Anda di halaman 1dari 51

ELLY IRMA SUNARYO

DIII-IIA
PO.713251171014

REGULASI OBAT HERBAL


Tujuan nasional Bangsa Indonesia
sebagaimana yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut
diselenggarakan program pembangunan
nasional secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Pembangunan kesehatan
adalah bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Pembangunan
kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh
potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat
swasta maupun pemerintah.
Untuk menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tangguh.
Di Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional telah
ditetapkan pada tahun 1982. SKN tersebut telah
berperan besar sebagai acuan dalam
penyusunan Garis garis Besar Haluan Negara
(GBHN) bidang kesehatan, penyusunan Undang
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan dan telah direvisi menjadi UU 39
Tahun 2009. SKN ini menjadi pedoman dan
acuan arah pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Untuk mendukung keberhasilan
pembaharuan kebijakan pembangunan
kesehatan yang telah dilakukan tersebut, perlu
dilakukan revisi SKN yang baru yang mampu
menjawab dan merespon berbagai tantangan
pembangunan kesehatan , baik untuk masa kini
maupun untuk masa akan datang. Hasil yang
diharapkan adalah meningkatnya mutu sumber
daya manusia (human development index)
sehingga daya saing Bangsa Indonesia dalam
menghadapi era globalisasi kesehatan.
Sebagai landasan, arah dan pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan
bagi seluruh penyelenggara kesehatan baik di
pusat, daerah, masyarakat maupun dunia
usaha serta pihak terkait lainnya maka
pemerintah telah menetapkan suatu Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) melalui keputusan
Menteri Kesehatan R.I No.
131/Menkes/SK/II/2004.
Di dalam salah satu subsistem SKN
disebutkan bahwa pengembangan dan
peningkatan obat tradisional ditujukan agar
diperoleh obat tradisionalyang bermutu
tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang
teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara
luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh
masyarakat maupun digunakan dalam
pelayanan kesehatan formal.
Dalam Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Obat tradisional Indonesia telah diterima secara luas
oleh masyarakat Indonesia mulai dari pedesaan sampai ke
perkotaan. Bahkan untuk beberapa negara berkembang,
obat tradisional telah dimanfaatkan dalam pelayanan
kesehatan terutama dalam pelayanan kesehatan strata
pertama.
 Negara Indonesia memiliki 17.000 pulau besar dan kecil
dengan penduduk lebih 230 juta, 400 suku bangsa (etnis
dan sub-etnis) dengan keanekaragaman agama,
kepercayaan dan adat istiadat dan dengan jumlah bahasa
daerah lebih dari 600 tentu memiliki beragam nama dan
jenis pengobatan tradisional.
 Suku Bugis-Makassar sudah lama mengenal pengobatan
tradisional, hal ini bisa dibuktikan dalam naskah daun
lontar bernama Lontaraq pabbura. Mereka menggunakan
tanaman kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco ) untuk
meningkatkan stamina pria dan daun segar paliasa
(Kleinhovia hospita Linn) dipergunakan untuk hepatitis dan
tealh tersedia di pasaran dengan kemasan 400 mg kapsul
berisi ekstrak 40 mg ekstrak paliasa.
Bukti bahwa penggunaan obat tradisional
indonesia telah dilakukan berabad-abad yang
lalu di Indonesia antara lain dapat dilihat pada
relief Candi Prambanan dan Candi Borobudur di
Jawa Tengah. Bukti sejarah jamu yang autentik
bisa dilihat dalam buku Serat Kawruh dan Serat
Chentini yang ada di perpustakaan Kraton
Surakarta. Serat Centhini memiliki 12 jilid dan
berisi 725 tembang (cantos) disusun oleh putra
Kanjeng Susuhunan Pakubuwono IV, Raja
Surakarta (1778-1820). Manuskrip serat Centhini
diperkirakan disusun pada tahun 1814, berisi
masalah kesehatan saat itu.
 Di samping berisi resep atau formula kesehatan juga
mengungkap isi cerita rakyat pada saat itu serta ilustrasi
penggunaan jamu sehari-hari.
 Buku Serat Kawruh memberikan informasi tentang jamu
dan memuat 1.734 ramuan bahan alam dan cara
penggunaannya serta dilengkapi dengan jampi-jampi.
Jampi-jampi ini di samping berfungsi mengatasi masalah
kesehatan khusus juga untuk melindungi pemilik dari
serangan black magic.
Masyarakat Jawa dan Madura, obat tradisional lebih
dikenal dengan nama sebutan jamu, baik dalam bentuk
rajangan maupun bentuk serbuk yang siap diseduh dan
diminum. Mereka sudah sejak lama minum seduhan
temulawak (Curcuma xanthorrhiza) untuk memelihara
kesehatan tubuh mereka.
 Masyarakat Sunda di Kampung Naga, Tasikmalaya,
Jawa Barat dari dulu sudah menggunakan sekitar 113
jenis tumbuhan obat untuk pengobatan dan
pemeliharaan tubuh, mayarakat Subang, Jawa Barat
menggunakan sekitar 75 jenis tumbuhan lokal untuk
pengobatan tradisional.
 Masyarakat melayu tradisional di luar pulau jawa
seperti propinsi Riau dan Jambi memiliki sekitar 45
ramuan tradisional dengan 195 spesies tumbuhan
obat; Masyarakat suku Talang Mamak tradisional
dengan 58 ramuan dengan 115 spesies;
 Masyarakat suku Anak Dalam dengan 72 jenis
ramuan dari 116 spesies; Masyarakat Maluku
Tenggara menggunakan buah dan ranting pala
untuk rheumatik, myalgia dan peningkatan
libido; Maluku Selatan memiliki 216 jenis
tanaman obat;
 Masyarakat Papua memanfaatkan rumput
Keybar untuk kesuburan wanita, akwai (Dymis
anthon) untuk peningkatan aktivitas seksual dan
watu (Piper methysticom) untuk penenang
Masyarakat pulau Lombok sudah mengenal 19
jenis tumbuhan sebagai obat kontrasepsi;
Masyarakat Sumbawa mengenal 7 jenis
tanaman tradisional untuk minyak urut (akar
salban, akar sawak, akar kesumang, batang
malang, kayu sengketan, kayu sekeal, kayu
tulang); Masyarakat propinsi Bengkulu sudah
mengenal 71 jenis tanaman lokal untuk obat,
dan salah satunya untuk anti malaria yang
berisi 10 macam campuran; (Tilaar,M,2010)
Kalimantan yang merupakan daerah hujan tropis
menyimpan sekurang-kurangnya 4000 spesies
tumbuhan tanaman obat baru. Masyarakat
Kalimantan akrab dengan obat tradisional pasak
bumi (peg of the earth) atau Eurycoma longifolia
yang dipergunakan untuk meningkatkan
aktivitas seksual pria. Tabat barito (Ficus
deltoide) dipergunakan untuk libido wanita dan
dikenal dengan nama Love Herb Tablet.
Tumbuhan lainnya adalah seduhan kulit akar
bidara laut (Strychnos ignati) yang akarnya
sangat pahit untuk meningkatkan stamina.
Pulau Seram (Maluku tengah) yang masih
perawan juga kaya dengan sumber tanaman
obat, diketahui ada sekitar 30 jenis tanaman
digunakan untuk mengatasi penyakit seperti
batuk, diare, demam dan sakit kepala,
bengkak, gatal-gatal.
Penggunaan tanaman tradisional ini tidak hanya
pada manusia tapi juga pada ternak. Sebagai contoh
masyarakat Jawa Barat telah menggunakan sekitar
47 jenis tanaman utuk menjaga kesehatan ternak
terutama kambing dan domba, misalnya bayam,
jambe, temulawak, dadap, kelor, lempuyang, katuk;
Masyarakat Alor, Nusatenggara Timur mempunyai
45 jenis ramuan ternak, misalnya kulit kayu nangka
dengan campuran air laut untuk mencegah diare
kambing; Masyarakat Jawa Timur dan Madura
memiliki 57 macam jamu tradisional ternak,
misalnya jenis temu-temuan (curcuma)
Penggunaan tanaman obat tradisional sebagai
kosmetik juga sudah dikenal luas di wilayah Indonesia;
Masyarakat Jawa menggunakan bunga-bunga seperti
melati, mawar, cendana, kenanga, kemuning untuk
wewangian; MasyarakatYogya mengenalkan lulur untuk
menghaluskan kulit dengan menggunakan 9 jenis
tumbuhan, sebagai contoh adalah kemuning; tanaman
pacar untuk pemerah kuku; Kombinasi daun mangkokan,
pandan, melati dan minyak kelapa untuk pelemas rambut;
Masyarakat Jawa juga mengenalkan ratus yang diramu dari
19 jenis tanaman untuk dipergunakan sebagai pewangi
pakaian, pewangi ruangan, pelindung pakaian; di samping
itu, masyarakat Indonesia memiliki 62 jenis tanaman untuk
bahan pewarna alami seperti kayu malam dan kayu secang
sebagai cat batik dan daun suji sebagai pewarna makanan
Walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32
% dari seluruh luas daratan yang ada di dunia
(Bappenas,1993) namun memiliki sekitar 30.000
jenis tumbuhan dan sekitar 7000 di antaranya
diindikasi memiliki khasiat sebagai obat. Sekitar
90 % tumbuhan obat di kawasan Asia tumbuh di
Indonesia (Sampurno,2004). Dari total 940 jenis
tanaman yang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat, hanya 120 jenis tanaman yang
masuk dalam buku "Materia Medica Indonesia".
Kementerian Kesehatan R.I telah
menerbitkan 6 buku Materia Medica Indonesia
yaitu Materia Medica Indonesia I (1977) berisi 20
tanaman obat, Materia Medica Indonesia II
(1978) berisi 20 tanaman obat, Materia Medica
Indonesia III (1979) berisi 20 tanaman obat,
Materia Medica Indonesia IV (1980) berisi 18
tanaman obat, Materia Medica Indonesia V
(1989) berisi 119 tanaman obat dan Materia
Medica Batu VI (1995) berisi 60 tanaman obat.
Di samping buku tersebut, pemerintah telah
mengeluarkan 5 jilid buku berjudul Vademekum
tanaman obat yang berisi berbagai spesies
tanaman obat yang sering dipergunakan sebagai
bahan ramuan jamu dalam rangka saintifikasi
jamu indonesia. Buku ini merupakan pedoman
teknis pemanfaatan tanaman obat yang berisi
tentang identitas botani, ekologi dan
penyebaran, teknik budi daya, keamanan,
manfaat serta khasiat, efek samping dan
formula,
Di samping buku pedoman di atas,
pemerintah Indonesia telah menerbitkan
Farmakope Herbal Indonesia (Ed.1, 2008)
beserta suplemennya yang merupakan
panduan atau pedoman dari pemerintah
yang berisikan standar kualitas bahan
farmasi, metode pengujian, cara pembuatan
larutan standar untuk uji, cara perhitungan
dan informasi lainnya.
Penggunaan obat tradisional Indonesia
merupakan bagian dari budaya bangsa dan
banyak dimanfaatkan masyarakat sejak
berabad-abad yang lalu, namun demikian pada
umumnya efektivitas dan keamanannya belum
sepenuhnya didukung oleh penelitian yang
memadai. Walaupun demikian, pemerintah
mempunyai kewajiban untuk melindungi
berbagai warisan leluhur nenek moyang tersebut
dalam bentuk berbagai regulasi agar
kelangsungan budaya pengobatan tradisional
tetap dipertahankan.
Pemerintah menyadari hal tersebut di
atas, dan sebagai salah satu pusat tanaman
obat di dunia, maka pemerintah perlu
menyusun suatu kebijakan obat tradisional
nasional yang dapat menjadi acuan semua
pihak yang terkait di dalamnya.
Kebijakan obat tradisional Nasional
selanjutnya disebut KOSTRANAS adalah
dokumen resmi yang berisi pernyataan
komitmen semua pihak yang menetapkan tujuan
dan sasaran nasional di bidang obat tradisional
beserta prioritas , strategi dan peran berbagai
pihak dalam penerapan komponen-komponen
pokok kebijakan utnuk pencapaian tujuan
pembangunan nasional khususnya di bidang
kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan nomor
31/MENKES/SK/III/2007)
Tujuan KOSTRANAS adalah: 1) mendorong pemanfaatan
sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan
(sustainable use) untuk digunakan sebagai obat tradisional dalam
upaya peningkatan pelayanan kesehatan; 2)menjamin
pengelolaan potensi alam Indonesia secara lintas sektor agar
mempunyai daya saing tinggi sebagai sumber daya ekonomi
masyarakat dan devisa negara yang berkelanjutan; 3)
Tersedianya obat tradisionalyang terjamin mutu, khasiat dan
keamanannya teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas
baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan
kesehatan formal; 4) Menjadikan obat tradisional sebagai
komoditi unggul yang memberikan multi manfaat yang
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, memberikan
peluang kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan.
KOSTRANAS adalah kebijakan pemerintah
Indonesia tentang obat tradisional secara
menyeluruh dari hulu ke hilir, meliputi budidaya
dan konservasi sumber daya obat, keamanan
dan khasiat obat tradisional, mutu, aksesbilitas,
pengunaan yang tepat, pengawasan, penelitian
dan pengembangan, industrialisasi dan
komersialisasi, dokumentasi dan database,
pengembangan sumber daya manusia serta
pemantauan dan evaluasi.
Obat tradisional pada KOSTRANAS
mencakup bahan atau ramuan bahan tumbuhan,
hewani, mineral termasuk biota laut atau
sediaan galenik yang telah digunakan secara
turun temurun maupun yang telah melalui uji
pra-klinik/klinik seperti obat herbal terstandar
(OHT) dan Fitofarmaka (FF), untuk
menjembatani pengembangan obat tradisional
ke arah pemanfaatan dalam pelayanan
kesehatan formal dan pemanfaatan sumber
daya alam Indonesia.
 Obat tradisional yang didasarkan pada
pendekatan "warisan turun temurun" diakui oleh
pemerintah sebagai suatu pendekatan "empirik"
dan disebut jamu, sedangkan yang didasarkan
pendekatan ilmiah melalui uji pra-klinik disebut
obat herbal terstandar dan yang telah melalui uji
klinik disebut fitofarmaka. Saat ini jumlah obat
herbal terstandar berjumlah 62 produk (Tabel 1),
sedangkan produk fitofarmaka berjumlah 20
buah (Tabel 2)
Obat tradisional Indonesia pada awalnya dibuat oleh oleh
pengobat tradisional untuk pasiennya sendiri atau untuk
lingkungan terbatas, lalu berkembang menjadi industri
rumah tangga dan selanjutnya diproduksi secara massal
baik oleh industri kecil obat tradisional (IKOT) maupun
Industri obat tradisional (IOT) dengan mengikuti teknologi
pembuatan. Klasifikasi IKOT dan IOT berdasarkan
Permenkes R. I nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional. Klasifikasi IKOT dan IOT berdasarkan besaran
assetperusahaan yang dimiliki. Besaran asset di bawah 600
juta rupiah masuk kategori IKOT, sedangkan besaran asset
di atas 600 juta rupiah masuk kategori IOT.
 Selanjutnya Permenkes RI nomor
246/Menkes/Per/1990 mengalami perubahan
menjadi 2 peraturan yaitu Permenkes R.I nomor 006
Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional dan Permenkes R.I nomor 007 Tahun
2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.
 Permenkes R.I nomor 006 Tahun 2012 mengatur
tentang bentuk industri dan usaha obat tradisional
lebih terperinci. Yang dimaksud industri adalah
industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dan industri
Obat Tradisional (IOT). Penyelenggara IEBA dan IOT
haruslah perusahaan berbadan hukum berbentuk
perseroan terbatas atau koperasi.
 IEBA adalah suatu industri yang khusus
membuat sediaan dalam bentuk ekstrak
sebagai produk akhir; OT adalah industriyang
membuat semua bentuk sediaan obat
tradisional artinya industri ini dapat
melakukan kegiatan proses pembuatan obat
tradisional semua tahapan dan / atau
sebagian tahapan. Apabila IOT ini hanya
melakukan proses sebagian tahapan maka
perlu ijin kepala Badan POM.
Yang dimaksud dengan Usaha berupa Usaha
Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat
Tradisional (UMOT), Usaha Jamu Racikan (UJR)
dan Usaha Jamu Gendong (UJG).
Pembagian IOT, UKOT dan UMOT berdasarkan
bentuk sediaan yang diproduksi; IOT dapat
membuat semua bentuk sediaan obat
tradisional. UKOT hanya dapat membuat semua
sediaan obat tradisional kecuali tablet dan
efervesen. sedangkan UMOT hanya diijinkan
memproduksi bentuk sediaan obat tradisional
seperti param, tapel, pilis, cairan obat luar dan
rajangan.
 Usaha jamu racikan adalah usaha yang dilakukan
oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki
oleh perorangan dengan melakukan
pencampuran sediaan jadi dan / atau sediaan
segar obat tradisional untuk dijajakan langsung
kepada konsumen;
 Usaha jamu gendong adalah usaha yang
dilakukan oleh perorangan dengan
menggunakan bahan obat tradisional dalam
bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan
untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
 Peraturan menteri kesehatan ini mengijinkan IOT,
UKOT dan UMOT membuat obat tradisional secara
kontrak kepada IOT atau UKOT lain asal telah
menerapkan CPOTB, di samping itu pemberi kontrak
telah memiliki ijin edar produk yang dikontrakkan.
 Bentuk industri atau usaha obat tradisional tidak
dijinkan membuat segala jenis obat tradisional yang
mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
yang berkhasiat obat, bentuk sediaan intravaginal,
tetes mata, sediaan paranteral, supositoria kecuali
untuk wasir, bentuk cairan obat dalam yang
mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1 %
(satu persen).
Semua industri dan usaha harus mendapatkan ijin
dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk yaitu
Direktur Jenderal untuk ijin IOT dan IEBA dan ijin
UKOT oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan
UMOT dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, kecuali usaha jamu racikan dan
usaha jamu gendong. Ijin yang dikeluarkan oleh
menteri berlaku seterusnya selama industri atau
usaha tersebut masih berproduksi dan
memenuhi peraturan perundang-undangan.
Pendirian industri IOT dan IEBA memerlukan
persetujuan ijin prinsip yang dikeluarkan oleh
Diektorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan R.I. dan
berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 1 tahun. Untuk investasi asing
memerlukan persetujuan penanaman modal
dari instansi yang menyelenggarakan urusan
penanaman modal sesuai ketentuan yang
berlaku.
Secara umum persetujuan prinsip bagi
investor asing harus melengkapi permohonan
persetujuan Rencana Induk Pengembangan (RIP)
kepada Kepala Badan P.O.M R.I. berdasarkan
rekomendasi Badan P.O.M R.I maka Dirjen
Kefarmasian dan Alat KesehatanKementerian
Kesehatan mengeluarkan persetujuan prinsip.
Setelah memperoleh persetujuan prinsip,
investor wajib menyampaikan informasi
mengenai kemajuan pembangunan sarana
produksi setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepla Badan
P.O.M.
 Penangung jawab UKOT, IOT dan IEBA haruslah
seorang apoteker warga negara Indonesia. Untuk
UMOT, UJR dan UJG tidak memerlukan penanggung
jawab seorang apoteker.Pedoman CPOTB
dikeluarkan dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dan ketentuan penerapan CPOTB dan pembuatan
obat tradisional ditetapkan oleh kepala Badan
P.O.M.
 Tatacara registrasi obat tradisional meliputi
ketentuan umum, izin edar, persyaratan registrasi,
tata cara registrasi , evaluasi kembali, kewajiban
pemegang nomor izin edar, sanksi diatur dalam
Permenkes R.I nomor 007 tahun 2012.
 Peraturan ini mengatur jangka waktu izin edar obat tradisional
berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan. Ketentuan ini tidak berlaku pada produk yang
dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong,
simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan
keperluan layanan pengobatan tradisional, obat tradisional yang
digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
 Obat tradisional yang akan didaftarkan tidak boleh mengandung:
1) etil alkohol lebih dari 1 % kecuali dalam bentuk sediaan tingtur
yang pemakaiannya dengan pengenceran; 2) bahan kimia obat
yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat; 3)
narkotika atau psikotropika; dan / atau 4) bahan lain yang
berdasarkan pertimbangan kesehatan dan / atau berdasarkan
penelitian membahayakan kesehatan; Bahan lain yang dimaksud
akan diatur oleh peraturan badan POM.
Peraturan Menteri Kesehatan ini juga mengatur
registrasi obat tradisional lisensi dan obat
tradisional impor. IOT dan UKOT berijin dapat
mengajukan registrasi obat tradisional lisensi,
sedangkan yang berhak mendapatkan izin
registrasi obat tradisional impor adalah IOT,
UKOT dan importir obat tradisional yang
telah mendapatkan penunjukan keagenan
dan hak untuk melakukan registrasi dari
industri di negara asal.
Bagi importir yang ingin kerjasama
dengan IOT dan UKOT di Indonesia harus
memiliki persyaratan : 1) memiliki fasilitas
distribusi obat tradisional sesuai ketentuan
yang berlaku; 2) memiliki penanggung jawab
seorang apoteker; 3) registrasi 1 produk
hanya pada 1 (satu) IOT, UKOT atau Importir;
4) bagi industri asing harus memiliki sertifikat
CPOTB di negara asal
Bagi importir yang ingin kerjasama
dengan IOT dan UKOT di Indonesia harus
memiliki persyaratan : 1) memiliki fasilitas
distribusi obat tradisional sesuai ketentuan
yang berlaku; 2) memiliki penanggung jawab
seorang apoteker; 3) registrasi 1 produk
hanya pada 1 (satu) IOT, UKOT atau Importir;
4) bagi industri asing harus memiliki sertifikat
CPOTB di negara asal
 IOT, UKOT dan UMOT asal Indonesia dapat mengekspor
obat tradisional ke luar negeri asal memiliki izin sesuai
ketentuan perundang-undangan seperti persyaratan mutu
mengikuti Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan
lain yang diakui, berkhasiat secara empiris, turun temurun,
dan / atau secara ilmiah, berisi penandaan informasi yang
objektif, lengkap dan tidak menyesatkan; Perkecualian
persyaratan tersebut tidak berlaku apabila ada persetujuan
tertulis dari negara tujuan.
 Evaluasi registrasi obat dilakukan oleh Komite Nasional
Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu yang dibentuk oleh Badan
POM.
 Regulasi obat tradisional berbasis saintifikasi

Pemerintah Indonesia dalam rangka


mendorong percepatan perkembangan obat
tradisional Indonesia telah menerbitkan
peraturan menteri Kesehatan nomor 003/
MENKES/PER/I/2010 tentang saintifikasi jamu
dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
Peraturan ini menjelaskan secara detail apa yang
dimaksud dengan saintifikasi jamu adalah
pembuktian secara ilmiah jamu melalui
penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah : 1)
memberikan landasan ilmiah (evidence based)
penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian
berbasis pelayanan kesehatan; 2) mendorong
terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan
tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam
rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan
paliatif melalui penggunaan jamu; 3) Meningkatkan
kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien
dengan penggunaan jamu; 4) Meningkatkan
penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata
yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara
luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam
fasilitas pelayanan kesehatan.
Jamu atau bahan yang digunakan dalam
penelitian berbasis pelayanan kesehatan ini
harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau
merupakan bahan yang ditetapkan oleh Komisi
Nasional Saintifikasi Jamu. Vademekum
Tanaman Obat untuk saintifikasi jamu ini
berjumlah 5 jilid yaitu Vademekum I edisi revisi
(2012), Vademekum II (2011), Vademekum III
(2012) dan Vademekum IV (2013), Vademecum V
(2014); sebelumnya ada Vademekum Bahan
Obat Alam (1989).
Jamu yang diberikan kepada pasien dalam rangka
penelitian ini hanya dapat diberikan setelah
mendapatkan persetujuan tindakan (informed
concent) dari pasien. Persetujuan pasien dilakukan
setelah mendapatkan penjelasan lisan atau
tertulis dari petugas dan dicatat dalam rekam
medis. Pelaksanaan kegiatan penelitian dan etical
clearance penelitian jamu mengacu pada
ketentuan perundangan yang berlaku.
Griya Sehat
Kementerian kesehatan dalam rangka
mendukung lebih lanjut perkembangan obat
tradisional dan pemanfaatannya telah
menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 15 tahun 2018 tentang pelayanan
kesehatan tradisional komplementer. Peraturan
ini merupakan tindak lanjut Peraturan
Pemerintah nomor 103 tahun 2014 tentang
pelayanan kesehatan tradisional;
Yang dimaksud pelayanan kesehatan tradisional di sini adalah
pengobatan dan / atau perawatan dengan cara dan obat yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Fasilitas yang dipakai untuk melayani pelayanan tradisional


emprik di dalam peraturan ini yaitu disebut Griya Sehat; Griya sehat
adalah fasilitas pelayanan kesehatan tradisional yang
menyelenggarakan perawatan/ pengobatan tradisional dan
komplementer oleh tenaga kesehatan tradional. Tenaga kesehatan
tradisional yang dimaksud adalah orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan tradisional serta memiliki pengetahuan dan /
atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan tradisional
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan tradisional. Tenaga Kesehatan
tradisional ini terdiri atas tenaga kesehatan tradisional profesi dan
tenaga kesehatan tradisional vokasi.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai