1 Pendidikan Kewarganegaraan
1 Pendidikan Kewarganegaraan
Indonesia-ku
tercinta……..
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM
KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL
( UU RI 20/2003)
“Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air”
VISI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Mengantarkan mahasiswa
selaku warganegara, memiliki :
BERTUJUAN UNTUK a. Wawasan kesadaran bernegara,
MENGUASAI : untuk :
- bela negara.
~ Kemampuan berfikir,
- cinta tanah air.
~ Bersikap rasional, dan dinamis,
b. Wawasan kebangsaan, untuk :
~ Berpandangan luas sebagai - kesadaran berbangsa
manusia intelektual. - mempunyai ketahanan nasional.
c. Pola pikir, sikap yang komprehensif-
Integral pada seluruh aspek
kehidupan nasional.
TUJUAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002)
Agar mahasiswa :
1. Memiliki motivasi menguasai materi pendidikan
kewarganegaraan,
2. Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam
peranan dan kedudukan serta kepentingannya, sebagai
individu, anggota keluarga/masyarakat dan
warganegara yang terdidik.
3. Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan
kaidah-kaidah nilai berbangsa dan bernegara untuk
menciptakan masyarakat madani.
Masyarakat Madani
Masyarakat madani (almujtama’al-
madani) adalah masyarakat bermoral
yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dan stabilitas
masyarakat, dimana masyarakat memiliki
motivasi dan inisiatif indivudual.
Masyarakat madani adalah masyarakat
yang secara umum memiki ciri-ciri
berbudaya, berperadaban, demokratis,
dan berkeadilan.
Masyarakat madani adalah masyarakat
masyarakat yang berperadaban(ber-
“madaniyah”), karena tunduk dan patuh
pada ajaran kepatuhan yang dinyatakan
dalam supermasi hhukum dan peraturan.
Masyarakat madani adalah suatu sistem
sosial yang subur yang didasarkan pada
prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan
masyarakat, serta masyarakat
mendorongkan daya usaha dan inisiatif
individu, baik dari segi pemikiran, seni,
ekonomi, maupun taknologi.
ATRIBUT MASYARAKAT MADANI INDONESIA
OLEH SEBAB ITU ISU GLOBALISASI (DEMOKRASI, HAM, LH) AKAN PENGARUHI
STRUKTUR KEHIDUPAN (POLA PIKIR, SIKAP DAN TINDAK) MASYARAKAT
INDONESIA TERMASUK MENTAL SPIRITUAL.
1) UUD 1945
a) Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita tujuan dan
aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
b) Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan
pemerintahan.
c) Pasal 27 (3), hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan
negara.
d) Pasal 30 (1), hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.
e) Pasal 31 (1), hak warga negara mendapatkan pendidikan.
o Perbuatan manusia
(actus hominis), diluar
pengamatan manusia.
o Perbuatan insani
(actus humanus),
dibawah pengawasan
manusia.
PROSES TERJADINYA PERBUATAN INSANI
Kehendak : tetarik – memilih
memutuskan
Jiwa/rokhani kebaikan yang dimengerti
Manusia
Nafsu–pengetahuan indriyani
Catur rasa daya umum
daya gambar
Badan/Jasmani daya ingat
daya penduga
Pancaindera
OBYEK
IDEOLOGI
• b. Nilai Instrumental
Pelaksanaan umum dari nilai dasar, berbentuk norma
sosial, dan norma hukum yang terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
• C. Nilai Praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan, yang merupakan batu ujian apakah nilai
dasar dan nilai instrumental benar-benar hidup dalam
masyarakat Indonesia.
PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA DAN
DINAMIS
Dimensi Idealitis
Ideologi selain memberi penafsiran atau pemahaman atas
kenyataan, juga mempunyai sifat futuristik yaitu memberi
gambaran akan masa depan yang ingin diwujudkan.
Dimensi Fleksibilitas
Memiliki keluwesan yang memungkinkan untuk pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan tanpa menghilangkan
atau mengingkari hakikat dan jati diri yang terkandung dalam
nilai-nilai dasarnya.
IDEOLOGI TERTUTUP
Nilai-nilai yang terkandung
merupakan cita-cita suatu
kelompok orang untuk mengubah
dan memperbaharui masyarakat,
bukan berasal dari masyarakat
Berlakunya nilai ideologi dipaksakan
di masyarakat.
Isinya bukan hanya nilai-nilai dan
cita-cita tertentu, melainkan atas
tuntutan-tuntutan yang konkret,
operasional dan diajukan dengan
mutlak.
MAKNA NILAI PANCASILA
Nialai Ketuhanan
Adanya pengakuan dan keyakinan bangsa
terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam
semesta. Bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang religius bukan bangsa yang ateis. Adanya
pengakuan akan kebebasan untuk memeluk
agama, menghormati kemerdekaan beragama,
tidak ada paksaan serta tidak berlaku
diskriminatif antar umat beragama.
Nilai Kemanusiaan
Kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-
nilai moral dalam hidup bersama atas dasar
tuntutan hati nurani. Manusia perlu diperlakukan
sesuai dengan harkat martabatnya sebagai
makhluk Tuhan yang sama derajatnya dan sama
hak dan kewajiban asasinya.
Nilai Persatuan
Usaha kearah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk
membina rasa nasionalisme dalam NKRI. Mengakui dan
menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa Indonesia. Menghayati semboyan Bhineka
Tunggal Ika.
Nilai Kerakyatan
Suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-
lembaga perwakilan. Demokrasi yang lebih mengutamakan
pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.
Nilai Keadilan
Sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu terciptanya
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah
ataupun batiniah. Negara Indonesia yang berkeadilan.
Pancasila selain berkedudukan sebagai
Staatsfundamentalnorm, juga sebagai Cita
Hukum (rechtidee) yang menguasai hukum
dasar negara baik tertulis maupun tidak
tertulis, dan merupakan gagasan, pikiran, rasa
dan cipta mengenai hukum yang seharusnya
diinginkan masyarakat. yang menguasai hukum
dasar negara baik tertulis maupun tidak
tertulis.
2 (dua) fungsi Pancasila sebagai cita hukum
Fungsi regulatif , artinya cita hukum menguji
apakah hukum yang dibuat adil atau tidak bagi
masyarakat;
Fungsi konstitutif, artinya fungsi yang
menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka
hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya
sebagai hukum.
Pengamalan Pancasila Dalam Kehidupan
Bernegara
Pengamalan secara obyektif : dengan
melaksanakan dan mentaati peraturan
perundang-undangan sebagai norma hukum
negara yang berlandaskan pada Pancasila;
Pengamalan secara subyektif : dengan
menjalankan nilai-nilai Pancasila yang
berwujud norma etik secara pribadi atau
kelompok dalam bersikap dan bertingkah
laku pada kehidupan berbangsa dan
bernegara.
3 (tiga) faktor yang membuat Pancasila semakin
sulit dan marginal dalam semua perkembangan
yang terjadi :
1. Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan
rezim ORBA yang menjadikan Pancasila sebagai
alat politik untuk mempertahankan status quo
kekuasaannya;
2. Liberalisasi politik dengan penghapusan
ketentuan tentang Pancasila sebagai satu-satunya
asas setiap organisasi.
3. Desentralisasi dan otonomisasi daerah yang
sedikit banyak mendorong pengutan sentiment
kedaerahan, sehingga Pancasila kian kehilangan
posisi sentralnya.
Radikalisasi (Ruh Baru) Pancasila
(1). Mengembalikan Pancasila sesuai dengan jati
dirinya (memberi visi kenegaraan), yaitu
sebagai ideologi dan dasar negara;
(2). Mengganti persepsi dari Pancasila sebagai
ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu;
(3). Mengusahakan Pancasila mempunyai
konsistensi dengan produk-produk
perundangan, koherensi antar sila, dan
korespondensi dengan realitas sosial, dan;
(4). Pancasila yang semula melayani kepentingan
vertikal menjadi Pancasila yang melayani
kepentingan horizontal.
LATIHAN PENGUASAAN KONSEP
DAN PEMECAHAN MASALAH
45
LATIHAN PENGUASAAN KONSEP
DAN PEMECAHAN MASALAH
46
REFERENSI PENGANTAR
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
1. Udin S. Winataputra, H., (2004). Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana
psiko- pedagogis untuk mewujudkan masyarakat madani. Makalah Bahan Sajian dan
Diskusi Dalam Lokakarya
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta : Dirjen Dikti-
Depdiknas. 21-22
September 2004.
2. UU. No. 20. tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. SKep. Dirjen DIKTI – Depdiknas, No. 38/DIKTI/Kep/2002. tentang Rambu-rambu
pelaksanaan Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
4. Sudargo Gautama. (1997). Warga Negara dan Orang Asing. Bandung : Alumni.
5. Sharp, Gene. (1997). Menuju Demokrasi tanpa Kekerasan. Terjemahan: Sugeng
Bahagiyo. Jakarta : Pustaka Sinar Haraoan.
6. Bondan Gunawan S. (2000). Apa itu Demokrasi . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
7. Beetham, David & Boyle, Kevin. (1995). Demokrasi . Terjemahan : Bern. Hidayat.
Yogyakarta : Kanisius.
8. Saafroedin Bahar dan A.B. Tangdililing. (Penyunting). ( 1996). Intergrasi Nasional :
Teori, Masalah dan Strategi. Jakarta : Ghalia Indonesia.
9. F. Isjwara. (1982). Ilmu Politik. Bandung : Angkasa.
10.Tim Dirjen Dikti-Dep Diknas. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
11.Tim Lemhannas. (1994). Kewiraan untuk Mahasiswa. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.