Anda di halaman 1dari 32

ATOPIC DERMATITIS:

NATURAL HISTORY, DIAGNOSIS, AND TREATMENT


(REVIEW ARTICLE)
Agustina Cynthia Cesari S
406172064
Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
Definisi
◦ Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit inflamasi yang sering terjadi, sifatnya kronis,
dan dapat relaps
◦ Atopik: kecenderungan genetik untuk memproduksi antibodi IgE sebagai respon
terhadap protein lingkungan seperti pollen, debu, mites, dan alergen makanan
◦ Dermatitis: “derma” (skin) dan “itis” (inflamasi)
Epidemiologi
◦ Dermatitis atopik mengenai 1/5 dari seluruh individu selama kehidupannya dan
prevalensinya bervariasi dari seluruh dunia
◦ Prevalensi dermatitis atopik pernah meningkat secara signifikan dari tahun 1950-2000
sehingga disebut sebagai “allergic epidemic”
Epidemiologi (riwayat penyakit)
◦ Sekitar 50% dari seluruh orang yang terkena dermatitis atopik mengalami gejala
pertama kali pada 1 tahun pertama kehidupan dan sekitar 95% mengalami onset
pada usia dibawah 5 tahun
◦ Sekitar 75% yang memiliki atopik dermatitis dengan onset penyakit saat anak-anak
memiliki remisi spontan sebeum memasuki masa remaja, sedangkan 25% sisanya masih
memiliki gejala hingga dewasa atau mengalami relaps setelah beberapa tahun tanpa
gejala
◦ Sekitar 50-75% dari seluruh anak-anak yang memiliki onset awal telah tersensitisasi
dengan 1 atau lebih alergen (alergen makanan, debu, tungau, atau binatang
peliharaan)
◦ Anak-anak yang memiliki atopik dermatitis yang cukup parah juga memiliki resiko
untuk mengalami asma (50%) dan hay fever (75%)
Epidemiologi (faktor resiko)
◦ Resiko mengalami dermatitis atopik meningkat apabila terdapat riwayat dermatitis
atopik pada keluarga
◦ Dermatitis atopik merupakan penyakit genetik kompleks yang timbul dari beberapa
interaksi dari gen-gen dan gen-lingkungan
Epidemiologi (genetik)
◦ Beberapa gen berhubungan dengan dermatitis atopik, seperti gen yang mengkode
protein stuktural epidermis dan sistem imun
◦ Penemuan terbaru menunjukkan bahwa ada hubungan kuat antara dermatitis atopik
dan mutasi dari filaggrin gene pada kromosom 1. mutasi ini berhubungan dengan
gangguan fungsional para protein filaggrin dan merusak barier kulit
◦ Kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan ini yang dapat berpengaruh dalam
timbulnya dermatitis atopik
Epidemiolgi (lingkungan)
◦ Peningkatan cepat pevalensi terjadinya eksim berhubungan dengan hygiene
hypothesis. Hipotesis ini menunjukkan bahwa kurangnya paparan terhadap infeksi
seperti hepatitis A dan tuberkulosis dapat meningkatkan kecenderungan untuk
terkena penyakit atopik
◦ Munculnya penyakit ini juga berhubungan positif dengan durasi dari pemberian ASI
Patofisiologi
◦ 2 hipotesis utama yang sudah diakui untuk menjelaskan lesi inflamasi pada dermatitis
atopik:
 Ketidakseimbangan dari sistem imun adaptif
 Gangguan dari barier kulit
Patofisiologi (hipotesis imunologis)
◦ Dermatitis atopik merupakan hasil dari ketidakseimbangan dari sel T (T helper dan T
regulator)
◦ Pada saat terjadinya alergi (dermatitis atopik) terutama pada saat akut terjadi
dominasi dari sel T CD4+ naif yang berdiferensiasi dari Th2. Hal ini menyebabkan
adanya peningkatan produksi dari interleukin (IL -4, IL-5, dan IL- 13) yang meningkatkan
level IgE serta diferensiasi dari Th1 di inhibisi
Patofisiologi (hipotesis barier kulit)
◦ Fillagrin gene  mengkode protein struktural di stratum korneum dan stratum
granulosum yang membantu mengikat keratinosit  mempertahankan barier kulit
yang tetap intak dan stratum korneum
◦ Adanya defek gen  produksi filagrin menurun  disfungsi barier kulit, kehilangan
cairan transepidermal  eksim
◦ Gangguan dari barier kulit  kulit kering  meningkatkan penetrasi dari alergen pada
kulit  sensitisasi alergen, asma, dan hay fever
Histopatologi
◦ Biopsi kulit yang diambil pada lokasi dengan dermatitis atopik akut dikarakteristikkan
dengan edema interselular, infiltrat perivaskular terutama oleh limfosit, dan rentesi dari
nukleus dari keratinosit yang naik mencapai stratum korneum yang disebut
parakeratosis
◦ Eksim kronik didominasi dengan penebalan stratum korneum (hiperkeratosis),
penebalan stratum spinosum (akantosis), tetapi jarang ada infiltrat limfosit
Diagnosis dan presentasi klinis
◦ Bentuk akut: kulit kemerahan, edem, vesikel, oozing, krusta
◦ Bentuk kronis: likenifikasi, ekskoriasi, papul, nodul
◦ Pasien tipikal dengan dermatitis atopik adalah pasien dengan:
 Onset awal dengan eksim yang gatal dengan lokasi tipikal seperti lipatan siku dan lutut pada
pasien atopik atau pada pasien dengan predisposisi keluarga untuk terjadi penyakit atopik
Manifestasi klinis
◦ Pasien dengan dermatitis atopik cenderung untuk:
 Memiliki kulit yang kering karena rendahnya kandungan air dan kehilangan cairan yang
berlebih melalui epidermis
 Kulit juga lebih pucat karena vasokontriksi dari kapiler di dermis dan menurunnya kemampuan
untuk berkeringat
 White dermographism / skin-writting  gatal pada lokasi yang terkena
 Hiperlinear pada telapak tangan dan kaki
 Rambut menjadi kering dan rapuh
 Lipatan kulit dibawah kelopak mata bawah (Dennie – Morgan fold)
 Gelap pada sekitar mata karena hiperpigmentasi postinflamasi
Manifestasi klinis
Dermatitis atopik pada bayi
◦ Lokasi: wajah, kulit kepala, bagian ekstensor dari lengan dan kaki, dapat pula tersebar luas
◦ Lesi: eritema, papul, vesikel, ekskoriasi, oozing, krusta

Dermatitis atopik pada anak-anak


◦ Lokasi: bagian fleksor dari siku dan lutut, pergelangan tangan dan kaki ataupun dapat
timbul di lokasi manapun
◦ Lesi: kering, likenifikasi, ekskoriasi, papul dan nodus

Dermatitis atopik pada remaja dan dewasa


◦ Lokasi: wajah, leher, tangan
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th ed
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th ed
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th ed
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th ed
Manifestasi khusus
◦ Pityriasis alba: bercak-bercak pucat, kering pada wajah dan lengan atas
◦ Keratosis pilaris: papul keratotik kecil dan kasar yang berlokasi pada lengan atas dan
paha
◦ Atopic winter feet/dermatitis plantaris sicca: terutama pada anak-anak usia sekolah
yang ditandai dengan eksim simetris pada telapak kaki
◦ Earlobe eczema
◦ Eczema of the nipple
◦ Cheilitis
◦ Keratoconus dan katarak
Tatalaksana
◦ Tujuan dari terapi dermatitis
atopik:
 Menurunkan jumlah eksaserbasi
dari penyakit (prevention) 
penggunaan pelembab atau
emolients disertai dengan
menghindari bahan iritan
 Menurunkan durasi dan derajat
kekambuhan jika terjadi
kekambuhan (treatment) 
dengan kortikosteroid topikal,
obat imunosupresan atau
fototerapi
Emollient: mempertahankan barier kulit
tetap intak
◦ Penggunaan emollient menunjukkan penurunan kebutuhan akan kortikosteroid topikal
◦ Alasan utama penggunaan emollient secara intensif adalah kemampuannya untuk
meningkatkan hidrasi dari epidermis, terutama dengan mengurangi evaporasi yaitu
dengan bekerja sebagai lapisan oklusif di atas kulit
◦ Pelembab lain memiliki kemampuan lebih kompleks yaitu dengan mengembalikan
komponen struktural (lipid) dari lapisan kulit teruar  mengurangi fisura, ada juga yang
bekerja menarik molekul air di udara untuk melembabkan kulit
◦ Direkomendasikan untuk menggunakan krim tebal (dengan konten lemak) untuk kulit
yang sangat kering, sedangkan krim dan lotion dengan konten air yang tinggi
digunakan untuk eksim ringan
◦ Direkomendasikan juga untuk menggunakan emollient tanpa parfum atau alergen
lainnya yang dapat mencetuskan sensitisasi sekunder
Kortikosteroid
topikal
◦ Kortikosteroid topikal
merupakan obat yang
digunakan untuk dermatitis
atopik sedang-berat pada
anak-anak dan dewasa
◦ Kortikosteroid diklasifikasikan
menjadi beberapa kelas:
ringan, sedang, kuat, sangat
kuat
Kortikosteroid topikal
◦ Kortikosteroid ringan dan sedang
digunakan pada anak-anak, sedangkan
para orang dewasa dapat
menggunakan preparat yang lebih kuat
◦ Kortikosteroid ringan dan sedang dapat
digunakan pada eksim pada lokasi
tubuh dimana terdapat kulit yang tipis
(wajah, aksila, selangkangan,
anogenital)
◦ Untuk preparat topikal menggunakan
“rule of the fingertip unit (FTU)” : jumlah
dari krim atau salep yang dikeluarkan
dari tube standar ke ujung jari orang
dewasa
◦ 1 FTU kurang lebih berjumlah 0,5 g cream
Kortikosteroid topikal (efek samping)
◦ Kortkosteroid topikal dapat menyebabkan penipisan kulit, telangiektasi, dan stretch
mark, tetapi jika digunakan dengan benar, resiko untuk terjadinya efek samping akan
menjadi kecil
Calcineurin inhibitor
◦ Calcineurin inhibitor topikal: pimecrolimus krim dan salep tacrolimus merupakan obat
terbaru yang digunakan untuk pengobatan eksaserbasi akut dan sebagai terapi
maintenance untuk dermatitis atopik
◦ Pimecrolimus memiliki potensi krim kortikosteroid ringan sedangkan tacrolimus memiliki
potensi kortikosteroid topikal sedang-kuat
◦ Efek samping dari kortikosteroid seperti penipisan kulit tidak ditemukan pada
penggunaan calcineurin inhibitor topikal sehingga dapat digunakan sebagai
pengobatan sehari-hari untuk periode yang lebih lama
Fototerapi
◦ Sinar UV memiliki efek menguntungkan untuk eksim yang tersebar luas
◦ Atopik dermatitis yang sulit untuk disembuhkan biasanya akan sembuh dalam 1-2
bulan dengan fototerapi 3-5 kali/minggu yang juga sebaiknya disertai dengan
penggunaan kortikosteroid topikal
◦ Meskipun begitu, fototerapi juga menyebabkan penuaan dini dari kulit dan
meningkatkan resiko kanker kulit sehingga harus diperhatikan dalam penggunaannya
Imunosupresan sistemik
◦ Korikosteroid oral yang diminum dalam jangka waktu pendek direkomendasikan untuk
eksaserbasi akut dari dermatitis atopik berat dan tersebar luas dan sebaiknya diberikan
dengan kombinasi kortikosteroid topikal
◦ Jika terdapat infeksi staphylococcus, antibiotik oral sebaiknya diberikan
◦ Karena efek sampingnya, pengobatan lanjutan dengan kortikosteroid oral dalam
jangka waktu lama tidak direkomendasikan, tetapi harus dilakukan tapering
bersamaan dengan pemberian obat imunosupresan seperti azathioprine,
methotrexate atau siklosporin A untuk dermatitis atopik yang sangat berat, kronik dan
relaps
Obat lain
◦ Antihistamin oral direkomendasikan untuk gejala gatal tetapi tidak memiliki efek
terhadap eksim
◦ Antihistamin nonsedatif direkomendasikan, tetapi ketika gatal terjadi saat malam hari
sehingga mengganggu tidur pasien, antihistamin sedatif direkomendasikan
Fitzpatrick dermatology in general
medicine 7th ed
Diagnosis banding
◦ Skabies
◦ Dermatitis seboroik
◦ Dermatitis kontak
Komplikasi
◦ Superinfeksi oleh bakteri, virus dan jamur
◦ Kuit pada pasien dengan dermatitis atopik kadang terdapat kolonisasi dari
Staphylococcus aureus terutama ketika eksim tidak terkontrol dan dapat menjadi
invasif  impetigo
◦ Membersihkan kulit dengan antiseptik (seperti chlorhexidine) menurunkan jumlah
bakteri pada kulit serta dapat menimbulkan sensitisasi sekunder
◦ Karena defisiensi produksi peptida antimikrobial di kulit, pasien dengan dermatitis
atopik juga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya infeksi virus (molluscum contagiosum)
◦ Superinfeksi dari herpes virus  eczema herpeticum (erupsi vesikular yang berlokasi
pada wajah, kulit kepala, dan dada bagian atas)

Anda mungkin juga menyukai