Anda di halaman 1dari 23

Pengertian pernikahan

1) Kata Nikah (‫ح‬ُ ‫ )نِ َكا‬atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai
padanan kata perkawinan (‫)ز ْوج‬. َ Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara
seseorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban
antara keduanya.

2) Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara
dua orang laki-laki dan perempaun, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga untuk
mendapatkan keturunan yang dilaksanakan menurut ketentuan syariat Islam.

3) Pergaulan antara laki-laki dan perempuan itu menjadi syah/halal jika sudah terikat tali ikatan
perkawinan. Tanpa adanya perkawinan, tidak akan pernah ada proses saling melengkapi dalam
kehidupan ini antara laki-laki dan perempuan.

Pengertian dan hukum pernikahan

Menurut jumhur ulama menetapkan bahwa hukum perkawinan dibagi menjadi limamacam yaitu :
Asal hukum pernikahan adalah

1) Hukum Sunah.Artinya seseorang yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan
sudah mempunyai bekal untuk menikah, tetapi tidak takut terjerumus dalam perbuatan zina.

Firman Allah (QS. An Nur /24 :32) :

32. dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak
bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

Sabda Rasulullah :

Artinya : “Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah,. Sebab
kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah
ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Bukhari dan muslim)

2) Hukum mubah (boleh), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor yang
melarang untuk menikah.

3) Hukum wajib, jika seseorang yang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyah sudah layak untuk
menikah, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah serta untuk
menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh pada perbuatan mesum
(zina).

4) Hukum Makruh hukumnya bagi seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaniyahnya
sudah layak, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal
hidup beserta isteri kemudian anaknya. Untuk mengendalikan nafsunya dianjurkan untuk
menjalankan puasa.
5) Hukum Haram hukumnya bagi seseorang yang menikahi wanita dengan tujuan untuk
menyakiti, mempermainkan dan memeras hartanya.

Rukun & Syarat nikah :

calon suami

calon istri

wali

dua orang saksi

ijab qabul.

Syarat nikah :

1) Calon suami syaratnya menurut ketentuan syari’at Islam adalah : beragama Islam, jelas bahwa
ia laki-laki, atas keinginan dan pilihan sendiri (tidak terkena paksaan), tidak beristri empat
(termasuk istri yang telah dicerai tetapi dalam masa iddah / waktu tunggu), tidak mempunyai
hubungan mahram dengan calon isteri, tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon
isterinya, mengetahui bahwa calon isteri itu tidak haram baginya dan tidak sedang berihram haji
atau umrah.

2) Calon istri yang akan dinikahi syaratnya adalah :beragama Islam, jelas bahwa ia seorang
perempuan, telah mendapat ijin dari walinya, tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah, tidak
mempunyai hubungan mahram dengan calon suami, belum pernah di li’an (dituduh zina) oleh
calon suaminya, jika ia perempuan janda, harus atas kemauan sendiri, bukan karena dipaksa oleh
siapapun, jelas ada orangnya dan tidak sedang ihram haji atau umrah.

3) Wali, syaratnya : laki-laki, beragama Islam, sudah baligh, berakal, merdeka (bukan budak), adil
dan tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah.

4) Dua orang saksi, syaratnya : dua orang laki-laki, beragama islam, baligh, berakal, merdeka dan
adil, bisa melihat dan mendengar, memahami bahasa yang digunkan dalam akad, tidak sedang
mengerjakan ihram haji atau umrah dan hadir dalam ijab qabul.

5) Ijab dan qabul. Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak permpuan) atau wakilnya sebagai
penyerahan kepada pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki
atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.Adapaun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai
berikut :

 Menggunakan kata yang bermakna menikah ( ‫ح‬ ُ ‫ )ال َّن َكا‬atau mengawinkan baik bahasa Arab
ataupun padanan kata itu dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah sang pengantin.
 Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah
 Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan
lain.
 Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu
persyaratan apapun
 Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.

Pengertian khitbah
Khitbah/pingangan yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat
perjodohan, dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai calon isterinya.

hukum khitbah

Lamaran atau pinanangan bukan sesuatu yang menjadi wajib hukumnya. Hal ini menurut
pendapat jumhur ulama’ yang didasarkan pada pinangan nikah yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad Saw. Tetapi Dawud berpendapat bahwa pinangan hukumnya wajib.

Dalil yang membolehkan pinangan sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : “Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik
atau harus menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu … “(QS. Al Baqarah /2:
235)

Pengertian mahram nikah :

Mahram berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi.

Dalam keharaman menikahi seorang Wanita ada kaitannya yang boleh terlihat sebagai aurat :

1. Hubungan Langsung

Hubungan langsung adalah bila hubungannya seperti akibat hubungan faktor famili atau
keluarga.

2. Hubungan Tidak langsung

Hubungan tidak langsung adalah karena faktor diri wanita tersebut. Misalnya, seorang
wanita yang sedang punya suami, hukumnya haram dinikahi orang lain. Juga seorang
wanita yang masih dalam masa iddah talak dari suaminya. Atau wanita kafir non
kitabiyah, yaitu wanita yang agamanya adalah agama penyembah berhala seperi majusi,
Hindu, Buhda,

Daftar mahram menurut (QS. An-Nisa : 23) baik kriteria orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus
orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :

(1) Ibu kandung

Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian tertentu dari auratnya di hadapan anak-anak
kandungnya.

(2) Anak-anakmu yang perempuan

Jadi wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan ayah kandungnya.

(3) Saudara-saudaramu yang perempuan,

Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan saudara laki-lakinya.

(4) Saudara-saudara bapakmu yang perempuan

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara laki-lakinya. Dalam
bahasa kita berarti keponakan.

(5) Saudara-saudara ibumu yang perempuan


Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara wanitanya. Dalam
bahasa kita juga berarti keponakan.

(6) Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah
saudara laki-laki ayah.

(7) Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah
saudara laki-laki ibu.

(8) Ibu-ibumu yang menyusui kamu

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan seorang laki-laki yang dahulu
pernah disusuinya, dalam hal ini disebut anak susuan.

(9) Saudara perempuan sepersusuan

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang dahulu pernah pernah
menyusu pada wanita yang sama, meski wanita itu bukan ibu kandung masing-masing. Dalam hal ini
disebut saudara sesusuan.

(10) Ibu-ibu isterimu

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami dari
anak wanitanya. Dalam bahasa kita, dia adalah menantu laki-laki.

(11) Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami ibunya
(ayah tiri) tetapi dengan syarat bahwa laki-laki itu sudah bercampur dengan ibunya.

(12) Isteri-isteri anak kandungmu

Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi ayah dari
suaminya. Dalam bahasa kita adalah mertua laki-laki.

Daftar mahram menurut (QS An-Nuur : 31)

(1) Suami

Bahkan seorang wanita bukan hanya boleh terlihat sebagian auratnya tetapi seluruh auratnya halal
bila terlihat.

(2) Ayah

Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan ayahnya telah dijelaskan pada
surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]

(3) Ayah suami

Dalam bahasa kita adalah mertua. Yaitu ayahnya suami seorang wanita.

(4) Putera atau anak


Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anaknya telah dijelaskan pada
surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]

(5) Putera-putera suami

Dalam bahasa kita maksudnya adalah anak tiri, dimana seorang wanita boleh terlihat sebagian
auratnya di hadapan laki-laki yang statusnya anak tiri. 6. Saudara-saudara laki-laki. Bahwa seorang
wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan saudara laki-lakinya telah dijelaskan pada surat
An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [3]

(6) putera-putera saudara lelaki

Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan putera saudara laki-lakinya
(keponankan) telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [4]

(7) Putera-putera saudara perempuan

Dalam bahasa kita maksudnya adalah keponakan dari kakak atau adik wanita.

(8) Wanita-wanita Islam

Jadi bila sesama wanita yang muslimah, seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya, Tetapi
tidak boleh terlihar seluruhnya. Karena satu-satunya yang boleh melihat seluruh aurat hanya satu
orang saja yaitu orang yang menjadi suami. Sedangkan sesama wanita tetap tidak boleh terlihat
seluruh aurat kecuali ada pertimbangan darurat seperti untuk penyembuhan secara medis yang
memang tidak ada jalan lain kecuali harus melihat. Adapun wanita yang statusnya bukan Islam
seperti Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu atau ateis, maka seorang wanita musimah
diharamkan terlihat auratnya meski hanya sebagian. Karena itu buat para wanita muslimah yang
tinggal bersama di sebuah asrama atau di rumah kost, pastikan bahwa wanita yang tinggal bersama
anda muslimah semuanya. Karena kalau ada yang bukan muslimah, anda tetap diwajibkan menutup
aurat seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan sebagaimana di depan laki-laki non mahram.
Begitu juga bila masuk ke kolam renang khusus wanita, pastikan bahwa semua pengunjungnya
adalah wanita dan agamanya harus Islam.

(9) Budak-budak yang mereka miliki

Di masa perbudakan, seorang wanita masih dibolehkan terlihat auratnya di hadapan budak yang
dimilikinya. Tapi di masa kini, sopir dan pembantu sama sekali tidak bisa dianggap sebagai budak,
karena mereka adalah orang merdeka.

(10) Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan

Yang dimaksud adalah pelayan atau pembantu yang sama sekali sudah mati nafsu birahi baik secara
alami atau karena dioperasi. Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ada perbedaan pendapat
dalam memahami maksud ayat in dalam beberapa makna :

(11) Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

- Mereka adala orang yang bodoh/pandir yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.

- Mereka adalah orang yang mengabdikan hidupnya pada suatu kaum (harim) yang tidak memiliki
hasrat terhadap wanita.

- Mereka adalah orang yang impoten total.


- Mereka adalah orang yang dipotong kemaluannya,

- Mereka adalah orang yang waria yang tidak punya hasrat kepada wanita.

- Mereka adalah orang yang tua renta yang telah hilang nafsunya

Pembagian mahram nikah :

Tentang siapa saja yang menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi tiga klasifikasi besar :

1. Mahram Karena Nasab

- Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.

- Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.

- Saudara kandung wanita.

- Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).

- Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).

- Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.

- Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.

2. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan

- Ibu dari istri (mertua wanita).

- Anak wanita dari istri (anak tiri).

- Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).

- Istri dari ayah (ibu tiri).

3. Mahram Karena Penyusuan

- Ibu yang menyusui.

- Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).

- Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).

- Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).

- Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.

- Saudara wanita dari ibu yang menyusui.

Sebab-sebab yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-
laki dapat dabagi menjadi dua yaitu haram dinikahi untuk selamanya dan haram dinikahi yang
bersifat sementara, sebagaimana pembahasan berikut di bawah ini.

1) Sebab haram dinikah untuk selamanya, dibagi menjadi empat macam yaitu haram sebab
nasab, sebab pertalian nikah, sebab sepersusuan dan wanita yang telah dili’an.
Adapun pembahasannya sebagai berikut :
 Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nashab. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu,
Nenek, Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-laki, Saudara perempuan,Bibi dari
jalur ayah, Bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki, Anak perempuannya
anak laki-laki.

“Diharamkan atas kalian (menikahi) ibu-ibu kalian, naka-anak perempuan kalian, saudara-saudara
perempuan kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian, (bibi jalur ayah), saudara-saudara
permpuan ibu kalian (bibi daru jalur ibu) anak-anak perempuannya saudara-saudara laki-laki kalian,
anak-anak perempuannya saudara perempuan kalian “ (Q.S. An Nisa /4: 23)

 Wanita-wanita yang haram dinikahi sebab pertalian nikah, mereka adalah sebagai berikut :
Isteri ayah dan Istri kakek. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa
yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk
jalan (yang ditempuh).”(QS. An Nisa/4 : 22)

Kemudian Ibu Istri (ibu mertua) dan nenek ibu istri, Anak perempuan istri (anak perempuan tiri).
Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu(QS.An Nisa/4: 22).

(3) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena sepersusuan. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu-
ibu yang diharamkan dinikahi karena sebab nashab, Anak-anak perempuan, Saudara-saudara
perempuan, bibi dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki dan Anak
perempuannya saudara perempuan.

(4) Wanita yang telah di li’an

Suami haram menikahi wanita yang telah dili’annya untuk selama-lamanya, karena Rasulullah SAW
bersabda :

Artinya : “ Suami Isteri yang telah melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi
selama-lamanya” (HR. Abu Dawud)

2) Sebab Haram dinikah sementara

Haram dinikahi sementara maksudnya adalah seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh
seorang laki-laki dalam waktu tertentu. Bila sebab itu tidak ada lagi perempuan tersebut boleh
dinikahi, sebab-sebab tersebut dibagi menjadi lima macam yaitu ; sebab pertalian nikah, thlaq
bain kubra, memadu dua orang bersaudara, beristri lebih dari empat orang dan berbeda agama.

(1) Sebab Pertalian Nikah

Perempuan yang masih ada dalam ikatan perkawinan, haram dinikah dengan laki-laki lain, termasuk
perempuan yang masih ada dalam massa idah baik iddah talak maupun iddah wafat : Allah SWT
berfirman :

Artinya : “Janganlah kamu bertekad untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuandalam
iddah wafat sebelum iddahnya habis”. (QS. Al Baqarah/4 : 235)
(2) Sebab Thalaq Bain Kubra (perceraian sudah tiga kali)

Thalaq bain kubra adalah thalaq tiga. Sorang laki-laki yang mencerai isteri dengan thalaq tiga, haram
baginya untuk menikah dengan mantan isterinya itu selama mantan isteri itu belum kawin dengan
laki-laki lain. Jelasnya ia boleh menikah lagi dengan mantan isterinnya dengan syarat mantan istri
itu : telah menikah dengan laki-laki lain (suami baru),dicampuri oleh suami baru , telah dicerai suami
baru, dan habis masa iddah.

Allah berfirman :

“Selanjutnya jika suami mencerainya (untuk ketiga kalinya), perempuan tidak boleh dinikahi lagi
olehnya sehingga ia menikah lagi dengan suami lain. Jika suami yang baru telah mencerainya, tidak
apa-apa mereka (mantan suami isteri) menikah lagi jika keduanya optimis melaksanakan hak masing-
masing sebagaimana ditetapkan oleh Allah SWT (Al- Baqarah/2 : 230)

(3) Sebab memadu dua orang perempuan bersaudara.

Seorang laki-laki yang mempunyai pertalian nikah dengan seorang perempuan (termasuk dalam
masa iddah talak raj’i) haram baginya menikah dengan :

a) Saudara perempuan isterinya, baik kandung seayah maupun seibu

b) Saudara perempuan ibu isterinya (bibi istri) baik kandung seayah ataupun kandung seibu dengan
ibu isterinya.

c) Saudara perempuan bapak isterinya (bibi isterinya) baik kandung seayah atupun seibu dengan
bapak isterinya.

d) Anak perempuan saudara permpuan isterinya (kemenakan isterinya) baik kandung seayah
maupun seibu

e) Anak perempuan saudara laki-laki isterinya baik kandung seayah maupun seibu

f) Semua perempuan yang bertalian susuan dengan isterinya Allah SWT berfirman:

“Diharamkan bagimu memadu dua orang permpuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau. (QS. An Nisa/4 : 23)

(4) Sebab beristri lebih dari empat orang.

Seorang laki-laki yang beristri lebih dari empat orang, haram lagi menikah dengan perempuan yang
kelima. Seorang laki-laki boleh memperistri perempuan maksimal empat. Hal ini sebagaimana
dinyatakan oleh Allah SWT. dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ : 3

(5) Sebab Perbedaan Agama

Mahram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam yaitu perempuan musyrik haram dinikahi
laki-laki muslim dan perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki non muslim, yaitu orang musyrik
atau penganut agama selain islam.

Macam-macam pernikahan terlarang :

Nikah terlarang maksudnya pernikahan yang tidak diperbolehkan dalam agama Islam, karena
sesuatu sebab yang lain atau perbuatan tersebut bukan merupakan ajaran Islam.Adapun macam-
macam pernikahan yang dilarang dalam agama Islam adalah :
1) Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan semata-mata untuk
melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah tersebut dilarang
karena dilakukan untuk waktu yang terbatas dan tujuannya tidak sesuai dengan tujuan perkawinan
yang disyari’atkan. Nikah mut’ah pernah diperbolehkan oleh Nabi Muhammaad SAW tetapi
kemudian dilarang untuk selamanya.

Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata“Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada
hari peperangan Authas selama tinga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.” ( H.R. Muslim )

2) Nikah Syighar (kawin tukar)

Nikah sighar ialah wali bagi seorang perempuan menikahkan yang ia walikan kepada laki-laki lain
tanpa mas kawin, dengan pernjanjian bahwa laki-laki itu akan memberikan imbalan, yaitu mau
mengawinkan wanita di bawah perwaliannya. Misalnya Amir menikahkan anaknya bernama
Fatimah dengan Imran tanpa mahar harta benda, dengan perjanjian Imran mau menikahkan wanita
dibawah perwaliannya kepada si Amir tanpa mahar. Yang dijadikan mahar adalah kemaluan masing-
masing dari kedua wali tersebut. Malik berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak disyahkan
selamanya, dan harus dibatalkan, baik sesudah atau sebelum terjadi pergaulan ( dukhul ).

Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW melarang syighar dalam akad pernikahan. Syighar
ialah mengawinkan seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunangan kedua
mempelai tidak disertai dengan mas kawin” (HR. Bukahri muslim)

3) Nikah Muhallil ( Nikah untuk menghalalkan )

Nikah muhallil ialah nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan
perempuan yang dinikahinya bagi bekas suaminya yang telah menthalaq tiga, untuk kawin lagi.
Nikah tersebut dilarang karena tujuannya tidak sesuai dengan tujuan pernikahan yang sebenarnya.
Perempuan yang telah dithalak tiga, tidak boleh kawin lagi dengan bekas suaminya yang telah
menthalak tiga itu, kecuali kalau perempuan tersebut sudah kawin dengan laki-laki lain, bukan
untuk tujuan menghalalkan dinikahi oleh bekas suaminya yang pertama, telah dicampuri, dicerai
oleh suami yang kedua dan baru boleh dinikah kembali.

Diantara dalil yang melarang nikah muhallil :

“Dari Ibnu Mas’ud RA. Berkata : telah mengutuki Rasulullah SAW. terhadap orang yang laki-laki yang
menghalalkan dan yang dihalalkan “ ( H.R. Tirmidzi dan Nasa’i )

4) Nikah beda Agama

Maksudnya adalah laki-laki muslim dilarang menikahi perempuan non muslim atau sebaliknya
wanita muslimah dilarang dinikahi laki-laki non muslim. Sebagaimana Firman Allah dalam al-
Qur’an:

Artinya : “Jangan nikah perempuan-perempuan musyrik (kafir) sehingga mereka beriman,


sesunguhnya hamba sahaya yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik, meskipun ia menarik
hatimu (karena kecantikannya) janganlah kamu nikahkan perempuan muslimah dengan laki-laki
musyrik sehingga ia beriman.” (QS. AL Baqarah/2 : 221) .
Ketentuan dan macam-macam wali :

a. Macam Tingkatan Wali

Wali nikah terbagi mnjadi dua macam yaitu wali nashab dan wali hakim.

1) Wali nashab adalah wali dari pihak kerabat, artinya wali yang mempunyai pertalian darah atau
keturunan dengan perempuan yang akan dinikahkannya. Wali nasab ditinjau dari dekat dan
jauhnya dengan mempelai wanita dibagi menjadi dua, yaitu

(1) wali akrab ( lebih dekat hubungannya dengan mempelai perempuan ) dan

(2) wali ab’ad ( wali yang lebih jauh hubungannya dengan mempelai perempuan ).

Di bawah ini susunan wali nasab sebagai berikut :

1) Ayah

2) Kakek dari pihak bapak

3) Saudara laki-laki kandung

4) Saudara laki-laki sebapak

5) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung

6) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak

7) Paman (saudara bapak) sekandung

8) Paman (saudara bapak) sebapak

9) Anak laki-laki dan paman kandung

10) Anak laki-laki dari paman laki-laki

11) Hakim

2) Wali hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam
keadaan tertentu dengan sebab tertentu pula. Dengan kata lain wali hakim ialah pejabat negara
yang beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaanya di Indonesia dilakukan oleh Kepala
Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi hakim (biasanya yang diangkat Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim.
Sebagaimana sabda Rasulullah :

Artinya : “Dari ‘Aisyah ra. ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah
dengan tidak seijin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah disetubuhi, maka bagi
perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan
jika terdapat pertengkaran antara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak
mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)

Adapun sebab-sebab berpindahnya wewenang wali nasab kepada wali hakim, adalah apabila wali
nasab:

1) Tidak ada wali nashab


2) Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada

3) Wali yang lebih dekat ghaib

4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram / ibadah haji

5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai

6) Wali yang lebih dekat adal menikahkan, yaitu tidak mau menikahkan

7) Wali yang lebih dekat tawari, yaitu sembunyi-sembunyi karena tidak mau menikahkan

8) Wali yang lebih dekat ta’azzuz, yaitu bertahan, tidak mau menikahkan

9) Wali yang lebih dekat mufqud, yaitu hilang tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui
tempatnya dan tidak diketahui pula hidup dan matinya.

b. Wali Mujbir

Di samping ada wali nasab dan wali hakim masih ada wali mujbir yaitu wali yang berhak
menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dari gadis untuk dinikahkan, dengan
tiada meminta ijin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Dalam hal ini hanya bapak
dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.

Kebolehan bapak dan kakek menikahkan anak perempauannya tanpa minta ijin terlebih dahulu
padanya adalah dengan syarat-syarat :

1) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut

2) Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya

3) Calon suami itu mampu membayar mas kawin

4) Calon suami tidak cacat.

c. Wali Adhal

Wali adhal ialah wali yang tidak mau menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang
menurut walinya itu tidak disetujui adanya pernikahan anaknya atau cucunya dengan calon suami
karena tidak sesuai dengan kehendak walinya, padahal wanita yang hendak menikah itu berakal
sehat dan calon suami juga dalam keadaan sekufu. Apabila terjadi hal seperti tersebut diatas, maka
perwalian itu pindah langsung pada wali hakim, sebab adhal itu zalim sedang yang dapat
menghilangkan kezaliman adalah hakim.

Artinya : “Kalau (wali-wali itu) enggan (menikahkan) maka hakim menjadi wali perempuan yang tidak
mempunyai wali”

(HR. Abu Daud, Turnmudzi dan Ibnu Hiban).

Apabila adhalnya sampai tiga kali, maka perwaliannya pindah pada wali ab’ad bukan wali hakim.
Kalau adhalnya itu karena sebab yang logis menurut hukum Islam, maka tidak disebut adhal seperti :
wanita itu nikah dengan pria yang tidak sekufu, maharnya di bawah mahar misil dan wanita itu
dipinang oleh laki-laki yang lebih pantas daripada pinangan pertama itu.

Pengertian dan hukum mahar

Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada isteri sebab pernikahan. Bisa
berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur’an.

Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan,
karena termasuk syarat nikah, tetapi menyebutkannya dalam akad nikah hukumnya sunat. Dan
makruh tidak menyebut mas kawin diwaktu akad nikah.

Mahar hukumnya wajib, sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : “Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian
hibah/tanda cinta (QS. An Nisa4: 4)

Macam-macam mahar ada dua, yaitu :

1) Mashar Musamma yaitu mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad nikah
berlangsung

2) Mahar Mitsil yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang pernah
diterima oleh keluarga terdekat dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis atau janda.
Untuk mengukur mahar mitsil seorang wanita, maka yang dilihat dahulu adalah mahar saudara
perempuan seibu sebapak, lalu saudara perempuan seayah, lalu anak perempuan saudara lelaki,
lalu bibi dari pihak ayahnya dan seterusnya. Mitsil artinya sama. Kalau mahar saudara perempuan
seayah seibu dulu waktu nikah, maharnya 50 gram emas, maka mahar mitsil perempuan yang
nikah juga sama 50 gram emas.

Pengertian walimah :

Walimah berasal dari kata walm yang artinya ikatan atau pertemuan. Walimah dalam bahasa
arab disebut walimatul ‘Urs atau pesta pernikahan adalah pesta yang diselenggarakan setelah
akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada para undangan, sebagai pernyataan rasa
syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT. Pesta pernikahan disebut walimah karena diadakan
sehubungan dengan terjadinya ikatan antara mempelai laki-laki dan perempuan.

Hukum walimah :

1) Hukum menyelenggarakan Walimah ‘Urs

Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah ‘urs hukumnya sunah muakad,
berdasarkan sabda Rasulullah :

“Rasulullah SAW. Bersabda kepada Abdurrahman bin auf : “ Adakanlah pesta walaupun hanya
memotong seekor kambing“ ( H.R. Mutafaqun ‘Alaihi )

Di samping walimah ‘urs terdapat berbagai macam walimah terkait dengan suatu peristiwa atau
kegiatan seperti

(1) walimah aqiqah yaitu walimah karena kelahiran anak,

(2) walimah wakirah yaitu walimah untuk mendirikan bangunan,


(3) walimah I’dzar yaitu walimah karena khitan,

(4) walimah naqi’ah yaitu walimah karena pulang dari bepergian dan sebagainya.

Menyelengarakan walimah adalah sangat penting, walaupun diadakan dengan sederhana.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan walimah yaitu niat syukur
kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan oleh-NYA, jangan berlebih-lebihan atau tidak
memaksakan diri serta harus disesuaikan dengan keadaan, jangan membeda-bedakan antara orang
kaya dan miskin.

2) Hukum menghadiri Walimah

Hukum menghadiri walimah adalah wajib, sebagaimana sabda Rasulullah :

“Rasulullah SAW bnersabda : Jika salah seorang d antaramu diundang untuk menghadiri suatu pesta,
hendaklah ia menghadirinya “ ( Mutafaqun ‘Alaihi ).

Oleh karena menghadiri walimatul ‘urs wajib, maka meninggalkannya adalah berdosa. Hal tersebut
berdasarkan Sabda Rasulullah SAW. :

“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda : “Barang siapa yang meninggalkan
undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya ( Mutafaqun ‘Alaihi )

Hikmah Walimah :

1) Menyiarkan pernikahan karena sunah hukumnya dan berusaha menghindari nikah sirri
( rahasia )

2) Mengungkapkan rasa gembira dalam menikmati kebaikan.

3) Agar pernikahan diketahui oleh orang banyak.

4) Memberikan rangsangan segera menikah kepada orang yang suka membujang.

Hikmah pernikahan :

Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :

1) Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.

2) Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang
syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.

3) Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan


bencrengkramah dengan pacarannya.

4) Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.

Allah SWT berfirman :


“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir. ”(Ar-ruum,21)

HUKUM PERCERAIAN (TALAQ)

Pengertian perceraian (talaq) :

Thalaq berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata thalaqa-yuthliqu-thalaqanyang semakna
dengan kata thaliq yang bermakna al irsal atau tarku, yang berarti melepaskan dan meninggalkan

Talaq adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami
dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.

Hukum perceraian (talaq) :

Menurut Imam Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa thalaq adalah terlarang, kecuali karena
alasan yang benar. Sedangkan, golongan Hambaliyah berpendapat bahwa thalaq hukumnya
beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah.. Thalaq dibolehkan apabila suami meragukan
kebersihan tingkah laku isterinya, atau sudah tidak lagi mencintai istrinya.

Rinciannya sbb:

1) Talak itu hukumnya wajib bila :

o Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi


o Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat
untuk perdamaian rumahtangga mereka
o Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

2) Talak itu hukumnya haram bila :

o Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas


o Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
o Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada
menuntut harta pusakanya
o Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut
berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

3) Talak itu hukumnya sunnah bila :

o Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya


o Isterinya tidak menjaga martabat dirinya

4) Talak itu hukumnya makruh bila :


Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
pengetahuan agama

5) Talak itu hukumnya mubah bila :

Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

Syarat talaq :

 Benar-benar suami yang sah. Yaitu keduanya berada dalam ikatan pernikahan yang sah.
 Telah Baligh. Tidak dibenarkan jika yang menthalaq adalah anak-anak.
 Berakal sehat yaitu tidak gila.
 Orang yang menjatuhkan thalaq harus dengan ikhtiar Tidak sah menjatuhkan thalaq tanpa
ikhtiar dan karena terlanjur dalam lisan
 Orang yang menjatuhkan thalaq harus orang yang pintar, mengerti makna dari bahasa
thalaq. Tidak sah orang yang tidak mengerti arti thalaq.
 Orang yang menjatuhkan thalaq tidak boleh dipaksa tidak sah menjatuhkan thalaq dengan
dipaksa.

Rukun talaq :

1) Suami, jika selain suami tidak boleh menthalaq

2) Isteri, orang yang dilindungi oleh suami dan akan dithalaq.

3) Lafazh yang ditujukan untuk menthalaq, baik itu diucapkan secara langsung maupun dilakukan
dengan sindiran dengan disertai niat.

Macam-macam talaq :

Dari segi cara suami menjatuhkan

talak dibagi menjadi 2, yaitu:

(1) Talak Sunni: talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dan istri dalam keadaan suci atau tidak
bermasalah secara hukum syara', seperti haidh, dan selainnya.

(2) Talak Bid'i: talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dan istrinya dalam keadaan haid, atau
bermasalah dalam pandangan syar'i.

2) Dilihat dari segi boleh tidaknya suami rujuk dengan istrinya, maka talak dibagi menjadi dua,
yaitu talak raj'i dan talak ba'in.

(1) Talak Raj'i: Talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya (talak 1 dan 2) yang belum habis masa
iddahnya. Dalam hal ini suami boleh rujuk pada istrinya kapan saja selama masa iddah istri belum
habis.

(2) Talak Ba'in: Talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddahnya. Dalam
hal ini, talak ba'in terbagi lagi pada 2 yaitu: talak ba'in sughra dan talak ba'in kubra.

Penjelasan :
1) Talak ba'in sughra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya (talak 1 dan 2) yang telah
habis masa iddahnya. suami boleh rujuk lagi dengan istrinya, tetapi dengan aqad dan mahar yang
baru.

2) Talak ba'in kubra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya bukan lagi talak 1 dan 2 tetapi
telah talak 3. dalam hal ini, suami juga masih boleh kembali dengan istrinya, tetapi dengan catatan,
setelah istrinya menikah dengan orang lain dan bercerai secara wajar. oleh karena itu nikah
seseorang dengan mantan istri orang lain dengan maksud agar mereka bisa menikah kembali
(muhallil) maka ia dilaknat oleh Rasulullah SAW. dalam salah satu haditsnya.

* Talak dua: pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan memungkinkan suami rujuk
dengan istri sebelum selesai masa iddah

* Talak tiga: pernyataan talak yang bersifat final. Suami dan istri tidak boleh rujuk lagi, kecuali sang
istri pernah dikawini oleh orang lain lalu diceraikan olehnya.

Pengertian Fasakh

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada
suami, dalam kondisi di mana:

1) Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;

2) Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita
(meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);

3) Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik
sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau

4) Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan
lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.

Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim
berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

Pengertian Khulu’

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan
sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229 :

229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri
untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Efek Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak ba'in shughra (talak
ba'in kecil).

1) Efek hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu’ adalah talak ba'in sughra, yaitu hilangnya
hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada
mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut.
Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan
laki-laki yang lain.

Pengertian iddah

Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai oleh
istri.

2) Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan dengan
siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai.

3) Bagi istri yang ditalak raj'i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk)
selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru.

4) Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah
yang baru.

Macam-macam iddah

1) Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari,
baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).

2) Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq
65:4).

3) Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa
iddahnya tiga kali haid yang sempurna(QS Al-Baqarah 2:228).

4) Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah
lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan (At-
Thalaq 65:4).

5) Wanita yang pernikahannya fasakh/dibatalkan dengan cara khulu’ atau selainnya, maka cukup
baginya menahan diri selama satu kali haid.

6) Wanita yang dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.

Hikmah perceraian, talaq, khuluk dan fasakh :

1) Sarana untuk memilih pasangan hidup lebih baik & harmonis

2) Bentuk pengakuan islam akan realitas kehidupan & kondisi kejiwaan yang mungkin berubah
dan berganti

3) Salah satu obat sakit mental

4) Menghindari suami yang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik


5) Memberi kebebasan untuk memilih sejauh yang dibolehkan oleh agama

6) Menghindarkan diri dari kejahatan yang mungkin dilakukan oleh suami/istri.

Kewajiban suami pada masa iddah :

Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada
bekas istri (pasal 41 UU No. 1 1974). Ketentuan ini dimaksud agar bekas istri yang telah diceraikan
suaminya jangan sampai menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Dengan demikian apabila terjadi perceraian, suami mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu yang
harus dipenuhi kepada bekas istrinya, kewajiban-kewajiban tersebut ialah:

1. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali
bekas istri tersebut qobla al dhukhul;

2. Memberikan nafkah kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak
ba’in atau nasyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

3. Melunasi mahar yang masih terutang dan apababila perkawinan itu qabla al dhukul mahar
dibayar setengahnya;

4. Memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Bagi pegawai negeri sipil penentuan kewajiban untuk memberikan biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri, diatur tersendiri dalam PP No. 10 tahun 1983 yang telah diubah dengan PP No. 45
Tahun 1990 dimana pasal 8 ayat 1 menyebutkan “Apabila perceraian terjadi diatas kehendak
pegawai negeri sipil saja, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk kehidupan bekas istri
dan anak-anaknya”

Untuk hak dan kewajiban seorang istri yang berada dalam masa iddah, khususnyatalak raj’i
diantarannya ialah:

1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain, baik secara terang-terangan maupun dengan cara
sindiran. Namun bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dikecualikan bahwa ia boleh dipinang
dengan sindiran.

2. Dilarang keluar rumah menurut jumhur ulama fikih selain mazhab Syafi’i apabila tidak ada
keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Alasan yang
digunakan ialah surah ath-Talaq ayat 1 yang artinya “janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan pekerjaan yang
keji dan terang. Larangan ini juga dikuatkan dengan beberapa hadis Rasululullah SAW.

3. Berhak untuk tetap tinggal dirumah suaminya selama menjalani masa iddah.

4. Wanita yang derada dalam iddah talak raj’i terlebih lagi yang sedang hamil, berhak mendapatkan
nafkah lahir dari suaminya. Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya tenru tidak lagi mendapatkan
apa-apa kecuali harta waris, namun berhak untuk tetap tinggal di rumah suaminya sampai
berakhirnya masa iddah.
5. Wanita tersebut wajib berihdad(iddah wanita yang ditinggal mati suaminya) yaitu tidak
mempergunakan alat-alat kosmetik untuk mempercantik diri selama empt bulan sepuluh hari.

6. Wanita yang berada dalam iddah talak raj’i ia berhak mendapatkan harta waris dari suaminya
yang wafat, sedangkan wanita yang telah ditalak tiga tidak berhak mendapatkanya.

Sedangkan menurut Muhammad Baqir Al-habsyi ada empat hak perempuan yang berada dalam
masa iddah:

1. Perempuan dalam masa iddah akibat talak raj’i berhak menerima tempat tinggal dan nafkah
mengingat bahwa statusnya masih sebagai istri yang sah dan karenanya tetap telah memiliki hak-hak
sebagai istri. Kecuali ia dianggap nusyuz(melakukan hal-hal yang dianggap “durhaka”, yakni
melanggar kewajiban taat kepada suaminya) maka ia tidak berhak apa-apa.

2. Perempuan dalam masa iddah akibat talak ba’in (yakni yang tidak mungkin rujuk) apabila ia dalam
keadaan mengandung, berhak juga atas tempat tinggal dan nafkah seperti di atas.

Pengertian ruju’ :

1) Rujuk adalah bersatunya kembali seorang suami kepada istri yang telah dicerai sebelum habis
masa menunggunya (iddah).

2) Rujuk hanya boleh dilakukan di dalam masa ketika suami boleh rujuk kembali kepada isterinya
(talaq raj’i), yakni di antara talak satu atau dua.

3) Jika seorang suami rujuk dengan istrinya, tidak diperlukan adanya akad nikah yang baru karena
akad yang lama belum seutuhnya terputus.

Hukum ruju’ :

Pada dasarnya hukum rujuk adalah boleh atau jaiz, kemudian hukum rujuk dapat berkembang
menjadi berbeda tergantung dari kondisi suami istri yang sedang dalam perceraian. Dan
perubahan hukum rujuk dapat menjadi sebagai berikut :

1) Wajib, yaitu khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu dan apabila pernyataan cerai
(talak) itu dijatuhkan sebelum gilirannya disempurnakan. Maksudnya adalah, seorang suami harus
menyelesaikan hak-hak istri-istrinya sebelum ia menceraikannya. Apabila belum terlaksana, maka
ia wajib merujuk kembali isrinya.

2) Sunnah, yaitu apabila rujuk itu lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.

3) Makruh, yaitu apabila dimungkinkan dengan meneruskan perceraian lebih bermanfaat


dibanding mereka rujuk kembali.

4) Haram, yaitu apabila dengan adanya rujuk si istri semakin menderita.

Syarat ruju :

Ada beberapa syarat yang menjadikan rujuk sah:


1) Istri yang ditalak telah disetubuhi sebelumnya. Jika suami menceraikan (talak)) istrinya yang
belum pernah disetubuhi, maka suami tersebut tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah
persetujuan (ijma) para ulama‟.

2) Talak yang dijatuhkan bukan merupakan talak tiga (talak raj‟i).

3) Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, maka istri menjadi talak bain atau tidak
dapat merujuk lagi istrinya.

4) Rujuk dilakukan pada masa menunggu atau masa iddah dari sebuah pernikahan yang sah. Jika
masa menunggu (iddah) istri telah habis, maka suami tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah
kesepakatan (ijma) para ulama fiqih.

Rukun ruju :

1) Istri, keadaannya disyaratkan sebagai berikut : istri telah dicampuri atau disetubuhi (ba’da
dukhul), dan seorang istri yang akan dirujuknya, ditalak dengan talak raj’i, yakni talak dimana
seorang suami dapat meminta istrinya kembali dan syarat selanjutnya adalah istri tersebut masih
dalam masa menunggu (iddah).

2) Suami, disyaratkan karena kemauannya sendiri bukan karena dipaksa, Islam dan sehat akal.

3) Adanya saksi.

4) Adanya sighat atau lafadz atau ucapan rujuk yang dapat dimengerti dan tidak ambigu. yaitu
ada dua cara :

(1) Secara terang-terangan, misalnya : “Saya rujuk kepadamu”.

(2) Secara sindiran, seperti kata suami : “Aku ingin tidur lagi denganmu”. Perkataan ini disyaratkan
dengan kalimat tunai, dalam arti, tidak digantungkan dengan sesuatu, misalnya saya rujuk kepadamu
jika bapakmu mu Rujuk dengan kalimat seperti di atas hukumnya tidak sah

Hikmah ruju :

1) Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah
tangga

2) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.

3) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.

Pembagian Harta Waris

Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan dari orang yang
telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-
kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam diatur dalam Al-Qur an, yaitu pada An Nisa
yang menyebutkan bahwa Pembagian harta waris dalam islam telah ditetukan ada 6 tipe
persentase pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/6).
Selain itu, merujuk pada beberapa ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang lebih spesifik terkait
dengan pembagian waris antara lain adalah:

1. Asal Masalah
Asal Masalah adalah: ‫أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.”
(Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II,
halaman 339). Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar”
atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah:
‫أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing
ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339)
Ketentuan Asal Masalah bisa disamakan dengan masing-masing bagian pasti ahli
waris yang ada.
2. Adadur Ru’û s (‫)عدد الرؤوس‬
Secara bahasa ‘Adadur Ru’û s berarti bilangan kepala.
Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila
ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil
furû dl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang
kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah
kepala/orang yang menerima warisan.
3. Siham (‫)سهام‬
Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan
bagian pasti seorang ahli waris dzawil furû dl.
4. Majmu’ Siham ( ‫)مجموع السهام‬
Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham dalam menghitung pembagian
warisan:

 Penentuan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan


 Penentuan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-
laki sisa (ashabah) dan seterusnya.
 Penentuan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24
 Penentuan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan
seterusnya

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam hukum kewarisan dijelaskan sebagai hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan
siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan
beragama Islam, meninggalkan ahli awaris dan harta peninggalan.Ahli waris adalah
orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum unutk
menjadi ahli waris.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta
benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya.Harta warisan adalah harta
bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan
pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran
hutang dan pemberian untuk kerabat.

Namun demikian, selain memperoleh hak waris, ahli waris juga memiliki kewajiban menurut
ketentuan pasal 175 KHI yakni untuk mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman
jenazah selesai. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk
kewajiban pewaris maupun menagih piutang.Menyelesaiakan wasiat pewaris. Membagi harta
warisan diantara ahli waris yang berhak.

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan
kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan
(pasal 188 KHI) dengan ketentuan sebagaiman berikut ini :
• Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada
atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya
kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum (Pasal 191 KHI).
• Bagi pewaris yang beristeri dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian
dagi gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya sedangkan keseluruhan bagian pewaris
adalah menjadi hak milik para ahli warisnya (Pasal 190 KHI).
• Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris
meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian (Pasal 179 KHI).
• Janda mendapat seperempat bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan apabila
pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperempat bagian (Pasal 180 KHI).

Masalah waris mewaris dikalangan ummat Islam di Indonesia, secara jelas diatur dalam pasal
49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan.

Sedangkan menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada keluarga wanita
(anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek pihak perempuan,
saudara perempuan sebapak seibu, sebapak atau seibu saja). Para ahli waris berjumlah
25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 dari pihak perempuan.
Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:

 Anak laki-laki (al ibn).


 Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul ibn) .
 Bapak (al ab).
 Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad).
 Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
 Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
 Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
 Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
 Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
 Paman seibu sebapak.
 Paman sebapak (al ammu liab).
 Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
 Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab).
 Suami (az zauj).
 Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang memerdekakan
seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli waris.
Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah:
 Anak perempuan (al bint).
 Cucu perempuan (bintul ibn).
 Ibu (al um).
 Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
 Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
 Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
 Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab).
 Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium).
 Isteri (az zaujah).
 Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).

Sedangkan bagian masing-masing ahli waris adalah isteri mendapat ¼ bagian apabila
sipewaris mati tidak meninggalkan anak atau cucu, dan mendapat bagian 1/8 apabila si
pewaris mempunyai anak atau cucu, dan isteri berhak mendapatkan juga bagian
warisnya.

Anda mungkin juga menyukai