(Endometriosis in Adolescents) Journal of the Society of Laparoendoscopic Surgeons April – June 2015 Volume 19 Issue 2 2015
Maria Amelia Goldie
Pembimbing : dr. Johanes Benarto, SpOG Pendahuluan • Endometriosis diartikan sebagai jaringan endometrium yang berimplantasi diluar uterus. • Telah diperkirakan mempengaruhi 10% - 15% pada semua wanita usia reproduktif dan 70% pada wanita dengan nyeri pelvis kronik. • Kurangnya penegakkan diagnosis melalui laparoskopi pada wanita dengan nyeri pelvis kronik sekitar 19% - 73%. • Kebanyakan wanita dengan gejala endometriosis pada remaja sering terlambat terdiagnosis. Akibatnya bisa menurunnya fungsi reproduksi bahkan sampai infertilitas. Kalau mendapatkan penanganan dan pengobatan dini, maka bisa menyembuhkan rasa nyeri, mencegah progresivitas penyakit dan kerusakan organ serta mencegah infertilitas. • Remaja dg nyeri pelvis mungkin memberikan suatu tantangan diganosis karena menggambarkan nyeri asiklik maupun nyeri siklik dan juga memberikan gambaran gejala yg membingungkan. • Gambaran intraoperatif pada endometriosis pada remaja berbeda dari lesi klasik “powder-burn” yang biasanya terjadi pada orang dewasa. Material dan Metode • Metode penelitian : studi retrospektif • Termasuk semua wanita remaja dg nyeri pelvis yang sudah menjalani laparoskopi dan sudah diterima visual dan histologi diagnosis endometriosis di pusat rujukan bedah tersier periode 1 Januari 2001 - 31 Desember 2009. • Kriteria inklusi : ≤ 21 tahun, nyeri pelvis yg tdk bisa disembuhkan dg managemen medis, dan riwayat multipuncture laparoskopi pada nyeri pelvis. • Kriteria ekslusi : diagnosis pembedahan endometriosis sebelumnya, keterangan radiografi preoperatif endometriosis (mis. Endometriomas). • 2 populasi tersebut diekslusi karena peneliti ingin menegakkan prevalensi endometriosis tanpa riwayat atau keterangan radiografi dari penyakit tsb. • Data demografi dan data klinis pasien diambil dari rekam medis pasien. • Data demografi meliputi usia, indeks massa tubuh, dan ras. • Data klinis meliputi gravida, partus, usia menarche, status coital, riwayat endometriosis pada keluarga dan gejala pasien saat preoperatif. • Semua sampel menjalankan multipuncture laparoskopi sesuai prosedur yg sudah disampaikan oleh dokter bedah. • Endometriosis didiagnosis berdasarkan inspeksi dan analisis histopatologi dari biopsi. • Tingkat keparahan penyakit mengikuti staging dari klasifikasi American Fertility Society yg sudah direvisi. • Follow up postoperatif dinilai selama 1 tahun. • Penelitian ini dibawah pengawasan Institutional Review Board di Northside Hospital (Atlanta, Georgia) • Analisis data bersifat deskriptif. • Hasil akan dilaporkan berdasarkan rata-rata (mean), SD, jumlah (n), dan persen (%). Hasil • 288 wanita remaja dg nyeri pelvis yg awalnya teridentifikasi. • 249 terekslusi karena pada laparoskopi tidak menunjukkan apa2; 39 menjalani laparoskopi dengan nyeri pelvis : 9 terekslusi karena didiagnosis pembedahan endometriosis sebelumnya dan 5 terekslusi karena keterangan radiografi dari penyakit tsb (endometriomas). • Dari semua 25 pasien, endometriosis terdiagnosis saat laparoskopi. • 18 (72%) terbukti endometriosis dari biopsi. • 7 (28%) diagnosis endometriosis secara visual, karena letak anatomi endometriosis tetapi dari biopsi tidak menunjukkan apa2. • Kebanyakan pasien yg didiagnosis secara visual mempunyai fibrotic clear vesicular lesions dan peritoneal defects. • Kebanyakan remaja menduduki stage I ( 68%) pada endometriosis, stage II (20%), stage III (12%), stage IV (0%). Menurut Revised American Society for Reproductive Medicine untuk klasifikasi endometriosis. Pembahasan • Dalam survey terhadap > 4000 wanita yang dilaporkan endometriosis didiagnosis melalui pembedahan, 2/3 dari responden mengalami gejala selama masa remaja. • Dalam studi ini menunjukkan bahwa pada remaja sering diabaikan karena gejala endometriosis yg atipikal seperti gejala perut yg tidak jelas, gg pencernaan dan gejala genitourinari dapat mengacaukan diagnosis endometriosis, terutama ketika penyedia perawatan kesehatan pertama yang didatangi pasien bukanlah ginekolog. • Para remaja mengalami keterlambatan diagnosis selama 23 bulan sejak timbulnya gejala. • Pada remaja dapat salah didiagnosis seperti PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan IBS (Irritable Bowel Disease). • Keterlambatan diagnosis menurun ketika dokter pertama yang menilai mereka adalah dokter kandungan/ginekolog. • Peneliti lebih mengajurkan intervensi bedah pada kasus endometriosis pada wanita muda karena tingkat keberhasilannya tinggi untuk mengurangi rasa sakit dan sebagian penyakit serta mempertahankan reproduksi ketimbang dengan pengobatan karena kegagalan pada penderita yg dismenore. • Pada wanita muda, lesi atipikal yg halus seperti clear, putih, atau merah lebih sering terjadi dan mungkin terlewatkan selama laparoskopi. • Peneliti mengamati bahwa wanita remaja mengalami perbaikan klinis terkait nyeri pada endometriosisnya dengan kontrol nyeri 1 tahun follow up setelah laparoskopi dan pengobatan dengan reseksi atau ablasi dan terapi postoperasi. Kesimpulan • Remaja dengan nyeri severe pelvic dan tidak adanya ketererangan histologi atau radiografi memiliki tingkat endometriosis yang tinggi. • Terapi lini pertama dan hanya setelah uji coba terapi medis yang memadai harus dilakukan pembedahan dg evaluasi laparoskopi dan pengobatan. • Pentingnya remaja dengan endometriosis datang ke dokter kandungan untuk mendapatkan perawatan konservatif dan dilakukannya laparoskopi dapat sangat menguntungkan kualitas hidup mereka.