AKUT
Obstruksi saluran napas ekstratorakal yang besar
◦ aspirasi makanan/benda asing
◦ angoiedema glotis
merupakan keadaan emergensi
KRONIK
Tumor
Stenosis fibrotik
◦ sesudah trakeostomi
◦ sesudah intubasi endotrakeal yang lama
KRONIK
Sarkoidosis
Pneumokoniosis
TANDA
Takipnea dengan pCO2 dan PO2 arterial
Volume paru menurun
Paru-paru menjadi lebih kaku
Emboli paru yang rekuren
episode dispnea yang berulang pada saat
istirahat
Sumber emboli
phlebitis pada ektremitas bagian bawah
atau pelvis
Analisa gas darah umumnya abnormal,
tetapi volume paru seringkali normal atau
hanya kelainan minimal.
Kifoskoliosis yang berat
Pectus ekskavatum
Spondilitis
Kelemahan maupun paralisis otot-otot
respirasi
Dyspnea d’effort paling sering terjadi
Ortopnea
Paroxismal nocturnal dyspnea
Sulit untuk dievaluasi
Astenia neurosirkulatorik,
gejala nyeri dada terasa menusuk
berpindah-pindah di berbagai lokasi
perubahan gambaran EKG paling sering terlihat
selama repolarisasi; Rangkaian tes faal paru dan
jantung yang agak ekstensif saat istirahat dan
latihan jasmani
Respirasi dengan tarikan napas panjang dan
pola pernapasan yang tidak beraturan
Pola pernapasan normal saat pasien tidur
Penyebab yang mendasari terjadinya dyspnea :
1. Meningkatnya kebutuhan pernafasan
2. Kelemahan otot pernafasan
3. Ventilasi dead space
4. Kerusakan ventilasi mekanik.
Dispneu akut
◦ CHF, Infark miokard, PPOK exaxerbasi akut,
serangan asma, emboli paru dan pneumonia
Dispneu kronik
◦ gejala muncul 4 – 8 minggu.
Waktu
Beratnya gejala
Hubungan dengan aktifitas
Tanda obyektif dispneu :
◦ penggunaan otot bantu pernafasan,
◦ takipnea,
◦ nafas cuping hidung,
◦ Sianosis
Beberapa skala menilai derajat dyspnea
◦ The Borg scale
deskripsi verbal (slight, moderate, severe)
menilai intensitas gejala, pada aktivitas tertentu
◦ ATS shortness of breath scale
Suara nafas, petunjuk sebab dyspnea :
◦ Ronkhi,
peningkatan JVP, edema kaki heart failure
◦ Wheezing
asma dan PPOK
◦ Suara nafas menurun atau menghilang
emfisema, pneumothorax, efusi pleura
◦ Hipertrofi ventrikel kanan dan P2 mengeras
hipertensi pulmonal
◦ Ronkhi kering, clubbing, sianosis
penyakit paru interstitial
Kimia darah
◦ hemoglobin
Foto Rontgen Thorax,
Pulmonary function tests (PFTs),
ECG
◦ Pasien > 40 tahun dengan gejala kardiovaskular
Arterial Blood Gases (BGA)
◦ membantu menentukan penyebab dyspnea.
◦ Ventilasi alveolar normal 4 – 6 L/mnt
◦ rasio ventilasi perfusi (V/Q) 0,8 – 1,2
Tidak invasif, waktu singkat, obyektif
pengukuran kuantitatif fungsi paru
◦ Airflow
◦ volume paru-paru
◦ kapasitas difusi
Dasar evaluasi spirometri
◦ Kapasitas vital paksa (FVC)
◦ volume ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1)
Manfaat tes:
◦ mengenali penyakit paru obstruksi; penyakit paru restriksi,
◦ menentukan keparahan penyakit,
◦ follow up progresivitas penyakit dan respon terapi
◦ resiko preoperative dan prediksi gejala pasca reseksi paru.
Obstruksi
◦ penurunan rasio FEV1 : FVC < 70 %, penurunan
dari FEV1.
◦ Gejala obstruksi FEV1 <60% nilai prediksi.
Keadaan obstruksi tetapi rasio FEV1 : FVC
tidak rendah :
◦ Obstruksi saluran nafas sentral
◦ Acute air trapping dengan peningkatan volume
residual (RV)
◦ Manuver ekspirasi paksa kurang dari 6 detik.
Paru-paru yang mengalami ekspansi atau
reduksi dibagi 2 katagori :
◦ Intrinsik
mengenai parenkim paru misal pada fibrosis
interstitial, ARDS, CHF
◦ Ekstrinsik
kifoskoliosis, obesitas, ascites masif, kehamilan
◦ Keadaan diatas mempengaruhi pengukuran dari
fungsi paru
Paru-paru terdiri dari 4 bagian standar atau volume;
Volume tidal (TV)
◦ yaitu volume udara masuk-keluar paru setiap kali bernafas,
normal pada dewasa BB 70 kg adalah 500ml.
Volume reserve inspirasi (IRV)
◦ yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup untuk mencapai
kapasitas total paru.
◦ Dipengaruhi kekuatan otot, daya elastisitas recoil dinding dada
dan paru, normalnya pada dewasa BB 70 kg adalah 2,5 L.
Volume reserve ekspirasi (ERV)
◦ yaitu volume maksimal udara yang dikeluarkan akhir ekspirasi,
nilai normal 1,5 L.
◦ berkurang pada hamil, obesitas, penyakit neuromuskuler.
Volume residual (RV)
◦ yaitu volume udara yang tetap berada di paru setelah ekspirasi
maksimal, nilai normal 1,5 L
Empat volume tambahan sehubungan dengan kapasitas:
Kapasitas total paru (TLC)
◦ yaitu volume udara di paru setelah inspirasi maksimal.
◦ penjumlahan dari seluruh volume paru.
◦ TLC > 120% dari nilai prediksi menunjukan hiperinflasi dan TLC<80 % nilai
prediksi menunjukan restriksi.
Kapasitas Vital (VC)
◦ yaitu volume udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi maksimal.
◦ Merupakan penjumlahan dari IRV + TV + ERV
Kapasitas fungsi residu (FRC)
◦ yaitu volume udara yang tetap berada di paru pada akhir ekspirasi normal.
Merupakan penjumlahan dari RV + ERV.
Kapasitas Inspirasi (IC)
◦ yaitu volume total udara yang dihirup dari FRC.
◦ penjumlahan dari TV + IRV.
◦ meningkat setelah penggunaan bronkodilator menunjukkan respon yang
efektif.
Tes provokasi bronkus
◦ Pada asma
Foto Rontgen Thorax
◦ Melihat hiperinflasi dan perubahan pada pleura dan
parenkim paru
High resolution Computed Tomography Scanning
(HRCT)
◦ Identifikasi penyakit inflamasi; penyebab pneumonitis
intersisial
ECG
◦ bila ada gejala kardiovaskuler atau yang berusia lebih
dari 40 tahun
Cardiopulmonary exercise testing
◦ mengevaluasi dyspnea tidak diketahui penyebabnya
dari paru atau jantung. Ada 2 cara yaitu treadmill
dan cycle ergometry
Ventilasi-perfusi scanning
◦ tes yang paling sensitif untuk mengetahui penyakit
vaskuler paru.
Contrast Spiral CT dan angiografi pulmoner
◦ spesifik untuk emboli paru.
Fluoroscopy
◦ bila ada gerakan paradoksal pada diafragma letak
tinggi.
Tujuan terapi :
◦ Meningkatkan fungsi paru
◦ Menghilangkan kebutuhan ventilasi
◦ Meningkatkan fungsi otot-otot pernafasan
◦ Mengubah persepsi dyspnea
Mengatasi obstruksi
◦ berhenti merokok
◦ terapi bronkodilator
◦ inhalasi kortikosteroid jangka panjang pada asma
dan PPOK.
Mengurangi kebutuhan ventilasi
◦ Breathing exercise, pulmonary rehabilitation
support psikososial
◦ Terapi oksigen
◦ Mengurangi diet karbohidrat
Suplemen nutrisi
◦ menambah kekuatan otot dan ketahanan tubuh.