Anda di halaman 1dari 145

PEMERIKSAAN

FT C - PUSAT

Oleh :
Heru Purbokuntoro, Dipl. PT, M.Kes
PEMERIKSAAN UMUM
FT-C PUSAT
LANDASAN DASAR :
 Keadaan Patologi
 Identifikasi Problem
 Intervensi FT
 Evaluasi
Keadaan Patologi
Saraf Pusat :

Senso- Kognitif/
motoris Memori

Psikiatrik/
Emosi
Topis Lesi :
Otak (cerebrum dan cerebellum)
 Batak Otak
 Spinal cord (medulla spinalis)

Kelainan :
 CVA, CP, Parkinson
 Injury, disease, tumor
Gejala Klinis Umum Sensomotoris :
 Motoris
• Monoparese/plegia
• Paraparese/plegia
• Hemiparese/plegia
• Tetraparese/plegia
 Sensoris
• Kelainan sensibilitas
• Receptor sendi
• Perasaan gerak, sikap
• Gangguan koordinasi
• Aktivasi receptor noxius tertentu
Gejala Umum Cognitive-Memory:

 Penurunan fungsi intelektual


 Penurunan fungsi memory
• Abstraksi
• Orientasi
• Diskriminasi
• Fungsi Luhur
Gejala Klinis Psikiatrik / Emosi :
 Motivasi
 Depresi
 Emosi
 Mood
Sindroma yg menyertai topis lesi :
 Suprabulbar palsy
 Syndroma lobus temporalis
 Syndroma lobus parietalis, frontalis, dan
occipitalis
Identifikasi Problem :
 Pemeriksaan
 List of Problem
 Sebagai landasan untuk diagnosis FT terhadap
kelainan akibat kerusakan pada SSP
Pemeriksaan umum FT-C Pusat
Misalnya Stroke :
1. Anamnesis
 Komunikasi
 Lama & Onset
 Penyakit Penyerta
 Prediksi
2. Inspeksi
 Postural
 Gerak & Fungsi
 Keadaan saat itu
3. Gerak & Fungsi (Kapasitas Fisik & Fungsional )
a. Motoris
 Muscle power secara grup fungsional
 Tonus-spastisitas
 LGS
b. Sensoris
 Sensasi
 Perasaan sikap
 Perasaan gerak
 Koordinasi & keseimbangan
 Postur
 Antopometri
 Gait Analysis
c. Otonom (Simpatis)
 Kontrol bladder-bowel
 Kontrol fungsi seksual
d. Pemeriksaan Refleks :
 Tendon biceps
 Tendon triceps
 Tendon patella

Refleks patologis :
• Babinsky
• Chadock
• Clonus dsb
e. Keseimbangan dan Koordinasi :
 Secara umum
 Secara spesifik

f. Kognitif
 Memory (segera, singkat dan lama)
 Orientasi (waktu, tempat dan bentuk)
 Perseptual & Penglihatan
 Bicara & Bahasa
4. Gerak & Fungsi (Kapasitas Fisik & Fungsional )

a. Mobilitas
 Regional scr fungsional
misal : mobilisasi trunk
 Umum : transtitional movement
Misal : transver & ambulasi

b. Fungsional & ADL


 Berdasarkan Indeks Fungsional
Misal : Indeks Barthel, Katz & FIM (Functional
Independent Measurment)
Hasil Pemeriksaan :
 Obyektif  alat ukur
 Subyektif  evaluasi subyektif

Tujuan Pemeriksaan :
 Identifikasi Problem
 Rencana Intervensi
 Efektif FT & Pasien
 Evaluasi
List of Problem :
a. Keadaan pasien saat itu :
 Kemampuan secara umum
 Fungsional secara umum
b. Kapasitas Fisik
 Sensomotoris
 Cognitive – Memory
 Psikiatrik & Emosi
(LGS, tonus, MP, Postural, Keseimbangan,
Koordinasi dan ADL)
C. Kemampuan Fungsional
 Mobilitas
- Regional
- Umum
 Fungsional ADL
Berdasarkan indeks fungsional
misal : Indeks Barthel

Catatan : Keadaan patologi pada masa recovery dan penyakit


penyerta perlu diperhatikan
“Task Exercise“

Oleh:
Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
I. Pendahuluan
Penyebab Stroke Secara Klinis
Ischemic Hemoragic
Penyebab Stroke Secara Klinis
Ischemic Akibat Thrombost Imboli
Penyebab Stroke Secara Klinis
1. Stroke Hemoragik
a. Intra cerebral hemoragik (ICH)
OK : Hypertensi, Aneurysma dan arterioveneus Malformasi (AVM)
b. Sub Arachnoid Hemoragik (SAH)
 diagnosis medis : CT brain scan
2. Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
OK : Arteriosklerosis & sering dikaitkan dengan : DM,
Hypercolesterolemia, Asam urat, hyperagregasi trombosit
3. Emboli  Sumber dari tronkus di arteria carotis communis di jantung 
Lepas  trombus embolus  otak.
DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis Perburuk


an gejala
• Diagnosis patologis >24 jam
• Diagnosis etiologi Stroke in
evolution
<72 jam Complete
• Diagnosis topis RIND
stroke

<24 jam
TIA
DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis
• Diagnosis patologis
• Diagnosis etiologi
• Diagnosis topis
DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis
• Diagnosis patologis
• Diagnosis etiologi
• Diagnosis topis
DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis
• Diagnosis patologis
• Diagnosis etiologi
• Diagnosis topis
DIAGNOSIS MEDIS

1. Computerized Tomography Scanning (CT scan)


1. Infark  lesi hipodens (lesi dengan densitas rendah)
tampak lebih hitam dibanding jaringan otak disekitarnya.
2. Perdarahan  Lesi hiperdens (lesi dengan densitas tinggi)
tampak lebih putih dibanding jaringan otak disekitarnya.
2. MRI & MRA ( Magnetic Resonance Imaging & Magnetic
Resonace Angiography)
untuk mengetahui topis kebocoran pembuluh darah di otak
3. PET Scan ( Positron Emision Tomography Scan)
PROBLEMATIK FISIOTERAPI

A. Impairment
1. Abnormalitas Tonus ( Placcid dan Spastis ) dengan segala
akibatnya
2. Koordinasi dan keseimbangan.
3. Hilangnya mekanisme reflex postural normal
4. Kelainan sensomotoris lain akibat komplikasi yang
timbul akibat lamanya masa perawatan tirah baring dan
derajat lesi serta topis lesi : Pain, stiffness, kontraktur,
kelainan pembuluh darah vena (DVT), ortostatik
hipotensi dan gangguan reflex primitif, dll.

Catatan : peran fisioterapi dalam intervensinya menggunakan pendekatan


kajian problematik.
Akibat dari Abnormalitas Tonus
(Flaccid atau Spastik)

1. Menghambat gerak dan fungsi serta transfer ambulasi


2. Menimbulkan pola sinergis secara postural maupun
gerakan serta gangguan koordinasi
3. Menimbulkan hambatan pada mobilitas pada tingkat
segmental dan mobilitas pada tingkat regional
4. Memberikan kesan kosmetik pada setiap aktifitas yang
tidak baik

Kesimpulan : 1,2,3 dan 4 menimbulkan gangguan pada


mekanisme reflek postural normal (tingkat spinal, tingkat tonic
neck, tingkat basal dan kortikal)
B. Gangguan atau keterbatasan aktivitas

Aktivitas duduk, berdiri, berjalan, dan aktivitas


fungsional pasien dalam kegiatan sehari hari

C. Keterbatasan Pada Partisipasi Dalam :

1. Pekerjaan
2. Hobi
3. Pendidikan dan bermasyarakat
IMPAIRMENT PASCA STROKE

Penderita pasca stroke akan mengalami


gangguan 3 aspek yaitu :
1. Aspek fungsi motorik dan sensorik,
2. Aspek kognitif dan memori,
3. Aspek psikiatrik dan emosional
KEADAAN PATOLOGI SARAF PUSAT (STROKE)

Senso- Kognitif/
motoris Memori

Psikiatrik/
Emosi

Gangguan Sensomotoris  Salah satunya adalah


abnormalitas Tonus (Flaccid dan Spastik) dan gangguan
koordinasi dan keseimbangan
PROSES PATOLOGI PASCA STROKE
1. Zona Oedematosa  onset – 3 minggu
2. Zona Degenerasi  6 – 8 bulan
3. Zona Nekratik  > 8 bulan

Zona Oedematosa Zona Degenerasi Zona Nekrotik


Placcid 1 – 3 minggu Recovery 3 minggu – Residual lebih dari 8
6 - 8 bulan bulan / permanen
tahunan
Neurological Improvement
1. Area Degenerasi (Bersifat iriversibel
permanen = Zona nekratik) Disebut
area umbra
2. Area degenerasi riversibel (area
penumbra = Zona degenerasi)
3. Area Oedematosa (Bersifat riversibel
= Zona Oedematosa)
Recovery Susunan Saraf Akibat Stroke

“ Sistem saraf pusat (SSP) atau sistem saraf


tepi (SST) mempunyai kemampuan yang
sangat progres untuk penyembuhan dari
cedera melalui proses : reabsorbsi oedema dan
neurogenensis serta neural plasticity
(collateral suprouting dan reklamasi sinaps
atau synaptic reclamation)”.
Neurogenesis
• Setelah terjadi ischemic pada otak maka akan diikuti
dengan oedema cerebre yang secara fisiologis akan diserap
kembali reabsorbsi oedema.
Reabsorbsi oedema  Pembentukan neuron baru
• Pembentukan neuron baru (neurogenesis), angiogenesis,
dan sinaptogenesis
Lokasi Stem Cell
Daerah sistem saraf pusat yang paling aktif
mengalami proses neurogenesis adalah sub
granular zone , terletak pada :
1. Sub ventrikular zone
2. Girus dentatus hipokampus
3. Bulbus olfakturius
Mekanisme Neurogenesis
• Saat terjadi cedera otak, seperti stroke, aktivasi
neurogenesis akan meningkat secara bermakna,
dibuktikan dengan peningkatan jumlah neuron imatur
(neuroblast) pada daerah SVZ (Sub Ventrikular Zone)
yang kemudian mengalami migrasi menuju daerah
iskemi penumbra  diferensiasi neuron baru 
menggantikan neuron lama yang rusak  Proliperasi
Neuron Baru
Neural Plasticity
“Kemampuan otak untuk memodifikasi dan
mereorganisasi fungsi dari fungsi yang
mengalami cedera / kerusakan”

1. Suprouting (collateral suprouting )

2. Unmasking

3. Diachisia (Dissipation of diachisia)


Sprouting

Sprouting ( Collateral Sprouting ) merupakan


aktivasi pada sistem colateral pada daerah
neuron yang tidak lesi untuk menggantikan
neuron yang lesi. Penggantian dapat berlangsung
secara langsung (dirrect), Collateral dan Pruning
Collateral Sprouting
Unmasking (Reklamasi Sinaps)
Dalam keadaan normal, banyak akson dan sinaps
yang tidak aktif. Apabila “ Jalur Utama”
mengalami kerusakan maka fungsinya akan
diambil oleh akson menurut wall dan kabath, jalur
sinapsis mempunyai mekanisme homestatik,
dimana penurunan masukan akan menyebabkan
naiknya eksitabilitas sinapsnya
Proses Unmasking
Diachisia (Dissipation of diachisia)
• Diachisia (Dissipation of diachisia)
keadaan dimana terdapat hilangnya
kesinambungan fungsi atau adanya
hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral
di otak
Diachisia (Dissipation of diachisia)
METODE KERJA RESTORASI OTAK

Metode Restitusi
(pemulihan) Metode
Tidak semua bagian
Kompensasi
otak rusak
Mencegah terjadinya (penggantian)
diaschisis dan Bagian otak yang
degenerasi sehat dapat
transinaptik menggantikan
Perbaikan daerah perilaku alternatif
penumbra dari fungsi yang
menggantikan fungsi hilang
dari daerah yang Metode Substitusi (peniruan)
infark/rusak Bagian otak yang tidak rusak dapat
mengambil alih fungsi yang hilang
(Vicariasi)
Dapat dilakukan oleh bagian otak : area
homolog yang berlawanan, bagian
subkorteks dari sistem visual
Catt: asetilkolin dapat meningkatkan
plastisitas otak
REFUNGSIONALISASI
Neurorestorasi

Modulasi Modulasi Learning


Elektronik Biokimia
Neurorestorasi, 2008

METODE
BOBAT CIMT PNF
NEURORESTORASI
Top Down + + +

Bottom Up + + +

Interconnection ++ - +

REFUNGSIONALISASI
BRAIN RESTORATION APPROACHES
AND NEUROLOGIC DIAGNOSIS
KORTIKAL SUB KORTIKAL BATANG OTAK MEDULLA
SPINALIS
GANGGUAN KOGNITIF PERSEPSI PERSEPSI RESEPTOR

ATENSI, VISIOSPASIAL, TAKTIL, TAKTIL,


BAHASA, MEMORI, VESTIBULER, VESTIBULER,
FUNGSI EKSEKUTIF INDERA, INDERA,
GGN BELAJAR & PROPIOSEPTIK PROPIOSEPTIK
PERILAKU GGN PERILAKU GGN PERILAKU

TEMPAT NEUROTRANSMITER BASAL GGL MESENSEPALON


KERUSAKAN
HEMISPHERES NUKLEUS PONS
CAUBATUS
LOBUS SINGULATE MEDULLO
OBLONGATA
THALAMUS

PENDEKATAN BOTTOM UP INTER TOP DOWN TOP DOWN


CONNECTION
Masa perbaikan fungsi pada penderita post stroke dapat
dilakukan melalui dua cara :
1. Stimulasi gerak sedini mungkin untuk mendapatkan
perbaikan neuron yang lesi (neurogenesis)
2. Stimulasi gerak seidini mungkin untuk membentuk pola
gerak fungsional

Catatan :
(1) dan (2) diberikan pada masa mulai on set s/d 1 tahun
(neurological improvement / golden period

Setelah 1 tahun pemberian stimulus tetap diberikan untuk


mengaktivasi neural plasticity. Neural plasticity
berlangsung seumur hidup.
FES pada MASA PERBAIKAN PUNCAK  GOLDEN PERIOD

Perbaikan fungsi dapat bersama sama dengan proses


recovery pada periode sebelum 1 tahun (neurological
inprovement)

• Stimulasi elektris  mengontrol tonus dan memfasilitasi


gerak fungsional dan neurorestorasi

• Latihan gerak / Stimulasi elektris  mempengaruhi


fasilitasi & mendidik kembali fungsi otot & fasilitasi
terhadap sisi anggota yang lesi.

• Latihan/ stimulasi elektris  mempengaruhi gerak


kompensasi sebagai pengganti daerah yang lesi
(sebagai fungsi orthosis)
Catatan
Pada fase penyembuhan ini latihan atau
stimulasi elektris sangat berpengaruh dalam
derajat maupun kecepatan perbaikan gerak
dan fungsi serta memacu fungsi sel otak yang
lesi pada area penumbra (lesi reversible)

Stimulasi sedini mungkin yang dilakukan


secara berulang – ulang akan menjadi gerak
yang terkontrol/ terkendali.

Latihan gerak (exercise) is medicine


Problematik Pola Gerak pada
Pasca Stroke

1. Rotasi trunk
2. Spastisitas dan Mobilitas ekstrimitas
3. Mekanisme reflek postural normal
4. Pola Jalan
Rotasi Trunk
Counter Balance & Counter Activity Pada Hemiparise Sinistra dan
Postural Normal

c a. Counter activity
a b
lebih kecil dari
pada counter
balance
b. Counter activity
lebih besar dari
pada counter
balance
c. Counter activity
seimbang dengan
counter balance
Spastisitas Mobilitas Ekstremitas
• Pola Sinergis

Pola fleksor sinergis lengan


Dapat terjadi pada tungkai, Catatan : Pola sinergis dapat
kearah fleksor maupun ektensor
Mekanisme Reflek Postural Normal
• Tingkat Spinal

Aproksimasi atau
tumpuan pada
persendian akan
merangsang
proprioseptor dan akan
direspon dengan
kokontraksi terutama
pada sendi proksimal.
Refelk ini merupakan
reflek tingkat spinal
Mekanisme Reflek Postural Normal
Tingkat Tonic Neck

Setiap aktivitas gerak akan


dikontrol oleh gerak kepala
dan leher untuk memastikan
gerak dalam keadaan
terkendali dan terkoordinasi
sehingga tidak mengganggu
keseimbangan kontrol
keseimbangan terletak pada
organ otolitik labirintin
(organ vestibular)
Mekanisme Reflek Postural Normal
Tingkat Basal

Keseimbangan gerak
selalu dikendalikan
oleh rotasi trunk pada
sumbu longitudinal.
Gerakan tanpa rotasi
trunk akan terjadi
imbalanced terutama
pada saat berjalan
Mekanisme Reflek Postural Normal
Tingkat Kortikal
Gerakan yang diulang
ulang akan membentuk
sirkuit pola gerak yang
permanen

Gerakan diulang ulang


akan menstimulus jaras
motoris pada area kortek
Pola Jalan
Pola jalan pada pasien stroke sangat dipengaruhi oleh
peningkatan tonus pada erektor spine akibat dari konter aktiviti
dan konter balance yang tidak seimbang
Counter balance Counter activity

Hemiparise Sinistra Posisi Statis Hemiparise Sinistra Posisi Dinamis


(base lebar) Pada bidang tumpu sisi lesi
II. PENATALAKSANAAN STIMULASI
ELEKTRIS PASCA STROKE
Tujuan Stimulasi Elektris

1. Muscle re-education and fascilitation


2. Orthotic Substitution pada aktivitas kontraksi
otot agonis akan membentuk relaksasi pada
otot antagonis.
3. Reposisi pada sendi yang potensial terjadi
luksasio (pada sendi bahu)
4. Modulasi Nyeri
5. Mengurangi spastisitas aplikasi antagonis dan
agonis
1. Muscle re-education & fascilitation
 Rangsangan elektris yang diulang – ulang  memberikan
informasi ke “ supra spinal mechanism”  terjadi pola
gerak terintegrasi  menjadi gerakan – gerakan pola
fungsional .
 Stimulasi elektris melalui saraf motorik perifir  melatih
fungsi tangan “ graps” dan “ release” serta dapat
memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam
melakukan gerakan.
 Pada kondisi CVA spastik stimulus elektris menurunkan
spastisitas melalui mekanisme “ resiprocal inhibition “.
 Aplikasi Antagonis, Agonis, Stimulasi, Arus yang
digunakan IDC (Interrupted Direct Current), Interferensi
dan TENS dengan Dosis  15 – 20 per-menit .frekuensi
setiap hari minimal 3 minggu
Problematik Tangan Pada Pasca Stroke
• Sulit melakukan gerakan menggenggam dengan tangan ekstensi
dan radial deviasi
• Sulit meluruskan metacarpo palangial dengan inter palangial
dalam fleksi supaya posisi jari untuk menggenggam dan
melepaskan sesuatu benda dapat dilaksanakan
• Sulit dalam abduksi dan rotasi ibu jari untuk menggenggam dan
melepas
• Tidak mampu melepaskan sesuatu tanpa fleksi wrist
• Ekstensi yang berlebihan jari jari dan ibu jari pada saat
melepaskan sesuatu
• Tidak mampu menahan berbagai benda selagi lengan bergerak
• Cenderung pronasi lengan bawah yang berlebihan saat menahan
sesuatu benda
• Diviasi ular yang berlebihan selagi menggunakan tangan
Problematik Lengan Pada Pasca Stroke

• Gerak scapula sedikit dan terjadi depresi pada


shoulder
• Sedikit otot yang mengontrol gerak glenohumeral
dan kurangnya abduksi dan fleksi bahu atau tidak
mampu menopang gerak
• Fleksi elbow yang berlebihan dan tidak perlu
internal rotasi bahu dan pronasi lenga bawah (pola
sinergis)
NESS H200 (by Bioness Inc.)- a neuroprosthetic device used to improve
hand function and voluntary movement in patients with upper extremity
hemiparesis or paralysis due to stroke, spinal cord injury or brain injury.
Madonna Rehabilitation Hospital
5401 South St. • Lincoln, NE 68506
Aplikasi antagonis stimulasi
untuk melatih koordinasi
fungsi jari (kelompok ektensor)
Aplikasi Agonis dengan modifikasi FES
dan EMG untuk kontrol Tonus

Kontrol Tonus Otot Biceps


pada pasien pasca stroke
dengan hemiparise spastik
2. Orthotic Substitution Pada Aktivitas Kontraksi
Otot Agonis Akan Membentuk Relaksasi Pada Otot
Antagonis.

• Stimulasi elektris yang diaplikasikan pada gerakan dorsi


fleksi ankle  fasilitasi kontraksi dengan memperbaiki pola
jalan (gait training) selama swing phase (fase ayunan).
• Fasilitasi regio gluteal dan otot kuadriseps  membentu
memberikan stabilisasi selama fase “stance” dari gait dan
juga
• Pada group plantar flexor ankle dan hamstring 
memfasilitasi push off sehingga akan lebih baik pola
jalannya terutama pada penderita post CVA / Pasca Stroke.
• Aplikasi sensory habituation / proprioseptic habituation
Spastisitas terlepasnya kontak tonus pada tingkat spinal
& supra spinal informasi sensoris yang tidak benar
FES Pada Gait Training
NESS L300 (by Bioness Inc.)- a neuroprosthetic device used to prevent foot
drop during gait for patients with hemiparesis due to stroke, incomplete spinal
cord injury or brain injury
Madonna Rehabilitation Hospital
5401 South St. • Lincoln, NE 68506
FES untuk fasilitasi gerak fleksi lutut pada Hemiparise Sinistra Post
Stroke
Problematik Bahu Pada Pasca Stroke
Dipengaruhi oleh beberapa faktor (Caliet 1984)
– Ketegangan kapsul sendi bagian superior
– Ketegangan otot supra spinatus
– Alignment scapula yang bergeser
– Aktivitas otot otot rotator cup mempertahankan
humerus selama pergerakan
– Aktivitas otot seratus anterior dan lower
trapesius yang berlebihan
Catatan :
Akibat lanjut akan mengakibatkan fluksasio sendi
bahu dan instabilitas shoulder girdle
3.Reposisi pada sendi yang potensial terjadi
luksasio (pada sendi bahu)

Pleksid menimbulkan kelemahan


otot stabilisator sendi bahu.
Potensial luksasi kaput humerus
terhadap kapitas glenoidalis
Stimulasi elektris dengan IDC atau
interverensi dapat memberikan
reposisi kaput humeri kembali ke
posisi anatomi
Dosis 90 kali kontraksi setiap hari
selama 1 bulan – 3 bulan
Atau dengan indomed 982 dengan
pola muscle strenghttening
Tapping dan Stimulasi Elektris pada Luksasio Sendi Bahu

Use of the Microstim2v2 to reduce shoulder subluxation


Contoh Test Fungsi Lengan dan
Tangan
• Action research arm test

Untuk mengetahui/menilai kemampuan dalam


memegang,menggenggam, menjumput dan gerakan massal
lengan serta tangan

Alat yang digunakan :

Blok kayu, bola tenis, batu, gelas, tabung,

mur baut, kelereng dan korek api


Pelaksanaan
A. Menggenggam (grasp)
– Potongan kayu (blok) kubus 10 cm
– Blok 2,5 cm,
– Blok 5 cm,
– Blok 7,5 cm
– Bola tennis diameter 7,5 cm
– Batu 10 x 2,5 x 1 cm
B. Menggenggam (grip)
• Menuang air dari gelas ke gelas lain
• Tabung 2,25 cm
• Tabung 1 cm
• Memasang mur – baut
C. Menjumput (pinch)
• Korek api, 6 mm, jari manis dan ibu jari
• Korek api, 1,5 cm, jari kelingking dan ibu jari
• Korek api, jari tengah dan ibu jari
• Korek api, jari telunjuk dan ibu jari
• Kelereng, jari tengah dan ibu jari
• Kelereng jari telunjuk dan ibu jari
D. Gerakan kasar (gross movement)
– Menempatkan tangan dibelakang kepala pada
posisi tidur terlentang
– Menempatkan tangan diatas kepala
– Menggerakkan tangan kemulut
Catatan
Nilai masing masing point pada subtes adalah 3 sehingga
total skor normal 57.
Bila pasien mengalami kesulitan pada poin 1 dilanjutkan
ke poin 2 dan jika poin 2 nilainya NOL maka nilai tes
pada subtes NOL dan selanjutnya dilanjutkan pada subtes
selanjutnya. Waktu normal 8 – 30 menit.
Basic PNF Pada Stroke
• Propioceptive Neuro Muscular Facilitation
• Gerak motorik dimulai dari proximal
• Gerak motorik / Gerak massal arah diagonal
• Stimulus gerak motorik dengan kontak manual
• Stimulus gerak motorik dengan elongated state
• Gerak koordinasi dimulai dari destal
Aplikasi PNF pada Stroke Pleksid

• Aproximasi
Aplikasi PNF pada Stroke Pleksid

• Mobilisasi Scapulo Pelvic

Antero Depresi Antero Elevasi

Postero Depresi Postero Elevasi


Aplikasi PNF pada Stroke Pleksid

• Mobilisasi Trunk
Aplikasi PNF pada Stroke Pleksid

• Fasilitasi Gerak Selektif Fungsional


Aplikasi PNF pada Stroke Pleksid

• Aktifitas Duduk
Aplikasi PNF pada Stroke Pleksid

• Aktifitas Berdiri
Task Exercise
TEORI
BERJALAN
Proses berjalan
membutuhkan:
– Sistem motorik
desenden (perintah
bergerak)
– Sistem sensorik
propiseptif
(sensasi posisi,
kecepatan gerakan,
kekuatan)
GOLDEN PERIOD
TIME LOST IS BRAIN LOST
Tujuan Stimulasi Task Exercise
• Tujuan
1. Memperbaiki gerak dasar dan fungsional
2. Memperbaiki gerak motoris kasar / gross
motor
3. Memperbaiki koordinasi dan keseimbangan
4. Memperbaiki gerak motorik halus / fine motor
5. Reorganisasi kortikal untuk pembentukan
sinaps baru
s
Stimulasi Task Exercise
VIDEO

Amadeo Diego
EN

Pablo Tymo
system EN
KESIMPULAN
• FES pada stroke membantu untuk memperbaiki pola gerak
berdasarkan mekanisme reflek postural normal
• Pendekatan FES ditujukan untuk muscle re-education and fascilitation,
orthotic substitution pada aktivitas kontraksi otot agonis akan
membentuk relaksasi pada otot antagonis, reposisi pada sendi yang
potensial terjadi luksasio, modulasi nyeri dan menghambat spastisitas
dan mengurangi nyeri secara bersamaan
• FES dapat dikombinasi dengan fisio taping agar hasilnya lebih optimal
• FES bukan satu satunya modalitas bagi penatalaksanaan fisioterapi
pada penderita stroke
• PNF untuk membangkitkan tonus sangat diperlukan pada stadium
flaccid
• Task Exercise dapat memberikan stimulasi terhadap gerak fungsional
secara efektif
INFLAMMATORY PAIN
Spontaneous Pain
Inflammation
Pain Hypersensitivity
Macrophage Reduced Threshold : Aliodyna
Increased Response : Hyperalgesia
Mast Cell

Neutrophil
Granulocyte
Brain

Nociceptor sensory neuron

Tissue Damage

Spinal cord
NEUROPATHIC PAIN

Spontaneous Pain
Pain Hypersensitivity

Brain

Peripheral Nerve
Damage

Spinal cord Injury


Mekanisme Proteksi Nyeri spasme otot

C Descending influences
Spinothalamic Joint receptor (nociceptor)
tract
II-IV

B Joint dysfunction
III-IV or pain
I Ia


 Nociceptor

-Motoaxon A Muscle pain

-Motoaxon PAIN
Muscle spindle

Modifikasi Meliala, 2005


75% Psycologic
25 % Somatic

Marah Cemas

Takut
Depresi
A

SOMATIK
Stimuli Noxious
JALUR NYERI

PERSEPSI
3
NYERI

4
MODULASI
2
TRANSMISI

TRANSDUKSI
1,2,3 dan 4 dapatkah diinterfensi Fisioterapi ?? 1
MODALITAS ELEKTROTERAPI YANG DIGUNAKAN PADA
PROBLEM NYERI PASCA STROKE ADALAH :

1. TENS

2. Arus TABART (2-5)

3. Arus Dyadinamis

4. Arus Interferensi
1. TENS

Merupakan suatu modifikasi arus yang digunakan sebagai stimulasi


elektris terutama yang ditujukan untuk mempengaruhi kualitas
sensibilitas pada kondisi nyeri.
TENS dapat diartikan sebagai semua jenis stimulasi elektris yang
digunakan untuk merangsang serabut saraf atau ada suatu modalitas
yang telah dimodifikasi sedemikian rupa merupakan alat khusus yang
digunakan untuk kontrol nyeri
2. ARUS TABART
Arus TABART
Merupakan Modifikasi bentuk gelombang IDC dengan pulsa
rectangular, 2 ms amplitudo arus 5 ms interval pulsa

2 ms

5 ms

Bentuk gelombang Monophasic Rectangular (Jenis arus


progresif untuk stimulasi modulasi nyeri tingkat Supraspinal)
Catatan :
Stimulasi modulasi tingkat supraspinal untuk mempengaruhi respon
simpatic perifer dengan syarat : Arus progresif, Intensitas fortis (kuat),
Aplikasi segmental simpatis atau trigger point
3. ARUS DYADINAMIS
Merupakan arus listrik bolak
balik, Frekwensi rendah yang
dirubah menjadi arus listrik
searah.

Tujuan untuk :
1. Modifikasi durasi pulsa
2. Modifikasi frekwensi
pulsa dan
3. Modifikasi Amplitudo
(intensitas)

Catatan :
Jenis gelombang MF, DF, LP,
CP, CPid
4. ARUS INTERFERENSI
Misal frekwensi arus I = 4000Hz Frekwensi arus II = 4150Hz, maka
akan menghasilakan frekwensi amplitudo modulasi = Delta F = 150Hz

Frekwensi F Baru
F1 + F2
=
2

4000Hz + 4150Hz
=
2

= 4075Hz

Arus interferensi merupakan penggabungan dua arus frekwensi


menengah yang dengan sumber arus yang berbeda frekwensinya
sehingga didapat titik titik superposisi yang akan membentuk frekwensi
amplitudo modulasi.
Aplikasi Stimulasi Elektris Terhadap Modulasi
Nyeri Pasca Stroke
Nyeri Pada Post Stroke Sering Mengakibatkan Gejala
Klinis Berupa Nyeri Muskuloskeletal (misal : Neck,
Shoulder, Arm Syndrome). Merupakan nyeri gabungan
antara nyeri nociceptif dan nyeri neuropatik.
Aplikasi elektroterapi dapat dilakukan dengan metode :

a. Tingkat Receptor
b. Tingkat Spinal
c. Tingkat Supraspinal
d. Tingkat Central
Modulasi Nyeri Tingkat Reseptor

1. Menaikkan ambang
rasa
2. Menurunkan
konduktivitas
penghantar nyeri
(serabut aff.
Nosiseptif)
3. Memperbaiki
metabolisme lokal
4. Menghambat aktivasi
Nocxius
Intervensi :
Terapi termal,
Topical treatment
(iontoporosis flexasur).
Aplikasi modulasi reseptor dapat dikombinasi dengan topical treatment
Misalkan : iontoporisis (flexasur dan obat/gel NSAID)
Modulasi Nyeri Tingkat Spinal

Intervensi : untuk menghambat aktivasi nociceptor pada tingkat spinal.


Mengaktivasi kontrol gerbang (Gate Control)
Aplikasi : TENS, Interverensi, Diadynamis, Metode segmental somatis dan
regional
Aplikasi Diadynamis Tingkat Segmental Somatis Pada Kondisi
Nyeri Rhomboidius
Segmentasi persarafan rhomboideus
Modulasi Nyeri Tingkat Supraspinal dan Central

Interfensi : Aktivasi untuk memacu nociceptor sehingga terjadi efek prodromik


dan antidromik (serabut aff. Adelta dan aff. Tipe C)
Prodromik akan memacu endorphin, seretonin, dan engkepalin
Antidromik akan memacu algogenic, pain substance (histamin,bradykinine,
prostaglandin
Aplikasi : TENS, arus progresif, dengan metode segmental simpatis
Aplikasi TENS pada segmental somatis atau lokal otot rhomboideus
MODULASI BERDASAR DISTRIBUSI SYMPATIC
PERIFER (Th 1 – 12)

Ektremitas Atas ( C8 – Th 9)
Ektremitas Bawah (Th 8 – 12)

Aplikasi Modulasi Nyeri Pada


Ektremitas Atas dan Bawah
serta trunkus : Rami Cutanius
Dorsalis Segment Th 1 - 12
CONTOH INTERPRETASI GANGGUAN NEUROVEGETATIF
@ EPYCONDYLUS LATERALIS (Local Causa)
- Animal Segment : C5-6 (rami dorsalis, n. radialis)
- Vegetatif segmen : Th2-9 (lengan)
@ CABANG ANIMAL C5-6 (Somatis)
- Extensor lengan bawah
- Sendi lengan bawah
- VC
- Seluruh shoulder girdle (musculakrirur, kapsul, dsb)
@ CABANG VEGETATIF Th2 – 9 (Sympatis Perifer)
- Organ dalam (heart, Lung, Gaster)
- Fascet joint pada VTh 2 – 9
- Corpus vertebrae
- Segmen cabang (somatis) dari level Th2 – 9
Aplikasi TENS segmental sympatis otot anterior dan ekstensor lengan
5.Mengurangi Spastisitas Aplikasi
Antagonis
• Tujuan  melawan otot agonis yang potensial
menjadi spastik.
• Pada stadium awal  fasilitasi kontraksi dan
menghambat pola sinergis yang dapat mengganggu
pola gerak..
• Pada kondisi stadium recovery dengan gejala
spastisitas kuat maka stimulus elektris harus
dibarengi dengan posisioning pasien secara benar .
• Jenis alat listrik  IDC (Interrupted Direct Current),
Interferensi dan TENS.
• Dosis  15 – 20 per-menit .frekuensi setiap hari
minimal 3 minggu.
Mengurangi spastisitas dengan
metode Sensory habituation

 Spastisitas  terlepasnya kontak tonus pada


tingkat spinal & supra spinal  informasi
sensoris yang tidak benar.

 Daerah yang paling padat dilalui oleh setiap


informasi sensoris  (Thorakal 1 – 12 ).

 Pada regio thorakal  informasi sensoris yang


berasal dari regio innervasi somatis & regio
inervasi simpatis perifer saling melintasi pada
tempat yang sama.
• Stimulasi elektris pada level Th 1 – 12 
membantu memberikan informasi yang benar
melalui mekanisme “sensory habituation” 
impuls langsung sensory yag menuju daerah
thorakal diharapkan akan lebih terkendali.

• (1) thermal hangat atau dingin pada regio


thorakal dan (2) penggunaan arus yang
mendepolarisasi sel sensorik pada level
somatis maupun sympatis perifer  adaptasi
sensoris  menurunkan ketegangan tonus
termasuk spastisitas.

Anda mungkin juga menyukai