Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN MUTU

PELAYANAN KESEHATAN
YENNIKE TRI HERAWATI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
 Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau
jasa pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuanya untuk memberikan kebutuhan kepuasan
(American Society for Quality Control).
KONSEP MUTU  Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan
persyaratan (The Conformance of Requirements - Philip
B. Crosby).
 Pelayanan kesehatan adalah Setiap upaya yang di
selenggarakan secara sendiri atau bersama- sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
LAYANAN meningkatkan kesehatan, mencegah dan
KESEHATAN menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok maupun
masyarakat.
 Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-
rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi (Asrul
Azwar,1996).
MUTU  Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang
PELAYANAN pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-

KESEHATAN standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman,


yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang
bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Djoko Wijono,
2000).
 Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan dalam pelayanan kesehatan.

 Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan


ELEMEN MUTU lingkungan.

 Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah


Bagi Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Masyarakat) Pasien/
masyarakat
Layanan kesehatan yang bermutu adalah suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat
waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta
mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.

PERSEPSI Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa
puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat
MUTU kembali.
Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan
kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan
mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan
melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang
paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga
diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi
layanan kesehatan atau provider dengan pasien (masyarakat).
Bagi Pemberi Layanan Kesehatan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau
protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan
PERSEPSI kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan
bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut.
MUTU Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhkan dan
mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan
layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
Bagi Penyandang Dana Pelayanan Kesehatan
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa
layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang efisien dan efektif.
PERSEPSI Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu
yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan
MUTU kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya , upaya
promosi kesehatan pencegahan penyakit akan
digalakkan agar pengguna layanan kesehatan semakin
berkurang.
Bagi Pemilik Sarana Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan
bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan
layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan
PERSEPSI yang mampu menutupi biaya operasional dan
pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan
MUTU yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat ,
yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan
pasien masyarakat
1. Bukti fisik atau bukti langsung (tangible), dapat berupa
ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai
serta penampilan karyawan /staf yang menyenangkan.
2. Kehandalan (reliability), adalah kemampuan memberikan
pelayanan dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para karyawan/staf


membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan
melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap.
DIMENSI MUTU 4. Jaminan (assurance), artinya karyawan/staf memiliki kompetensi,
kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas
dari risiko dan keragu-raguan.
5. Empati (empathy),dalam hal ini karyawan/staf mampu
menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan
dalammenjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya
terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan
dari pelangan
Mutu telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu, ketika bangsa
Mesir kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk
membangun piramida. Pada jaman modern fungsi mutu berkembang
melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Inspeksi (Inspection)
 Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu
yang utama adalah bagian inspeksi. Selama produksi, para
inspector mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Bagian
inspeksi tidak independen, biasanya mereka melapor ke pabrik.
PERKEMBANGAN Hal ini menyebabkan perbedaan kepentingan. Seandainya inpeksi
menlak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai meka bagian
MUTU pabrik berusaha meloloskannya tanpa mempedulikan mutu.
 Pada masa ini ada beberapa orang ahli di bidang statistik yang
antara lain Walter A. Sewhart (1924) yang menemukan konsep
statistic untuk pengendalian variable-variabel produk, seperti
panjang, lebar, berat, tinggi, dan sebagainya. Sedang H.F.Dadge
dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam
pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk
(acceptance sampling).
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
 Pada tahun 1924-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi
bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan
produk militer yang bebas cacat. Mutu produk militer menjadi
salah satu factor yang menentukan kemenangan dalam
peperangan. Hal ini harus dapat diantisipasi melalui pengendalian
yang dilakuan selama proses produksi. Tanggug jawab mutu
dialihkan ke bagian quality control yang independen. Bagian ini
memiliki otonomi penuh dan terisah dari bagian pabrik. Para
pemeriksa mutu dibekali dengan perangkat statistika seperti
diagram kendali dan penarikan sampel.

 Pada tahap ini dikenal seorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983) yang
merupakan pelopor Total Quality Control (1960).Sedang pada
tahun 1970 Feegenbaum memperkenalkan konsep Total Quality
Control Organizationwide. Namun pada tahun 1983 Feigenbaum
mengenalkan konsep Total Quality System.
3. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
 Rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik statistis sering
kali tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan
yang ada. Pengendalian mutu (quality control) berkembang
menjadi pemastian mutu (quality assurance). Bagian pemastian
mutu difokuskan untuk memastikan proses dan mutu produk
melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis kinerja
teknis, dan petunjuk operasi untuk peningkatan mutu. Pemastian
mutu bekerja sama dengan bagian-bagian lain yang bertanggung
jawab penuh terhadap mutu kinerja masing-masing bagian.
4. Manajemen Mutu (Quality Management)
 Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo, sehingga upaya
yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian
mutu, tapi sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena
itu ntuk mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu selalu
dievaluasi dan direnanakan perbaikannya melalui penerapan fngsi-
fungsi manajemen mutu.

5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)


 Dalam perkembangan manajemen mutu, ternyata bukan hanya
fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap
mutu. Dalam hal ini tanggung jawab terhadap mutu tdak cukup
hanya dibebankan kepada suatu bagian tertentu, tetapi sudah
menjadi tanggung jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah
yang disebut Total Quality Management.

Anda mungkin juga menyukai