Steril SVP
Steril SVP
1
DEFINISI USP
Sediaan injeksi yang dikemas dalam vol ≤ 100 ml
2
Pengaruh Rute Pemberian
1. Volume pemberian
• Intra vena > 10 ml
• Intra spinal < 10 ml
• Intra muskular < 3 ml
• Sub kutan < 2 ml
• Intradermal < 0,2 ml
3
Pengaruh Rute Pemberian
2. Pemilihan solven
I.v dan intra spinal larutan air
i.m dan subkutan larutan dalam minyak, kosolven,
suspensi, emulsi
3. Tonisitas
Injeksi tidak harus isotonis
S.c dan I.M kadang hipertonis untuk memfasilitasi
absorbsi
Intra spinal : harus isotonis karena sirkulasi cairan
serebrospinal lambat
4
5
6
7
Pemilihan pembawa
• Umumnya air (Water for Injection)
• Dapat ditambahkan kosolven seperti gliserin, etanol,
propilen glikol, PEG
• Surfaktan ditambahkan pada formulasi vitamin,
hormon, sulfonamid sebagai wetting agent dan
surfaktan dispersi koloid seperti larutan sejati
• Pelarut minyak : minyak kacang, jagung, zaitun
(untuk i.m)
8
Contoh injeksi dalam minyak
• Dietilstilbestrol minyak wijen
• Estradiol benzoate minyak wijen
• Menadion minyak wijen
• Penicillin G procaine minyak sayur
• Dimercaprol minyak kacang
9
WATER FOR INJECTION
• Persyaratan :
- Total solid tidak lebih dari 10 ppm
- pH 5.0-7.0
- Disiapkan melalui destilasi dan reverse osmosis
- Memenuhi persyratan pirogen
- Disimpan dalam wadah yang tidak bereaksi secara
kimiawi
Bahan Tambahan
1. Buffer
Untuk menjaga pH stabil dari larutan
Ideal : 7,4
pH > 9 menyebabkan nekrosis, < 3 menyebabkan rasa
sakit dan phlebitis
Rentang yang dapat diterima untuk SVP i.v: 3,0 – 10,5
Rentang parenteral rute lain adalah 4 - 9
11
2. Antimikroba
• Harus ditambahkan pada multiple dose
• Sering ditambahkan pada injeksi yang tidak
disterilkan akhir
• 5 golongan yang umum digunakan : amonium
kuartener, alkohol, ester, merkuri, dan asam
• Senyawa amonium kuartener biasa ditambahkan
pada sediaan mata, inkompatibel dengan ion
bermuatan negatif dan protein
12
Contoh antimikroba
• Benzalkonium klorida 0,01%
• Benzetonium klorida 0,01%
• Benzil alkohol 1 – 2%
• Klorobutanol 0,25 – 0,5
• Fenil merkuri nitrat 0,002%
• Nipagin 0,18 %
• Nipasol 0,02%
• Thimerosal 0,01%
• Fenol, 0,5%
13
.
.
.
.
.
14
Tonisitas
Larutan isotonis memiliki tekanan osmosis sama dengan
plasma darah
Pada larutan yang hipotonis, sel darah akan membengkak dan
pecah karena difusi air ke dalam sel
Pada larutan hipertonis, terjadi penyusutan karena keluarnya
air keluar sel darah
Dalam larutan isotonis (setara NaCl 0,9% ), tonisitas sel terjaga
Dalam British Pharm larutan dalam air untuk sub kutan,
intradermal, dan i.m sedapat mungkin dibuat isotonis
Bahan untuk penyesuaian tonisitas : NaCl, KCl, Dekstrosa
15
Penentuan isotoni
Ekivalensi NaCl ditentukan berdasar kemampuan
untuk menurunkan titik beku air
NaCl 1% memiliki titik beku -0,58oC, ditentukan
sebagai ekivalen NaCl E : 1,00
Titik beku plasma darah -0,52oC, setara dengan NaCl
0,9%
16
• Yang dimaksud dengan ekuivalen dengan NaCl (E)
adalah jumlah gram NaCl yang memberikan efek
osmosi yang sama dengan 1 grambahan terlarut
tertentu
• Jika E ephedrin = 0,28, maka 1 gram efedrin
memberikan efek osmosis setara dengan 0,28 gram
NaCl
• Jika bobot gram X = W dan E (x) = E maka
ekuivalensinya setara dengan WxE gram NaCl
• Apabila tidak ada ekivalen NaCl, gunakan metode Liso
• E = 17 Liso
M
Hitunglah bila diketahui M bahan X adalah 238, dan Liso
Bahan X (garam uni-univalen) adalah 3,4
19
Ketika 2 g obat digunakan dalam 100 ml cairan, 2 x 0,24 g-
ek = 0,48, sehingga 0,9 g – 0,48 = 0,42 NaCl harus
ditambahkan pada larutan 2 g bahan X dalam 100 ml
Bila obat hipertonis, dapat diencerkan terlebih dahulu
sebelum digunakan
Efek isotonisitas dalam menurunkan rasa sakit masih
meragukan, meskipun dapat menurunkan iritasi jaringan
Untuk menurunkan rasa sakit dapat ditambahkan
anestetik lokal
20
KELEBIHAN PENGISIAN
• etiap larutan sediaan parenteral harus diisikan dalam
jumlah berlebih untuk menjamin jumlah pemberian
cairan secara lengkap.
• Kehilangan disebabkan oleh pengeluaran gelembung
udara pada saat pemberian dan antisipasi tertinggalnya
cairan dalam wadah yang digunakan selama proses
pembuatan
• Kelebihan volume dalam kemasan sediaan parenteral
memungkinkan pengguna (dokter, perawat)
menggunakan volume sesuai kebutuhan (jadi tidak
kurang)
PENAMBAHAN VOLUME
Formulasi SVP dibagi 3:
1. Larutan
2. Suspensi
3. Solid for reconstitution ( padat kering yang
direkonstitusikan dalam pelarut )
4. Emulsi
23
SUSPENSI
• Terdispersi, multifase, sistem heterogen
• Untuk intramuskular dan subkutan
• Formulasi yang paling sulit : tidak boleh membentuk
cake, mudah diinjeksikan melalui jarum suntik,
mudah didispersikan
• Untuk mencapai hal tersebut penting untuk
mengontrol kristalisasi, reduksi ukuran partikel
(micronized), sterilisasi yang tepat, formulasi dengan
penambahan surfaktan, dispersi secara aseptis.
24
Suspensi
• Persyaratan yang harus dipenuhi suspensi parenteral : kemurnian, bahan
tambahan yang diijinkan, dan sifat alir.
• Bebas pirogen
• Contoh: Ampicillin for injection, betametason acetate, tetanus toxoid
suspension
• 2 metode umum yang digunakan : 1. pembawa dan bahan aktif
dikombinasikan secara aseptis, 2. pembawa dan bahan aktif dicampur secara
in situ
• Produk steril tidak umum disterilkan dengan autoclave karena kelarutan dalam
air dan peruraian meningkat selama pemanasan atau proses rekristalisasi
larutan jenuh selama pendinginan tidak terkontrol sehingga menghasilkan
kristal dengan bentuk dan ukuran yang tidak sesuai dengan formulasi akhir.
25
Suspensi
• Metode kombinasi : pembawa air yang mengandung
bahan tambahan disterilisasi cara panas atau difilter
melalui membran 0,22 um. Bahan obat disterilkan
terlebih dahulu kemudian dicampurkan secara aseptis
• Metode kedua, pembawa disiapkan dan disterilisasi
dengan filtrasi, Obat dilarutkan terlebih dahulu pada
pelarut air, kemudian disterilkan melalui filtrasi.,
dimasukkan dalam pembawa air hingga mengkristal.
Kemudian diencerkan dengan pembawa.
26
Suspensi
• Suspending agent yang biasa digunakan : Gelatin,
manitol, PVP, SCMC, Sorbitol
• Solubilizing agent : PEG, PG
• pH adjustment ; asam sitrat, sodium sitrat
• Surfaktan : Lesitin, Polisorbat, Silicon antifoam
27
28
Emulsi
• Contoh : emulsi w/o ekstrak alergen (s.c), emulsi o/w
sediaan depot sustained release (i.m), emulsi nutrisi
o/w (i.v)
• Merupakan formulasi yang sulit karena diameter fase
dalam harus kurang dari 1 um untuk mencegah
emboli
• Stabilitas juga menjadi fokus utama
29
Larutan:
Alasan:
• Bentuknya menyenangkan
• Dapat digunakan secara IV, IM dan SC
• Mempunyai kandungan yang seragam sehingga
mudah pembuatan dan penggunaannya
30
Larutan Steril
Mengandung satu atau lebih bahan tambahan:
1. Adjust tekanan osmotik
2. Bacteriostatic agent
3. Buffer: fosfat, asetat, sitrat
4. Adjust pH: NaOH, HCl
5. Antioksidan: bisulfit, ascobat, sitrat
6. Chelating agent: EDTA
31
Cara Pembuatan:
Tergantung sifat bahan aktif dan tambahan:
• Bahan obat larut dalam air, stabil dalam air tetapi
tidak tahan panas
• Bahan obat larut dalam air, stabil dalam air dan tahan
panas
32
33
Bentuk kering
• Untuk obat yang tidak stabil dalam air
• Direkonstitusi dengan pembawa yang sesuai
34
Contoh Obat Tidak Tahan Panas
Formulasi larutan injeksi steril dosis ganda
CARA PEMBUATAN ?
35
CONTOH LAIN :
R/Phenitoin sodium 50 mg
Propilen glikol 0,4 ml
Alkohol 0,1 ml
NaOH qs pH 12
WFI qs, ad 1,0 ml
CARA PEMBUATAN ?
36
37
CONTOH:
R/Insoluble drug 8,00 mg Bahan Aktif
Polisorbat 80 0,20 mg Surfaktan
NaCl 6,67 mg Tonisitas
CMC Na 5,00 mg Viskositas
Benzil alkohol 9,00 mg Pengawet
WFI ad 1,00 ml Vehicle
CARA PEMBUATAN ?
38
Kunci Keberhasilan
Menghindari penanganan yang berlebihan dan
pemindahan dari satu wadah atau mixer untuk
tujuan lain.
39
Problematik:
Menjaga homogenitas campuran serbuk bila serbuk/ bahan aktif
jumlah sedikit dicampur dengan serbuk jumlah besar.
Pemisahan disebabkan:
• Densitas
• Distribusi ukuran partikel
• Bentuk partikel
• Kohesi
• Muatan, dsb.
40
Contoh Lain
R/ Dactinimycin 0,5 mg Bahan Aktif
Manitol 20 mg Bulking Agent
41