Anda di halaman 1dari 23

KASUS PCC

Ayunda Saputri Ali Ridho Husein


Nurul Malisa Risyda Afdhilati
Yetika Alvionita Gamal al isra
Anis Khoirun Nisa M rizal rosyidi
Maya Nur Amalia Nisrina Muslihin
Lilis Trisuryaningrum Syifa Rizkia
Latar belakang Kasus
PCC
Paracetamol, cafein,
carisoprodol
merupakan obat pereda rasa sakit akut terutama
yang disebabkan oleh masalah pada otot. memiliki
efek farmakologis sebagai relaksan otot namun
hanya berlangsung singkat.
Karisoprodol

Metabolisme

Meprobamat

Disalahgunakan !!!
Efek Sedatif
Berdasarkan KeMenKes Nomor
6171/A/SK/73/ tanggal 27 Juni 1973 tentang
Karisoprodol Obat Keras tambahan obat keras nomor satu dan nomor
dua.

Di Indonesia, Karisoprodol semat mendapat izin


edar oleh Badan POM sebagai obat somadril,
tetapi izinnya dicabut pada tahun 2013 sejak
banyak penyalahgunaan atas obat tersebut.

Pada tanggal 14 september 2017 lalu, tercatat 61 orang dilarikan


ke sejumlah rumah sakit di Kendari, Sulawesi Tenggara akibat
overdosis obat PCC. Kebanyakan dari korban ini merupakan siswa
SD dan SMP. Ada yang langsung tak sadarkan diri bahkan juga
meninggal setelah mengonsumsi obat itu. Beberapa pasien yang
selamat dilaporkan menunjukkan kondisi mental yang terganggu
sehingga harus diikat agar tak mengamuk. Obat PCC yang
dikonsumsi juga dapat membuat kejang-kejang dan seluruh badan
menjadi sakit.
Dari kasus tersebut, kepolisian daerah silawesi tenggara,
menangkap delapan orang tersangka yang terlibat dalam
kasus tersebut, dimana 2 diantaranya merupakan apoteker.
Atas kasus tersebut, polisi menjerat pelaku dengan pasal 197
dan pasal 196 UU Kesehatan.

BNN Instansi
BPOM RI Polisi
terkait

Pada 4 Oktober 2017, membentuk suatu tim


Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan
Obat yang akan bekerja tidak hanya pada aspek
penindakan, namun juga pada aspek
pencegahan penyalahgunaan obat.
4 Identifikasi
Masalah
Identifikasi Masalah
4
1 Adanya jaringan peredaran obat PCC
setelah obat tersebut dinyatakan
ilegal dan dicabut izin edarnya.
2 Maraknya kasus penyalahgunaan obat PCC
yang sasarannya kebanyakan anak
dibawah umur (SD dan SMP)
yang menyebabkan kondisi mental anak
Terganggu bahkan sampai meninggal.
Apoteker dan asisten apoteker di PBF

3 PBF yang menjual PCC


masih mendapatkan produk
PCC.
4 Kurangnya pengawasan orang tua
Aturan Peredaran Obat Obat menurut Pasal 1 angka 8 UU
Kesehatan didefinisikan sebagai berikut:

Obat adalah bahan atau paduan bahan,


Undang-Undang Nomor 36 termasuk produk biologi yang digunakan
Tahun 2009 tentang untuk mempengaruhi atau menyelidiki
Kesehatan sistem fisiologi atau keadaan patologi
(“UU Kesehatan”) dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.

Sediaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.

Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan


dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh
izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu
dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Obat yang Mengandung Karisoprodol

Berdasarkan Siaran Pers Badan POM Perang


terhadap Penyalahgunaan Obat dan Obat
Ilegal di laman Badan POM, paracetamol baik Pada tahun 2013, melalui Keputusan
sebagai sediaan tunggal maupun kombinasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
bersama Cafein saat ini masih diperbolehkan Makanan Republik Indonesia
untuk penggunaan terapi. Sementara No.HK.04.1.35.06.13.3535 Tahun 2013
Carisoprodol merupakan bahan baku obat tentang Pembatalan Izin Edar Obat
yang memberi efek relaksasi otot dengan efek yang Mengandung Karisoprodol
samping sedatif dan euforia. Pada dosis yang
lebih tinggi dari dosis terapi, Carisoprodol
dapat menyebabkan kejang dan halusinasi,
serta efek lainnya yang membahayakan
kesehatan hingga kematian.
Obat yang Mengandung Karisoprodol

Mengembalikan
Melaporkan surat
kepada Kepala persetujuan izin
BPOM edar kepada
BPOM

Keputusan BPOM
tersebut juga
memerintahkan kepada
industri farmasi
pemegang izin edar obat
yang mengandung
Karisoprodol untuk: Menghentikan
kegiatan
Memusnahkan;
produksi dan
distribusi;

Menarik dari
peredaran;
Sanksi Menjual Obat Ilegal

• Tenaga kefarmasian yang menjual obat ilegal (tanpa izin edar), dalam hal
ini adalah PCC, dapat dijerat dengan Pasal 197 UU Kesehatan sebagai
berikut:

• Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan


sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Sanksi Bagi Apotek

Dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017


tentang Apotek (“Permenkes 9/2017”) apotek menyelenggarakan
fungsi:
a. pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Permenkes 9/2017


dapat dikenai sanksi administratif berupa:14
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan
c. pencabutan SIA.
Dari kasus tersebut diperlukan intervensi atau keterlibatan semua pihak
dalam pemberantasan obat ilegal seperti,

1 Pembentukan Satuan Tugas

Untuk menghindari penyalahgunaan obat maupun peredaran obat ilegal,


diperlukan peran aktif seluruh komponen bangsa baik instansi pemerintah,
pelaku usaha, maupun masyarakat.

Badan POM RI bersama Kepolisian dan BNN serta instansi terkait lainnya telah
sepakat untuk berkomitmen membentuk suatu tim Aksi Nasional
Pemberantasan Penyalahgunaan Obat yang akan bekerja tidak hanya pada
aspek penindakan, namun juga pada aspek pencegahan penyalahgunaan obat
2. Peran Aktif BPOM dan Pemerintah

BPOM berperan aktif dalam melakukan penulusuran, memberikan bantuan


ahli, serta uji laboratorium dalam penanganan obat ilegal. BPOM juga
sebaiknya bergerak serentak dalam mengawasi kemungkinan adanya
peredaran obat ilegal di wilayah masing-masing. Perlunya pengawasan yang
intensif dan ketat terhadap fasilitas pelayanan obat di masing-masing wilayah.
Pemerintah juga sebaiknya memberi dukungan lebih terhadap instansi terkait
seperti memperkuat BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi) dan senantiasa
melakukan pengawasan terhadap kemungkinan adanya jalan tikus yang
digunakan dalam peredaran obat ilegal.

BPOM dan Pemerintah melalui dinas kesehatan sebaiknya juga melakukan


penyuluhan atau KIE terhadap masyarakat agar selalu berhati-hati dalam cara
mendapatkan obat dan mengonsumsi obat
3. Bermitra Dengan Regulator Obat dan Makanan Internasional

Diperlukan adanya kerjasama Internasional dalam membangun sistem


pengawasan obat dan makanan. Seperti membangun sistem pengawasan
berbasis digital yang menghubungkan antara sarana pelayanan obat,
pedagang besar farmasi dan industri farmasi.
Melalui sistem ini BPOM dapat meningkatkan efektivitas dalam pengawasan
obat dan makanan sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden melalui perpres
No. 3 tahun 2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan obat dan
makanan.
Kesimpulan
• PCC (Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol) dan seluruh obat yang mengandung
Corisoprodol (Somadril Compositum, New Skelan, Carsipain, Carminofein, Etacarphen,
Cazerol, Bimacarphen dan Karnomed) dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013.
• pada tahun 2018 melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2018 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika, Karisoprodol ditetapkan sebagai jenis narkotika
baru yang termasuk pada jenis narkotika golongan I.
• Melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.04.1.35.06.13.3535 Tahun 2013 izin edar obat yang mengandung Karisoprodol
dibatalkan
• Tenaga kefarmasian yang menjual Karisoprodol dapat dijerat dengan Pasal 197 UU
Kesehatan dengan sanksi pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan Pasal 114 ayat (1) UU
Narkotika dengan sanksi pidana pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
• Apotek yang menjual PCC dapat dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara kegiatan, dan pencabutan SIA
Saran
• Kerjasama antar lembaga terkait seperti BPOM,
Kemenkes, dan Kepolisian dalam menegakkan
permasalahan hukum terkait PCC serta menindak
tegas oknum yang terlibat
• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai
bahaya serta efek samping penyalahgunaan obat
• Adanya sanksi rehabilitasi dalam hal
pertanggungjawaban pelaku penyalahgunaan obat
PCC. Dengan tetap mempertimbangkan unsur
kesalahan yang dilakukannya. Pelaku
penyalahgunaan obat PCC layak untuk
mendapatkan rehabilitasi
7

Anda mungkin juga menyukai