Anda di halaman 1dari 64

Anti Infeksi

Disusun oleh
Deni Rizali Fadly
Flavia Agneszalina Nyahu
Indah Anisa Ajisukma Igir
Jakiah
Lesviyana Dili Shintya Putri
AntiBiotik

AntiParasit
Anti AntiVirus
Infeksi

Antifungi
INFEKSI
merupakan proses invasi dan multiplikasi
berbagai mikroorganisme ke dalam tubuh
(seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit),
yang saat dalam keadaan normal,
mikroorganisme tersebut tidak terdapat di
dalam tubuh
FAKTOR PEMICU
• Orang yang sedang pilek dapat menularkan infeksi
dengan batuk dan/atau bersin.
• Bakteri atau virus dapat ditularkan melalui sentuhan
atau bersalaman dengan orang lain.
• Menyentuh makanan dengan tangan kotor juga
memungkinkan virus atau bakteri dari usus untuk
menyebar.
• Cairan tubuh, seperti darah, air liur, dan air mani, dapat
mengandung organisme menular. Penularannya bisa
melalui perpindahan cairan tersebut, seperti lewat
suntikan atau kontak seksual. Infeksi virus yang paling
umum dan parah adalah hepatitis dan AIDS.
FAKTOR RESIKO PENGGUNAAK ANTI INFEKSI

1. Faktor Resistensi M.O terhadap antibiotik


Resistensi terhadap antibiotik
2. Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik
• Aktifitas mikrobiologi : antibiotik harus terikat
pada tempatan spesifiknya
• Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus
cukup tinggi, karena semakin tinggi kadar
antibiotik semakin banyak tempat ikatannya
pada sel bakteri
Lanjutan faktor farmakokinetik dan
farmakodinamik
• Antibiotik harus tetap berada pada ikatannya
untuk waktu yang cukup memadai agar
diperoleh efek yang adekuat
• Kadar hambat minimal, kadar hambat
maksudnya jumlah minimal obat yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri
3. Faktor interaksi dan efek samping obat
Pemberian antibiotik bersamaan dengan
antibiotik lain dapat menjadikan interaksi
obat yang tidak diinginkan.
APA YANG MEMPERPARAH INFEKSI?
1. Pada bakteri (antibiotik) :
• Tidak teraturnya mengonsumsi obat atau
tidak tepat waktu
• Tidak sesuainya tempat kerja obat dengan
tempat infeksi
• Tidak tepat dosis
• Alergi
• Kebersihan manusia (host) itu sendiri
BAKTERI
• Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung
bagian tubuh mana yang diinfeksi. Namun, gejala paling umum adalah
demam.
• Contoh Gejala
infeksi bakteri di tenggorokan, akan merasakan nyeri
tenggorokan, batuk, dan sebagainya.

infeksi bakteri di pencernaan, akan merasakan


gangguan pencernaan seperti diare ,konstipasi , mual ,
atau muntah.

infeksi pada saluran kemih, akan merasakan


keinginan buang air kecil (BAK) yang terus menerus,
BAK tidak puas, atau bahkan nyeri saat BAK.
Klasifikasi Gol.Obat
A. ANTIBOTIK
Penggolongan berdasarkan mekanisme kerja:
1) Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri
a) Antibiotik Beta-Laktam
• Penisilin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas
antibiotiknya.
Gol. Penisilin G dan penisilin V ( cth: Penisilin G dan penisilin V)
Gol. Aminopenisilin ( cth: ampisilin, amoksisilin )
• Sefalosporin
 Generasi I ( cth: sefadroksil)
 Generasi II (cth: sefuroksim)
 Generasi III (cth: Sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefiksim)
 Generasi IV (cth: Sefepim, sefpirom)
• Monobaktam (beta-laktam monosiklik)
 Contoh: aztreonam
• Karbapenem
• Inhibitor beta-laktamase
2) Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein
• Aminoglikosid ( cth: Streptomisin, Neomisin, Kanamisin,
dan Gentamisin)
• Tetrasiklin ( cth: tetrasiklin, doksisiklin)
• Kloramfenikol
• Makrolida (eritromisin, azitromisin)
• Klindamisin
3) Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-
Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat
• Sulfonamid dan Trimetoprim

4) Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme


Asam Nukleat
a) Kuinolon
• Asam nalidiksat
• Fluorokuinolon ( cth; siprofloksasin, ofloksasin,
levofloksasin, dan lain-lain )
b)Nitrofuran
Lama Pemberian Antibiotik
A. Berdasarkan Prinsip Penggunaan Antibiotik untuk Terapi
Empiris dan Definitif
1) terapi empiris (kasus infeksi yang belum diketahui jenis
bakteri penyebabnya)
• lama pemberian diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data
mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang
lainnya (IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes RI., 2010).

2) terapi definitif (kasus infeksi yang sudah diketahui jenis


bakteri penyebab dan pola resistensinya)
• Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi
klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah
dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi
berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta
data penunjang lainnya (IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes
RI., 2010).
3) Prinsip Profilaksis Bedah Pemberian antibiotik (sebelum saat dan
hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak
didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah
terjadi infeksi luka operasi)

Contoh KASUS TBC


Paket obat anak berisi obat untuk tahap intensif (2 Bulan),
yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan
untuk tahap lanjutan (4 Bulan) , yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid
(H).
• Dosis
 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksim
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan
pada Penggunaan Antibiotik
1. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik
Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan
melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan
beberapa cara, yaitu (Drlica & Perlin, 2011):
a) Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.
b) Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.
c) Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel
bakteri.
d) Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan
sifat dinding sel bakteri.
e) Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan
dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel.
2. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi
dengan 2 cara, yaitu:
a) Mekanisme Selection Pressure. Jika bakteri resisten tersebut
berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang
berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi
oleh bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang
resisten maka upaya penanganan infeksi dengan antibiotik semakin
sulit.
b) Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui
plasmid. Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun
dari satu orang ke orang lain.

3. Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten:


a) Untuk selection pressure dapat diatasi melalui penggunaan
antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics).
b) Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi
dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan
standar (universal precaution).
Efek samping
• Demam, umum terjadi pada jenis antibiotik apapun. Tetapi
lebih sering terjadi pada golongan sulfonamide, beta lactam,
cepfalexin dan minosiklin.
• gangguan pada saluran cerna seperti diare, mual dan muntah
umum terjadi pada antibiotik golongan penisilin,
cephalosporin dan fluorokuinolon.
• Sensitif terhadap sinar matahari, umum terjadi setelah
mengonsumsi antibiotik golongan tetrasiklin
• Rifampisin (urine, keringat berwarna Merah)
• Kloramfenikol (anemia aplastik)
• Tetrasiklin (gigi bewarna kuning hingga kecoklatan)
ANTI VIRUS
GOLONGAN OBAT ANTI NONRETROVIRUS
1. ANTIVIRUS UNTUK HERPES
obat-obat tersebut adalah analokpurin atau
pirimidin yang menghambat sintesis virus
DNA.
ASIKLOVIR
• Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog
deoksiguanosin. Yang bekerja pada DNA
polimerase virus, seperti DNA polimerasevirus
herpes. Sebelum dapat menghambat sintesis
DNA virus, asiklovir harus mengalami
fosforilasi intraseluler, dalam 3 tahap untuk
menjadi bentuk trifosfat. Fosforilasi pertama
dikatalisis oleh timidin kinase virus, proses
selanjutnya berlangsung dalam sel yang
terinfeksi virus.
• Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local
maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic,
herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes
neonatal, dan herpes labialis.) dan infeksi
VZV(varisela dan herpes zoster). Karena
kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang
dibandingkan dengan HSV, dosis yang
diperlukan untuk terapi kasus varisela dan
zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
• Efek samping : Efek samping tergantung pada
cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat
terjadi dari pemberian topical; sakit kepala;
diare; mual ;dan muntah merupakan hasil
pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat
timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi
yang menerima obat secara intravena.
2. ANTIVIRUS UNTUK INFLUENZA
Amantadin dan rimantadin
• Mekanisme kerja : merupakan antivirus yang
bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion
transmembran yang diaktivasi oleh PH. Kanal M2
merupakan pintu masukion ke virion selama
proses UNCOUTING. hal ini menyebabkan
destabilisasi ikatan protein serta proses transpor
DNA virus ke nukleus. Selain itu fluks kanal ion
M2 mengatur PH ke kompartemen intraseluler,
terutama aparatus golgi. Perubahan
kompartemen pada PH ini menstabilkan
hemaglutinin virus influenza selama transpor ke
intrasel.
• Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi
virus influenza A ( Amantadin juga diindikasi
untuk terapi penyakit Parkinson ).
• Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia
dalam bentuk tablet dan sirup untuk
penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam
dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul ).
Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per
hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis
amantadin harus diturunkan pada pasien
dengan insufisiensi renal, namun rimantadin
hanya perlu diturunkan pada pasien dengan
klirens kreatinin ≤ 10 ml/menit.
• Efek samping : Efek samping SSP seperti
kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi,
insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin
menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena
tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek
neurotoksik amantadin meningkat jika
diberikan bersamaan dengan antihistamin dan
obat antikolinergik/psikotropik, terutama
pada usia lanjut.
3. ANTIVIRUS UNTUK HBV DAN HCV
Lamivudin
• Mekanisame kerja : lamivudin bekerja dengan
caramenghentikan sintesis DNA, secara
kompetitif menghambat polimerase virus.
• Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore
variants).
• Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ),
untuk anak-anak 1mg/kg yang bila perlu
ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi
yang dianjurkanadalah 1 tahun pada pasien
HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien
yang HBe(+).
• Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala,
peningkatan kadar ALT dan AST dapat terjadi
pada 30-40% pasien.
GOLONGAN OBAT ANTIRETROVIRUS
1. NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE
INHIBITOR ( NRTI )
obat obat ini adalah asidosilaktat dan
hepatomegali berat dengan steatosis.
ZIDOVUDIN
• Mekanisme kerja : bekerja dengan cara
menghambat enzim reverse transcriptase
virus, setelah gugus azidotimidin (AZT) pada
zidovudin mengalami fosforilase. Gugus AZT
5’- monofosfat akan bergabung pada ujung 3’
rantai DNA virus dan menghambat reaksi
reverse transcriptase.
• Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan
anti HIV lainnya(seperti lamivudin dan
abakafir)
• Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk
kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup 5 mg
/5ml disi peroral 600 mg / hari
• Efek samping : anemia, neotropenia, sakit
kepala, mual.
DIDANOSIN
• Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT
dengan cara menghentikan pembentukan rantai
DNA virus.
• Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat
lanjut, dalam kombinasi anti HIV lainnya.
• Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400
mg / hari dalam dosis tunngal atau terbagi.
• Efek samping : diare, pancreatitis, neuripati
perifer.
NUCLEOTIDE REVERSE TRANSCRIPTASE
INHIBITOR ( NtRTI )
1. TENOVOFIR DISOPRKSIL
• Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT )
dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA
virus.
• Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai
retrovirus lainnya dan HBV.
• Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan
evafirens, tidak boleh dikombinasi dengan lamifudin
dan abakafir.
• Dosis : Per oral sehari 300 mg tablet.
• Efek samping : Mual, muntah, Flatulens, dan diare.
NON- NUCLEOSIDE REVERSE
TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NNRTI)
NEVIRAPIN
• Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat
ikatan non subtract HIV-1 RT.3. Spektrum aktivitas : HIV
( tipe 1 ).
• Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-
HIV,lainnya terutama NRTI.
• Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama (
satu tablet 200mg per hari ), kemudian 400mg / hari ( 2
x 200 mg tablet ).
• Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala,
somnolens dan peningkatan enzim hati.
PROTEASE INHIBITOR ( PI )
SAKUINAVIR
• Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi
merupakan HIV protease peptidomimetic inhibitor.
• Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim
protease terjadi resistensi silang dengan PI lainnya.
• Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
• Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI
dan beberapa PI seperti ritonavir).
• Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X
sehari) atau 1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan
bersama dengan makanan atau sampai dengan 2 jam setelah
makan lengkap.
• Efek samping :Diare, mual, nyeri abdomen.
VIRAL ENTRY INHIBITOR
ENFURTID
• Mekanisme kerja : Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam
sel dengan cara menghanbat fusi virus ke membrane sel.
• Resistensi : Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-
45 menyebabkan resistensi terhadap enfuvirtid, tidak ada
resistensi silang dengan anti HIV golongan lain.
• Indikasi :Terapi infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan
antiHIV-lainnya.
• Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan
subkutan dengan lengan atas bagian paha enterior atau
abdomen.
• Efek samping : Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema,
proritus, iritasi dan nodul atau kista.
ANTI FUNGI
GOLONGAN AZOL
1. KETOKONAZOL
• Spektrum luas efektif terhadap Blastomyces
dermatitidis, Candida species, Coccidiodes
immitis, Histoplasma capsulatum, Malasezzia
furfur, Paracoccidiodes brasiliensis.
• Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit
tetapi tidak efektif terhadap Aspergillus spesies
dan Zygomycetes.
• Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis
steroid, seperti halnya pada jamur.
2. Itrakonazol
• Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas
terhadap Aspergillosis sp., Blastomyces dermatidis,
Candida sp., Cossidiodes immitis, Cryptococcus
neoformans, Histoplasma capsulatum, Malassezia
furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium
apiospermum dan Sporothrix schenckii.
• Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah
gastrointestinal seperti mual, nyeri abdomen dan
konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala,
pruritus, dan ruam alergi.
• Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis
yang disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien AIDS
setelah pengobatan dengan amfoterisin B. Juga efektif
untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan
pada pasien AIDS.
3. Flukonazol
• Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi
kandidiasis oral atau esophageal, criptococcal
meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan efektif
pada sporotrikosis (limfokutaneus dan visceral).
• Flukonazol ditoleransi baik oleh geriatrik kecuali
dengan gangguan ginjal. Obat ini termasuk kategori C,
sehingga tidak direkomendasikan untuk wanita hamil
dan menyusui.
• Efek samping : masalah gastrointestinal seperti mual,
muntah, diare, nyeri abdomen dan juga sakit kepala.
Selain itu hipersensitivitas, agranulositosis, sindroma
Stevens Johnsons, hepatotoksik, trombositopenia dan
efek pada sistem saraf pusat.
4. Varikonazol
• Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap
Aspergillus sp., Blastomyces dermatitidis, Candida sp,
Candida spp flukonazol resistant., Cryptococcus
neoforams, Fusarium sp., Histoplasma capsulatum, dan
Scedosporium apospermum. Tidak efektif terhadap
Zygomycetes.
• Vorikonazol dapat ditoleransi baik oleh manusia. Efek
toksik vorikonazol yang sering ditemukan adalah
gangguan penglihatan
• Meski dapat ditoleransi dengan baik, pada 10-15%
kasus ditemukan adanya abnormalitas fungsi hepar
sehingga dalam pemberian vorikonazol perlu dilakukan
monitor fungsi hepar. Vorikonazol bersifat teratogenik
pada hewan dan kontraindikasi pada wanita hamil
5. Posakonazol
• Posakonazol memiliki kemampuan antijamur
terluas saat ini. Tidak ditemukan resistensi silang
posakonazol dengan flukonazol. Posakonazol
merupakan satu-satunya golongan azol yang
dapat menghambat jamur golongan
Zygomycetes. Posakonazol juga dapat digunakan
dalam pengobatan aspergilosis dan fusariosis
• Pemberian posakonazol dapat juga diberikan dua
kali sehari pada keadaan tidak membahayakan
jiwa. Absorbsi posakonazol lebih baik bila
diberikan bersama dengan makanan atau
suplemen nutrisi
GOLONGAN ALILAMIN
1. Terbinafin
• Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas.
Efektif terhadap dermatofit yang bersifat fungisidal dan
fungistatik untuk Candida albican, s tetapi bersifat
fungisidal terhadap Candida parapsilosis.
• Terbinafin juga efektif terhadap Aspergillosis sp.,
Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum,
Sporothrix schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds.
• Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia,
dan nyeri abdomen. Terbinafin tidak direkomendasikan
untuk pasien dengan penyakit hepar kronik atau aktif
GOLONGAN POLIEN
1. Amfoterisin B
• Amfoterisin B mempunyai aktifitas spektrum yang
luas terhadap Aspergillus sp., Mucorales sp.,
Blastomyces dermatitidid, candida sp.,
Coccidiodiodes immitis, Cryptococcus
neoformans, Histoplasma capsulatum,
paracoccidioides brasiliensis, Penicillium
marneffei.
• Sedangkan untuk Aspergillus tereus, Fussarium
sp., Malassezia furfur, Scedosporium sp., dan
Trichosporon asahii biasanya resisten
• Pemberian formula konvensional dengan cara
intravena dapat segera menimbulkan efek
samping seperti demam, menggigil dan badan
menjadi kaku. Biasanya timbul setelah 1-3 jam
pemberian obat.
• Efek samping toksik yang paling serius adalah
kerusakan tubulus ginjal
• Pasien yang mendapat pengobatan lebih dari
2 minggu, dapat timbul anemia normokromik
dan normositik sedang.
2. Nistatin
• Nistatin merupakan antibotik yang digunakan
• sebagai antijamur, diisolasi dari Streptomyces
• nourse pada tahun 1951
GOLONGAN EKINOKANDIN
1. Kaspofungin
• Kaspofungin adalah antijamur sistemik dari suatu
kelas baru yang disebut ekinokandin. Obat ini
bekerja dengan menghambat sintesis beta (1,3)-
Dglukan, suatu komponen esensial yang
membentuk dinding sel jamur
• Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang
terbatas. Kaspofungin efektif terhadap Aspergillus
fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus
terreus.
• Kaspofungin mempunyai aktifitas yang berubah-ubah terhadap
Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum dan dermatiaceous
molds.
• Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut:
1.Kandidiasis invasif, termasuk kandidemia pada pasien neutropenia
atau non-neutropenia.
2. Kandidiasis esofagus
3. Kandidiasis orofarings
4. Aspergilosis invasif yang sudah refrakter terhadap antijamur lainnya.
• Pengobatan umumnya diberikan selama 14.hari. Keamanan obat ini
belum diketahui pada wanita hamil dan anak berumur kurang dari
18 tahun.
• Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruam kulit,
mual, muntah
2. Mikafungin
• Pada tahun 2005, mikafungin disetujui FDA untuk
terapi esofagitis kandida pada pasien HIV.
• Mikafungin juga bermanfaat untuk terapi
aspergilosis invasif

3. Anindulafungin
• Anindulafungin merupakan kelompok
ekinokandin yang telah disetujui FDA tahun 2006
untuk penatalaksanaan kandidiasis esophagus,
peritonitis dan abses intraabdomen disebabkan
kandida
GOLONGAN LAIN
1. Flusitosin
• Flusitosin efektif terhadap Candida sp.,
Cryptococcus neoformans, Cladophialophora
carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora
verrucosa.
• Efek samping yang sering dijumpai yaitu
mual,muntah dan diare
Mekanisme Kerja
1. Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan
bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma
akan bergabung dengan RNA setelah mengalami
deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi.
2. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat
penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh
metabolit fluorourasil. Keadaan ini tidak terjadi
pada sel mamalia karena dalam tubuh mamalia
flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.
2. Griseofulvin
• Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang
terbatas hanya untuk spesies Epidermophyton
flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton
sp., yang merupakan penyebab infeksi jamur
pada kulit, rambut kuku.
• Griseofulvin tidak efektif terhadap kandidiasis
kutaneus dan pitiriasis versikolor
• Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan nyeri abdomen.
Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat
terjadi pada sebagian pasien
ANTI PARASIT
• PARASIT: semua penyebab infeksi yang diketahui,
misalnya virus, bakteri, fungi, protozoa, dan
cacing. Yang dibahas: protozoa dan cacing.
• Target terapi pada penyakit parasit:
1. Enzim yang hanya dijumpai pada parasit (unik)
2. Enzim yang ada pada parasit dan inang, tapi tidak
menyokong parasit (dibutuhkan)
3. Fungsi biokimia umum, ada pada parasit dan inang,
sifat farmakologi berbeda.
ENZIM UNIK
• Target paling jelas
• Penghambatan enzim dan tidak berpengaruh
pada inang
• Jarang digunakan untuk protozoa
• Terbatas karena perkembangan resistensi obat
• Antara lain:
– Enzim sintesis dihidropteroat
– Piruvat: Faredoksin Oksidoreduktase
– Nukleosid fosfotransferase
– Tripanotion
ENZIM UNTUK SINTESIS
DIHIDROPTEROAT
• Preparat: Sulfon dan sulfonamid
• Untuk sporozoa intraseluler (Plasmodium, Toxoplasma,
dan Eimeria)  dapat mensintesis folat sendiri
• Sulfatiazol, sulfaguanidin, dan sulfanilamid bekerja
sebagai penghambat kompetitif p-aminobenzoat.
• Kombinasi dengan penghambat dihidrofolat reduktase
efektif untuk malaria, toksoplasmosis, dan koksidiosis.
• Fansidar: kombinasi sulfadoksin dan pirimetamin untuk
terapi malaria oleh Plasmodium falcifarum yang
resisten klorokuin.
PIRUVAT : FAREDOKSIN
OKSIREDUKTASE
• Preparat: nitroimidazol (metronidazol).
• Protozoa anaerob memiliki elektron potensial
rendah-redoks (mirip flavodoksin dan feredoksin)
yang transpor protein untuk ubah piruvat mjd
asetil KoA
• Enzim piruvat:faredoksin oksireduktase (dan
hidrogenase pada hidrogenosom) menyebabkan
dihasilkannya H2 sebagai pengganti elektron.
• Untuk terapi yang disebabkan Entamoeba sp. dan
Giardia lamblia
NUKLEOSID FOSFATRANSFERASE
• Preparat: Alopurinol ribosid dan Formisin B
• Penghambat enzim esensial pada
metabolisme purin protozoa berflagel
(Leishmania)
• Aktivitas enzim dihambat guanosin atau 5-
fluorodeoksiuridin, tidak dipengaruhi oleh
penghambat timidin kinase seperti asiklovir
TRIPANOTION REDUKTASE
• Preparat: melarsoprol B dan nifurtimoks
• Protozoa Kinetoplastidan membutuhkan
tripanotion reduktase untuk mempertahankan
kelangsungan hidup
• Nifurtimoks, turunan nitrofuran, efektif dalam
pengobatan penyakit Chagas (disebabkan oleh
Trypanosoma cruzi)
ENZIM-ENZIM YANG DIBUTUHKAN
PARASIT
• Kebanyakan parasit mengalami defisiensi
enzim sehingga beberapa enzim dianggap
esensial, namun inang tidak
membutuhkannya.
• Diantaranya:
– Purin fosforibosil transferase
– Ornitin dekarboksilase
– Enzim glikolitik
PURIN FOSFORIBOSIL TRANSFERASE
• Awalnya, sintesis nukleotid purin tidak ada pd parasit
protozoa sehingga membutuhkan hipoksantin-guanin
fosforibosil transferase
• Hipoksantin dibutuhkan: 4 spesies Leishmania, Plasmodium
berghei, E tenella, T foetus, S mansoni, Crithidia fasciculata.
• Alopurinol (subatrat lemah hipoksantin-guanin fosforibosil
transferase) menjadi antileishmania dan antitripanosoma
selektif karena dapat bergabung dengan fraksi RNA dan
menghasilkan RNA abnormal.
• Enzim lain: xantin fosforibosil trasferase sbg antileishmania,
guanin fosforibosil transferase untuk menghambat Giardia
lamblia.
ORNITIN DEKARBOKSILASE
• Poliamin, untuk perkembangbiakan dan
diferensiasi sel Tripanosoma sp, dikontrol
pembentukannya oleh Ornitin dekarboksilase
• Ciri enzim: induksibilitas mencolok, T½ sangat
singkat.
• Alfa-difluorpmetUornitin (DFMO): penghambat
ornitin dekarboksilase dengan aktivitas
antitumor, bersifat selektif, digunakan untuk
terapi infeksi Trypanosoma brucei gambiense.
ENZIM-ENZIM GLIKOLITIK
• Pada inang, glikolisis menghasilkan 2 ATP + 2
molekul piruvat diekskresikan ke dalam aliran
darah.
• Hasil energi rendah ini digunakan T brucei untuk
glikolisis dengan kecepatan tinggi (50x laju
glikolisis inang)  membelah 7jam sekali, dan
membutuhkan gliserol-3-fosfat oksidase.
• Gliserol-3-fosfat oksidase dapat dihambat asam
salisil-hidroksamat (SHAM), contoh obat suramin
(grup sulfonil) sebagai antitripanosoma.
FUNGSI BIOKIMIA DENGAN SIFAT
FARMAKOLOGI BERBEDA
• Pengangkut tiamin
Amprolium, analog tiamin, untuk antikoksidia
kerena Koksidia sangat membutuhkan
metabolisme karbohidrat (tiamin sebagai salah
satu kofaktornya), aktivitas rendah terhadap
toksoplasmosis.
• Pengankut elektron mitokondria
4-hidroksikuinolon (bukuinolat, dekokuinat, dan
metil benzokuat) sebagai obat antikoksidia,
bekerja pada parasit dengan menghambat
respirasi mitokondria. Spesifik untuk Eimeria sp.
FUNGSI BIOKIMIA DENGAN SIFAT
FARMAKOLOGI BERBEDA
• Mikrotubulus
Benzimidazol (mebendazol dan fenbedazol) hambat
transpor granula pada parasit nematoda Ascaris
Lumbricoides. Penghambatan ini bersamaan dengan
hilangnya mikrotubulus sitoplasmik dari sel intestinum
cacing.
• Transmisi sinaptik
 Obat agonis asetilkolin nikotinat ganglionik: levamisol,
pirantel pamoat, oksantel pamoat, dan befenium.
Sebabkan kontraksi muskular cacing
 Obat agonis GABA: piperazin. Sebabkan paralisis flaksid
nematoda
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai