Anda di halaman 1dari 14

Rukun & Syarat

Pernikahan dalam Islam


Rukun Pernikahan
• Pengantin laki-laki (Zauj)
• Pengantin perempuan (Zaujah)
• Dua orang saksi laki-laki
• Ijab dan Kabul (Shighat)
• Wali
Syarat Pernikahan
Syarat Zauj (calon suami)
 Zauj harus dinyatakan (Jelas). ketika wali dari zaujah dalam akad berkata
“Saya nikahkan anak perempuanku dengan salah satu dari kalian”, maka
nikahnya tidak sah.
 Tidak ada hubungan mahram sebab nasab atau sebab sepersusuan dengan
zaujah
 Zauj tidak belum mempunyai empat istri, karena paling banyak laki-laki
maksimal hanya diperbolehkan mempunyai empat istri.
Syarat Zaujah (calon istri)
Sepi dari nikah dan ‘Iddah
Zaujah harus dinyatakan (harus jelas). Maka tidak sah apabila dalam akad
zaujah tidak dinyatakan, seperti contoh: Saya nikahkan kamu dengan salah
satu dari anak perempuanku. Di sini jelas bahwa zaujah tidak dinyatakan,
karena masih samar anak yang mana dari wali yang hendak dinikahkan. Namun
sah menyatakan Zaujah dengan berupa washfin (sifat), seperti contoh: Saya
nikahkan kamu dengan anakku (wali hanya mempunyai satu anak perempuan).
Zaujah bukan mahram dari zauj sebab satu nasab/sepersusuan. Ini berdasarkan
firman Allah dalam Surat Al-Maaidah: 3 dan surat An-Nisa’: 23
Syarat Sighat
Di dalam sighat disyaratkan adanya ijab dari wali dan Qobul dari zauj atau wakilnya
atau walinya. Adapun lafadz dari ijab harus berupa lafadz zawwajtuka (aku
mengkawinkanmu) dan Ankahtuka (aku menikahkanmu) dengan wanita yang aku
menjadi walinya, yaitu Fulanah binti fulan.
Ijab tidak sah apabila menggunakan lafadz selain dua lafadz tersebut. Ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu: “Bertaqwalah kalian kepada
Allah SWT di dalam masalah wanita. Maka, sesungguhnya kalian mengambil mereka
(wanita) dengan amanat Allah dan kalian berusaha mennjadikan halal farji (kemaluan)
mereka dengan kalimat Allah.”
Adapun Qobul disyaratkan harus bersambung dengan ijab (setelah
ijab langsung disusul dengan qobul). Cara pengucapannya bisa
dengan lafadz Tazawwajtuhaa atau nakahtuhaa atau qobiltu atau
Radhitu.

Dalam mengucapkan Qobul harus ada yang perkara yang


menunjukkan atas mempelai wanita, seperti menyebut namanya
(contoh: nakahtu (Aku menikahi Al-Fulanah (nama calon)), atau
memakai dhamir (kata ganti) seperti: Nakahtuhaa. Dalam lafadz
nakahtuha terdapat dhamir “haa” yang isinya adalah mempelai
wanitanya. Bisa juga dengan isyarat.
Nikah sah dengan menterjemahkan dua lafadz di atas (Inkah dan tazwiij) ke
dalam bahasa Ajam (selain bahasa Arab), walaupun bisa bahasa Arab dan tahu
artinya, tetapi dengan syarat mendatangkan lafadz yang mana lafadz tersebut
dihitung benar (sebagai kalimat nikah), seperti: Saya nikahkan saudara fulan bin
fulan dengan fulanah binti fulanah (ijab). Saya terima nikahnya fulanah binti
fulan (qobul). Disyaratkan lagi, dua orang yang beraqad dan dua saksi tahu
bahwa itu bahasa untuk aqad nikah.
Sah nikahnya orang yang dalam aqad menggunakan bahasa Arab, walaupun
orang tersebut tidak tahu ma’nanya, namun dengan syarat tahu kalau itu adalah
kalimat untuk aqad nikah, seperti yang di katakan oleh Syaikhonaa (Ibnu Hajar
Al-Haitami).
Syarat 2 Saksi
 Islam
 Sudah tertakliif (Sudah baligh)
 Bisa mendengar
 Bisa bicara (tidak bisu).
 Bisa melihat
 Tidak buta. Menurut pendapat yang asshah (kuat).
 Mengetahui bahasa dari wali dan zauj.
 Salah satu atau kedua saksi tersebut bukan wali dari zaujah.
 Ahli Syahadah (Ahli penyaksian). Syarat dari ahli Syahadah adalah: merdeka
(bukan budak), laki-laki (tulen), laki-laki Al-‘Adaalah (adil). Al-‘Adaalah
adalah: Orang yang menjauhi dosa besar dan menyamarkan dosa kecil serta
ta’atnya mengalahkan maksiatnya.
Syarat Nikah
 Islam
 Tidak ada paksaan bagi calon pengantin laki-laki
 Belum mempunyai empat istri
 Mengetahui kalau wanitanya sah untuk dijadikan isteri, seperti sang wanita
bukan mahram
 Laki-laki yang tertentu
 mengetahui walinya dalam akad nikah
 Tidak dalam keadaan Ihram Haji atau Umrah
Mahar
Mahar Pernikahan atau sering disebut dengan mas kawin merupakan
sejumlah harta dari pihak mempelai laki-laki (atau juga keluarganya)
yang ditujukan kepada mempelai perempuan (atau bisa juga keluarga
dari mempelai perempuan) saat pernikahan.
Tujuan Mahar
untuk memuliakan mempelai wanita itu sendiri.

Besarnya Mahar Pernikahan Menurut Islam


Selama ini mahar selalu identik dengan uang ataupun barang lain yang sifatnya duniawi. Tetapi sebenarnya,
mahar tak harus identik dengan uang, emas, rumah, tanah atau yang lainnya. Mahar bisa juga berupa sesuatu
yang sifatnya akhirati, misalnya saja seperti keimanan, seperti yang sudah diceritakan di dalam sejarah,
mengenai mahar yang diminta oleh Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah. Dapat juga berupa ilmu atau bisa
dengan hafalan Al Quran, atau mungkin berupa kemerdekaan/pembebasan busak, dan bisa juga dengan apa
saja yang dapat diambil manfaatnya, seperti yang dijelaskan di dalam QS. Al Qoshosh yang terletak pada ayat
27.
Akan tetapi yang disunnahkan yakni mahar yang hendak diberikan disesuaikan dengan kemampuan calon
suami.
Mahar Yang Paling Baik Dalam Islam
Seringkali calon suami memberikan mahar berupa sesuatu yang dibutuhkan oleh istri, atau
setidaknya bukan merupakan sesuatu yang dia inginkan. Akhirnya mahar tersebut menjadi mubazir.
Misalnya yng paling banyak Kita dengar adalah pemberian mas kawin atau mahar berupa Al-
Quran dan seperangkat alat shalat. Padahal mugnkin saja waktu itu sang istri sudah memiliki Al-
Quran dan mukena yang cukup banyak. Oleh sebab itu, alangkah baiknya kedua calon mempelai
berdiskusi terlebih dahulu tentang mahar yang akan diberikan nantinya. Dan perlu untuk diingat
juga, bahwa seorang wanita yang baik itu tidak akan memberatkan/menyusahkan calon suaminya
dalam urusan mahar. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah mengatakan: “ Sebaik-baiknya wanita
ialah yang paling murah maharnya (HR. Ahmad, ibnu Hibban, Hakim & Baihaqi)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai