Anda di halaman 1dari 18

ERIAL TATA GERAK LITURGI

& SERBA-SERBINYA
03 WednesdayFEB 2016
POSTED BY GEREJAKATOLIKSTASINEGERIASIH IN TATA GERAK LITURGI
≈ LEAVE A COMMENT
1. PENDAHULUAN

Gereja Katolik ini kok ribet? Mau misa aja banyak banget aturannya! Berdiri, duduk, berlutut, dll.. Mau
menyembah Tuhan aja kok diatur-atur.. Ya suka-suka gw dong mau ikut apa nggak..

Eits, HATI-HATI.. Statement tersebut acap kali kita dengar keluar dari mulut umat Katolik.. Kalau
dilihat sekilas, apa iya tata gerak liturgi itu sulit utk dilakukan? Sebagai manusia yang sehat, apakah
sulit untuk berdiri, duduk, berlutut, membungkukkan badan, membuat tanda salib? Apakah kita
termasuk orang-orang yang bersyukur karena masih mampu menggerakkan anggota badan kita?
MULIAKANLAH ALLAH DENGAN TUBUH-MU (1 Korintus 6: 19)
Sadarkah kita, pada saat kita mengikuti Perayaan Ekaristi, kita memuliakan Allah dan menyembahNya
dengan seluruh anggota panca indera kita? Dengan seluruh tubuh, jiwa dan raga? Bukan sekedar hati
atau yang penting hatinya, yang lain ga penting.

Pertanyaannya, mengapa kita tidak melakukannya? Apa alasannya? Sulit? Malas? Ataukah kita
melakukan tapi dengan hampa karena tidak tau untuk apa kita melakukan itu? Tahukah kita apa
makna dari gerakan-gerakan tersebut?
Pada postingan kali ini, kita akan disuguhi serial mengenai tata gerak liturgi dan maknanya.. Selamat
mengikuti!!!
2. MEMBUAT TANDA SALIB DENGAN AIR SUCI di PINTU MASUK GEREJA

Siapa sih orang Katolik yang tidak tahu tanda Salib? Rasanya orang Katolik sedikit banyak dikenal
lewat tanda salib. Ketika kita memasuki Gereja Katolik, apa yang kita cari atau kita temukan? Bejana
air suci. Lantas apa yang harus kita lakukan dengan air suci itu? Tentu saja membuat tanda salib.
Jutaan umat Katolik setiap minggu bahkan setiap hari membuat tanda salib dengan air suci sebelum
memasuki Gereja. Sebenarnya apa sih maknanya? Jangan-jangan kita melakukan ini tanpa makna dan
menganggapnya hanya sekedar ritual sebelum masuk Gereja/Rumah Tuhan.

Dalam sejarah bangsa Yahudi dalam Kitab Perjanjian Lama ditemukan bahwa AIR digunakan untuk
pembasuhan diri dari segala dosa dan kenajisan. Dalam Bait Allah juga ditemukan bejana besar berisi
air, dimana para imam membersihkan tangan dan kakinya sebelum mempersembahkan kurban.

Gereja Katolik juga mempunyai bejana-bejana berisi air suci untuk berkat karena tiga alasan:

1. Sebagai tanda sesal atas dosa,


2. Sebagai perlindungan dari yang jahat dan
3. Sebagai tanda peringatan akan pembaptisan kita.

Sesal atas dosa digambarkan dengan membersihkan diri dengan air seperti dinyatakan dalam Mazmur
51: “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-
Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!
Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku
menjadi lebih putih dari salju!” (3-4, 9). (Hisop adalah tumbuh-tumbuhan yang kecil, yang batang dan
daunnya dipergunakan untuk memercikkan barang cair).

Kedua, air suci melindungi kita dari yang jahat. Dalam doa pemberkatan air dalam ibadat, kita berdoa:
“Tuhan, Allah yang Mahakuasa, pencipta segala yang hidup, baik tubuh maupun jiwa, kami mohon
sudilah memberkati air ini, yang kami gunakan dalam iman untuk mengampuni dosa-dosa kami dan
melindungi kami dari segala kelemahan dan kuasa jahat. Tuhan, karena belas kasihan-Mu berilah kami
air hidup, yang senantiasa memancar sebagai mata air keselamatan; bebaskan kami, jiwa dan raga,
dari segala mara bahaya, dan ijinkan kami menghadap hadirat-Mu dengan hati yang murni.”

Yang terakhir, air suci mengingatkan kita akan pembaptisan kita, ketika oleh karena seruan kepada
Tritunggal Mahakudus dan penuangan air suci, kita dibebaskan dari dosa asal dan dari segala dosa,
dicurahi rahmat pengudusan, dipersatukan dalam Gereja, dan diberi gelar putera-puteri Allah. Dengan
membuat Tanda Salib dengan air suci, kita disadarkan bahwa kita dipanggil untuk memperbaharui
janji-janji baptis kita, yakni menolak setan, menolak segala karya-karyanya, dan segala janji-janji
kosongnya, serta mengaku syahadat iman kita. Sekali lagi, kita menyesali dosa-dosa kita, agar kita
dapat memanjatkan doa-doa kita dan beribadat kepada Tuhan dengan hati murni dan penuh sesal.
Seperti air dan darah yang mengalir dari Hati Yesus yang Mahakudus sementara Ia tergantung di atas
kayu salib – yang melambangkan Sakramen Baptis dan Sakramen Ekaristi Kudus yang sungguh luar
biasa, tindakan mengambil air suci dan membuat Tanda Salib mengingatkan kita akan Baptis kita
dalam mempersiapkan diri menyambut Ekaristi Kudus.

Maka tindakan mengambil air suci sebelum memasuki gereja merupakan peringatan dan pembaruan
pembaptisan kita. Juga, penggunaan air suci merupakan suatu penyegaran, yang membebaskan kita
dari penindasan si jahat. St. Theresia dari Avila mengajarkan, “tidak ada suatu pun yang membuat
roh-roh jahat lari tunggang langgang – tanpa memalingkan muka – kecuali air suci.” (St. Theresia
Avila, The Book of Her Life).

Jadi jika disimpulkan, pengambilan air suci di pintu gereja adalah untuk mengingatkan kita akan
makna Pembaptisan kita (yaitu pertobatan, pengudusan, kehidupan baru di dalam Kristus dalam
kesatuan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, dan partisipasi kita sebagai anak- anak angkat Allah di
dalam misi Kristus) dan pengusiran roh-roh jahat.

PERLUKAH KITA MEMBUAT TANDA SALIB LAGI KETIKA KELUAR GEREJA?

Karena tujuannya ialah penyucian untuk memasuki tempat kudus, tindakan itu seyogyanya dilakukan
HANYA pada saat memasuki Gereja, dan tidak perlu dilakukan pada saat meninggalkan Gereja.
Kebiasaan demikian itu dilakukan pada Abad Pertengahan. Namun demikian, banyak umat terbiasa
melakukannya baik pada saat datang maupun pada saat pulang. Karena hal ini bukanlah suatu
tindakan yang salah atau berdosa, maka tetap boleh saja dilakukan.

Pembuatan tanda salib dengan air suci pada saat pulang (tentu bukan lagi artinya sebagai penyucian
sebelum memasuki tempat kudus) bisa diartikan sebagai penyucian diri kita untuk melaksanakan
tugas perutusan kita di dunia. Penyucian yang demikian mirip dengan makna pemercikan dengan air
suci.
Jadi, setelah tau maknanya, berhentilah membuat tanda salib dengan air suci secara asal-asalan atau
sambil lalu.. Yuk kita lakukan dengan pemahaman dan penghayatan yang benar.

3. MENGHORMATI ALTAR & TABERNAKEL

Ketika orang Katolik memasuki Gereja, ia membuat tanda salib. Lalu bergerak mencari tempat duduk.
Eits, nyelonong duduk ajah, ga liat di depan ada altar Tuhan dan Tabernakel yah? grin emotikon
Sebelum duduk dan keluar meninggalkan kursi, kita berlutut terlebih dahulu dengan lutut sampai ke
tanah ke arah panti imam.

Kenapa sih harus begitu? Kok ribet amat ya? Ya jelas dong, Gereja kan ga sama dengan gedung
bioskop atau mall. Tapi seringkali kita melihat umat yang tidak berlutut dan kalaupun berlutut, asal-
asal aja yang penting udah lakuin, beres.

Sebenarnya tahu ga sih maknanya kalo kita berlutut dulu sebelum duduk dan keluar meninggalkan
kursi kita?

Di panti imam terdapat altar, mimbar, dan kursi imam. Ketiga perabot ini ibaratnya satu paket yang
amat penting dan bermakna. Ketiganya menopang tindakan-tindakan liturgis selama Misa. Imam
selebran akan secara bertahap menggunakan perabot itu. Perabot pertama yang dituju adalah altar.
Namun, dalam Ritus Pembuka, altar baru sebatas dituju untuk dihormati dengan beberapa sikap
tubuh, baik yang secara khusus dilakukan oleh imam maupun oleh petugas liturgi lainnya. Tuh kan
petugas liturgi aja menghormati altar Tuhan, kenapa kita enggak? Emang ada apa dengan Altar?

PUMR 296 merumuskan altar sebagai ”tempat untuk menghadirkan kurban Salib dengan menggunakan
tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat
Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar juga
merupakan pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Misa.” Ada tiga metafora yang saling
melengkapi: altar untuk kurban Tubuh-Darah Kristus, meja Tuhan untuk perjamuan di akhir zaman,
dan pusat pengucapan syukur umat dalam kesatuan dengan seluruh Gereja. Altar itu sebaiknya
permanen, materinya batu, dan berbentuk meja, sehingga secara jelas dan lestari menghadirkan
Kristus, Sang Batu Hidup (1 Ptr 2:4).

Lilin ditaruh di atas atau di sekitar altar, sesuai dengan bentuk altar dan tata ruang panti imam. Di
atas atau di dekat altar hendaknya dipajang sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib. Salib itu harus
mudah dilihat oleh seluruh umat. Semuanya harus ditata secara serasi, dan tidak boleh menghalangi
pandangan umat, sehingga umat dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di altar atau yang
diletakkan di atasnya (PUMR 304-308). Lebih lanjut
lihat: http://www.hidupkatolik.com/2011/06/15/menghormati-altar-dan-
tabernakel#sthash.r8JyzBtB.dpuf
Mengingat makna dan keistimewaannya, maka altar sebagai simbol Kristus pun dihormati dengan
beberapa cara. Semua petugas membungkuk pada altar ketika menghampirinya dan hendak memulai
tugas. Ketika Ritus Pembuka imam selebran menciumnya, lalu jika perlu juga mendupai altar dan
salib. Dalam Ritus Penutup, sebelum meninggalkan panti imam, ia kembali mencium dan membungkuk
lagi bersama petugas lainnya.

SELAIN ADA ALTAR, ADA APA LAGI YANG HARUS KITA HORMATI?

Seringkali ada juga tabernakel di panti imam. Idealnya, tabernakel disendirikan di sebuah kapel
khusus yang dapat dijangkau dengan mudah dari panti imam. Tabernakel memang sebenarnya tak
diperhitungkan sebagai bagian dalam Misa. Fungsinya berkaitan dengan ritual setelah Misa, yakni
untuk menyimpan Tubuh Kristus yang belum disantap dalam Misa atau yang dikhususkan bagi orang
sakit yang tak bisa hadir dalam Misa dan bagi kegiatan adorasi.

Letak tabernakel di panti imam juga tak seragam. Ada yang di belakang atau samping altar.
Tabernakel dihormati oleh setiap petugas yang melewati atau menghampirinya. Jika di belakang altar
terdapat tabernakel yang berisi Sakramen Mahakudus, maka penghormatan awal untuk altar dijadikan
satu dengan untuk tabernakel, yakni dengan cara berlutut. Berlutut adalah sikap hormat tertinggi yang
khusus diberikan bagi Sakramen Mahakudus. Simbolsimbol Kristus lainnya (imam, Kitab Injil, altar,
salib) dihormati dengan cara membungkukkan badan.

Jadi penghormatan terhadap tabernakel dan altar Tuhan kita lakukan dengan berlutut (lutut
menyentuh tanah). Jika di stasi/ kapel kecil, biasanya tidak ada Tabernakel, jadi kita cukup
membungkukkan badan saja.

BAGAIMANA DENGAN MEREKA YANG LANJUT USIA?

Selama kondisi tubuh masih sehat dan tidak ada gangguan, hal ini masih mungkin dilakukan. (admin
Pax et Bonum: Gereja pun sadar dan tahu bahwa ada umatnya yang tidak mampu secara fisik untuk
mengikuti seluruh atau sebagian tata gerak ibadah Gereja Katolik. Sikap alternatif yang dianjurkan
oleh Gereja adalah MEMBUNGKUK.) Namun, bagi kita yang masih muda, sehat, dan segar bugar, tidak
ada alasan loh untuk tidak melakukannya.

Tuhan Yesus ada di hadapanmu, apakah yang selayaknya kita lakukan selain berlutut menyembah dan
menghormati Dia?

4. MEMBUAT TANDA SALIB


Pernahkah kita melihat umat Katolik yang membuat tanda salib seperti sedang mengusir nyamuk alias
terburu-buru sehingga tidak jelas lagi gerakannya.. Mengapa demikian? Sebenarnya taukah makna
dari tanda salib?

Tanda Salib merupakan suatu gerakan yang indah, yang mengingatkan umat beriman pada salib
keselamatan sembari menyerukan Tritunggal Mahakudus. Secara teknis, Tanda Salib merupakan
sakramentali, suatu lambang sakral yang ditetapkan Gereja guna mempersiapkan orang untuk
menerima rahmat, dan yang menguduskan suatu saat atau peristiwa. Seiring pemikiran tersebut,
gerakan ini telah dilakukan sejak masa Gereja Perdana untuk memulai dan mengakhiri doa serta Misa.

Tanda Salib adalah tanda pertama yang kita terima yaitu pada saat kita dibaptis dan tanda terakhir
yang kita terima yaitu saat kita meninggalkan dunia ini menuju kehidupan abadi. Tanda Salib
merupakan bagian yang amat penting dalam doa liturgis dan sakramen-sakramen. Dengan Tanda Salib
kita mengawali serta mengakhiri doa kita.

Membubuhkan tanda salib dengan tangan kita di kening, di dada serta di pundak kita, kita memberkati
diri kita: Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Tanda Salib menyatakan berkat. Tanda Salib melambangkan Tuhan memberkati kita, Tuhan melimpahi
kita dengan berkat-berkat-Nya. Dan dengan tanda yang sama kita menyatakan kepercayaan kita
kepada Tuhan, yang daripada-Nya semua berkat berasal. Dengan Tanda Salib kita memeluk Allah kita
yang baik dengan segenap pikiran, hati serta kekuatan kita.

Tanda Salib dibuat dengan tiga jari, sebab penandaan diri tersebut dilakukan sembari menyerukan
Tritunggal Mahakudus…. Beginilah cara melakukannya: dari atas ke bawah, dan dari kanan ke kiri,
sebab Kristus turun dari surga ke bumi, dan dari Yahudi (kanan) Ia menyampaikannya kepada kaum
kafir (kiri).” Namun demikian, yang lain, membuat Tanda Salib dari kiri ke kanan, sebab dari sengsara
(kiri) kita harus beralih menuju kemuliaan (kanan), sama seperti Kristus beralih dari mati menuju
hidup, dan dari Tempat Penantian menuju Firdaus.

Mengenai gerakan membuat Tanda Salib sebelum Injil dibacakan, yaitu setelah diakon atau imam
mengatakan, “Inilah Injil Yesus Kristus menurut …,” ia dan umat beriman membuat Tanda Salib
dengan ibu jari di dahi, bibir dan dada. (Diakon atau imam juga membuat Tanda Salib pada buku
Bacaan Misa atau Injil). Hal mengenai membuat Tanda Salib sebelum Injil dibacakan, pertama kali
dicatat pada abad ke-9: Regimius dari Auxerre (wafat ± tahun 908) dalam ‘Expositio’ Penjelasan) yang
ditulisnya mencatat bagaimana umat dalam kongregasi menandai dahi mereka dan diakon menandai
dahi serta dadanya. Pada abad ke-11, seperti ditegaskan oleh Paus Inosensius III, diakon akan
membuat Tanda Salib pada buku Bacaan Misa atau Injil, dan kemudian ia, dan juga umat, akan
membuat Tanda Salib pada dahi, bibir dan dada / hati. Makna dari tiga kali menandai diri itu adalah
bahwa kita ingin mendengarkan Injil dengan akal budi yang terbuka, mewartakannya dengan bibir
kita, dan mencamkan serta memeliharanya dalam hati kita. Kita mohon pada Tuhan rahmat untuk
menerima, menanggapi dan mengakui iman yang telah kita terima dari Injil melalui Tuhan kita, Yesus
Kristus, Sabda yang Menjadi Daging.
Tak peduli bagaimana orang secara teknis membuat Tanda Salib, gerakan haruslah dilakukan dengan
khidmat dan saleh. Umat beriman haruslah menyadari kehadiran Tritunggal Mahakudus, dogma inti
yang menjadikan orang-orang Kristen sebagai “Kristen”. Juga, umat beriman haruslah ingat bahwa
Salib adalah tanda keselamatan kita: Yesus Kristus, sungguh Allah yang menjadi sungguh manusia,
yang mempersembahkan kurban sempurna bagi penebusan dosa-dosa kita di atas altar salib. Tindakan
sederhana namun mendalam ini membuat setiap orang beriman sadar akan betapa besar kasih Allah
bagi kita, kasih yang lebih kuat daripada maut dan akan janji-janji kehidupan abadi. Demi alasan-
alasan yang tepat, indulgensi sebagian diberikan kepada mereka yang menandari dirinya dengan
Tanda Salib dengan khidmat, sambil menyerukan, “Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus”
(Enchirdion of Indulgences, No. 55). Oleh sebab itu, marilah setiap kita membuat Tanda Salib dengan
benar dan khidmad serta tidak dengan sembarangan ataupun ceroboh.

Kita membuat tanda salib saat:


1. Memasuki Gereja dengan air suci, berarti kita mengingat Sakramen Pembaptisan yang kita terima..
Bagaimana jika belum dibaptis? Mereka tetap boleh membuat tanda salib dgn air suci..
2. Mengawali dan menutup Perayaan Ekaristi..
3. Saat menerima percikan air suci, pengganti Penyataan Tobat..
4. Memulai bacaan Injil dengan membuat tanda salib pada dahi, mulut, dan dada.. Artinya kita
mengungkapkan hasrat agar budi diterangi, mulut disanggupkan untuk mewartakan, dan hati diresapi
oleh Sabda Tuhan..

Di luar itu, apakah BOLEH membuat Tanda Salib? Boleh, hanya saja perlu diingat bahwa hendaknya
tanda salib dibuat dengan penghayatan penuh dan makna, sehingga tanda salib tidak hanya menjadi
gerakan ritual kosong tanpa makna yang malahan mengaburkan makna tanda salib apabila terlalu
sering membuat tanda salib.. Lebih baik kita ikuti aturan yang sudah ada dalam Tata Perayaan Ekaristi
(TPE)..

5. BERLUTUT
Saat Perayaan Ekaristi Kita BERLUTUT saat:

1. Mengucapkan Doa Tobat (Saya Mengaku), untuk menunjukkan sikap kerendahan hati dan
permohonan ampun..

2. Mengucapkan “..Yang Dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria” waktu Syahadat,
KHUSUS pada HARI RAYA NATAL DAN HARI RAYA MARIA DIBERI KABAR OLEH MALAIKAT, sebagai
tanda penghormatan pada Misteri Inkarnasi.
3. Doa Syukur Agung…. (Jika tidak ada tempat berlutut, umat hendaknya BERDIRI, bukan duduk..)

4. Sebelum Komuni, mempersiapkan diri dan meresapkan kehadiran Yesus dalam diri, dan Sesudah
Komuni, sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah..
Bagaimana untuk Lansia dan orang sakit? Tentu Gereja memahami dan mengerti kondisi setiap umat
yang karena keterbatasan fisik tidak dapat berlutut.. Namun untuk kita yang masih muda dan sehat?
Kenapa tidak?

6. MENEBAH DADA

Sebelum membaca artikel ini, mari merenungkan ayat berikut dari Lukas 18:9-14 ini:

18:9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua
orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: 18:10 “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk
berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 18:11 Orang Farisi itu berdiri dan
berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama
seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti
pemungut cukai ini; 18:12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala
penghasilanku.
18:13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit,
melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. 18:14 Aku
berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain
itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan.”

***
Betapa indahnya Perayaan Ekaristi.. Dalam bagian tobat, umat Katolik mengakui dengan kerendahan
hati mengakui dosa-dosa dan kelalaian mereka di hadapan Tuhan dan sesamanya.. Mengapa kita
harus malu mengakui bahwa kita telah berdosa?
Kita berdoa, “Saya mengaku kepada Allah yang Mahakuasa dan kepada saudara sekalian bahwa SAYA
TELAH BERDOSA dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian…”

“SAYA BERDOSA, SAYA BERDOSA, SAYA SUNGGUH BERDOSA” Pada bagian ini kita semua menebah
dada.. Mengapa? Karena dengan rendah hati dan rasa menyesal yang mendalam kita mengakui dosa
kita.. Maka, jangan asal-asalan mengucapkan doa Saya Mengaku..!

Lalu kita semua menyanyikan Lagu Tuhan Kasihanilah Kami dengan syahdu.. Kita memohon belas
kasih Tuhan karena kita semua ini berdosa.. Imam menutup tobat ini dengan mengatakan “Semoga
Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita, dan mengantar kita ke hidup yang
kekal”.

Pengakuan ini, jika dilakukan dengan disposisi batin yang benar, dapat menghapuskan dosa-dosa
ringan (KGK 1434-1439), sehingga kita layak untuk mengikuti Perjamuan Tuhan dan menerima Tubuh
dan Darah Kristus. — dosa berat tetap harus diakui dalam Sakramen Tobat terlebih dahulu (KGK 1456)

7. TATA GERAK YANG KELIRU – MENGOBROL SAAT PERAYAAN EKARISTI dan BERMAIN
GADGET
Perkembangan zaman, selain membawa banyak dampak positif, ternyata juga memiliki dampak yang
buruk, terutama dalam penghayatan iman umat dewasa ini. Dalam perayaan Ekaristi, kesiapan batin
sangat dibutuhkan. Namun, gadget-gadget kini masuk dalam Gereja Katolik dan menyita perhatian
umat dari Kristus.
Kita lihat banyak sekali umat bermain gadget sebelum dan selama Misa. Ada juga yang asik mengobrol
dengan teman sebelahnya sambil tertawa-tawa cekikikan. Ada juga yang tanpa ragu mengangkat
telepon di saat Perayaan Ekaristi berlangsung. Dalam beberapa kesempatan mengikuti Perayaan
Ekaristi di paroki-paroki di kota besar, suasana ribut bukan main terjadi bahkan setelah komuni
berlangsung.

Apa yang seharusnya dilakukan setelah menyambut Tubuh dan Darah Tuhan? Bukankah jiwa kita
seharusnya hening di hadirat Tuhan yang Tubuh-Nya baru saja kita santap? Ke manakah Yesus?
Sungguhkah Tuhan Yesus terlihat kurang menarik jika dibandingkan dengan gadget-gadget dan cerita-
cerita/ gosip kita. Sulitkah melepaskan gadget 1 jam saja dan memberikan waktu kita kepada Kristus
yang hadir di depan kita?

Berhala jaman modern ternyata bukan lagi patung. Segala sesuatu yang menyingkirkan Allah dari
hidup kita, adalah berhala.

Apakah sesungguhnya motivasi kita pergi ke Gereja? Gereja bukan tempat kumpul-kumpul dan
sosialisasi! Ingatlah bahwa Misa adalah surga di bumi, dan otomatis Gereja adalah tempat yang sakral
yang harus dihormati dengan sikap khusyuk.

Mari, bersama-sama kita mulai lagi, mengembalikan kesakralan, keheningan, dan kekhidmatan Misa
Kudus di dalam Gereja! Perubahan harus dimulai dari diri sendiri!

8. MEMBUNGKUKKAN BADAN

“Eh saya baru tau kalo ada gerakan membungkukkan badan dalam Perayaan Ekaristi!” Sebenarnya
apa ya makna gerakan ini? Mengapa kita melakukannya? Kapan kita melakukannya?
Membungkukkan badan adalah sikap penghormatan kepada Tuhan yang kedua tertinggi setelah sikap
berlutut. Berlutut sendiri merupakan sikap penghormatan tertinggi dalam liturgi Gereja Katolik.

* PERTAMA, kita membungkukkan badan bersama-sama dengan imam saat imam membungkuk
mencium altar setelah perarakan di awal Misa. Altar melambangkan Kristus sebagai pengantara kita
layaknya mezbah, di mana Kurban dan doa kita disatukan, kemudian dibawa pada Bapa. Maka kita
menghormati altar karena di atas altar itulah Anak Domba Allah dikurbankan sebagai pepulih dosa-
dosa kita.

PERHATIKAN bahwa memang pada bagian penghormatan altar tersebut, tampaknya seolah imam dan
umat membungkuk ke arah satu sama lain, memberi kesan umat menghormati imam dan imam
menghormati umat. Namun sebenarnya yang sedang kita hormati bersama-sama adalah ALTAR.

* KEDUA, kita membungkukkan badan ketika mengucapkan bagian SYAHADAT PARA RASUL “Yang
dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria”.

Mengapa pada bagian tersebut? Karena itulah iman Kristen, peristiwa Inkarnasi, Allah yang menjadi
manusia dalam diri Yesus, dikandung dan dilahirkan oleh seorang ibu, yakni Ibu Maria. Inkarnasi
adalah tanda dan bukti solidaritas Allah dengan manusia. Ia menyelamatkan kita dengan menjadi
sama seperti kita, bukan dengan cara sulap atau simsalabim, maka manusia selamat, meskipun Allah
pun bisa melakukannya. Inkarnasi ada supaya manusia yang PIKIRANNYA terbatas ini memahami
sungguh peristiwa penyelamatan karena Allah yang tidak kelihatan itu kini tampak dan kelihatan
dalam diri Yesus.

Maka, statement yang berbunyi “Tidak mungkin Allah itu dilahirkan dari manusia”, “Tidak mungkin
Allah diperanakkan” itu hanyalah sebuah opini/pendapat yang didasarkan pada rasionalitas dan pikiran
manusia yang sangat terbatas ini pada Sang Pencipta.

KETIGA, kita juga membungkukkan badan ke arah altar saat masuk ke gereja Katolik bahkan saat
bukan dalam rangka Perayaan Ekaristi (misalnya, mengunjungi sebuah gereja untuk berziarah atau
doa pribadi). Sebab, altar-lah tempat di mana Kristus dihadirkan kembali untuk kita semua. Maka jika
kita masuk ke dalam kapel atau stasi kecil di mana tidak ada tabernakel di situ, kita tetaplah
membungkukkan badan untuk menghormati Altar Tuhan.

Mari melakukan setiap gerakan liturgi ini dengan sepenuh hati dan jiwa, menyembah Tuhan dengan
tubuh kita yang sempurna.
9. MENDENGARKAN SABDA ALLAH DAN IMAM SELAMA PERAYAAN EKARISTI

Iman itu timbul dari pendengaran, dari pendengaran akan firman Tuhan (Roma 10:17)

Di awal hidup Gereja atau masa-masa Gereja Perdana, bahkan Yesus sendiri menyampaikan ajarannya
lewat perkataan dan para murid dengan setia mendengarkan Dia.. Setelah itu, iman Kristen hidup
tanpa Kitab Suci karena Kitab Suci baru dikanon lewat Konsili Hippo tahun 393 oleh Gereja Katolik,
maka para rasul pun juga menyebarkan iman Kristen secara lisan sehingga tulisan–tulisan dalam Kitab
Suci menjadi barang langka di masa itu.. Umat Katolik pada masa itu tidak memiliki Kitab Suci,
mereka mendengarkan dengan setia sabda Tuhan selama Perayaan Ekaristi..

Bagaimana dengan sikap kita selama Perayaan Ekaristi?


Kita pun dengan setia berusaha mendengarkan Yesus yang sedang menyampaikan sabdaNya kepada
kita, sehingga kita tidak perlu sibuk membaca teks/ bacaan saat itu atau bahkan sibuk membuka Kitab
Suci online di gadget kita.. Apakah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Gereja Katolik tidak
akrab dengan Kitab Suci? Tanpa kita sadari, rangkaian Perayaan Ekaristi yang kita ikuti adalah
perayaan iman yang bersumber dari Kitab Suci sendiri sesuai dengan amanat Yesus.. Gereja Katolik
melaksanakan dan menghidupi apa yang ada dalam Kitab Suci secara nyata sampai saat ini.

Apakah umat Katolik boleh membaca Kitab Suci? Tentu saja boleh.. Umat didorong untuk
merenungkan sabda Tuhan setiap hari sesuai dengan bacaan Kitab Suci dalam tahun liturgi Gereja..
St. Hironimus mengatakan “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”. Jika kita
mengikuti Perayaan Ekaristi selama 3 tahun penuh maka kita telah membaca seluruh isi Kitab Suci..

Lalu mengapa umat Katolik sering tidak mengenal Kitab Suci nya? sering kita temui Alkitab dalam
keluarga Katolik selalu bersih dan berdebu.. Banyak umat yang bilang kata-kata dalam Kitab Suci itu
sulit dipahami.. Memang perkataan ini ada benarnya maka kita perlu Gereja dalam memahami isi Kitab
Suci dengan benar. Menerjemahkan dan memahami Kitab Suci sesuai dengan keinginan dan maksud
diri sendiri akan membawa kita pada pemahaman iman yang salah/sesat. Konsekuensinya kita akan
menjauh dari Gereja dan merasa Gereja kita salah dan mendirikan komunitas baru. Inilah yang terjadi
pada saat ini..

Jadi, apakah kita telah setia mendengarkan Yesus saat kita mengikuti Perayaan Ekaristi? Atau masih
sibuk membaca atau bahkan mengobrol? Mendengarkan memang lebih sulit daripada membaca atau
berbicara, namun saat mendengarkan itulah kita menunjukkan sikap dan rasa perhatian dan hormat
pada Tuhan dan sesama..

10. SIKAP UMAT SAAT KONSEKRASI

Dalam Doa Syukur Agung (DSA), imam mengatakan “Terimalah dan makanlah: inilah tubuh-Ku yang
diserahkan bagimu,” dan “Terimalah dan minumlah: inilah piala darah-Ku, darah perjanjian baru dan
kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini
untuk mengenangkan Daku.” Kemudian imam mengangkat Hosti dan Piala di hadapan umat.
Sesuai dengan Tata Perayaan Ekaristi, sikap yang tepat yaitu,

Umat MEMANDANG Tubuh dan Darah Kristus saat imam mengangkat Cawan dan Piala, setelah itu

Umat MENUNDUKKAN KEPALA saat imam berlutut menghormati Tubuh dan Darah Kristus

Sikap memandang dengan hormat Tubuh dan Darah Kristus janganlah dianggap sebagai sikap
menantang atau sikap kurang ajar karena Yesus sendiri yang memperlihatkan Tubuh dan Darah-Nya
kepada kita. Tuhan berkata “Inilah TubuhKu, Inilah DarahKu”.

Jika kita merasa tidak hormat memandangNya mengapa kita menerima Dia lewat komuni. Bukankah
ini lebih tidak hormat? Namun Yesus tidak menghendaki demikian. Ia ingin kita bersatu dengan Dia
sepenuhnya. Pandanglah Yesus seperti Thomas yang memandang Yesus dengan penuh iman dan
berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku!”

Selamat mengikuti Ekaristi dengan khidmat dan memandang Yesus dalam kemuliaanNya yang hadir
dalam rupa Hosti dan Anggur.

11. SUDAHKAH ANDA MEMBUNGKUK SAAT “AKU PERCAYA”?

“Aku percaya akan Allah,


Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi.

Dan akan Yesus Kristus,


Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita,
yang dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria;
….”

Coba ingat-ingat terakhir kali kita mengucapkan Syahadat Iman tersebut di gereja. Apakah kita terus
berdiri?

Jika ya, maka sudah saatnya kita melihat kembali apa yang dikatakan oleh Gereja mengenai hal ini.

Caranya mudah saja. Buka bagian Tata Perayaan Ekaristi (TPE) di dalam Puji Syukur masing-masing.
Itu lho, halaman kuningnya. Lalu lihat No. 16: SYAHADAT. Perhatikan kalimat kecil di bawahnya:
“kata-kata yang dicetak miring diucapkan sambil membungkuk (khusus pada Hari Raya Natal:
berlutut)”.

Kata-kata yang dimaksud adalah bagian “Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria,
dan menjadi manusia” dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, dan “dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria” dalam Syahadat Para Rasul (syahadat versi pendek yang biasa kita
ucapkan).

Apa signifikansi sikap membungkuk / berlutut pada bagian tersebut?

Gereja Katolik sangat menghormati Misteri Inkarnasi, yaitu menjelmanya Allah Putera menjadi daging
dalam rahim Perawan Maria. Peristiwa ini adalah titik awal pembaharuan sejarah umat manusia,
sebuah batu loncatan besar sekaligus pemenuhan janji Allah dalam tata keselamatan. Maka dari itu,
sudah sepantasnya kita menunjukkan rasa hormat yang mendalam melalui sikap membungkuk /
berlutut ketika mengucapkan kalimat “dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria”.

Memangnya detil kecil seperti ini penting ya?

Tentu saja penting. Gereja Katolik menyatakan bahwa “Liturgi adalah juga keikutsertaan dalam doa
yang Kristus sampaikan kepada Bapa dalam Roh Kudus” (Katekismus No. 1073). Bahkan, misteri
keselamatan dunia juga “diwahyukan dalam sejarah dan dilaksanakan menurut satu rencana, artinya
menurut satu ‘tata’ yang dipikirkan secara bijaksana, yang oleh Santo Paulus dinamakan ‘tata misteri’
(Ef 3:9)” (Katekismus No. 1066).

Kita semua kaum beriman tentu setuju bahwa rencana Allah tidak ada yang kecelakaan. Allah tidak
pernah bekerja secara serampangan. Roh Allah adalah Roh keteraturan dan ketaatan. Jadi, ketaatan
terhadap Tata Liturgi diharapkan menjadi cerminan ketaatan kita terhadap rencana Allah sendiri.

Bagi yang ada waktu untuk menonton video dan memiliki koneksi internet yang kuat, silahkan ditonton
video Youtube di bawah ini. Berikut adalah video Misa Novus Ordo berbahasa Latin dari Keuskupan
Surabaya, khusus bagian Credo (Syahadat).http://www.youtube.com/watch?v=0d5eKVcMJKE
Perhatikan, bahkan selebran dan pembantu-pembantu beliau juga membungkuk ketika mengucapkan
“Et incarnatus est de Spiritu Sancto, ex Maria Virgine, et homo factus est.” Hal ini juga berlaku ketika
mengucapkan Syahadat dalam bahasa Indonesia.

Mari, pada Misa Kudus yang akan datang, kita melaksanakan apa yang semestinya kita laksanakan.
Jangan lupa sosialisasikan dan sebarluaskan perihal ini kepada saudara-saudara seiman lainnya.

12. DENGAN HATI, ATAU DENGAN KEUTUHAN PRIBADI


Serial Tata Gerak Liturgi (http://tiny.cc/TataGerak) yang diinisiasi oleh admin Deo Gratias merupakan
salah satu serial yang paling laris di page Gereja Katolik ini. Harapannya, umat bisa memperoleh
informasi mengenai tata peribadatan bersama sebagai umat Katolik.
Ada komentar-komentar yang merasa informasi ini berguna, tetapi ada juga komentar yang berbunyi,
“tidak usah dibatasi,” karena “yang penting hatinya.” Komentar sejenis muncul, bukan hanya di serial
Tata Gerak, tetapi juga di artikel-artikel lain.
1. KESATUAN TUBUH DAN JIWA

Nampaknya, ada pandangan yang memisahkan antara tubuh dan jiwa. Pemisahan antar tubuh dan
jiwa dipercayai oleh Plato, seorang filsuf, yang mengatakan bahwa tubuh dan jiwa adalah substansi
terpisah yang berinteraksi, di mana identitas sejati seseorang terletak pada jiwanya.

Pandangan ini TIDAK SESUAI dengan pandangan Kristiani, seperti yang dikatakan dalam ajaran resmi
Gereja Katolik: “Pribadi manusia yang diciptakan menurut citra Allah adalah wujud jasmani sekaligus
rohani. … Kesatuan jiwa dan badan begitu mendalam … Dalam manusia, roh dan materi bukanlah dua
kodrat yang bersatu, melainkan kesatuan mereka membentuk kodrat yang satu saja.” (Katekismus
Gereja Katolik 362, 365)

Kita tahu bahwa jiwa tanpa tubuh adalah roh, dan tubuh tanpa jiwa adalah mayat. Dengan demikian,
pribadi manusia hanya nyata dalam kesatuan tubuh dan jiwanya.

2. KEBAIKAN TUBUH

Dengan mengatakan “yang penting hatinya” sambil tidak mempedulikan apa yang terjadi dengan
tubuh, sama saja menganggap tubuh sebagai sesuatu yang tidak perlu diperhitungkan.

Di abad pertama dan kedua, muncul ajaran sesat yang mengatakan bahwa segala bentuk materi
adalah jahat. Ajaran sesat “Gnostik” ini mengatakan bahwa orang harus mengabaikan semua bentuk
materi, termasuk tubuh, dan mengejar yang spiritual.

Ajaran ini secara langsung bertentangan dengan Kitab Kejadian, di mana dikatakan bahwa “Allah
melihat segala yang dijadikan-Nya itu, SUNGGUH AMAT BAIK,” (Kej 1:31) termasuk tubuh jasmani
kita.

Dengan demikian, tubuh jasmani ini tidak buruk. Tubuh jasmani ini pun perlu diperhitungkan dan
diperhatikan.

3. APA YANG KITA LAKUKAN DENGAN TUBUH KITA, MEMPENGARUHI JIWA KITA

Pernah mendengar tentang terapi tertawa? Seseorang yang memiliki gangguan atau penyakit, diminta
untuk mulai tertawa dan melanjutkan tawanya selama beberapa saat, walaupun kenyataannya tidak
ada hal yang dapat ditertawakan saat itu. Awalnya, tawa dilakukan secara jasmaniah saja.
Hasilnya, walaupun secara hati dan keinginan tidak ada yang dapat ditertawakan, efek tawa tersebut
membawa perubahan positif bagi pasien, baik secara fisik maupun psikologis. Bahkan terapi ini
diberikan juga pada pasien-pasien kanker, karena dapat mengurangi nyeri, memberikan stimulasi pada
sistem sirkulasi, sistem kekebalan tubuh, dan sistem lain dalam tubuh.

Ternyata, apa yang kita lakukan dengan tubuh kita, turut mempengaruhi jiwa kita. Santo Gregorius
dari Nyssa dan Santo Dominikus sudah melakukannya terlebih dahulu dengan “DOA TUBUH” dan
“SEMBILAN CARA BERDOA”. Jika kita mengalami kesulitan dalam berdoa, kita bisa mencoba posisi
tubuh tertentu untuk menuntun kita berdoa.

BERDOA DENGAN HATI DAN TUBUH = BERDOA SEBAGAI PRIBADI YANG UTUH

Dalam perayaan Ekaristi, kita mengangkat hati kita, pikiran kita, dan suara kita kepada Allah. Namun,
sebagai makhluk yang terdiri dari tubuh dan jiwa, doa kita tidak dibatasi pada hati, pikiran, atau suara
kita saja, tetapi juga diekspresikan oleh tubuh kita. Ketika tubuh kita berpartisipasi di dalam doa, kita
berdoa dengan keseluruhan pribadi kita.

Yesus mengatakan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Mrk 12:30) Ayat tersebut
dengan jelas mengatakan bahwa kita perlu mengasihi Allah dengan keutuhan pribadi, termasuk
dengan kekuatan tubuh kita. Bukankah Yesus pun mengasihi Bapa dengan kekuatan tubuhNya hingga
wafat di kayu salib?

Seperti dikatakan penjelasan sebelumnya, apa yang kita lakukan dengan tubuh kita mempengaruhi
jiwa kita, maka kesungguhan hati ditambah keterlibatan tubuh, akan membuat kita lebih fokus dalam
berdoa.

Mari, bersama-sama memohon rahmat pada Tuhan, untuk berdoa dan menyembah dengan
keseluruhan dan keutuhan pribadi.

Sumber: Katolisitas.org, yesaya.indocell.net, HIDUP, P. Christophorus H. Suryanugraha OSC. Diolah


kembali oleh Administrator Page Gereja Katolik, Deo Gratias.

Anda mungkin juga menyukai