sekecil 10 -9 s/d 10 -11 Molar

• 3. SPESIFITAS KIMIA. Pada isomer Optik : hanya satu dari empat isomer
Kloramfenikol yang aktif.

• 4. SPESIFIKASI BIOLOGI.Contoh: Epinefrin efek terkuat pada otot Jantung,


efek terlemah pada Otot Lurik.
• Oleh karena itu DIPERKIRAKAN bahwa :
• Struktur Spesifik Obat berada pada molekul berderajat keKHUSUSan yang
tinggi, cocok terhadap Lokasi dimana obat beraksi.
• Interaksi Obat dengan Reseptornya sama dengan interaksi antara Substrat
dengan tempat Aktif suatu Enzim atau HAPTEN dari suatu Antibodi.
• BEDA RESEPTOR DENGAN AKSEPTOR

RESEPTOR:
• Kesatuan Molekul yang berinteraksi dengan bagian
ENDOGEN dari suatu Senyawa, misal : Asetil kolin,
Dopamin, Epinefrin, Histamin, NorEpinefrin, Serotonon,
• Berdasar data eksperimen : Jumlah Reseptor/sel adalah
antara 10 6 s/d 10 7 Reseptor/ sel dari berbagai jaringan.
• Interaksi Obat- Reseptor = 3,3 x 10 14 tabrakan antara
obat dengan reseptor, tetapi hanya 3 x 10 7 mempunyai
Efikasi, memberikan Stimulus.

• AKSEPTOR
• Makromolekul yang berinteraksi dengan bagian
EKSOGEN dari Senyawa seperti: Obat-obat dan Racun
yang bereaksi dengan Reseptor-2 Farmakologinya
SIFAT SIFAT RESEPTOR.

RESEPTOR :Bagian dari Makromolekul organisme hidup.


- Banyak dijumpai sebagai protein
- Sering merupakan Tempat Aktif, kadang-kadang merupakan
bagian alosterik dari enzim.
- Ada yang merupakan bagian Protein Non Enzim
- Obat obat Kemoterapetika (misal Antibiotika) Reseptor
berupa DNA atau RNA yang berikatan kuat dengan Obat
secara Kovalen atau meletakkan obat diantara pasangan basa
dengan gugus fosfat dari DNA atau RNA membentuk
Kompleks yang merupakan ikatan lemah.
- Merupakan bagian dari Kompleks Lipoprotein terutama
membran seluler.
KOMPLEKS OBAT dengan GUGUS KIMIA dari
RESEPTOR

Rangkaian Kimia atau Perubahan Konformasi berakibat


MEMACU atau MENGHAMBAT Reaksi Biologi.

Perubahan Biopolimer akibat dari Efek suatu aksi molekul


hanya kecil.

Kemampuan Obat untuk adaptasi terhadap reseptor


tergantung pada:
STRUKTUR,
KONFIGURASI,
KONFORMASI khusus antara Obat dan Reseptor.
TEMPAT AKSI (RESEPTOR /AKSEPTOR) DARI OBAT

• OBAT TEMPAT AKSI


(RESEPTOR/AKSEPTOR)
• ______________________________________________________
• ASETAZOLAMIDA KARBONAT ANHIDRASE
• AKTINOMISIN DNA
• ALOPURINOL SANTIN OKSIDASE
• ASPIRIN PROSTAGLANDIN SINTASE
• KARSINOGEN DNA
• ASAM KLAVULANAT BETA LAKTAMASE
• KLOROKUIN DNA
• ERITROMISIN RIBOSOMA
• KANAMISIN RIBOSOMA
• ANESTESI LOKAL MEMBRAN SEL
• INHIBITOR MAO AMIN OKSIDASE
• MITOMISIN DNA
• NEOSTIGMIN ASETIL KOLIN ESTERASE
• PIPERAZIN SUKSINAT DEHIDROGENASE
• KUININ DNA
• STREPTOMISIN RIBOSOMA
ISOLASI RESEPTOR

• KESULITAN :

• Waktu Ekstraksi : banyak struktur dari molekul yang


rusak.
• Waktu isolasi : dapat menyebabkan perubahan susunan
dan distribusi muatan penting untuk interaksi dengan
obat.
METODE ISOLASI

• METODA LANGSUNG.
• Reseptor dan Senyawa obat berikatan secara
irreversible (KOVALEN), kemudian Kompleks
obat-Reseptor diisolasi.
• Senyawa pembentuk ikatan Kovalen bereaksi
dg gugus OH dari obat , Fosforilasi, Sulfonil
Fluorida, Senyawa Pengkarbonilasi, Senyawa
Pengalkil, dll.
• Contoh : Isolasi Reseptor Kolinergik oleh Chan
dkk dan Miledi dkk.
• METODE TIDAK LANGSUNG
• Reseptor dan senyawa obat direaksikan,
membuat ikatan Reversible yang
merupakan ikatan lemah isolasi
Reseptor (Makromolekul)
Dikarakterisasi
• Contoh :
• Reseptor Kolinergik th 1958 oleh Chagas
Filho
• Reseptor Tubokurarin th 1967 oleh
Fridbore.
MODIFIKASI RESEPTOR

• Karakterisasi Reseptor diluar tubuh ( INSITU)


Perubahan Fisika Kimia akibat dari :
pH,
Senyawa Peng kelat,
Pelarut Lipid
Enzim
Senyawa pelarut protein
Reagen Tiolik.
LOKALISASI RESEPTOR

• Sebagai Peta untuk Hipotesis :


Bagaimana Obat bereaksi
Merancang Obat Baru yg potensial
Identifikasi Reseptor apakah sebagai :
• Tempat aktif,
Alosterik dari Enzim,
DNA atau RNA,
Bagian Kompleks dari Lipoprotein.
*STRUKTUR RESEPTOR
• Kesatuan Molekul tiga dimensi yang Elastik,
* Sering merupakan asam amino penyusun
protein
* Struktur Stereokimia sering Komplemen
dengan Obat
* Setelah terjadi perubahan Konformasi 
terjadi interaksi dengan Obat melalui berbagai
Ikatan Kompleks terjadi Stimulus
(Rangsangan) akibat timbul Aksi Biologi/Efek.
BENTUK AKTIF DAN REFRAKTORI

• Reseptor ada yang Aktif (A) dan yang inaktif (I).


Obat ada yang Agonis dan Antagonis.
KDA
• D + A    DA (Agonis)
KDI
D + I    DI ( Antagonis:
Kompetitif atau Alosterik)
K = Kompleks
D = Drugs
A = Reseptor Aktif
I = Reseptor tak aktif (Inactive)
INTERAKSI OBAT DENGAN RESEPTOR

• Kekuatan Interaksi Obat dan Reseptor berperan


sangat PENTING
• Kekuatan Interaksi Reseptor-Obat identik dg sesuatau
yang menstabilkan struktur Protein.
• INTERAKSI LEMAH : Permukaan molekul mempunyai
struktur yang Komplemen sedemikian rupa sehingga
Gugus yg menonjol (muatan +) pada permukaan yang
satu, COCOK dengan Rongga (muatan -) pada
permukaan yang lain
• Interaksi Obat-Reseptor seperti hubungan antara
• KUNCI dengan GEMBOK
IKATAN OBAT-RESEPTOR
• KEKUATAN IKATAN OBAT RESEPTOR
• Tergantung pada jarak antara atom-atom.
• Pada jarak yang OPTIMAL terbentuk ikatan
yang KUAT
• Pembentukan ikatan yang spontan, terjadi
karena turunnya energi bebas.
• Banyaknya Energi bebas yang dilepas, berubah
bentuk energi lain, sesuai dengan Kekuatan
Ikatan.
• Terbentuknya ikatan Kovalen, melepas energi
bebas antara 170 s/d 460 kJ/mol, sedanga
ikatan van der Waals antara 2 s/d 4 kJ/mol.
• Semakin besar hilangnya Energi Bebas,
semakin Kuat ikatannya
IKATAN KOVALEN

• Obat tertentu memang diinginkan untuk mempunyai


Ikatan Kuat (KOVALEN) atau Irreversible dengan
Reseptor
• Misal : Obat Kemoterapetika diharapkan terjadi ikatan
irreversible antara obat dengan Lokasi Reseptor dari
parasit aksi Toksis obat cukup lama
• Aksi Antiseptika dari KLORIN yg bereaksi dg air menjadi
Asam Hipoklorat, akan bereaksi dengan Gugus Amino
dari protein Bakteri dengan ikatan Kovalen. Aksi
Fungisida
• Epoksida a.l: Etilena Oksida sebagai Fumigan dalam
proses sterilisasi.
• Butadiena Epoksida sebagai anti tumor.
• Aksi Arsenikal, Merkurial dan Antimonial
(Kemoterapetika)
• Ikatan Kovalen antara obat dg Gugus Sulfhidril dr enzim
0
0
TOPOGRAFI RESEPTOR
• Melabel secara ikatan Kovalen dengan Gugus
tertentu dari reseptor, sering dengan Radioaktif
menentukan reaktivitas Gugus dlm Protein/
Enzim.
• Memakai Antimetabolit mirip dengan metabolit
sangat spesifik. Data yang didapat kemudian
untuk formulasi Hipotesa Permukaan Reseptor
• Studi Hubungan Struktur dan Aktifitas (SAR). Efek
farmakologi disebabkan oleh variasi gugus
• substituen pada molekul.
Bila telah didapat Gugus yang paling optimal
aktifitasnya . Dapat untuk menerangkan peran dari
gugus ini terhadap reseptor.
• Eksperimen dengan bentuk Struktur yang
Rigid Lokasi reseptor yang di hipotesakan.
• Perhitungan Orbital Molekul akan
menentukan Konformasi Obat.
• Obat yang lebih Poten, akan diketahui Posisi
Gugus yang cocok pada Reseptor.
• Studi kristalografi dari zat aktif yang ber
interaksi dengan reseptor.
• Metoda fisika, untuk menentukan Konfigurasi
absolut dari Obat terseleksi dan studi
Kompleks Obat-reseptor.
INTERAKSI OBAT RESEPTOR

• TEORI INTERAKSI OBAT DG RESEPTOR :


• A. OCCUPANCY THEORY.
• B. CHARNIERE THEORY.
• C. RATE THEORY
• D. INDUCET FIT THEORY
• E. MACROMOLECULAR PERTURBATION
THEORY .
• F. OCCUPATION-ACTIVATION THEORY OF
“ TWO STATE” MODEL
A. OCCUPANCY THEORY/ TEMPLATE THEORY
( Teori Pemilikan/Pendudukan)

• Clark & Gadum : Intensitas Farmakologi diakibatkan secara


proporsional oleh jumlah reseptor yang diduduki oleh Obat
• k1
• R + D    R.D   E
•   
• k2
• R = Reseptor,D = Obat. RD = Kompleks Obat-Reseptor
• E = Efek farmakologi, K1 = konstante Adsorpsi
• K2 = konstante Desorpsi
• Jumlah Reseptor yang diduduki tergantung pada Konsentrasi
Obat pada daerah Reseptor dan jumlah total Reseptor dalam
unit area atau volume.
• AFINITAS DAN AKTIVITAS INTRINSIK.

• Teori Pendudukan terdapat kelemahan :


– Beberapa kelas Agonis misal Obat-obat Asetil
kolin, walaupun Dosis dinaikkan, respons
tidak maksimal/ tetap.
– Tidak dapat menjelaskan mengapa Antagonis
tidak menyebabkan rangsangan seperti
Agonis padahal kedua jenis obat tersebut
bekerja/berikatan dengan reseptor yang
sama.
Teori pendudukan
• Ariens dan Stephenson : Interaksi Obat-
Reseptor memiliki dua tahap :
• 1. Kompleks Obat-Reseptor (afinitas dari Obat).
• 2. Produksi Efek  EFIKASI (Stephenson)
atau AKTIVITAS INTRINSIK (Ariens).
• AGONIS + RESEPTOR  KOMPLEKS 
STIMULUS (EFIKASI)
• ANTAGONIS (afinitas kuat) + RESEPTOR 
KOMPLEKS NO EFIKASI
• AGONIS umumnya:
• 1. Molekul KECIL
• 2. Berisi Gugus POLAR, Contoh : EPINEFRIN,
mempunyai gugus polar : Amino, beta-Hidroksi, Hidroksil
dr inti Katekol
• 3. Dapat mengubah struktur molekul Reseptor (Efek
metafilik)

• ANTAGONIS umumnya dibuat dengan :


• 1. Mengubah Gugus polar menjadi NON POLAR dan
• 2. Gugus dibuat BESAR misal Cincin Aromatik.
• Kelemahan 2 teori diatas adalah tidak dapat
menerangkan :
• Aksi yang berbeda antara Agonis dan Antagonis
• Mekanisme aksi obat pada tingkat Molekuler
B. TEORI CHARNIERE
Rocha & Silva meneruskan teori ARIENS & STEPHENSON,
yakni bahwa pada Reseptor ada 2 tempat penting / 2 Titik :
– Titik KRITIS/SPESIFIK
• Bereaksi dengan Gugus Farmakoforik dari AGONIS
– DAERAH NON SPESIFIK
• Membuat Kompleks dengan Gugus Non Polar dari
ANTAGONIS
• Keduanya berikatan dengan daerah SPESIFIK dengan
ikatan LEMAH (reversible)
• * Antagonis mengikat daerah NON SPESIFIK dengan KUAT
dgn ikatan Hidrofobik, Van der Walls dan transfer muatan.
• * Agonis dan Antagonis bersaing untuk mengikat daerah
SPESIFIK dari Reseptor.
• Oleh karena ANTAGONIS berikatan kuat dengan daerah
NON SPESIFIK maka kedatangan AGONIS tidak mampu
mengusir ANTAGONIS.
• Contoh persaingan antara Agonis dengan
Antagonis :
• DIFENHIDRAMIN VS ANTIHISTAMIN
• ATROPIN VS HISTAMIN
• TUBOKURARIN VS NEOSTIGMIN
• METANTELIN VS ASETILKOLIN
C. RATE THEORY (TEORI KECEPATAN)
• TETAPI Dua senyawa dengan struktur sama
tetapi efek bertolak belakang , tidak bisa
diterangkan dengan cara B. Croxato dan
Huidobro :Obat akan Efisien hanya pada saat
berikatan dengan Reseptor.
Paton : RATE THEORY.
• Reseptor aktif yg proporsional pada jumlah Total
Obat yang bertemu dengan Reseptor / waktu.
Bukan terhadap Reseptor yang diduduki.
• Aktifitas farmakologi merupakan Fungsi
dari Kecepatan Asosiasi dan Disosiasi
antara molekul obat dan molekul Reseptor
(bukan formasi stabil Obat-Reseptor).
• Setiap asosiasi menimbulkan Stimulus
aktifitas biologis.
• AGONIS : Asosiasi dan Disosiasi
berlangsung CEPAT, tetapi Disosiasi lebih
cepat daripada asosiasi.
• ANTAGONIS: Asosiasi cepat, tetapi
Disosiasi lebih lambat daripada asosiasi
• DISOSIASI mengakibatkan Impuls/ waktu.
• Interaksi Obat-Reseptor tergantung pada
Kecocokan permukaan keduanya.
• Kelemahan Teori ini :
• Banyak antagonis kuat yang struktur
kimianya berbeda dengan agonisnya.
• Hipotesis :
• ANTAGONIS mempunyai daerah aksi
berbeda dengan Agonis pd level
Molekuler.
D. INDUCED FIT THEORY
• Berdasar pada perubahan KONFORMASI terinduksi
dalam ENZIM
• Koshland , 1966: Daerah aktif dari suatu kristal Enzim
yang terisolasi TAK PERLU mempunyai Morfologi
yang cocok dengan Substrat.
• Tetapi diperlukan Morfologi yang cocok dari Enzim
setelah interaksi dengan Substrat yang menginduksi
Perubahan Konformasi keduanya.
• Daerah Aktif dari Enzim adalah Fleksibel atau Elastis,
dapat berubah menjadi bentuk lain tetapi dapat
kembali ke bentuk semula.
• Gambar 3. Efek penghambatan dan pengaktifan
obat thd sisi aktif elastis dr Enzim
• OBAT + ENZIM  AKTIVASI  EFEK
BIOLOGI
• OBAT + ENZIM  DEAKTIVASI  NO
EFEK
• Perubahan Konformasi :
– Reseptor (Enzim atau protein)
– Obat waktu dekat dengan Reseptor
(tempat Aktif).
• Interaksi Obat dengan Reseptor bersifat
Dinamik dan Topografi yg Reversible.
• Gambar 4. Skema contoh morfologi dan
induced-fit dlm interaksi obat-reseptor.
• Fenomena dimana ikatan dr suatu molekul
Ligan dengan cara tertentu memacu ikatan
lain. Misal ikatan Ligan pada suatu Polimer
protein ( mungkin Enzim suatu reseptor)
menginduksi perubahan Konformasi sub unit
dari sub unitnya.
• Perubahana bentuk sub unit tersebut
berpengaruh terhadap sub unit lainnya. Energi
hasil stabilisasi dapat menyebabkan ikatan
yang lebih kuat dari molekul selanjutnya
• Gambar5. Skema untuk ilustrasi kerjasama
antara Reseptor-Protomer berkombinasi
kedalam bentuk reseptor tetramer.
E. TEORI GANGGUAN MAKRO MOLEKUL

• Belleau (1864).
• Mirip dengan “ Induced Fit Theory”
• Hanya untuk beberapa kelas obat
• Misal adaptasi Konformasi dari Enzim (atau reseptor)
• Terjadi 2 gangguan dalam kompleks :
– Spesifik Pesanan/ Order Agonis
– Non spesifik, tidak meng order Antagonis

• Gambar 6. Interaksi derifat Alkil trimetil amonium dg


Reseptor muskarin
F. TEORI AKTIFASI PENDUDUKAN DR MODEL “ DUA
KEADAAN ”
Ariens dan rodrigues de Miranda (1979), Reseptor yang
belum diduduki Obat berada dalam 2 keadaan : R (non
aktif) dan R* aktif

• agonis
• R   R*
•   
• antagonis

• Agonis : afinitas yang tinggi terhadap bentuk aktif, yang


mengubah dari R menjadi R* (aktif). Antagonis: sebaliknya
• Agonis :
– Umumnya Polar yang kuat
– Konformasi Polar dg reseptor
– Mengubah kearah keadaan Hidrofobik
• Antagonis :
– Umumnya Hidrofobik
– Menstabilkan hidrofobik, bentuk inaktif
– Reseptor dalam keadaan istirahat.
• Cuatrecasas : Akibat perubahan Konformasi
oleh Agonis dlm bentuk aktif dari reseptor
• Agonis berdifusi secara independen melalui
membran
• Bergabung dengan efektor (Enzim) secara
reversible untuk melakukan aktivitas.
• Misal : Nor Epinefrin bermigrasi sampai
mengikat Enzim Adenilat Siklase aktif.

Anda mungkin juga menyukai