Anda di halaman 1dari 50

Fathur Nur Kholis

 Dyspnea merupakan sensasi tidak nyaman


bernapas, atau secara subyektif nafas
pendek,kurang lega.
 Dapat dialami :
◦ orang sehat saat latihan fisik atau pada ketinggian
◦ Penderita penyakit sistem pernafasan, jantung, ginjal,
neurologis, hematologi, rematologi endorin,gangguan
cemas.
 Sensasi dyspneu meningkat  realita bernafas
tidak sebanding dengan yang diperlukan
Definisi sesak nafas :
an uncomfortable sensation of breathing,
abnormally uncomfortable awareness of
breathing

The American Thoracic Society :


Dyspnea as a "subjective experience of
breathing discomfort that consists of
qualitatively distinct sensations that vary in
intensity.
 Bernafas aksi yang tidak kita sadari.
 Sesak nafas mempunyai dua dimensi yaitu
sensory/efferent dan affective/afferent.
 Sensasi respirasi merupakan konsekuensi interaksi
antara effector/efferent (atau motor output dari
otak ke otot pernapasan) dan afferent (atau
sensory input dari receptor di tubuh) yang mana
proses integratif dari informasi ini akan
disimpulkan di dalam otak (mekanisme pengontrol
sentral).
 Sensor respirasi:
◦ Masukan afferent ke sistem sentral dengan adanya
mechanoreceptor dan Chemoreceptor
 Termasuk diantaranya adalah
◦ Peripheral Chemoreceptor
◦ Central Chemoreceptor
◦ Pulmonary receptor
 Peripheral chemoreceptor
◦ Pada carotid bodies, aortic bodies terdiri dari 2 tipe
sel: glomus sel (tipe 1), sheath sel (tipe2)
◦ Berespon terhadap perubahan PaO2, PH
◦ diaktivasi oleh hipoksemia, hiperkapnia akut, dan
acidemia.
◦ Stimulasi reseptor menimbulkan peningkatan
ventilasi, dan sensasi kekurangan udara
 Central Chemoreceptors
◦ Berespon terhadap perubahan PaCO2 dan PH CSF
◦ Pada permukaan ventral medula
 Pulmonary Receptor :
◦ rapidly adapting receptor (RAR)
 Pada sel otot polos
 Distimulasi inflasi paru, terminasi inspirasi
◦ slowly adapting receptor (SAR)
 Pada epitel sel jalan nafas
 Berespon terhadap stimulus kimia; debu, asap, histamin
◦ C fibres
 Unmyelinated fibres
 Berespon terhadap faktor kimia dan mekanik
◦ Chest wall mechanoreceptor :
 pada otot, tendo penafasan
 Stimulasi oleh bronkospasme menimbulkan sesak pada
dada.
 Central Respiratory Controllers
◦ Terbagi atas:
 Batang otak; involuntary
 Kortek; voluntary
◦ Saraf yang bertanggung jawab terhadap kontrol automatis
pernafasan terdapat pada medulla dan pons
◦ Kelompok saraf:
 DRG (dorsal respiratory group)
 Memproses informasi dari reseptor paru, dinding dada dan
kemoreseptor
 Aktifasi diafragma dan VRG, stimulasi ekspansi otot, inspirasi
 Terdapat pada NTS ( nucleus tractus solitarius) in the medulla
 VRG (ventrolateral respiratory group)
 Terdapat pada nucleus ambigus dan retroambigus
 Inervasi otot efektor ; phrenic, intercostal, abdominal
 PRG (Pontine Respiratory group)
◦ Transisi inspirasi ke ekspirasi
◦ Kerusakan sebabkan peningkatan waktu inspirasi
◦ Terletak di pons
 CPG (Central Pattern Generator)
◦ Hilangnya impuls inhibisi ke DRG  awal inspirasi
◦ Peningkatan aktifitas motor neuron inspirasi
meningkatkan sinyal yang tiba2 di terminasi oleh
mekanisme swith off
 Kortek serebri
◦ bypass mekanisme kontrol respirasi pusat saat aktivitas
kebiasaan terkait pernapasan seperti batuk, menyanyi,
berbicara
 Kontrol pada Otot Polos Pernafasan
◦ sistem saraf otonom
 Stimulasi serabut kolinergik/parasimpatis
menghasilkan kontraksi otot polos saluran nafas
◦ NANC (non adrenergic non cholinergic innervation)
 Stimulasi menghasilkan respon menghambat atau
merangsang
 SISTEM EFEKTOR
◦ Jaras spinal descending menghubungkan DRG dan
VRG dengan kolumna ventrolateral medulla spinalis
kemudian mencapai alfa motor neuron pada
diafragma, interkostal dan otot abdomen sehingga
terjadi pergerakan otot nafas
 Seperti halnya nyeri, sesak nafas dikaji mulai
dari penentuan kualitas ketidaknyamanan.
 Derajat tergantung besarnya aktivitas fisik
yang dibutuhkan untuk menimbulkan sensasi
 Penting mengetahui :
Kondisi umum fisik pasien
Riwayat aktivitas pasien
Kebiasaan pasien
 Variasi antar individu
 Dispnea tiba-tiba saat istirahat  emboli paru,
pneumotoraks spontan, cemas
 Ortopnea  dispnea pada posisi berbaring (
CHF, obesitas, asma karena GERD)
 Paroksismal nokturnal dispnea  dispnea
mendadak malam sehingga pasien terbangun
(CHF, asma)
 Trepopnea  dispnea pada posisi lateral
dekubitus
 Platipnea dispnea pada posisi tegak
(HepatikPulmonarySindrom, left atrial myxoma)
LOKASI
 Saluran napas ekstratorakal hingga saluran napas yang
kecil di daerah perifer paru

AKUT
 Obstruksi saluran napas ekstratorakal yang besar
◦ aspirasi makanan/benda asing
◦ angoiedema glotis
 merupakan keadaan emergensi

KRONIK
 Tumor
 Stenosis fibrotik
◦ sesudah trakeostomi
◦ sesudah intubasi endotrakeal yang lama

TANDA YANG KHAS


 Stridor
 Retraksi inspiratorik pada fosa supraklavikula
AKUT
 Pneumonia

KRONIK
 Sarkoidosis
 Pneumokoniosis

TANDA
 Takipnea dengan pCO2 dan PO2 arterial
 Volume paru menurun
 Paru-paru menjadi lebih kaku
 Emboli paru yang rekuren 
episode dispnea yang berulang pada saat
istirahat
 Sumber emboli 
phlebitis pada ektremitas bagian bawah
atau pelvis
 Analisa gas darah umumnya abnormal,
tetapi volume paru seringkali normal atau
hanya kelainan minimal.
 Kifoskoliosis yang berat
 Pectus ekskavatum
 Spondilitis
 Kelemahan maupun paralisis otot-otot
respirasi
 Dyspnea d’effort paling sering terjadi
 Ortopnea
 Paroxismal nocturnal dyspnea
 Sulit untuk dievaluasi
 Astenia neurosirkulatorik,
 gejala nyeri dada terasa menusuk
 berpindah-pindah di berbagai lokasi
 perubahan gambaran EKG paling sering terlihat
selama repolarisasi; Rangkaian tes faal paru dan
jantung yang agak ekstensif saat istirahat dan
latihan jasmani
 Respirasi dengan tarikan napas panjang dan
pola pernapasan yang tidak beraturan
 Pola pernapasan normal saat pasien tidur
Penyebab yang mendasari terjadinya dyspnea :
1. Meningkatnya kebutuhan pernafasan
2. Kelemahan otot pernafasan
3. Ventilasi dead space
4. Kerusakan ventilasi mekanik.
 Dispneu akut
◦ CHF, Infark miokard, PPOK exaxerbasi akut,
serangan asma, emboli paru dan pneumonia
 Dispneu kronik
◦ gejala muncul 4 – 8 minggu.
 Waktu
 Beratnya gejala
 Hubungan dengan aktifitas
 Tanda obyektif dispneu :
◦ penggunaan otot bantu pernafasan,
◦ takipnea,
◦ nafas cuping hidung,
◦ Sianosis
 Beberapa skala menilai derajat dyspnea
◦ The Borg scale
 deskripsi verbal (slight, moderate, severe)
 menilai intensitas gejala, pada aktivitas tertentu
◦ ATS shortness of breath scale
 Suara nafas, petunjuk sebab dyspnea :
◦ Ronkhi,
 peningkatan JVP, edema kaki heart failure
◦ Wheezing
 asma dan PPOK
◦ Suara nafas menurun atau menghilang
 emfisema, pneumothorax, efusi pleura
◦ Hipertrofi ventrikel kanan dan P2 mengeras
 hipertensi pulmonal
◦ Ronkhi kering, clubbing, sianosis
 penyakit paru interstitial
 Kimia darah
◦ hemoglobin
 Foto Rontgen Thorax,
 Pulmonary function tests (PFTs),
 ECG
◦ Pasien > 40 tahun dengan gejala kardiovaskular
 Arterial Blood Gases (BGA)
◦ membantu menentukan penyebab dyspnea.
◦ Ventilasi alveolar normal 4 – 6 L/mnt
◦ rasio ventilasi perfusi (V/Q) 0,8 – 1,2
 Tidak invasif, waktu singkat, obyektif
 pengukuran kuantitatif fungsi paru
◦ Airflow
◦ volume paru-paru
◦ kapasitas difusi
 Dasar evaluasi spirometri
◦ Kapasitas vital paksa (FVC)
◦ volume ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1)
 Manfaat tes:
◦ mengenali penyakit paru obstruksi; penyakit paru restriksi,
◦ menentukan keparahan penyakit,
◦ follow up progresivitas penyakit dan respon terapi
◦ resiko preoperative dan prediksi gejala pasca reseksi paru.
 Obstruksi
◦ penurunan rasio FEV1 : FVC < 70 %, penurunan
dari FEV1.
◦ Gejala obstruksi  FEV1 <60% nilai prediksi.
 Keadaan obstruksi tetapi rasio FEV1 : FVC
tidak rendah :
◦ Obstruksi saluran nafas sentral
◦ Acute air trapping dengan peningkatan volume
residual (RV)
◦ Manuver ekspirasi paksa kurang dari 6 detik.
 Paru-paru yang mengalami ekspansi atau
reduksi dibagi 2 katagori :
◦ Intrinsik
 mengenai parenkim paru misal pada fibrosis
interstitial, ARDS, CHF
◦ Ekstrinsik
 kifoskoliosis, obesitas, ascites masif, kehamilan
◦ Keadaan diatas mempengaruhi pengukuran dari
fungsi paru
Paru-paru terdiri dari 4 bagian standar atau volume;
 Volume tidal (TV)
◦ yaitu volume udara masuk-keluar paru setiap kali bernafas,
normal pada dewasa BB 70 kg adalah 500ml.
 Volume reserve inspirasi (IRV)
◦ yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup untuk mencapai
kapasitas total paru.
◦ Dipengaruhi kekuatan otot, daya elastisitas recoil dinding dada
dan paru, normalnya pada dewasa BB 70 kg adalah 2,5 L.
 Volume reserve ekspirasi (ERV)
◦ yaitu volume maksimal udara yang dikeluarkan akhir ekspirasi,
nilai normal 1,5 L.
◦ berkurang pada hamil, obesitas, penyakit neuromuskuler.
 Volume residual (RV)
◦ yaitu volume udara yang tetap berada di paru setelah ekspirasi
maksimal, nilai normal 1,5 L
Empat volume tambahan sehubungan dengan kapasitas:
 Kapasitas total paru (TLC)
◦ yaitu volume udara di paru setelah inspirasi maksimal.
◦ penjumlahan dari seluruh volume paru.
◦ TLC > 120% dari nilai prediksi menunjukan hiperinflasi dan TLC<80 % nilai
prediksi menunjukan restriksi.
 Kapasitas Vital (VC)
◦ yaitu volume udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi maksimal.
◦ Merupakan penjumlahan dari IRV + TV + ERV
 Kapasitas fungsi residu (FRC)
◦ yaitu volume udara yang tetap berada di paru pada akhir ekspirasi normal.
Merupakan penjumlahan dari RV + ERV.
 Kapasitas Inspirasi (IC)
◦ yaitu volume total udara yang dihirup dari FRC.
◦ penjumlahan dari TV + IRV.
◦ meningkat setelah penggunaan bronkodilator menunjukkan respon yang
efektif.
 Tes provokasi bronkus
◦ Pada asma
 Foto Rontgen Thorax
◦ Melihat hiperinflasi dan perubahan pada pleura dan
parenkim paru
 High resolution Computed Tomography Scanning
(HRCT)
◦ Identifikasi penyakit inflamasi; penyebab pneumonitis
intersisial
 ECG
◦ bila ada gejala kardiovaskuler atau yang berusia lebih
dari 40 tahun
 Cardiopulmonary exercise testing
◦ mengevaluasi dyspnea tidak diketahui penyebabnya
dari paru atau jantung. Ada 2 cara yaitu treadmill
dan cycle ergometry
 Ventilasi-perfusi scanning
◦ tes yang paling sensitif untuk mengetahui penyakit
vaskuler paru.
 Contrast Spiral CT dan angiografi pulmoner
◦ spesifik untuk emboli paru.
 Fluoroscopy
◦ bila ada gerakan paradoksal pada diafragma letak
tinggi.
 Tujuan terapi :
◦ Meningkatkan fungsi paru
◦ Menghilangkan kebutuhan ventilasi
◦ Meningkatkan fungsi otot-otot pernafasan
◦ Mengubah persepsi dyspnea
 Mengatasi obstruksi
◦ berhenti merokok
◦ terapi bronkodilator
◦ inhalasi kortikosteroid jangka panjang pada asma
dan PPOK.
 Mengurangi kebutuhan ventilasi
◦ Breathing exercise, pulmonary rehabilitation
support psikososial
◦ Terapi oksigen
◦ Mengurangi diet karbohidrat
 Suplemen nutrisi
◦ menambah kekuatan otot dan ketahanan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai