Anda di halaman 1dari 71

Jenis dan Rancangan

Penelitian

Rianto Setiabudy
Kuliah untuk S2 Biomedik
Jakarta 18 Feb 2019
Menyusun kerangka protokol
penelitian (1)
1. Judul
2. Pendahuluan:
– Latar belakang
– Rumusan masalah
– Hipotesis (bila analitik)
– Tujuan penelitian
– Manfaat
Menyusun kerangka protokol
protokol penelitian (2)
3. Tinjauan pustaka
(+ kerangka teori dan kerangka konsep)
4. Metodologi:
– Desain
– Tempat, waktu
– Populasi dan sampel
– Kriteria inklusi dan eksklusi
– Cara kerja
Menyusun kerangka protokol
protokol penelitian (3)
– Pengukuran variabel
– Analisis statistik
– Definisi operasional (bila perlu)
5. Daftar pustaka
Menetapkan judul (1)
Harus menggambarkan isi penelitian
Disusun dalam kalimat sederhana, jangan
terlalu panjang (maksimum 20 kata)
Jangan menggunakan singkatan, kecuali yang
sangat umum, mis: DNA
Contoh: “ Efek pemberian aspirin dosis kecil
terhadap sintesis tromboksan pada perempuan
pasca menopause”
Menjelaskan latar belakang
permasalahan
Harus menggambarkan adanya suatu
masalah (=perbedaan antara apa yang ada
dan apa yang seharusnya ada)
Contoh:
Avian flu adalah infeksi virus yang sering
mengakibatkan kematian di Indonesia.
Oseltamivir dianggap efektif untuk infeksi
tersebut tapi hingga kini belum pernah
dibuktikan secara klinis.
Menetapkan tujuan penelitian (2)
Apa yang dimaksud dengan research
question ?

Research question is the uncertainty


about something in the population that
the investigator wants to resolve by
making measurements on his study
subjects
(Cummings, 2001)
Menyusun hipotesis
Hipotesis ialah jawaban sementara untuk
research question, yang akan diuji
kebenarannya dalam pelaksanaan UK

Hipotesis riset ≠ hipotesis statistik

Catatan: Penelitian deskriptif tidak boleh dibuatkan


hipotesis.
Kerangka teori dan kerangka konsep

Kerangka teori = diagram yang


menjelaskan hubungan komprehensif
semua variabel yang dibahas dalam
tinjauan pustaka
Kerangka konsep = diagram yang
merupakan bagian dari kerangka teori yang
menjelaskan variabel2 yang akan diperiksa
oleh peneliti dan hubungannya dengan
variabel lain
Catatan: Di Indonesia kerangka teori dan kerangka
konsep biasanya perlu dicantumkan dalam
protokol. Di luar negeri tidak ada keharusan untuk
ini
Desain Penelitian
observasional
Seri kasus

Deskripsi tentang ciri yang menarik dari


sekelompok kasus
Tanpa hipotesis, kontrol, rencana penelitian
Tidak boleh memberi konklusi
Guna: prekursor untuk studi berikutnya
Contoh: pemberian vasodilator pada
beberapa pasien luka bakar berat memberi
kesan dapat menurunkan angka kematian
Case-control (1)

Masa lalu Sekarang

Kasus

Kontrol

= faktor risiko + = faktor risiko -


Case-control (2)
Titik tolak: ada atau tidaknya suatu penyakit
sekarang
Lalu lihat retrospektif → cari faktor risiko dan
bandingkan proporsinya
Cases = individu dengan penyakit
Controls = individu tanpa penyakit
Guna: mengetahui ada tidaknya hubungan
antara suatu faktor risiko dengan timbulnya
suatu penyakit
Analisis data: hitung odds ratio
Case-control (3)

Contoh:
Penyakit: Faktor risiko:
Ca paru kebiasaan merokok?
Tukak lambung makan NSAID?
Bayi lahir cacat ibu makan jamu waktu
hamil?
Case-control (4)
Keuntungan:
Sangat berguna untuk mengetahui faktor
risiko penyakit yang jarang dijumpai atau
yang onset-nya lambat
Cepat dan murah
Dapat mengetahui beberapa faktor risiko
sekaligus
Tidak ada masalah etika
Case-control (5)
Kerugian:
Dapat terjadi bias waktu subyek ditanya
mengenai pajanan terhadap faktor resiko
Hanya dapat digunakan untuk 1
efek/penyakit (pada studi cohort 1 faktor
risiko dapat digunakan untuk mengamati
berbagai efek)
Tidak dapat menentukan insidens maupun
prevalens
Nested Case-control (NCC)
Ialah desain penelitian case-control yang bersarang
dalam suatu penelitian dengan desain kohort
prospektif

Contoh: dalam suatu studi kohort prospektif ingin


diketahui pengaruh kadar kolesterol terhadap
kejadian infark jantung akut dg. N = 5000, maka
semua orang harus diperiksa dulu kadar
kolesterolnya pd awal studi. Lalu diikuti kejadian
infark pada grup yang kadar kolesterolnya tinggi
dan yang rendah untuk dibandingkan. Biaya jadi
sangat besar.
Nested Case-control (NCC)
Pada NCC, diambil contoh darah dari 5000
orang tapi tidak diperiksa kadar kolesterolnya,
sampai terjadi kasus infark baru diperiksa
disertai grup kontrol.
Misalnya ada 100 orang yang infark dan
secara acak diambil 100 orang yang tidak
infark, lalu diperiksa kadar kolesterolnya. Biaya
menjadi jauh lebih hemat karena sampel darah
yang diperiksa hanya untuk 200 orang
Cross-sectional (potong lintang)

Faktor risiko +

Faktor risiko -

= penyakit + = penyakit -
Cross-sectional (potong lintang)

Titik tolak: Faktor risiko


= prevalence study
Hanya 1 kali pengukuran
Pertanyaan: “Apa yang sedang terjadi
sekarang?”
Cocok untuk penyakit yang kronis dan
onsetnya lama, mis HIV, tuberkulosis
Analisis data: hitung rasio prevalensi
Cross-sectional (potong lintang)
Guna:
– Mengetahui prevalensi atau rasio prevalensi
– Mengetahui hubungan antara risiko dan
kejadian penyakit (efek)
Contoh:
– Untuk mengetahui prevalensi infeksi klamidia
pada wanita di Poliklinik STD di RSCM
– Untuk mengetahui adanya hubungan antara
penggunaan pil KB (faktor risiko) dengan
infeksi klamidia (faktor efek)
Cross-sectional (potong lintang)
Infeksi klamidia
+ - Total
+ 4 16 20
Pil KB
- 8 72 80
Total 12 88 100

Rasio prevalensi = 4/20 : 8/80 = 2 (CI 95% 1.3-3.6)(tanda


faktor risiko bila CI 95% tidak mencakup angka 1)
Cross-sectional (potong lintang)

Keuntungan:
Cepat, mudah, murah
Tidak ada drop out
Bisa dijadikan langkah awal studi cohort
Cross-sectional (potong lintang)
Kerugian:
Hanya mengukur prevalens, tidak insidens
Tidak dapat mengetahui relative risk (hanya
bisa pada studi cohort) maupun kausalitas
Sulit digunakan untuk meneliti faktor risiko
yang jarang dijumpai atau penyakit yang
jarang dijumpai
NB: Insidens = proporsi kasus baru untuk suatu penyakit dalam
interval waktu tertentu
Prevalensi = proporsi orang yang menderita suatu penyakit pada
suatu titik waktu tertentu
Kohort
Titik tolak: ada tidaknya faktor risiko
Lalu: amati prospektif terjadinya efek pada
grup dengan dan grup tanpa faktor risiko
sampai batas waktu tertentu
Subyek orang yang tidak sakit dan belum
terpajan pada faktor risiko
Parameter: risiko relatif (relative risk)
Risk ialah rasio antara jumlah orang terkena
penyakit dibagi dengan jumlah orang yang
terpapar risiko
Kohort

Studi longitudinal
Guna:
– Mengetahui hubungan kausal antara faktor
risiko dengan timbulnya efek
– Bisa untuk mengetahui insidens
Kohort
Studi kohort prospektif
Sekarang Masa yad

Faktor risiko
penyakit + penyakit -
+

Faktor risiko
penyakit + penyakit -
-
Subyek sehat dan
sebelumnya tidak terpapar
faktor risiko
Kohort
Studi kohort retrospektif
Masa lalu Sekarang

Faktor risiko penyakit + penyakit -


+

Faktor risiko penyakit + penyakit -


-
Subyek tanpa penyakit dan
sebelumnya tidak terpapar
faktor risiko
Kohort
Ada 2 jenis studi kohort:
Kohort yang prospektif: titik awal
sekarang, pengamatannya di masa yad.
Kohot yang retrospektif: titik awal di
masa lalu, pengamatannya sekarang.
Kohort
Keuntungan:
Dapat menentukan insidens dan mengikuti
perjalanan penyakit/efek yang diteliti
Desain terbaik untuk menjelaskan hubungan
temporal antara risiko dan timbulnya efek
Pilihan terbaik untuk studi kasus yang fatal
dan progresif
Dapat menentukan beberapa efek dari 1
faktor risiko
Kohort
Kerugian:
Lama, mahal, rumit, mudah drop out
Tidak efisien untuk efek/penyakit yang jarang
terjadi
Dapat menimbulkan masalah etik karena
membiarkan subyek terpajan risiko
Penelitian
eksperimental
(Uji Klinik)
Desain paralel (1)

Paling banyak digunakan


Bisa untuk penyakit akut atau kronis
Bisa 2 kelompok atau lebih
Perlu kelompok yang seimbang 
harus dilakukan randomisasi atau
dibuat pasangan serasi
Perlu penyamaran (kecuali untuk
tindakan bedah)
Desain paralel (2)

Randomisasi
Perlakuan uji

Sampel Run-in
(Bila perlu) Perlakuan kontrol

= pengukuran
Desain paralel (3)

Kelebihan UK acak, tersamar, berpembanding:


Bias kecil karena ada randomisasi dan
penyamaran
Hasil yang > konklusif karena faktor perancu
dikontrol. Contoh: Berbagai studi
observasional secara konsisten membuktikan
bahwa beta-karoten menurunkan risiko
mendapat kanker, tapi 4 UK membuktikan
sebaliknya (Marshal, 1999)
Desain paralel (4)

Terkadang lebih cepat dan murah: untuk


penyakit yang berespons cepat terhadap
pengobatan. Mis. untuk mengetahui efektivitas
obat penurun kolesterol: tidak mungkin memakai
desain observasional.
Desain paralel (5)
Kekurangan:
Kompleks, mahal
Terkadang sangat makan waktu
Sering terbentur masalah etis karena
memaparkan subyek terhadap risiko dan
ketidaknyamanan
Mis: biopsi hati, endoskopi, pungsi sumsum
tulang
Desain menyilang (cross-over) (4)

randomisasi

Perlakuan Perlakuan
kontrol Washout uji

Sampel Run-in

Perlakuan Perlakuan
uji Washout
kontrol

= pengukuran variabel
Desain menyilang (cross-over) (1)

Tiap subyek menjadi kontrol bagi dirinya


sendiri
Keuntungan:
– mengurangi variasi antar individu dan
memperkecil sample size sampai 25% dari
desain paralel
– Cocok untuk peyakit kronik dan stabil
Desain menyilang (cross-over) (2)
Kerugian:
– Tidak cocok untuk penyakit yang cepat
sembuh atau yang sembuh dalam 1 x
terapi
– Bisa ada carry over effect dan order effect
– Kemungkinan drop out lebih besar
– Perlu wash out period yang cukup
– Tidak dapat dikerjakan pada subyek
dengan kepatuhan rendah
– Sering sulit mendapat data SDdiff
Desain menyilang (cross-over) (3)

Contoh:
Uji perbandingan efektivitas obat untuk:
– asma kronik
– reumatoid artritis
– hiperkolesterolemia
– hipertensi
Uji bioekivalensi obat “copy drugs” versus
obat inovator
Desain Latin Square (2)

Periode
Pasien I II III IV
Grup 1 A B C D
Grup 2 B D A C
Grup 3 C A D B
Grup 4 D C B A

NB: A,B,C,D = jenis obat/perlakuan


Desain Latin square (1)
Sama dengan desain menyilang, kecuali
kelompok perlakuannya > 2
Keuntungan:
– Mengurangi jumlah sampel
Kerugian:
– Tidak dapat diterapkan pada penyakit yang
sembuh cepat atau langsung mati
– Membutuhkan subyek yang sangat
kooperatif
– Butuh waktu lama
Pengacakan pasangan serasi
(randomization of matched pairs)

Dicari pasangan subyek (atau anggota


tubuh) yang serasi dalam berbagai variabel
prognostik
Lalu secara acak salah satu dari pasangan
subyek dialokasikan untuk mendapat salah
satu perlakuan, subyek pasangannya
mendapat perlakuan alternatif
Contoh: studi fotokoagulasi vs kontrol pada
retinopati diabetik
UK tanpa kontrol
Yaitu UK tanpa grup kontrol
Potensial menghasilkan kesimpulan yang sangat
menyesatkan
Sering digunakan untuk tujuan promosi saja
(bukan tujuan ilmiah)
Contoh: Publikasi UK obat2 psikofarmaka (Foulds,
1958):
– Yang tanpa kontrol: keberhasilan 85% (n=52)
– Yang dengan kontrol: keberhasilan 25% (n=20)
Desain kontrol diri sendiri
(before and after)
Membandingkan suatu parameter sebelum dan
sesudah perlakuan pada tiap subyek dalam 1
kelompok
Tidak ada kelompok kontrol
Mudah terjadi bias (efek Hawthorn): subyek
mengubah perilakunya karena ikut dalam UK
(bukan karena intervensi)
Contoh: membandingkan kadar trigliserid sebelum
dan sesudah perlakuan uji pada 1 kelompok
subyek
UK dengan historical control

Umumnya gagal memberikan hasil yang


sahih
Mengandung banyak peluang bias pada
pelaksanaan penelitian (mis. kriteria seleksi,
kriteria sembuh, beratnya penyakit,
kecenderungan mengeluarkan subyek yang
tidak responsif, dll)
Secara umum terdapat kecenderungan yang
membesar-besarkan kelebihan obat baru
Survival analysis (analisis kesintasan)
o Adalah desain penelitian eksperimental atau
observasional pada 2 atau lebih kelompok, di
mana yang dibandingkan ialah waktu sampai
terjadinya suatu efek (misalnya terjadinya
kematian, stroke, dll)
o Mampu menganalisis kasus2 yang “hilang di
jalan” (kasus sensor)
o Menggunakan Kaplan Meier survival plot
o Menggunakan log rank test untuk mengetahui
adakah perbedaan bermakna dalam survival
Contoh Survival analysis
Contoh pernyataan tentang
desain Uji Klinik
“Ini adalah suatu UK paralel, buta-ganda,
acak, dengan kontrol plasebo.”
“UK ini menggunakan desain menyilang
(cross-over), acak, terbuka”
“Ini adalah suatu penelitian deskriptif
untuk mengetahui insidens penyakit ….”
Desain yang sering dipakai
pada berbagai fase uji klinik

Fase I: terbuka, tanpa kontrol


Fase II: paralel, acak, tersamar
Fase III: paralel, acak, tersamar
Fase IV: studi observasional atau
paralel
Menyeleksi subyek
Tetapkan populasi target (target population):
yaitu populasi yang bersifat umum.
Mis: penderita psoriasis
Tetapkan populasi terjangkau (accessible
population):
yaitu bagian dari target population yang
terjangkau dalam batasan waktu dan tempat.
Mis: penderita psoriasis yang berobat ke poli-
klinik Peny. Kulit RSCM mulai bln. September
2013.
Menyeleksi subyek
Jenis sampling:
Probability sampling:
– Simple random sampling
– Systematic sampling
– Stratified random sampling
– Cluster sampling
Catatan:probability sampling dilakukan bila
sampel tersedia banyak sekali, yang
dibutuhkan hanya sedikit
Menyeleksi subyek

Non-probability sampling:
– Consecutive sampling
– Convenience sampling
Menyeleksi subyek

Tetapkan kriteria seleksi:


– kriteria inklusi :
Jangan terlalu longgar maupun ketat
– kriteria eksklusi:
Pasien yang telah memenuhi kriteria
inklusi tapi harus dikeluarkan lagi karena
sesuatu sebab (misalnya karena ada
kehamilan atau penyulit lain)
Menyeleksi subyek

Lakukan pengukuran variabel data


dasar yang mencakup:
– Data demografis: umur, berat badan, jenis
kelamin, dll.
– Data klinis
– Data laboratorium
Menentukan besar sampel
Penentuan besar sampel yang tepat sangat
penting untuk mendapatkan hasil UK yang
sahih
Ditentukan oleh nilai , , SD gabungan, ,
proporsi
Sampel terlalu kecil  hasil negatif semu
atau positif semu
Sampel terlalu besar  terlalu sensitif,
memboroskan waktu, dana, pengorbanan
subyek
Melakukan pengacakan
(randomization)
Arti alokasi acak
Jenis randomisasi:
– Randomisasi sederhana
– Randomisasi blok
– Randomisasi dalam strata
Melakukan penyamaran

Ketersamaran
Jenis ketersamaran dalam UK: terbuka
(open trial), ketersamaran tunggal,
ketersamaran ganda
Tehnik double dummy:
– diperlukan bila obat uji dan obat kelola
berbeda cara pemberiannya. Mis: obat uji
diberi per oral dan obat kontrol dengan
infus.
Melakukan penyamaran
– Setiap subyek setiap saat akan mendapat:
obat uji + dummy obat kontrol
atau
dummy obat uji + obat kontrol
Penggunaan kontrol plasebo:
– bilamana dapat digunakan?
– mengapa perlu kontrol plasebo?
– bilamana tidak boleh digunakan?
Melakukan intervensi
Pilot study
Analisis interim
Kendali mutu:
– Prosedur klinis
– Prosedur laboratorium
– Manajeman data
Penanganan dropout
Mengukur efek (outcome) (1)

Tentukan variabel-variabel yang akan diukur


Dari berbagai variabel itu, tentukan satu
yang paling utama dan gunakan ini untuk
menentukan besar sampel
Sedapat mungkin pilihlah true outcome (akan
diuraikan kemudian), bila terlalu sulit baru
dipilih surrogate outcome
Tentukan skala pengukuran variabel:
nominal, ordinal, atau numerik
Mengukur efek (outcome) (2)

Surrogate versus clinical outcome:


Apa itu surrogate outcome dan true
outcome? Mana yang lebih baik?
Mengapa surrogate outcome
digunakan?
Bagaimana ciri surrogate outcome yang
baik?
Mengukur efek (outcome) (3)

Contoh surrogate outcome (marker) yang baik:


– Perbaikan gambaran foto thorax untuk
penyembuhan KP
– Penurunan viral load untuk survival pada HIV
– Peningkatan bone density untuk menurunnya
risiko fraktur
– Penurunan tekanan darah untuk penurunan
mortalitas akibat hipertensi
Mengukur efek (outcome) (4)

Contoh surrogate outcome yang kurang baik:


– Peningkatan motilitas sperma untuk
peningkatan fertilitas
– Penurunan prevalensi aritmia untuk
mortalitas pasca infark jantung (CAST
study)
– Penurunan SGOT untuk survival hepatitis B
– Perbaikan aliran darah otak pada dementia
senilis
Merancang analisis data (1)
Pilihan uji statistik tergantung dari:
Skala pengukuran: nominal, ordinal,
numerik
Distribusi sampel: normal atau tidak
Besar sampel
Jumlah kelompok
Catatan: detil pemilihan uji statistik akan dibahas
pembicara lain
Analisis Per protocol (PP) atau
intention-to-treat (ITT) (1)
Analisis per protocol :
Hanya mengikutsertakan subyek yang dapat
dievaluasi (mis. yg. sudah makan obat > 80%
dari yang direncanakan) dan memenuhi
ketentuan protokol lainnya
Kelebihan: didapat hasil yang “bersih” dari
penyimpangan protokol
Kelemahan: subyek yang drop out karena efek
samping atau ketidakmanjuran obat tidak ikut
dianalisis
Per protocol atau intention-to-
treat analysis ? (2)
Analisis intention-to-treat :
Mengikutsertakan dalam analisis semua subyek
yang sudah dirandomisasi, minimal mendapat
obat satu kali, dan kembali 1 kali
Kelebihan: Mencegah hasil bias karena drop out
akibat efek samping atau ketidakmanjuran obat
Kelemahan: subyek yang belum mendapat obat
yang cukup ikut dianalisis
ITT dan PP sering dianalisis bersama, tapi ITT
lebih penting
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai