Anda di halaman 1dari 51

PRESENTASI

FARMAKOMETRIK

METFORMIN SEBAGAI
OBAT ANTIDIABETES

KELOMPOK 1
LUTHFI AHMAD MUCHLASHI 051514153003
TANAYA JATI DHARMA DEWI 051514153005
ANI RIANI HASANA 051514153008

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2016
DIABETES MELLITUS

• Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu


kumpulan gangguan metabolik yang dita
ndai dengan kondisi hiperglikemia.
• Kondisi ini disebabkan abnormalitas pada
metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
• Kondisi ini dapat mengakibatkan kompli
kasi kronik antara lain mikrovaskular,
makrovaskular, dan gangguan neurophati
KLASIFIKASI DM

Diabetes Mellitus tipe 1


• DM tipe 1 ditandai dengan defisiensi fungsi
sel beta pankreas. Hal ini terjadi disebabkan
faktor genetik, lingkungan, atau infeksi.
Diabetes Mellitus tipe 2
• DM tipe 2 ditandai dengan turunnya sekresi
insulin dan resistensi insulin. Hal ini dikaren
akan reseptor insulin resisten terhadap siny
al yang diberikan oleh insulin, sehingga glu
kosa tidak bisa masuk ke dalam sel.
PATOFISIOLOGI DM TIPE 1
PENATALAKSANAAN DM

• Tujuan utama penatalaksanaan DM adalah


menurunkan morbiditas dan mortalitas kare
na DM
Tujuan jangka pendek
• menghilangkan keluhan dan tanda DM, me
mpertahankan rasa nyaman, dan mencapai
target pengendalian glukosa darah.
Tujuan jangka panjang
• mencegah dan menghambat progresivitas k
omplikasi mikroangiopati, makroangiopati,
dan neuropati.
METFORMIN

• Merupakan obat golongan biguanida


• Obat ini menurunkan kadar glukosa
darah melalui pengaruhnya terhadap
kerja insulin pada tingkat seluler, distal
reseptor insulin dan menurunkan
produksi glukosa di hati.
MEKANISME KERJA
METFORMIN PADA HATI
MEKANISME MOLEKULER
MEKANISME MOLEKULER
Antihyperglycemic mechanism of metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway
LATAR BELAKANG

Fluktuasi kortisol metabolit menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin


terlibat dalam efek anti-diabetes metformin.

Peneliti menemukan bahwa metformin menginduksi fosforilasi reseptor


AMPK / liver X α (LXR α), diikuti oleh penekanan pro-opiomelanocortin
(POMC) pada sel pituuitari tikus. Peneliti mengkonfirmasi hasil ini
dengan pemberian metformin dalam studi hewan. (Cho et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER
Antihyperglycemic mechanism of metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway
TUJUAN

• Tujuan dari penelitian Cho et al. 2015 : untuk mengidentifikasi meka


nisme molekuler baru yang berkaitan dengan efek anti diabetes.

• Diteliti lebih lanjut mekanisme anti-diabetes metformin secarain vitro


dan in vivo.
MEKANISME MOLEKULER
Antihyperglycemic mechanism of metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway

Kortisol = Marker penanda stres

Kortisol memicu glikoneogenesis

Metformin menekan kadar protein POMC melalui


fosforilasi AMPK dan LXRα in vitro

Metformin mengaktifkan AMPK dan mengurangi


kadar POMC, ACTH, kortisol, dan glukosa in vivo
MEKANISME MOLEKULER
Antihyperglycemic mechanism of metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway

Gambar.
Mekanisme aksi anti hiperglik
emi metformin diusulkan
melalui jalur AMPK / LXRα /
POMC (Cho et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER

Antihyperglycemic mechanism of
metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway

Gambar.
Gambar . Metformin menekan
kadar protein POMC melalui fos
forilasi AMPK dan LXRα in vitro
(Cho et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER

Antihyperglycemic mechanism of
metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway

• Gambar . Metformin
mengaktifkan AMPK
dan mengurangi kadar
POMC, ACTH, kortisol,
dan glukosa in vivo
(Cho et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER
Antihyperglycemic mechanism of metformin occurs via
the AMPK/LXRα/ POMC pathway

KESIMPULAN PENELITIAN

Mengingat bahwa kortisol merangsang glukoneogenesis, peneliti mengusul


kan efek anti-hiperglikemia metformin tersebut diberikan untuk mengurangi
POMC/adrenokortikotropik hormon (ACTH) / kadar kortisol berikut fosforilasi
AMPK / LXRa di pituitari
MEKANISME MOLEKULER
Metformin activates a duodenal AMPK–dependent pathway to
lower hepatic glucose production in rats

LATAR BELAKANG

Banyak penelitian yang mempertanyakan kontribusi AMPK hepatik terhadap


efek metformin dalam menurunkan hiperglikemia, dan gut-brain-liver axis
yang memperantai nutrisi intestinal dan hormon penginduksi penurun HGP
telah diidentifikasi.
MEKANISME MOLEKULER
Metformin activates a duodenal AMPK–dependent pathway to
lower hepatic glucose production in rats

TUJUAN

• Penelitian Duca et al. 2015 : infusi intraduodenal metformin selama


50 menit mengaktifkan Ampk mukosal duodenal dan menurunkan
HGP pada tikus dengan Diet Lemak Tinggi - HFD selama 3 hari
model diinduksi resistensi insulin.

• Penghambatan AMPK duodenum menegasikan jika HGP menurun-


kan efek metformin intraduodenal, dan kedua duodenum glucagon-s
eperti signaling peptide-1 receptor (Glp-lr)-protein kinase A (Pka)
dan neuronal-mediated gut-brain-liver pathway diperlukan metformin
untuk menurunkan HGP.
MEKANISME MOLEKULER
Metformin activates a duodenal AMPK–dependent pathway to
lower hepatic glucose production in rats

TUJUAN
• Preabsorbsi metformin juga menurunkan HGP pada model tikus obe
sitas yang 28 hari diinduksi HFD dan resisten insulin dan nicotinami
de (NA)-streptozotocin (STZ)-HFD-yang diinduksi diabetes tipe 2.
Dalam pengaturan unclamped, penghambatan AMPK duodenum
mengurangi efek penurun glukosa dari perlakuan bolus metformin
pada model tikus diabetes.

• Temuan ini menunjukkan bahwa, pada model tikus obesitas dan dia
betes, metformin mengaktivasi duodenal Ampk- dependent pathway
untuk menurunkan HGP and kadar gula plasma. (Duca et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER
Metformin activates a duodenal AMPK–dependent
pathway to lower hepatic glucose production in rats

Gambar . Intraduodenal mengaktivasi infus metformin duodenum AM


PK dan menurunkan HGP pada tahap preabsorptive. (A) Skema repres
entasi dari hipotesa kerja. (B) Prosedur percobaan dan pankreas (insulin b
asal) -euglycemic penjepit protokol. SRIF, somatostatin (Duca et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER
Metformin activates a duodenal AMPK–dependent pathway to lower hepatic
glucose production in rats

• Gambar . Jalur sinyal AMPK-GLP-1R-PKA duodenum adalah diperlukan


metformin untuk menurunkan HGP. (A) Skema representasi hipotesis kerja
. (B, c) Laju infus glukosa (b) dan kadar dari HGP (Duca et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER
Metformin activates a duodenal AMPK–dependent pathway to lower hepatic
glucose production in rats

• Gambar . gut–brain–liver neuronal axis diperlukan untuk efek metformin penurun HGP.
(A) Representasi skema dari hipotesis kerja. metformin duodenum memicu terminal aferen saraf
di duodenum dan sinyal melalui reseptor NMDA di NTS, yang pada gilirannya menurunkan HGP
via vagus hati. SRIF, somatostatin. (B) Prosedur percobaan dan pankreas (insulin basal) protokol -
penjepit euglycemic dengan NTS infus
(Duca et al. 2015).
MEKANISME MOLEKULER
Metformin interacts with AMPK through binding to  subunit

Tujuan
Penelitian Zhang et al. 2012 bertujuan untuk
menyelidiki kemungkinan interaksi antara metfor
min dan AMPK.
Alur
MEKANISME MOLEKULER
Metformin interacts with AMPK through binding to  subunit

ALUR
memverifikasi metformin dapat mengaktivasi AMPK dan
menginduksi inaktivasi ACC dalam sel HepG2 manusia
menggunakan western blot.

diperkirakan metformin dapat berinteraksi dengan subunit  AMPK


dengan analisis docking molekular

Spektrum fluoresensi dan tes ForteBio menunjukkan bahwa


metformin memiliki kemampuan mengikat kuat ke subunit  dari
AMPK daripada subunit α.

Interaksi metformin dengan -AMPK mengakibatkan penurunan α-


helicity ditentukan oleh spektrum CD (Circular dichroism), tetapi
perubahan yang relatif kecil itu terlihat dengan-AMPK.
MEKANISME MOLEKULER
Metformin interacts with AMPK through binding to  subunit

• Gambar. Menampilkan
efek metformin pada
fosforilasi AMPK.
Setelah perlakuan sel Hep
G2 dengan metformin sela
ma 24 jam, fosforilasi me-
ningkat dari downstream A
MPK protein ACC, bersama
-sama dengan AMPK, di-
pantau menggunakan anti
bodi yang relevan. AICAR
digunakan sebagai kontrol
positif (Zhang et al. 2012).
MEKANISME MOLEKULER
Metformin interacts with AMPK through binding to  subunit

Gambar. Studi molekular


docking terhadap afinitas pen
gikatan metformin untuk α, β,
-AMPK, dan ZMP ke -AMPK.

• Metformin didocking ke α-AMP


K (a)
• metformin didocking keβ-AMPK
(b)
• metformin didocking ke -AMPK
• ZMP didocking ke -AMPK (d)
(Zhang et al. 2012)
MEKANISME MOLEKULER
Metformin interacts with AMPK through binding to  subunit

Gambar 9. Fraksi SDS-PAGE dari


langkah pemurnian AMPK,
diwarnai denganCoomssie biru.

Lanes:
• AMPK setelah pemurnian
dengan kromatografi afinit
as Ni2+ (a)
• α-AMPK dan -AMPK sete
lah pemurnian dengan kro
matografi afinitas Ni2+ (b)
(Zhang et al. 2012)
FARMAKOKINETIK
FARMAKOKINETIK
IKATAN OBAT PROTEIN
Ikatan metformin dengan 4 % HSA (Human Serum Albumin)
menggunakan Equilibrium Dialysis Technique
METODE

• Satu mililiter 4% HSA didialisis dengan 1 ml isotonic Sørensen da


par fosfat pada pH 7.4 yang mengandung 3% (w/v) dekstran dala
m 1 ml sel dialisis (Spectrum Medical Industries, Los Angeles, CA)
Menggunakan Spectra/Por 4 membrane (molecular weight cutoff
of 12,000–14,000; Spectrum Medical Industries).
• Meformin sebelumnya diinkuasi selama 24 jam
• Ikatan metformin dengan HSA 4% kemudian dihitung pada
konsentrasi 10 µg/ml.
FARMAKOKINETIK
IKATAN OBAT PROTEIN
Ikatan metformin dengan 4 % HSA (Human Serum Albumin)
menggunakan Equilibrium Dialysis Technique
METODE

• Satu mililiter 4% HSA didialisis dengan 1 ml isotonic Sørensen da


par fosfat pada pH 7.4 yang mengandung 3% (w/v) dekstran dala
m 1 ml sel dialisis (Spectrum Medical Industries, Los Angeles, CA)
Menggunakan Spectra/Por 4 membrane (molecular weight cutoff
of 12,000–14,000; Spectrum Medical Industries).
• Meformin sebelumnya diinkuasi selama 24 jam
• Ikatan metformin dengan HSA 4% kemudian dihitung pada
konsentrasi 10 µg/ml.
FARMAKOKINETIK
IKATAN OBAT PROTEIN
Ikatan metformin dengan 4 % HSA (Human Serum Albumin)
menggunakan Equilibrium Dialysis Technique
HASIL
Nilai ikatan metformin dengan HSA 4%
Suhu Nilai PH Nilai Konsentrasi Nilai Metform Pelarut Nilai
Metformin- Dapar Metformin- Heparin in-HSA 4% Metformin-
HSA 4% HSA 4% HSA 4%
4 ᵒC 8.6% 5.8 10.4% 10 U/mL 12,0 % Isotonik Sørensen 11.2 %
dapar fosfat pada
pH 7.4
20ᵒC 10.5% 6.2 8% 50 U/mL 10.8 Sørensen dapar f 19.6 %
osfat pada pH 7.4
37ᵒC 11.8 % 7.0 8.81% 100 U/mL 8.9% air terdestilasi, 23.1 %
7.4 11.8% 0.9% NaCl untuk 20.9 %
injeksi
8.0 12.1% glukosa 5%. 12.4 %

Rerata dari nilai ikatan metformin dengan HSA 4%


(Human Serum Albumin) ialah 15.1 ± 4.34%.
FARMAKOKINETIK

ANIMAL MODEL

• Hewan coba yang digunakan ialah tikus jantan Sprague-Dawley


dengan berat 200-310 gram, berumur 6-8 minggu.
• Tikus dipelihara pada suhu ruang 20-23 derajat celcius pada
kelembapan 50% dengan durasi terang (07.00-19.00) dan gelap
(19.00-07.00).
• Tikus diletakkan di dalam kandang metabolik yang terfasilitasi
udara dan makanan bebas patogen.
• Protokol hewan coba ini sudah disetujui oleh Animal Care and
Use Commitee of the College of Pharmacy, Seoul National
University
FARMAKOKINETIK
PEMBERIAN METFORMIN RUTE INTRAVENA

• Metformin hidroklorida dilarutkan pada NaCl 0.9% pada dosis 50 mg/kgB


B (8 ekor), 100 mg/KgBB (9 ekor) dan 200 mg/KgBB (8 ekor) yang
• Metformin pada vena jugular dengan volume sekitar 0,6 ml dan waktu inj
eksi kurang lebih 1 menit.
• Sampel diambil melalui arteri karotid pada menit ke 0, 1, 5, 15, 30, 60, 9
0, 120, 180, 240, 360, 480 dan 600.
• Sampel disentrifus, kemudian plasma disimpan pada suhu -70 ͦC sampai
analisis menggunakan HPLC.
• Sekitar 0,3 ml heparin yang dilarutkan dengan NaCl 0,9% diinjeksikan se
gera setelah pengambilan sampel untuk mencegeah terjadinya pembe-
kuan darah
FARMAKOKINETIK
PEMBERIAN METFORMIN RUTE INTRAVENA
• Urin sampel ditampung dari jam ke 0 hingga 24 jam.

• Pada jam ke 24, setiap tikus dipisahkan pada saluran bagian gastroin-
testinal (beserta kandungan dan feses) yang kemudian dipindahkan ke
dalam beaker glass yang berisi metanol dan saluran gastrointestinal
dipotong kecil kecil menggunakan gunting. Selanjutnya dikocok dan dia
duk selama 1 menit untuk diambil supernatannya. Sekitar 50 ml super-
natan dikumpulkan dan disimpan pada suhu -70 ͦ C sampai digunakan u
ntuk analisa kadar menggunakan HPLC.

• Metformin pada dosis 100mg/kg yang secara intravena juga diberikan d


i vena jugular (6 ekor) setelah kanulasi kandung empedu dan sampel
empedu dikumpul pada rentang jam ke 0–1, 1–2, 2–4, 4–6, and 6–24
FARMAKOKINETIK

PEMBERIAN METFORMIN RUTE ORAL

• pemberian secara oral, dibagi menjadi tiga dosis yaitu 50 mg/kgB


B (8 ekor), 100 mg/KgBB (7 ekor) dan 200 mg/KgBB (7 ekor).
• metformin dilarutkan pada 1,5 ml air, kemudian diberikan melalui
feeding tube setelah tikus tersebut dipuasakan selama semalam
• Pengambilan sampel pada arteri karotid di menit ke 0, 15, 30, 45,
60, 90, 120, 180, 240, 360, 480, 600, 720, 960, 1200 dan 1440 m
enit setelah metformin diberikan secara oral.

• Urin sampel ditampung dari menit 0-24 jam.


FARMAKOKINETIK

Analisis Metformin Menggunakan HPLC

• Pengukuran kadar metformin menggunakan instrumen HPLC, dima


na digunakan internal standar ipriflavone.
• Sekitar 50 ml sampel secara kuantitatif, dideprotonisasi dengan 100
ml acetonitril dan 50 ml metanol mengandung 10mg/ml ipriflavone
sebagai standar internal yang ditambahkan.
• Kemudian di vortex dan disenrifus pada 16000 g selama 10 menit.
• Setelah itu sekitar 50µml sampel diambil dan diinjeksikan pada kolo
m reverse phase HPLC
FARMAKOKINETIK

Analisis Metformin Menggunakan HPLC

• Fase gerak (PH=6), 10 mM KH2PO4 : acetoniril dengan rasio 47.8:


52.2 (v/v) untuk sampel plasma dan untuk sampel urin 28:72 v/v.
• Kecepatan alir instrumen 1.5 ml/menit.
• Kolom dimonitor dengan detektor UV pada gelombang 235nm
• waktu retensi metformin dan standar internal dalam plasma sebesar
4 dan 6.5 menit sedangkan pada urin 12 dan 6 mnit.
• Limit kuantitatif metformin sebesar 0.05mg/ml pada plasma dan 0.1
mg/ml pada urin.
• Koefisien variasi inter dan intra day bernilai 8.94%.
FARMAKOKINETIK

Analisis Farmakokinetik

• AUC (Area Under Curve) dihitung nilainya menggunakan metode ekstr


apolasi trapezoidal, metode ini menggunakan ketentuan trapezoidal
logaritma untuk menghitung kadar dalam plasma di fase level declining
sedangkan pada fase level rising digunakan ketentuan trapezoidal line
ar. Area pada data terakhir hingga tak terhingga dihitung dengan mem
bagi konstentrasi plasma terakhir dengan konstata laju fase terminal

• Metode standar digunakan untuk menghitung klirens (CL), klirens renal


(CLR), dan klirens nonrenal (CLNR), waktu paruh terminal , area total
dibawah konsentrasi plasma awal-kurva waktu ke-nol hingga waktung
tak hingga (AUMC), mean residence time (MRT), volume distribusi
pada kondisi tunak(Vss), dan nilai F. Konsentrasi plasma tertinggi
(C max ) dan waktu yang diperlukan saat konsentrasi metformin dala
m plasma pada nilai tertinggi (Tmax)
FARMAKOKINETIK

Analisis Statistik

Pengolahan data menggunakan software Social Package of


Statistical Sciences (SPSS) dengan nilai p sebesar 0.05. Analisis
menggunakan uji t test dengan dua rerata atau menggunakan
Duncan’s multiple range test ANOVA dari tiga rerata. Semua hasil
diberikan dengan rerata ditambah nilai SD kecuali median dari
Tmax.
FARMAKOKINETIK

Analisis Statistik

Pengolahan data menggunakan software Social Package of


Statistical Sciences (SPSS) dengan nilai p sebesar 0.05. Analisis
menggunakan uji t test dengan dua rerata atau menggunakan
Duncan’s multiple range test ANOVA dari tiga rerata. Semua hasil
diberikan dengan rerata ditambah nilai SD kecuali median dari
Tmax.
FARMAKOKINETIK

Profil
Farmakokinetik
Rute Intravena
FARMAKOKINETIK
Profil Farmakokinetik Rute Intravena

• Nilai AUC metformin yang terbagi dari tiga dosis diatas antara lain 1890 ± 180
2040 ± 360, 2170 ± 240 µg menit/ml.
• Selain itu nilai klirens (CL) tidak berbeda jauh dari beberapa dosis yang diberi
kanslope antara log dosis dan log AUC mendekti satu (bernilai 1.10). paramet
er farmakokinetik lainnyajuga tidak menunjukkan nilai yang berbeda secara si
gnifikan pada dosis yang berbeda
FARMAKOKINETIK
Profil Farmakokinetik Rute Oral

Setelah pemberian secara


oral, absorbsi metformin
pada gastrointestinal tikus be
rjalan cepat, metformin sege-
ra terdeteksi dalam plasma
pada menit 15 atau 30 menit
dan secara cepat mencapai
Tmax (15-120 menit) pada ti-
ga dosis.
FARMAKOKINETIK
Profil Farmakokinetik Rute Oral

• slope antara log dosis dan log AUC mendekti satu (bernilai 0.950).
• F juga tidak berkaitan dengan besarnya dosis, nilainya 34.1 untuk dosis 50mg/Kg
BB, 29.9 untuk dosis 100mg/KgBB dan 30.3% untuk dosis 200mg/KgBB.
• Parameter farmakokinetik lainnya juga tidak berbeda secara signifikan nilainya
dari berbagai dosis metformin.
FARMAKOKINETIK
Pembahasan Profil Farmakokinetik Pada kedua rute

Nilai waktu paruh terminal pada rute pemberian oral (tabel 1) nilainya lebih b
esar dibanding dengan rute pemberian secara intravena (tabel 2). Sebaga pe
rbandingan nilainya pada rute oral sekitar 720 menit, sedangkan pada rute int
ravena nilainya 191 ± 45.7, 190 ± 89.9, dan 208 ± 44.6 menit untuk 50, 100,
dan 200 mg/kg.

pemberian metformin secara intravena, nilai kliren renal berpengaruh besar pa


da nilai klirens total, Ae0–24 h pada rute intravena nilai reatanya 74.4%, nilai
tersebut lebih besar dibanding dengan rute peroral (tabel 1).
Hal tersebut menjelaskan bahwa pemberian metformin secara intravena , elimi
ninasinya sebagian besar pada rute renal (CLR). Kontribusi dari ekskresi non
renal melalui gastrointestinal termasuk pada saluran empedu tidak berpenga
ruh banyak.
Nilai kadar metformin pada saluran gastrointestinal tikus selama 24 jam hanya
bernilai sekitar kurang 2% dari ketiga dosis yaitu 0 mg/KgBB, 200 mg/KgBB
dan 200 mg/KgBB.
FARMAKOKINETIK
Pembahasan Profil Farmakokinetik Pada kedua rute
Metabolisme
• Nilai rerata persentase dosis dari salurn empedu selama 24 jam menjelaskan
nilai dari kliresn nonrenal/ klirens metabolik (CLNR) yang tersaji ada tabel 1.
• Penelitian sebelumnya di laboratorium yang sama, bahwa metformin dimetab
olisme melalui mikrosomal hepatik dengan enzim sitokrom P450 (CYP) 2C11,
2D1 dan 3A1/2 pada tikus jantan Sprague-Dawley.
• Nilai klirens nonrenal metformin dapat berbeda, pada tikus yang diberi perala
kuan dengan dexamethasone (penginduksi CYP3A1/2) pada tikus akan mem
berikan nilai peningkatan sebesar 57 % dibandingkan kontrol.
• Namun nilainya tidak berbeda secara signifikan bila diberi perlakuan dengan
3-methylencholanthrene, orphenadrine dan isoniazid (penginduksi CYP2C11,
2D1, dan CYP3A1/2) pada tikus.
• Sedangkan nilai klirens nonrenal tersebut akan menurun secara siginifikan bil
a dilakukan perlakuan dengan sulfaphnazole, quinin, dan troleandomycin ( pe
nrunan 62.9, 77.6 dan 78.7 %) pada tikus dibandingkan kontrol.
FARMAKOKINETIK
Pembahasan Profil Farmakokinetik Pada kedua rute
Ekskresi
• Ikatan protein plasma metformin nilainya sebesar 15.1%. estimasi nilai klirens
renal metformin berdasar fraksi bebas dalam plasma sebesar 23.0, 22.0 dan
21.0 ml/menit/Kg untuk 50, 100 dan 200mg/KgBB.
• Nilai sebesar 21.0-23.0 ml/menit/Kg lebih cepat dibanding laju filtrasi glomerulu
s yaitu sebesar 5.24 ml/menit/kg pada tikus.
• Data tersebut mengindikasikan metformin disekresikan pada tubulus renal.
Berdasar nilai CLR pada tabel 1 dan laju alir darah renal bernilai 36.8 ml/menit/
Kg dan hematokrit sekitar 45% pada tikus dan estimasi rasio ekstraksi renal
nilainya sebesar 96.3, 92.4, dan 98.9% untuk 50, 100, dan 200 mg/kg.
• Data di atas mengindikasikan bahwa metformin memiliki nilai yang tinggi pada
rasio ekstraski renal, yang dapat diasumsikan bahwa eksresi metformin sebagi
an besar dilakukan oleh ginjal.
FARMAKOKINETIK
Pembahasan Profil Farmakokinetik Pada kedua rute
Funabs
• Nilai F metformin ialah 29.9% pada dosis 100mg/Kg,
• Nilai total metformin yang direkoveri dari saluran gastrointestinal (GI24 h) bernila
i 4.78% dari dosis peroral (tabel 2). Nilai tersebut menunjukkan kadar metformin
dalam kondisi utuh dan merupakan eksresi metformin melalui gastrointestinal da
ri obat yang terabsorbsi.
• Berdasar dari farmakokinetik linier (tabel 1 dan tabel 2), rerata fraksi yang sesuai
pada dosis oral tak terabsorbsi (Funabs) dengan dosis 100 mg/KgBB dapat ditu-
liskan dengan persamaan berikut

0.478 = Funabs + (0.299 x 0.0131)

• Dimana nilai 0.299 adalah nilai F pada rute oral dengan dosis 100mg/KgBB
• Nilai 0.0131 adalah nilai fraksi rekoveri dari gastrointesinal selama 24 jam sebag
ai obat utuh pada pemberian intravena dengan dosis 100 mg/KgBB (tabel 1).
• Perhitungan nilai Funabs ialah 4.39%, mengindikasikan kontribusi dari ekskresi
gastrointestinal (termasu ekskresi melalui empedu).
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2012. Standard of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care: 35 (S
upp 1).
Choi, Young H., Kim, Sang G., Lee, Myung G. 2006.Dose-Independent Pharmacokinetics of Metf
ormin in Rats: Hepatic and Gastrointestinal First-Pass Effects. Journal Of Phar
maceutical Sciences, VOL. 95, NO. 11
Cho, K. et al., 2015. Antihyperglycemic mechanism of metformin occurs via the AMPK/LXRα/POM
C pathway. Scientific reports, 5, p.8145.
DeFronzo RA1, Bonadonna RC, Ferrannini E. 1992. Pathogenesis of NIDDM. A balanced overview
. Diabetes Care. Mar;15(3):318-68.
Dipiro Joseph T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzkee, Barbara G. Wells, L. Michael P
osey. 2008. Ed 7 Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New York : McGrawhill.
Duca, F.A. et al., 2015. Metformin activates a duodenal Ampk-dependent pathway to lower hepatic
glucose production in rats. Nature medicine, 21(5), pp.506–511.
DAFTAR PUSTAKA

Fang X, Sweeney G. 2006. Mechanisms regulating energy metabolism by adiponectin in obesity a


nd diabetes. Biochem Soc Trans. Nov;34(Pt 5):798-801.
Fauci Anthony S., Eugene Braunwald, Dennis L. Kasper, Stephen L.Hauser, Dan L. Longo, J. Larr
y Jameson, Joseph Loscalzo. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicines Seventeenth Editio
n. New York : McGrawhill.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
Matsumoto, S. et al, 2009. Liver X receptor-alpha regulates proopiomelanocortin (POMC) gene tra
nscription in the pituitary. Mol Endocrinol 23, pp.47–60.
McCulloch, David K. 2011. Metformin in the treatment of diabetes mellitus.
Ostenson CG1. 2001. The pathophysiology of type 2 diabetes mellitus: an overview. Acta Physiol
Scand. Mar;171(3):241-7.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia
2011. PB PERKENI. Jakarta.
Silbernagl S., Lang F. 2000. Color atlas of Pathophysiology. Germany: Thieme.
DAFTAR PUSTAKA

Silva KAdS, Luiz RdS, Rampaso RR, Abreu NP, Moreira ED, Mostarda CT, et al. Previous Exercis
e Training Has a Beneficial Effect on Renal and Cardiovascular Function in a Model of Diabetes. P
LoS ONE. Feb 1; 7(11): e48826.
Stumvoll, Michael, Goldstein, Barry., Haeften, Timon Wvan. 2005. Type 2 Diabetes: Principles of P
athogenesis and Therapy. www.thelancet.com Vol 365.
Wild Sarah, Gojka Roglic, Anders Green, Richard Sicree, Hilary King. 2004. Global Prevalence of
Diabetes Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 27: 1047–1053, 200
4
Zhang, Y. et al., 2012. Metformin interacts with AMPK through binding to γ subunit. Molecular and
Cellular Biochemistry, 368(1–2), pp.69–76.

Anda mungkin juga menyukai