Anda di halaman 1dari 20

Case report BLOK ELEKTIF

KEPEMINATAN DOMESTIC VIOLENCE

MUHAMMAD RIFKI KHOLIS PUTRA


TUTOR:
1102014172 dr. Elita Donanti, M.Biomed
Kelompok 1
PENGAMPU :
dr. Ferryal Basbeth, SpF. DFM
PATRIARKHI CULTURE AND ECONOMIC LIMITATIONS AS TRIGGERS LEADS TO THE DOMESTIC VIOLENCE

Abstract :
Introduction : There are some factors that can cause domestic violence, such as patriarchial
culture and economical problems. Domestic violence is not always just related to
socioeconomic status, the reports coming from various groups, etchnicities, education levels,
various ages, religions, and professions.
Case report : Mrs. E (victim) who works as a housewife feels even though her husband, (Mr. P)
always provides for the family, but Mrs. E feels that her husband's income does not adequately
meet the needs of the family and the husband commits domestic violence in the form of
physical and verbal violence
Discussion and Conclusion : The income of husbands that has not enough for the family needs
being triggers in family’s conflict and provoke domestic violence.
Keyword : Economy, Husband Income, Domestic Violence, Factor
Pendahuluan

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan


terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Hal ini dijelaskan dalam UU NO 23 Tahun
2004 Pasal 1.
305.535 kasus (BADILAG) 11.207 kasus (Komnas
9% Perempuan)

38%
23%
Kekerasan Fisik

Kekerasan Seksual

Kekerasan Psikis

Kekerasan 30%
Ekonomi

Komisi Nasional Perempuan. 2016. Catatan Tahunan Komnas


Perempuan. Maret. Jakarta.
Kekerasan
Fisik

Kekerasan
Psikis
Bentuk bentuk KDRT
Kekerasan
Seksual

Kekerasan
Ekonomi
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga, yaitu perselingkuhan, masalah ekonomi,campur tangan
pihak ketiga, bermain judi, budaya patriarkhi, serta perbedaan prinsip. Adapun
bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh korban adalah kekerasan fisik,
kekerasan psikis, dan penelantaran rumah tangga (ekonomi). Kekerasan dalam
rumah tangga tidak selalu terkait dengan status sosial ekonomi. pengaduan
kasus kdrt bisa datang dari berbagai golongan, berbagai status sosial ekonomi,
etnis, level pendidikan, berbagai usia dan agama juga, profesi juga beragam.
(Jayanthi,2009)

MASALAH EKONOMI BUDAYA PATRIARKHI


Ny. E (pelapor) berusia 37 tahun, beragama Kristen, pendidikan terakhir SMA,
dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ny. E merupakan ibu dari 2 anak dan
memiliki suami yang bernama Tn. P (terlapor) berusia 39 tahun, beragama
Kristen, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai satpam.

pada tanggal 08 Desember 2017 pada pukul 12.00 WIB, Ny. E menegur kedua
anaknya yang sedang berkelahi di depannya, lalu pelapor menarik rambut salah
satu anak dari pelapor untuk memisahkannya. Terlapor melihat kejadian tersebut
dan tidak terima dengan tindakan pelapor, Seketika terlapor langsung memukul
pelapor sebanyak 1 kali di bagian mata kiri, menarik rambut pelapor lalu
membantingnya ke tempat tidur kemudian mencekik leher pelapor sambil berkata
“lo harus mati hari ini.”

pelapor melakukan perlindungan diri dengan membalas dan memukul kepala terlapor dan
memelintir tangan kiri terlapor. Pelapor mengakui bahwa sudah 4 tahun menikah dan
terlapor sering melakukan kekerasan fisik dan verbal terhadap pelapor. Atas kejadian
PRESENTASI tersebut pelapor mengalami luka memar di mata kiri, leher, lidah, lengan kanan kiri,
punggung, kaki kanan dan kiri. pelapor mengakui bahwa walaupun terlapor sering menafkahi
KASUS pelapor, tetapi pelapor mengakui bahwa jumlah penghasilan terlapor kurang untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Saat ini kasus Ny. E dan Tn. P masih dalam penyelidikan oleh
Polsek Jakarta Pusat.
Diskusi Kasus
• Kekerasan yang terjadi di dalam
sebuah rumah tangga sering
disebut dengan Kekerasan Dalam Tindakan kekerasan dalam
Rumah Tangga (KDRT). Tindakan
tersebut pada umumnya rumah tangga dapat
didominasi oleh suami atau laki- dipengaruhi oleh
laki terhadap anggota keluarga faktor Budaya patriarkhi
yang lebih lemah sehingga pada yang muncul di masyarakat
akhirnya menimbulkan korban
yang sebagian besar merupakan
perempuan dan anak.
(Jayanthi,2009).
• Budaya patriarki yaitu budaya yang berorientasi
pada kekuasaan laki-laki, dengan cara memberikan
kedudukan dan kekuasaan yang lebih dominan
kepada laki-laki sehingga posisi perempuan dalam
kehidupan masyarakat menjadi lemah. Kekuasaan
yang dimiliki laki-laki memberikan suatu pembenaran
bahwa laki-laki mempunyai superioritas dan kontrol
terhadap perempuan.
• faktor lain yang dapat menjadi penyebab
terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga yang terjadi di masyarakat adalah
faktor ekonomi.
• Masalah penghasilan adalah masalah
pemicu konflik yang paling besar yang
umumnya terjadi pada pasangan suami
istri dalam kehidupan rumah tangganya
• Bentuk-bentuk kekerasan suami terhadap istri meliputi: kekerasan fisik,
psikologis, seksual, dan ekonomi.
• Kekerasan fisik misalnya : memukul, menendang, mencekik, melukai dengan
alat atau senjata, bahkan membunuh.
• Kekerasan psikologis misalnya: berteriak-teriak, mengancam, memberikan
sumpah-serapah, serta tindakan lain yang menimbulkan rasa takut.
• Kekerasan seksual misalnya: melakukan hubungan seksual dengan cara-cara
yang tidak wajar yang tidak disukai oleh korban, pemaksaan hubungan
seksual yang tidak disetujui korban, atau menjauhkan dari kebutuhan seksual.
• Kekerasan ekonomi misalnya: menelantarkan, lalai dalam memberikan
kebutuhan hidup, mengambil uang korban, dan mengawasi pengeluaran uang
sampai sekecil-kecilnya.
• Dalam kasus ini, Dalam kasus ini, Ny. E (pelapor) mengakui bahwa suaminya Tn. E (terlapor)
sebagai suami telah melakukakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sejak awal
pernikahan mereka yaitu sudah lebih kurang 4 tahun ini. Pekerjaan terlapor sebagai satpam
dengan gaji yang tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari menjadi
pemicu terjadinya KDRT dalam kasus ini. Pelapor mengakui bahwa meskipun terlapor rajin
memberikan nafkah kepada keluarga, tetapi pelapor merasa bahwa jumlah penghasilan
terlapor tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarga.

• Sesuai dengan definisi kekerasan ekonomi, sebetulnya korban tidak mendapatkan kekerasan
ekonomi karena suami korban tetap rajin memberikan nafkah terhadap keluarga meskipun
jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan keluarga.
• Adapun kekerasan yang dilakukan terhadap istrinya meliputi kekerasan
fisik yang berupa pemukulan di daerah mata dan membanting kearah
tempat tidur dan kekerasan verbal yang berupa hinaan terhadap istri
yang sudah sering berlangsung selama 4 tahun.
• Sesuai dengan definisi kekerasan fisik dan psikologis, korban telah
mendapatkan kekerasan fisik dari suami korban dan kekerasan
psikologis berupa hinaan yang membuat korban merasa sakit hati.
• Desakan ekonomi dan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin
besar, sering menyebabkan suami yang merupakan kepala rumah
tangga menjadi hilang akal. Mereka melampiaskan dengan melakukan
kekerasan terhadap orang-orang yang berada dalam lingkungan rumah
tangganya. (Jayanthi,2009).
Pengaturan mengenai kekerasan fisik di UUPKDRT sendiri diatur secara lebih spesifik pada Pasal 44
1. Kekerasan fisik ringan
• menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
• pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
2. Kekerasan fisik yang menyebabkan korban jatuh sakit atau luka berat
• mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat
• pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah)
3. Kekerasan fisik yang menyebabkan matinya korban
• mengakibatkan matinya korban, mendapat jatuh sakit atau luka berat
• pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh
lima juta)
• Allah SWT telah menetapkan bekerja untuk mencari nafkah sebagai kewajiban
bagi pria. Sebaliknya, bekerja untuk mencari nafkah bukan merupakan
kewajiban bagi wanita, tetapi hanya sekadar mubah (boleh) saja. Jika dia
menghendaki, dia boleh melakukannya,

• Islam telah menetapkan bahwa urusan kepemimpinan di dalam rumah tangga


adalah diperuntukkan bagi suami atas istri.

• Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Di surah An-nisa ayat 3


• Artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka

(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki)telah menafkahkan sebagian dari harta

mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak

ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka

nasehatilahmereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka

mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi

Maha Besar.” (QS an-Nisâ’[4]: 3)


• Allah SWT telah menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam rumah tangga
adalah bagi kaum pria, karena Allah SWT telah menetapkan berbagai tambahan
taklif kepada mereka, seperti pemerintahan, imamah shalat, perwalian dalam
pernikahan dan hak menjatuhkan talak ada di tangan kaum pria
• Di dunia ini laki-laki yang kodratnya sudah menjadi imam dan pemimpin
seharusnya bisa lebih bijak dan menggunakan kelebihan yang diberikan Allah
SWT untuk melindungi wanita bukan untuk menyakitinya.
• Islam adalah agama yang mengusung perdamaian dan anti kekerasan.
Ketika kekerasan terjadi dipastikan keharmonisan keluarga terkoyak
dan berbagai prahara tidak terelakkan. Batin menderita lantaran orang
yang semestinya mencurahkan segala cinta dan perhatiannya justru
berbalik arah dengan melakukan kezaliman dalam ucapan maupun
perbuatan. Dalam hadits qudsi Allah ta’ala berfirman,

َ َ ‫لَ ت‬
• ْ‫ظا لَمو‬ َ ‫علَى نَف ِسيْ َو َجعَل‬
ْ َ‫تِهْ ْبَينَُمْ م َح َّر ًما ف‬ َ ‫يَا ِعبَا ِديْ ِإ ِِنِيْ َح َرمتْ الظل َْم‬

• “Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya aku telah mengharamkan


kezaliman atas diriku. Dan aku menetapkannya sebagai perkara yang
diharamkan diantara kalian. Maka janganlah kalian saling
menzalimi”. (Shalih Muslim (IV/1583), (2577).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai kekerasan yang berbasis
gender. Tindakan tersebut terjadi disebabkan sebagian besar korban adalah perempuan
Kesimpulan yang identik dengan sifat pasif, sedangkan laki-laki merupakan pemimpin dalam rumah
tangga yang memiliki kekuasaan penuh terhadap anggotanya dapat bertindak sesuai
keinginannya. Budaya patriarki yaitu budaya yang berorientasi pada kekuasaan laki-laki,
dengan cara memberikan kedudukan dan kekuasaan yang lebih dominan kepada laki-
laki sehingga posisi perempuan dalam kehidupan masyarakat menjadi lemah.
Kekuasaan yang dimiliki laki-laki memberikan suatu pembenaran bahwa laki-laki
mempunyai superioritas dan kontrol terhadap perempuan. Dalam kasus ini, alangkah
baiknya jika Ny. E (pelapor) memulai usaha kecil untuk membantu ekonomi keluarga.
Usaha yang dilakukan tersebut diharapkan bisa meningkatkan penghasilan keluarga dan
membantu memenuhi kebutuhan keluarga serta mengurangi ketergantungan Ny. E
terhadap suami.

Anda mungkin juga menyukai