CASE ANAK Sinta
CASE ANAK Sinta
Neonatus Perempuan Kurang Bulan (32-34 minggu) Sesuai Masa Kehamilan dengan
BBLR, HMD grade II, Sepsis Neonatorum Awitan Dini, Penyakit Jantung Bawaan Asianotik,
Kraniosinotosis dan Hiperbilirubinemia
Disusun Oleh :
Shinta Ramadhani
H1AP10053
Pembimbing : dr. Jumnalis, Sp. A.
Keadaan Umum : bayi hipoduktif, menangis lemah, refleks hisap (+) lemah,
sesak (+), retraksi (-), sianosis (-)
Suhu : 37,2 ˚C
Kepala
: Kaput succadenum (-), cephal hematom (-), simetris (+), rambut berwarna hitam tersebar
merata, tidak terdapat os frontalis dextra dengan ukuran 6x4cm
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+, edem
palpebra (-)
Telinga
: deformitas (-/-), sekret (-)
Hidung
: Deformitas septum nasi (-/-), napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),
Mulut
: Bibir kering (-),sianosis (-), refleks hisap lemah, tidak terdapat bagian yang terbelah
Leher
: Pembesaran kelenjar getah bening (-).JVP tidak meningkat
Thoraks
Paru:
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, pernapasan statis-dinamis kiri
= kanan, retraksi dinding dada (-), deformitas (-)
Natrium : 131 mmol/l 1316-145 mmol/l Bilirubin direct : 0.4 mg/dl < 0,4 mg/dl
Kalium : 4,1 mmol/l 3,5 – 5,1 mmol/l Bilirubin total : 5.4 mg/dl < 1,0 mg/dl
11/09/ Kel:sesak(+), Kepala: tidak terdapat os RDS ec HMD CPAP, FiO2 70%, PEEP 7
2018 menangis (+), frontalis dengan ukuran Grade II
refleks hisap 6x4 cm -BBLR IVFD D10% 6cc/jam
lemah Leher: t.a.k - Injeksi Ampicilin 2x85mg
Kesan : Thoraks: simetris, kraniosinostos
Gentamicin 8mg/36jam
Hipoduktif Jantung: BJ I-II N, is
N: 138x/m murmur (+) di SIC III-IV Jaga kehangatan
RR: 42x/m sternalis dextra dan SIC II ASI 6cc/2jam
T: 36,7°C sternalis dextra
Spo2 : 96 Paru: retraksi dada (+),
dengan CPAP vesikuler normal wheezing
PEEP 7 FiO2 (-), ronki (+ di basal paru
70% dextra)
Abdomen: datar, lemas,
hepar&lien tidak teraba,
BU(+)N
Extremitas: akral dingin -
/- sianosis-/-
BB :1.700 gr
Plan : Konsul Jantung
12/09/ Kel:sesak(+), Kepala: tidak -RDS ec CPAP, FiO2 70%,
2018 menangis (+), terdapat os frontalis HMD
refleks hisap dengan ukuran 6x4 Grade II PEEP 7
lemah cm -Penyakit IVFD PG2
Kesan : Leher: t.a.k Jantung
Injeksi Ampicilin
Hipoduktif Thoraks: simetris, Kongenital
N: 144x/m Jantung: BJ I-II N, (ASD dan 2x85mg (tunda)
RR: 44x/m murmur (+) di SIC PDA) Gentamicin
T: 36,7°C III-IV sternalis dextra -BBLR
Spo2 : 94 dan SIC II sternalis - 8mg/36jam (tunda)
dengan dextra kraniosinos Captopril 0,5mg/24jam
CPAP PEEP Paru: retraksi dada tosis
Jaga kehangatan
7 FiO2 70% (+), vesikuler normal
wheezing (-), ronki (+ ASI 6cc/2jam
di basal paru dextra)
Abdomen: datar,
lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
13/09/ Kel:sesak(+) Kepala: tidak terdapat -RDS ec CPAP, FiO2 70%, PEEP 7
2018 berkurang, os frontalis dengan HMD Grade
menangis (+), ukuran 6x4 cm II IVFD PG2
refleks hisap Leher: t.a.k -Penyakit Injeksi Ampicilin 2x85mg
lemah Thoraks: simetris, Jantung
Gentamicin 8mg/36jam
Kesan : retraksi (-) Kongenital
Hipoduktif Jantung: BJ I-II N, -BBLR Captopril 0,5mg
N: 176x/m murmur (+) - Jaga kehangatan
RR: 44x/m Paru: vesikuler normal kraniosinosto
T: 36,7°C wheezing (-), sis ASI 6cc/2jam
Spo2 : 94 Abdomen: datar, lemas,
dengan CPAP hepar&lien tidak teraba,
PEEP 7 FiO2 BU(+)N
70% Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-
14/09/ Kel:sesak(+) Kepala: tidak terdapat --RDS ec CPAP, FiO2 70%, PEEP
2018 berkurang, os frontalis dengan HMD Grade
menangis (+), ukuran 6x4 cm II 7
refleks hisap Leher: t.a.k -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah Thoraks: simetris, Jantung
Injeksi Ampicilin
Kesan : Jantung: BJ I-II N, Kongenital
Hipoduktif murmur (+) di SIC III- (ASD dan 2x85mg (tunda)
N: 176x/m IV sternalis dextra dan PDA) Gentamicin 8mg/36jam
RR: 44x/m SIC II sternalis dextra -BBLR
T: 36,7°C Paru: retraksi dada (+), - (tunda)
Spo2 : 94 vesikuler normal kraniosinost Captopril 0,5mg
dengan CPAP wheezing (-), ronki (+ di osis
TPN (PG, lipid +
PEEP 7 FiO2 basal paru dextra) -
70% Abdomen: datar, hiperbilirubi elektrolit)
lemas, hepar&lien nemia Jaga kehangatan
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral ASI 6cc/2jam
dingin -/- sianosis-/-
15/09/ Kel:sesak(+) os frontalis dengan - RDS ec CPAP, FiO2 70%, PEEP
2018 berkurang, ukuran 6x4 cm HMD Grade
menangis (+), Leher: t.a.k II 7
refleks hisap Thoraks: simetris, -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah Jantung: BJ I-II N, Jantung
Injeksi Ampicilin
Kesan : murmur (+) di SIC Kongenital
Hipoduktif III-IV sternalis dextra (ASD dan 2x85mg (tunda)
N: 176x/m dan SIC II sternalis PDA) Gentamicin 8mg/36jam
RR: 44x/m dextra -BBLR
T: 36,7°C Paru: retraksi dada - (tunda)
Spo2 : 94 (+), vesikuler normal kraniosinost Captopril 0,5mg
dengan CPAP wheezing (-), ronki (+ osis
PG2 lengkap
PEEP 7 FiO2 di basal paru dextra) -
70% Abdomen: datar, hiperbilirub Jaga kehangatan
lemas, hepar&lien inemia ASI 12x 1cc
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
16/09/ Kel:sesak(-) os frontalis dengan - RDS ec CPAP, FiO2 65%,
2018 berkurang, ukuran 6x4 cm HMD
menangis (+), Leher: t.a.k Grade II PEEP 7
refleks hisap Thoraks: simetris, -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah Jantung: BJ I-II N, Jantung
Injeksi Ampicilin
Kesan : murmur (+) di SIC Kongenital
Hipoduktif III-IV sternalis dextra (ASD dan 2x85mg (tunda)
N: 161x/m dan SIC II sternalis PDA) Gentamicin 8mg/36jam
RR: 44x/m dextra -BBLR
T: 36,7°C Paru: retraksi dada - (tunda)
Spo2 : 99 (+), vesikuler normal kraniosinos Captopril 0,5mg
dengan wheezing (-), ronki (+ tosis
PG2 lengkap
CPAP PEEP 7 di basal paru dextra) -
FiO2 70% Abdomen: datar, hiperbiliru Jaga kehangatan
lemas, hepar&lien binemia ASI 12x 4cc
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
17/09/ Kel:sesak(+) os frontalis dengan - RDS ec CPAP, FiO2 65%,
2018 berlurang ukuran 6x4 cm HMD
menangis (+), Leher: t.a.k Grade II PEEP 7
refleks hisap Thoraks: simetris, -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah Jantung: BJ I-II N, Jantung
Injeksi Ampicilin
Kesan : murmur (+) di SIC Kongenital
Hipoduktif III-IV sternalis asianotik(A 2x85mg (tunda)
N: 141x/m dextra dan SIC II SD dan Gentamicin
RR: 43x/m sternalis dextra PDA)
T: 36,7°C Paru: retraksi dada -BBLR 8mg/36jam (tunda)
Spo2 : 98 (+), vesikuler normal - Captopril 0,5mg
dengan wheezing (-), ronki (+ kraniosinos
PG2 lengkap
CPAP PEEP di basal paru dextra) tosis
7 FiO2 65% Abdomen: datar, - Jaga kehangatan
lemas, hepar&lien hiperbiliru ASI 12x 6cc
tidak teraba, BU(+)N binemia
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
18/09/ Kel:sesak(+) os frontalis dengan - RDS ec CPAP, FiO2 65%,
2018 berkurang ukuran 6x4 cm HMD
menangis (+), Leher: t.a.k Grade II PEEP 7
refleks hisap Thoraks: simetris, -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah, Jantung: BJ I-II N, Jantung
Injeksi Ampicilin
demam (-) murmur (+) di SIC Kongenital
Kesan : anak III-IV sternalis asianotik( 2x85mg (tunda)
aktif dextra dan SIC II ASD dan Gentamicin
N: 150x/m sternalis dextra PDA)
RR: 50x/m Paru: retraksi dada -BBLR 8mg/36jam (tunda)
T: 36,8°C (+), vesikuler - Captopril 0,5mg
Spo2 : 98 normal wheezing (- kraniosino
PG2 lengkap
dengan ), ronki (+ di basal stosis
CPAP PEEP paru dextra) - Jaga kehangatan
7 FiO2 65% Abdomen: datar, hiperbiliru ASI 12x 6cc
lemas, hepar&lien binemia
tidak teraba,
BU(+)N
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
19/09/ Kel:sesak(+) os frontalis dengan - RDS ec CPAP, FiO2 35%, PEEP
2018 berkurang ukuran 6x4 cm HMD Grade
menangis (+), Leher: t.a.k II 7
refleks hisap Thoraks: simetris, -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah, demam Jantung: BJ I-II N, Jantung
Injeksi Ampicilin
(-), sianosis (-) murmur (+) di SIC III- Kongenital
Kesan : anak IV sternalis dextra dan asianotik(AS 2x85mg (tunda)
aktif SIC II sternalis dextra D dan PDA) Gentamicin 8mg/36jam
N: 148x/m Paru: retraksi dada (+), -BBLR
RR: 42x/m vesikuler normal - (tunda)
T: 36,7°C wheezing (-), ronki (+ di kraniosinost Captopril 0,5mg
Spo2 : 98 basal paru dextra) osis
PG2 lengkap
dengan CPAP Abdomen: datar, -
PEEP 7 FiO2 lemas, hepar&lien hiperbilirubi Jaga kehangatan
65% tidak teraba, BU(+)N nemia ASI 12x 8cc
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
20/09/ Kel:sesak(+) os frontalis dengan - RDS ec CPAP, FiO2 35%,
2018 berkurang ukuran 6x4 cm HMD
menangis (+), Leher: t.a.k Grade II PEEP 6
refleks hisap Thoraks: simetris, -Penyakit IVFD D10% 6cc/jam
lemah, Jantung: BJ I-II N, Jantung
Injeksi Ampicilin
demam (-), murmur (+) di SIC Kongenital
sianosis (-) III-IV sternalis asianotik(A 2x85mg (tunda)
Kesan : anak dextra dan SIC II SD dan Gentamicin
aktif sternalis dextra PDA)
N: 150x/m Paru: retraksi dada -BBLR 8mg/36jam (tunda)
RR: 50x/m (+), vesikuler normal - Captopril 0,5mg
T: 36,6°C wheezing (-), ronki kraniosinos
PG2 lengkap
Spo2 : 98 (+ di basal paru tosis
dengan dextra) - Jaga kehangatan
CPAP PEEP Abdomen: datar, hiperbiliru ASI 12x 10cc
7 FiO2 35% lemas, hepar&lien binemia
tidak teraba, BU(+)N Salep mebo
Extremitas: akral
dingin -/- sianosis-/-
Hasil konsul dokter bedah saraf pada tanggal 02 oktober 2018:
Kesan defek os frontal
Advice
-CT scan
-rawat defek dengan mebo salep dan kassa
-terapi lain lanjutkan
Rontgen kepala
◦ Komplikasi kehamilan yang meningkatkan resiko luaran yang buruk dapat merupakan hasil sekunder
dari keadaan-keadaan ibu, janin atau keduanya. Komplikasi mencakup plasenta previa, solusio
plasentam preeklampsi, diabetes, oligohidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, sensitisasi
golongan darah, kadar abnormal estriol tidak berkonjugasi,
◦ Komplikasi obstetrik sering dihubungkan dengan peningkatan resiko pada janin
◦ Perdarahan per vaginam tanpa rasa nyeri dan tidak berhubungan dengan proses persalinan
yang terjadi pada akhir trimester kedua atau (lebih sering) pada trimester ketiga biasanya
akibat plasenta previa. Perdarahan terjadi akibat letak plasenta di atas mulut rahim bagian
dalam, keadaan ini dapat menyebabkan syok hemoragik pada ibu, yang memerlukan
transfusi. Perdarahan juga dapat menyebabkan kelahiran prematur. atau neonatus
◦ Ketuban pecah dini, yang terjadi tanpa disertai tanda-tanda persalinan, dan ketuban pecah lama (>24
jam) berhubungan dengan peningkatan resiko infeksi ibu dan janin (korioamnionitis) dan kelahiran
prematur.
Pertumbuhan janin terhambat terjadi bila pertumbuhan janin terhenti dan menurun hingga ke
bawah presentil 5 sesuai usia gestasinya dengan berjalannnya waktu atau ketika pertumbuhan
berjalan lambat secara konstan di bawah presentil lima. Pertumbuhan yang terhambat dapat
terjadi akibat kondisi janin seperti janin yang terinfeksi rubella, sindrom primordial dwarf,
kelainan kromosom. Dan sindrom cacat bawaan, rendahnya produksi insulin dan insulin like
growth factor berhubungan dengan terhambatnya pertumbuhan janin. Kelainan plasenta yang
menyebabkan PJT adalah villitis (infeksi kongenital), tumor plasenta, solusio plasenta.
Sepsis Neonatal
Infeksi sistemik dan lokal (paru, kulit, mata, umbilikal, ginjal, tulang-sendi, dan selaput otak)
umum terjadi pada periode neonatus. Infeksi mungkin didapat di dalam kandungan melalui jalur
transplasenta atau transservikal dan selama atau setelah persalinan. Infeksi asendens melalui
serviks, dengan atau tanpa ketuban pecah, dapat menyebabkan amnionitis, funisitis (infeksi tali
pusat), pneumonia congenital, dan sepsis.8
Beberapa faktor yang terlibat pada sepsis antara lain sistem imun bayi baru lahir yang masih
imatur, penurunan aktivitas fagosit leukosit, penurunan produksi sitokin, dan lemahnya sistem
imun humoral. Barier alamiah kulit pada bayi juga tipis dan lemah. Berbagai faktor maternal,
fetal, dan lingkungan juga ikut terlibat dalam terjadinya sepsis pada bayi baru lahir.15
Faktor dari janin meliputi berat badan lahir, usia kehamilan, dan Apgar score .Faktor-faktor
maternal tersebut antara lain ketuban pecah dini (KPD), demam pada ibu dalam 2 minggu
sebelum melahirkan, ketuban mekoneal dan berbau.
Sepsis awitan dini sering dimulai dalam kandungan dan umumnya merupakan akibat infeksi yang
disebabkan oleh bakteri di traktus genitourinarius ibu. Organisme terkait dengan sepsis ini
termasuk Strepkokus grup B, E.coli, Klebsiella L.monocytogenes, dan nontypeable H. influenza.
Sebagian besar bayi terinfeksi adalah bayi prematur dan menunjukan tanda-tanda
kardiorespiratori nonspesifik, seperti merintih, takipnea, dan sianosis saat lahir. Faktor risiko
untuk sepsis awitan dini termasuk kolonisasi vagina dengan Streptokokus grup B, ketuban pecah
berkepanjangan (>24 jam), amnionitis, demam atau leukositosis pada ibu, takikardi janin dan
persalinan prematur. 8
Tatalaksana utama sepsis adalah antibiotik. Antibiotik digunakan untuk menekan pertumbuhan
bakteri, memberikan waktu untuk mekansme pertahanan bayi berespons.
Kombinasi ampisilin dan aminoglikosid (umumnya gentamisin) selama 10 sampai 14 hari efektif
untuk melawan hampir semua organisme yang berperan pada sepsis awitan dini. kombinasi
ampisilin dan sefotaksim juga dianjurkan sebagai metode tatalaksana alternatif. 8
Penyakit Membran Hialin
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas
paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia gestasi <34 minggu atau
berat lahir <1500 gram. Surfaktan mulai dibentuk pada usia kehamilan 24-28 minggu oleh
karena itu kejadian PMH berbanding terbalik dengan usia gestasi. Angka kejadian PMH pada
neonatus dengan usia gestasi <30 minggu 60%, usia gestasi 30-34 minggu 25%, dan pada usia
gestasi 35-36 minggu adalah 5%. Faktor predisposisi lain adalah kelahiran operasi caesar dan ibu
dengan diabetes.20
Menurut IDAI (2016), terdapat beberapa manifestasi klinis seperti:
a. Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas cuping hidung, dan
sianosis yang terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan.
b. Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya PMH dapat disingkirkan.12
PMH pada dibagi atas 4 derajat yaitu: 12
Derajat I: bercak retikulogranuler dengan --air brochogram
Derajat II: bercak retikulogranular menyeluruh dengan --air bronchogram
Derajat III: opasitas lebih jelas, dengan --air bronchogram lebih jelas meluas ke cabang di perifer;
gambaran jantung menjadi kabur.
Derajat IV: seluruh lapangan paru terlihat putih (opak), Tidak tampak --air bronchogram, jantung
tak terlihat, disebut juga “white lung”
Tatalaksana PMH
1. neonatus dengan tanda tanda PMH maka dirawat di ruang NICU
2. masuk kedalam inkubator untuk menghangatkan bayi
3. terapi penggantian surfaktan
4. dukungan pernafasan (NCPAP) yang membuat neonatus prematur bernafas lebih baik dan
terapi oksigen.
5. antibiotik untuk mengendalikan infeksi
6. pantau tanda tanda vital (HR,RR,T, SpO2)
7. pemberian terapi nutrisi pada neonatus
Hiperbilirubinemia
Bilirubin diproduksi dari proses katabolisme hemoglobin di sistem retikuloendotelial. Berbeda
dengan dewasa, bayi baru lahir memproduksi bilirubin dua sampai tiga kali lebih banyak (6
sampai 10 mg/kg/24 jam vs 3 mg/kg/24jam). Peningkatan produksi ini disebabkan antara lain
karena massa sel darah merah meningkat (hematokrit lebih tinggi) dan usia eritrosit yang lebih
pendek yaitu 70 sampai 90 hari dibandingkan usia eritrosit dewasa yaitu 120 hari. 8
Pola klinis ikterus fisiologis Pada bayi premature, puncak ini lebih tinggi yaitu 15 mg/dL dan
lambat (hari kelima). Ikterus disebut patologis bila terlihat sejak hari pertama kehidupan, bila
kadar bilirubin meningkat lebih dari 0,5 mg/dL/jam, kadar puncak bilirubin lebih tinggi dari 13
mg/dL pada neonatus cukup bulan (NCB), bilirubin direk lebih dari 1,5 mg/dL, atau bila terdapat
hepatosplenomegali dan anemia. 8
Fototerapi merupakan metode efektif dan aman untuk mengurangi kadar bilirubin indirek,
terutama jika dimulai sebelum tinggi dan menyebabkan kernikterus. Pada bayi cukup bulan,
fototerapi dimulai bila kadar bilirubin indirek berada diantara 16 dan 18 mg/dL. Fototerapi
dimulai pada bayi prematur dengan kadar bilirubin yang lebih rendah, untuk mencegah
konsentrasinya tinggi sehingga membutuhkan transfuse tukar.
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Ventrikular Septal Defek (VSD)
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Atrial Septal Defect (ASD)
Kraniosinotosis
kraniosinostosis didefinisikan sebagai penutupan prematur dari satu atau lebih
sutura yang memisahkan tulang pembentuk calvaria sehingga menyebabkan
pertumbuhan abnormal calvaria dan basis cranii serta mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan otak
hukum Virchow (1851) dimana terhentinya pertumbuhan pada arah tegak lurus
dari sutura yang terkena, sedangkan pada arah paralel dari sutura tersebut,
pertumbuhan tetap berlangsung.
Etiologi
Senyawa teratogen, mutasi genetik, dan gangguan metabolisme merupakan beberapa faktor
terjadinya craniosynostosis
Klasifikasi
Komplikasi
Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Obstruksi Saluran Napas Atas
Hidrosefalus
BAB IV
Telah dilaporkan sebuah kasus yaitu neonatus kurang bulan (32-34 minggu) sesuai masa
kehamilan. Neonatus lahir jam 07.15 WIB di RSMY secara sectio caesaria atas indikasi KPSW.
Usia kehamilan 32-33 minggu berdasarkan Ballard score. Neonatus lahir tidak langsung
menangis dengan APGAR score 5/6. Berat lahir neonatus 1700 g dengan panjang badan 31 cm,
lingkar kepala 31 cm,. Ketuban hijau (+), tidak berbau. Setelah lahir, pasien tidak terlihat
membiru, beberpaa menit setelah lahir terlihat membiru, tidak demam, dan tidak ada kejang.
Riwayat ibu pasien mengalami pecah ketuban sebelum waktunya 7 hari sebelum persalinan. Ibu
pasien juga mengalami demam tinggi (-).
Dengan usia kehamilan 32-34 minggu dan berat badan lahir 1700 gram, berdasarkan
perhitungan menurut grafik Lubchenco, pasien ini termasuk kategori Neonatus Kurang Bulan
Sesuai Masa Kehamilan yaitu berat badan lahir terletak di antara persentil 10th dan 90th. Berat
badan bayi lahir 1700 gram termasuk ke dalam kategori BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dimana
menurut IDAI BBLR merupakan bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <2500 gram tanpa
memandang masa gestasi.
Berdasarkan anamnesis didaptkan bayi datang dengan keluhan sesak (+) dan merintih (+)
setelah lahir. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bayi takipnea ( RR>60 x/menit) disertai napas
cuping hidung (+) dan retraksi dinding dada (+). Bayi prematur dengan usia kehamilan <34
minggu sangat rentan untuk mengalami RDS karena belum sempurnanya perkembangan dan
fungsi paru terutama surfaktan. Pada kasus ini bayi diberikan diagnosa awal RDS kemudian
berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kesan HMD grade II..
Bayi juga mengalami sepsis neonatal awitan dini, yaitu sepsis yang terjadi dalm 28 jam pertama
kehidupan. Tanda sepsis pada pasien ini berdasarkan keadaan umum pasien yang lemah,
gangguan pernapasan, serta leukositosis pada hasil pemeriksaan laboratorium. Sepsis pada bayi
ini dapat disebabkan oleh proses infeksi intrauterin neonatal yang dialami, tetapi ibu neonatus
mengaku tidak ada demam dema selama hamil, riwayat nyeri saat berkemih juga tidak ada.
Pada kasus ini juga dilaporkan bayi mengalami hiperbilirubinemia yang dikonfirmasi
melalui hasil pemeriksaan fisik yaitu bayi tampak kuning dan pemeriksaan laboratorium yaitu
terjadi peningkatan bilirubin indirek dan bilirubin total. Bluelight terapi merupakan pilihan
utama dalam tatalaksana hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA
Kosim. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
WHO & UNICEF. (2013). Improving Child Nutrition The Achievable Imperative For Global Progress. New York: UNICEF. Diakses dari
www.unicef.org/publications/index.html.
Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Stoll BJ, Kliegman RM. The fetus and the neonatal infant. Dalam: Kliegman RM, Bonita, Stanton, Geme J, Schor N, Behrman RE, editor
(penyunting). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier; 2011. hlm. 519-23, 573, 623.
Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2005; 90: 211-9.
Wojkowska-Mach J, Borszewska-Komacka M, Domanska J, Gulczynska E, Helwich E, et al. Early-onset infection of very low birth weight
infants in polish neonatal intensive care units. Pediatr Infect Dis J. 2012;31(7): 691-5.
Ying YF, Chen SQ, Hu XY, Wang NL, Liu HL, et al. Risk factors for ventilator-associated pneumonia in neonates and the changes of isolated
pathogens. CJCP. 2010;12(12):936-9.
Karen J. Et al., 2011. Nelson ilmu kesehatan anak essensial, edisi ke enam. Jakarta; EGC.
Gomella et al., 2006. Infectious disease in : Neonatology: management procedures, on call problems, disease, drugs 8th edition. New
york; Mc. Graw Hill
Gotoff SP. 2000. Infection of the neonatal infant. In nelson textbook of pediatric 23rd edition. Philadelphia; WB.Saunders.
Stoll et al., 1998. A decline in sepsis associated neonatal and infan death in united state. Pediarics.
Isaacs et al., 2001. Neonatal infection. Oxford. Butterworth-Heinemann Ltd.
Pramono MS, dkk,. Risiko terjadinya Berat Badan Lahir Rendah Menurut Determinan Sosial, Ekonomi dan Demografi di Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2009;12:127-32.
Sulistijono et al., 2013. Faktor risiko sepsis awitan dini pada neonatus. Jurnal kedokteran Brawijaya, 2013;27(24).
Pedoman pelayanan Medis
Said, M. 2012. Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia, halaman 350-364.
Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews. Australia: Elsevier. 2007. p195-203.
Stoll JB. Clinical Manifestations of Transplacental Intrauterine Infection. Nelson Texbook of Pediatrics. New York: Elsevier. 2011. 19th ed.
P.103.639.
1. Stoll BJ, Kliegman RM. The fetus and the neonatal infant. Dalam: Kliegman RM, Bonita, Stanton, Geme J, Schor N, Behrman RE, editor
(penyunting). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier; 2011. hlm. 519-23, 573, 623.
Mandell LA, Wunderink R. Pneumonia. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s
principles of internal medicine. Edisi ke-17. USA: McGraw-Hill; 2008. hlm. 1619-20.
Barnett ED, Klein JO. Bacterial infections of the respiratory tract. Dalam: Remington JS, Klein JO, Baker CJ, Wilson CB, editor (penyunting).
Infectious disease of the fetus and newborn infant. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier; 2006. hlm. 305-6, 309.
Greenough A. Respiratory disorders in the newborn. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A. Kendig’s disorders of the respiratory
tract in children. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier; 2006. hlm. 326-7.
Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2005; 90: 211-9.
Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin of The World
Health Organization. 2008;86:408-16.
Puopolo KM, Draper D, Wi S, Newman TB, Zupancic J, Leberman E, et al. Estimating the probability of early-onset infection on the basis of
maternal risk factors. Pediatrics. 2011;128:1155-63.
Choudhury AM, Nargis S, Mollah AH, Kabir LM, Sarkar RN. Determination of risk factors of neonatal pneumonia. MMJ. 2010;19(3):323-9.
Wojkowska-Mach J, Borszewska-Komacka M, Domanska J, Gulczynska E, Helwich E, et al. Early-onset infection of very low birth weight
infants in polish neonatal intensive care units. Pediatr Infect Dis J. 2012;31(7): 691-5.
Gessner BD, Castrodale L, Soriano-Gabarro M. Aetiologies and risk factor for neonatal sepsis and pneumonia mortality among Alaskan
infants. Epidemiol. Infect. 2005;133; 877–81.
Hibbart JA. Respiratory morbidity in late preterm infants. JAMA. 2010;304(4):419-25.
TERIMA KASIH