• Sikap yang dimaksud di sini adalah menekuk salah satu lutut. Dan
sikap yang benar adalah sentuhkan seluruh lutut ke lantai, dan
biarkan istirahat di sana untuk beberapa saat (jangan terlalu
tergesa-gesa bangkit), menjaga punggung lurus, dan untuk
menjaga keseimbangan, kita mungkin perlu menempatkan kedua
tangan di lutut kita yang lain.
• Mungkin berlutut ini terdengar gampang dan mungkin tampak
konyol, tapi sebenarnya gerakan tubuh ini telah menjadi asing
bagi kita, sehingga melakukannya dengan asal saja padahal kita
perlu kembali belajar caranya dengan penuh kesadaran
baru. Untuk melakukannya dengan baik, kita harus sadar apa yang
kita lakukan dan kita harus melatih diri sendiri.
• Kalau kalian perhatikan setelah konsekrasi, biasa Imam
setengah berlutut untuk menyembah Hosti dan Piala
Suci. Bapa Suci atau Imam-Imam yang sudah tua cukup sulit
bagi mereka untuk melakukan hal itu, tetapi bagi Paus
Yohanes Paulus, hal ini sangat penting untuk berlutut. Beliau
akan mencengkeram altar dengan kuat, dan memaksa untuk
tetap setengah berlutut dan kemudian harus dibantu untuk
berdiri kembali. Mengapa Beliau mau melakukan hal yang
membuat rasa sakit dan kesulitan bagi tubuhnya? Karena
cinta. Dia sangat mengasihi Tuhan yang hadir dalam
Sakramen Mahakudus. Jika Bapa Suci membuat gerakan ini
dengan pengorbanan yang besar, bisakah kita yang sehat
melakukannya lebih baik?
Berlutut selama Doa Syukur Agung
• Jika kita bertamu ke tempat orang lain, biasa kita disuruh duduk
di ruang tamu dulu, dan ketika yang punya rumah datang menemui
kita, kita biasa berdiri untuk menyambut si tuan rumah bukan?
• Sama halnya dengan konteks Misa Kudus, postur berdiri adalah
sikap tanda hormat, penghormatan di hadapan Allah. Selain itu,
itu berarti bahwa kita harus siap meresponNya “subito, sempre, e
con gioia “ yang berarti ” dengansegera, selalu, dan dengan
sukacita .” Kita berdiri saat Misa Kudus dimulai, saat pembacaan
Injil untuk menyadari kehadiran Tuhan dengan cara yang lebih
dalam.
Memukul dada
• Sikap ini dilakukan waktu ritus Tobat karena ini adalah tanda
pertobatan, kerendahan hati, sikap yang mendalam pertobatan
untuk dosa-dosa kita, dan bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi
juga bagi seluruh dunia. Seperti perumpamaan tentang orang
Farisi dan pemungut cukai dalam Injil:
“Tapi pemungut pajak, berdiri jauh, bahkan tidak akan
mengangkat matanya ke langit, melainkan ia memukul diri dan
berkata: ” Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini! “(Luk
18:13)
Sikap Duduk
• Setelah berdoa kita semua duduk, temasuk Imam karena postur duduk
adalah tepat untuk Imam yang mengajar dan untuk Uskup yang
memimpin. Itulah sebabnya uskup – atau kepala biara – memiliki kursi,
atau “cathedra”. Kata “cathedra” sebenarnya berarti, tempat dimana
kursi Uskup berada.
• Sebenarnya jaman dulu bahkan sampai jaman modern sekarang, kursi
atau bangku tidak diajarkan sebagai bagian dari gereja. Tapi berdiri
untuk waktu yang lama melelahkan, dan memerlukan disiplin
nyata. Watku menjelang akhir Abad Pertengahan, praktek duduk pada
saat-saat tertentu Misa menjadi lebih tersebar luas. Sekarang semua
Gereja dibangun memiliki bangku atau kursi. Tetapi jika kita
mengunjungi berbagai katedral dan gereja-gereja lain di Eropa, kita bisa
melihat kalau tidak semuanya memilik bangku.
• Sekarang, ketika kita duduk untuk pembacaan, postur duduk
menandakan perhatian mendengarkan, kesiapan untuk
diinstruksikan. Ketika kita duduk selama Misa, ingat bahwa kita
tidak duduk di ruang tamu, kita tidak sedang duduk di kursi malas!
Duduklah dengan posisi tegak, dengan tenang dan mendengarkan
dengan seksama.
• “mendengarkan dengan telinga hati” , seperti yang dikatan St.
Benediktus.
Melipat Tangan
• Cara yang lebih kuno menerima komuni adalah di tangan. Oleh karena
itu, kita tidak datang dengan tangan yang diperpanjang, atau jari-jari
terbuka; tapi membuat tangan kiri terbuka sebagai takhta untuk
menerima Sang Raja.
• kita akan menerima Tuhan Allah sendiri jadi waspadalah terhadap
kurangnya penghormatan.
• Bagi mereka yang telah ditahbiskan dapat mengambil Ekaristi Kudus
sendiri. Tetapi bagi mereka yang tidak ditahbiskan hanya
bisa menerima Ekaristi; mereka tidak pernah mengambil itu dan tidak
berusaha untuk mencapai komuni itu, tetapi menunggu sampai Tubuh
Kristus diberikan kepada kita.
• Pada abad pertengahan awal ada perubahan dalm tradisi, dan
penerimaan komuni di lidah adalah cara baru. Di sini sekali lagi,
kita harus diajarkan. Beberapa orang hampir tidak membuka
mulut mereka, dan sulit bagi imam untuk menempatkan komuni
itu di lidah mereka. Beberapa orang membuka mulut mereka
terlalu lebar dan menjulurkan lidah mereka terlalu jauh, dan ada
bahaya bahwa komuni akan jatuh ke lantai.