aspek penyakit: • Penyebab (etiologi). • Mekanisme terjadinya (patogenesis). • Perubahan struktur sel dan jaringan (morfologi). • Konsekuensi fungsional akibat perubahan morfologik, seperti yang terlihat secara klinik. DEFINISI DAN PENYEBAB JEJAS SERTA ADAPTASI SEL Semua bentuk jejas jaringan dimulai dengan perubahan molekular atau struktural dalam sel-sel. Dalam keadaan normal, sel-sel berada dalam keadaan tetap stabil homeostatik. Sel-sel bereaksi terhadap pengaruh yang berlawanan dengan (1) Beradaptasi, (2) Mengalami jejas yang reversibel, atau. (3) Menderita jejas yang ireversibel dan mati. Adaptasi Sel timbul pada saat adanya tekanan fisiologik berlebihan, atau beberapa rangsangan patologik, yang menimbulkan keadaan baru tetapi mempertahankan kehidupan sel. Sebagai contoh adalah hipertrofi (bertambahnya massa sel) atau atrofi (massa sel berkurang). Jejas sel reversibel adalah perubahan patologik yang dapat kembali jika rangsangan dihilangkan, atau jika penyebabnya ringan. Jejas sel reversibel adalah perubahan patologik yang menetap (permanen). dan menyebabkan kematian sel. Timbul jika jejas berat atau lama PENYEBAB JEJAS SEL 1. Hipoksia (penurunan oksigen) timbul seba- gai hasil dari (1) iskemia (kehilangan suplai darah), (2) oksigenasi inadekuat (misalnya kegagalan kardiorespiratorik), atau. (3) hilangnya kemampuan darah untuk mengangkut oksigen (misalnya anemia, keracunan karbon monoksida). 2. Fisika termasuk trauma, panas, dingin, radiasi dan syok elektrik. 3. Kimia dan obat-obatan Obat-obat terapeutik (misalnya acetaminophen (Tylenol) Agen non-terapeutik (misalnya alkohol). 4. Infeksi yaitu virus, rickettsiae, bakteria, jamur dan parasit. 5. Reaksi imunologik. 6. Kelainan genetik. 7. Ketidakseimbangan gizi. MEKANISME JEJAS SEL PRINSIP Empat sistem intraselular yang mudah terganggu pada jejas sel: • Pemeliharaan keutuhan membran sel. • Respirasi aerobik dan produksi ATP. • Sintesis enzim dan protein struktural. • Mempertahankan keutuhan aparatus genetik. Sistem-sistem ini saling berkaitan erat, sehingga jejas pada salah satu akan mengakibatkan kerusakan sistem lain. Perubahan morfologi jejas sel baru tampak setelah terjadi kekacauan biokimia dalam sel. Gambaran jejas sel tergantung pada jejas jejas, lamanya serta berat jejas, selain itu juga tergantung jenis sel yang terkena, keadaan sel tersebut dan kemampuan adaptasinya. Tiga contoh jejas sel:, (1) Jejas hipoksik, (2) jejas kimia, dan (3) jejas karena virus, yang serupa dengan jejas karena radikal bebas. JEJAS SEL HIPOKSIK (Gb. 1.1) Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP oleh mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan AMP) merangsang fruktokinase dan fosforilasi, sehingga terjadi glikolisis aerobik. Glikogen menurun dengan cepat, dan terbentuk asam laktat serta fosfat inorganik, sehingga menurunkan pH intraselular. Pada saat ini terjadi penggumpalan kromatin inti. Jejas Reversibel Manifestasi jejas hipoksik nonletal yang sering dan terjadi awal, adalah pembengkakan sel akut. Ini disebabkan oleh: Kegagalan transpor membran. aktif Na+, K+- ATPase, menyebabkan natrium masuk ke dalam sel, kalium berdifusi ke luar sel dan terjadi pengumpulan air isosmotik. Peningkatan muatan osmotik intraselular karena akumulasi fosfat inorganik, laktat dan "purin nukleosida“. Temuan awal lain pada jejas hipoksik adalah pemisahan ribosom dari endoplasmik retikulum, pembentukan gelembung membran, dan gambaran mielin. Semua perubahan di atas dapat kembali jika oksigenasi membaik Jejas Ireversibel Jejas ireversibel ditandai oleh vakuolisasi berat pada mitokondria, kerusakan membran plasma yang luas, pembengkakan lisosom dan tampak kepadatan yang besar, amorf dalam mitokondria. Jejas pada membran lisosom menyebabkan kebocoran enzim ke dalam sitoplasma, dan oleh enzim yang telah diaktifkan terjadi digesti enzimatik sel dan komponen inti, yang mengakibatkan perubahan inti karakteristrik untuk kematian sel Dua peristiwa kritis pada jejas ireversibel: penurunan ATP dan kerusakan membran sel. • Penurunan ATP. Peristiwa awal pada jejas sel akibat perubahan fungsional dan struktural pada hipoksia iskemik, juga terdapat pada kerusakan membran sel; tetapi hal ini masih kontroversial apakah penurunan ATP ini adalah penyebab langsung atau primer dari ireversibilitas. • Kerusakan membran sel. Fase paling awal dari jejas ireversibel berhubungan dengan defek fungsional dan struktural membran sel. Berbagai mekanisme dapat menyebabkan atau turut berperan pada kerusakan membran: 1. Kehilangan fosfolipid yang disebabkan oleh: • Aktivasi membran fosfolipase oleh peningkatan cytosolic calcium, mengakibatkan degradasi fosfolipid dan kehilangan fosfolipid; atau • Penurunan reacylation dan sintesis fosfolipid, mungkin berkaitan dengan hilangnya ATP. 2. Abnormalitas sitoskeletal Peningkatan cytosolic calcium menyebabkan aktivasi protease intraselular yang dapat mengakibatkan degradasi elemen sitoskeletal intermediet, membuat membran sel menjadi rentan terhadap peregangan dan ruptur, terutama jika sel sembab. 3. Radikal oksigen toksik. Yang terlibat pada jejas reperfusi yang timbul setelah pemulihan aliran darah pada organ iskemik. Oksigen toksik ini banyak dihasilkan oleh sebukan leukosit polimorfonuklear . 4. Produk penghancuran lipid. Dalam sel-sel iskemik tertimbun asam lemak bebas dan sebagai hasil degradasi fosfolipid, yang secara langsung toksik untuk membran. Hilangnya keutuhan membran menyebabkan influks (pemasukan) kalsium masif dari ruang ekstraselular, mengakibatkan disfungsi mitokondria, inhibisi enzim selular, denaturasi protein, dan perubahan sitologik karakteristrik untuk nekrosis koagulativa. Sebagai ringkasan, hipoksia mempengaruhi fosforilasi oksidatif dan karenanya juga mempengaruhi sintesa ATP. Kerusakan membran merupakan keadaan yang kritis pada jejas sel yang menuju kematian, dan kalsium adalah mediator penting pada perubahan biokimia yang mengakibatkan kematian sel. RADIKAL BEBAS DAN JEJAS SEL Radikal bebas sangat reaktif, tidak stabil, berinteraksi dengan protein, lipid dan karbohidrat serta terkait dengan jejas sel yang disebabkan oleh bermacam-macam bahan kimia dan peristiwa biologik. Radikal bebas timbul oleh • Absorpsi radiasi energi (cahaya ultraviolet, sinar-X). • Reaksi metabolik oksidatif. • Konversi enzimatik dari bahan kimia eksogen atau obat-obatan (CC14, CC13) Radikal Berasal dari derivat ksigen Radikal bebas berasal dari derivat oksigen yang sangat toksik. • Superoksida dihasilkan langsung selama autooksidasi dalam mitokondria, atau secara enzimatik oleh oksidase: O2 oksidase O2
Superoksida diinaktivasi oleh superoksida
dismutase (SOD): O2 + O2 + 2H+ SOD H2 O2 + O2 • Hidrogen peroksida dihasilkan : 1. Oleh dismutasi superoksida 2. Secara langsung oleh oksidase yang ada dalam peroksisomes. • Radikal bidroksil dibentuk : 1. Oleh hidrolisis air yang disebabkan oleh radiasi ion. H2 0 H- + OH- 2. Oleh interaksi dengan metal transisional dalam reaksi Fenton. Fe++ + H202 Fe+++ + OH + OH- 3. Melalui reaksi Haber-Weiss: H2 0 2 + 0 2 OH + OH- + 02 Radikal bebas menyebabkna jejas sel melalui peroksidasi lipid, ikatan silan protein dengan pembentukan ikatan disulfida inaktivasi enzim sulfhidril dan induksi mutasi DNA yang mengganggu pertumbuhan sel. Terminasi radikal bebas timbul baik melalui kerusakan spontan atau dengan inaktivasi oleh berbagai mekanisme: 1. Antioksidan (vitamin E, glutation, seruloplasmin dan transferin). Transferin mengikat besi bebas yang mengkatalisa pembentukan radikal bebas. 2. Enzim-enzim • Superoksida dismutase • Katalase 2H202 02 + 2H20 • Glutation peroksidase 20H• + 2GSH - 2H20 + GSSG atau H202 + 2GSH - 2H20 + GSSG Pada banyak proses patologik hasil akhir stimulasi radikal bebas tergantung pada keseimbangan antara pembentukan dan terminasi radikal bebas. JEJAS KIMIA Bahan-bahan kimia menyebabkan jejas sel melalui dua mekanisme: • Secara langsung, misalnya merkuri dari merkuri klorida terikat pada gugus SH protein membran sel, menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibisi transportasi yang tergantung pada ATPase. • Dengan konversi menjadi metabolit toksik reaktif. Metabolit toksik ini menyebabkan jejas sel balk dengan ikatan kovalen langsung pada lipid dan protein membran, atau lebih sering dengan pembentukan radikal bebas reaktif, seperti yang telah disebutkan. Contoh jejas kimia adalah sebagai berikut. Jejas Sel karena CC14 • CC14 banyak dipakai pada industri laundry ("dry- cleaning"). CCL diubah menjadi CC13 dalam retikulum endoplasmik halus di hati oleh P-450. CC13 memulai peroksidasi lipid dan reaksi autokatalitik yang menyebabkan pembengkakan dan penghancuran retikulum endoplasmik, disosiasi ribosom serta penurunan sintesa protein hati. Hilangnya protein pengikat lipid menyebabkan akumulasi lipid dan perlemakan hati. Ini diikuti oleh pembengkakan sel progresif, kerusakan membran plasma dan kematian sel. JEJAS SEL KARENA VIRUS Virus menyebabkan dua jenis perubahan sel: • Virus sitolitik-sitopatik yang menyebabkan jejas sel dan lisis. • Virus onkogenik penyebab tumor Virus sitopatik menyebabkan jejas sel melalui • Efek sitopatik langsung, atau melalui • Induksi reaksi imun terhadap virus atau antigen sel yang berubah karena virus. Efek sitopatik langsung mengikuti perlekatan virus pada reseptor sel tuan rumah (host). Masuknya virus ke dalam sel melalui fagositosis, endositosis dalam vesikel simpai, atau fusi secara langsung; diikuti replikasi aktif virus dalam sel. Respons sel terhadap replikasi virus memberikan berbagai bentuk morfologi : • Lisis sel, karena gangguan virus pada sintesis makromolekular dan permeabilitas membran. • Perubahan sitoskeletal. • Pembentukan sel "sinsitial" atau sel datia berinti banyak. • Pembentukan badan inklusi berisi virion atau protein virus, dalam inti atau. sitoplasma. MORFOLOGI SEL DENGAN JEJAS Perubahan ultrastruktural telah dibahas lebih dulu ditunjukkan pada Gambar 1.2. JEJAS REVERSIBEL Pembengkakan Sel adalah manifestasi umum jejas reversibel yang terlihat dengan mikroskop cahaya. Pada sel-sel yang terlibat metabolisme lemak, perlemakan (Fatty change) juga dapat merupakan Jejas reversibel NEKROSIS (JEJAS IREVERSIBEL) Nekrosis adalah perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada jaringan atau organ hidup. Dua proses penyebab perubaban morfologik dasar nekrosis: • Denaturasi protein. • Digesti enzimatik organel dan sitosol. Autolisis menunjukkan digesti enzimatik oleh lisosom sel-sel mati itu sendiri. Heterolisis adalah digesti oleh lisosom leukosit yang berpindah dari tempat lain. • Sel nekrotik berwarna eosinofilik, seperti kaca ("glassy") dan dapat bervakuol. Membran sel pecah-pecah. Perubahan inti sel nekrotik adalah piknosis (inti kecil, padat), karzollsis (inti pucat, larut) dan karloreksis (inti pecah menjadi beberapa gumpalan). Apoptosis adalah gambaran morfologik kematian sel yang timbul selama embriogenesis, dalam evolusi jaringan yang tergantung hormon, dalam sitotoksisitas yang ditimbulkan. limfosit T, dan dalam beberapa keadaan patologik (misalnya badan Councilman pada hepatitis virus). Apoptosis menyangkut kerusakan DNA secara cepat, mungkin karena aktivasi endonuklease endogen dan kondensasi dini serta fragmentasi kromatin, kemudian diikuti oleh lisis sel. Keping-keping badan apoptotik difagositosis oleh makrofag yang berdekatan. JENIS-JENIS NEKROSIS Tergantung pada keseimbangan antara denaturasi dan digesti. • Nekrosis Koagulativa. Pola nekrosis yang paling umum terdapat pada miokardium, ginjal, hati dan organ-organ lain. • Nekrosis Likuafakta ("liquefaction necrosis"). Timbul jika autolisis dan heterolisis lebih banyak daripada denaturasi protein. Dapat timbul di otak dan infeksi bakterial lokal (abses). • Nekrosis Lemak ("Fat necrosis"). Merupakan akibat kerja lipase yang mengkatalisa dekomposisi trigliserida menjadi asam lemak, yang kemudian berikatan dengan kalsium membentuk sabun kalsium. • Nekrosis Kaseosa. Karakteristrik untuk lesi tuberkulosa. Makroskopik tampak materi seperti keju, lunak, rapuh dan secara mikroskopik merupakan debris amorfus. AKUMULASI INTRASELULAR Protein, karbohidrat dan lipid dapat tertimbun dalam sel dan kadang-kadang menyebabkan jejas sel. Bahan-bahan ini dapat: • Merupakan konstituen Normal dalam sel yang berlebihan. • Merupakan substansi/bahan Abnormal biasanya hasil dari metabolisme abnormal. • Merupakan Pigmen. Proses yang menyebabkan akumulasi intrasel abnormal adalah: • Metabolisme abnormal dari substansi endogen normal (misalnya perlemakan hati). • Kekurangan enzim yang diperlukan untuk metabolisme substansi endogen normal atau abnormal (misalnya "lysosomal storage disease"). • Deposit substansi eksogen abnormal (misalnya makrofag yang mengandung karbon). PERLEMAKAN ("FATTY CHANGE”) Yaitu akumulasi berlebihan konstituen normal dalam, sel dan menyebabkan peningkatan absolut lipid intraselular. Tampak pembentukan vakuol-vakuol lemak intraselular. Dapat terjadi pada hampir seluruh organ, tetapi tersering pada hati jika luas dapat menjadi sirosis. PATOGENESIS PERLEMAKAN HATI Penyebab perlemakan hati adalah alkohol, malnutrisi protein, diabetes melitus, obesitas, hepatotoksin dan obat-obatan. Hati dengan perlemakan tampak membesar, kuning dan berminyak. Secara mikroskopik, lemak tampak sebagai tetesan lemak yang kecil dalam sitoplasma atau sebagai vakuol yang besar. Keadaan ini disebabkan oleh salah satu mekanisme berikut, seperti tampak pada Gambar 1.3: • Pemasukan asam lemak bebas yang berlebihan ke dalam hati (misalnya pada kelaparan, terapi kortikosteroid) • Peningkatan sintesa asam lemak. • Penurunan oksidasi asam lemak. • Peningkatan esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida, yang disebabkan karena meningkatnya alfa gliserofosfat (alkohol). • Penurunan sintesa apoprotein (keracunan karbon tetraklorida). • Sekresi lipoprotein dari hati terganggu (alkohol, penggunaan asam orotik). Akumulasi Lemak yang lain • Pada aterosklerosis, akumulasi lemak dalam sel otot polos dan makrofag dengan mekanisme • Pada hiperlipidemia herediter dan yang didapat, lipid tertimbun dalam makrofag dan sel-sel mesenkimal. • Pada fokus jejas sel dan inflamasi, terdapat makrofag yang mengandung lipid hasil dari fagositosis lemak yang berasal dari sel yang terkena jejas ("foamy macrophage"). AKUMULASI INTRASELULAR YANG LAIN • Protein. Contoh: pada proteinuria, terjadi reabsorpsi protein di tubulus proksimal. Sel- sel plasma berisi imunoglobulin di antara sisterna retikulum endoplasmik yang mengembang (badan Russell). • Glikogen Contoh: "storage disease" genetik. • Kompleks lipid dan polisakarida Contoh penyakit Gaucher, penyakit Niemann-Pick. • Pigmen eksogen. Yaitu meliputi : • Antrakosis. 'Akumulasi karbon dalam makrofag di paru dan kelenjar getah bening akibat polusi udara. • Rajah ("Tattoo"). Pigmen yang disuntikkan, difagosit oleh makrofag dan menetap selamanya. dalam sel-sel serta ekstraselular. • Pigmen endogen. Yaitu meliputi: • "Lipofusin". Pigmen yang secara mikroskopik berwarna kuning-coklat, halus, granul-granul intrasitoplasmik, biasanya berkaitan dengan atrofi Catrofi coklat'/ "Brown atropy"). Terdiri atas kompleks lipid, fosfolipid dan protein, diduga, berasal dari hasil peroksidasi lemak majemuk tak jenuh ("polyunsaturated lipids") membran sel. • Melanin. Pigmen endogen, bukan berasal dari hemoglobin, berwarna coklat-hitam. Terbentuk ketika enzim tirosinase mengatalisa oksidasi tirosin menjadi dihidroksifenilalanin dalam melanosit. • Hemosiderin. Pigmen yang berasal dari hemoglobin, berwarna kuning emas sampai coklat, granular. Terdiri atas kumpulan misel-misel feritin ("ferritin micelles"). Akumulasi intraselular timbul sebagai proses lokal atau sistemik. Hemosiderosis lokal adalah basil dari perdarahan masif atau ruptur pembuluh darah kecil karena kongesti vaskular. Hemoglobin difagosit oleh makrofag, dan enzim lisosom mengubahnya menjadi hemosiderin yaitu pigmen yang mengandung feritin. Hemosiderosis sistemik terjadi dengan : • Meningkatnya absorpsi besi yang dikonsumsi (hemokromatosis primer) • Gangguan pemakaian besi (misalnya talasemia) • Anemia hemolitik, menyebabkan penghancuran berlebihan sel darah merah • Transfusi, meningkatkan besi eksogen PERUBAHAN SUBSELULAR LISOSOM • Pletordfrag adalah fagositosis materi dari lingkungan eksternal. Contoh : fagositosis dan debris nekrotik oleh makrofag, reabsorpsi protein oleh tubulus proksimal. • Autofagi organel-organel intraselular yang memburuk oleh lisosom, yaitu mitokondria dan retikulum endoplas mik. Autofagi terutama pada sel-sel yang mengalaml atrofi lisosom dengan debris yang tidak dapat dicerna (vakuol autofagik) dapat menetap dalam sel sebagai atau dikeluarkan dari sel. HIPERTROFI RETIKULUM ENDOPLASMIK HALUS Obat-obat tertentu (misalnya fenobarbital) merangsang hipertrofi retikulum endoplasmik halus. Detoksifikasi obat-obat ini dengan macam macam jalur fungsi oksidase transport elektron (P-450). Ini mengakibatkan peningkatan toleransi obat dan peningkatan kemampuan detoksifikasi obat-obat lain dengan cara yang sama. ADAFTASI SELULAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN DIFERENSIASI ATROFI Atrofi adalah mengecilnya sel akibat hilangnya substansi sel. Penyebab atrofi adalah : • Penurunan beban kerja. • Kehilangan persarafan • Berkurangnya suplai darah • Nutrisi inadekuat. • Kehilangan stimulasi endokrin. • Menua. Sel-sel atrofi fungsinya berkurang tetapi tidak mati. Sel-sel ini menunjukkan autofagi dengan penurunan jumlah organel sel, dan sering tampak peningkatan jumlah vakuol autofagik Komponen yang tidak dapat dicerna, diubah menjadi granul-granul lipofusin yang dalam jumlah cukup membuat organ berwarna coklat ("brown atrophy"). HIPERTROPI DAN HIPERPLASIA Hipertrofi adalah peningkatan jumlah organel (misalnya miofilamen) dan ukuran sel. Dengan perubahan ini ukuran organ bertambah besar. Hipertrofi dapat fisiologik atau patologik. Penyebab hipertrofi: 1. Peningkatan kebutuhan fungsional, misalnya hipertrofi otot bercorak pada binaragawan (fisiologik) atau hipertrofi otot jantung pada penyakit jantung (patologik). 2. Rangsangan hormon spesifik, misalnya hipertrofi uterus selama kehamilan. Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan. Biasanya disertai hipertrofi. Hiperplasia dapat timbul hanya pada sel-sel yang mampu membuat DNA (seperti sel-sel epitelial, hematopoetik dan jaringan ikat). Sel saraf, otot skeletal dan otot jantung hanya sedikit atau tidak mampu tumbuh hiperplastik. Oleh karena itu sel-sel otot hampir murni hipertrofi jika dirangsang dengan peningkatan fungsi atau hormon. Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. 1. Hiperplasia fisiologik: • Hiperplasia hormonal (misalnya proliferasi endometrium setelah stimulasi estrogen). • Hiperplasia kompensasi (misalnya hiper- plasia hati setelah hepatektomi parsial). setelah hepatektomi parsial, indeks mitosis sel hepar meningkat nyata, dan akhirnya hati mencapai berat normal (12 hari setelah hepatektomi). Regenerasi hepar disebabkan oleh faktor pertumbuhan (misalnya transforming growth factor α ) yang diproduksi oleh sel hati yang masih ada. Penghentian pertumbuhan sel disebabkan oleh inhibitor pertumbuhan (misalnya transforming growth factor β ) yang diproduksi oleh sel hati non-parenkimal. 2. Hiperplasia patologik: • Rangsangan hormonal yang berlebihan (misalnya hiperestrinisme dan hiperplasia endometrium atipik). • Pengaruh faktor pertumbuhan setempat pada sel target (misalnya proliferasi sel-sel jaringan ikat pada penyembuhan luka, atau proliferasi epitel skuamosa yang disebabkan oleh virus). Pada hiperplasia patologik, jika stimulus mereda, hiperplasia menghilang. Jadi sel memberikan respons terhadap kontrol pertumbuhan, bedakan dengan neoplasia. Walaupun begitu hiperplasia patologik merupakan tempat yang subur dimana akhirnya timbul proliferasi keganasan. Sebagai contoh adalah hiperplasia endometrium dan serviks yang merupakan prekursor kanker endometrium dan serviks. METAPLASIA Metaplasia adalah perubahan yang reversibel, yaitu jenis sel dewasa yang satu digantikan oleh yang lain (epitelial atau mesenkimal). Contohnya adalah metaplasia skuamosa epitel respiratorik sebagai respons terhadap iritasi kronik. Walaupun epitel metaplastik jinak, tetapi jika pengaruh yang menimbulkan metaplasia itu menetap, dapat menimbulkan metaplasia atipik yang dapat berubah ganas. Metaplasia juga dapat timbul pada, sel mesenkimal yaitu fibroblas dapat berubah menjadi osteoblas atau kondroblas dan kemudian membentuk tulang atau tulang rawan. BERBAGAI PERUBAHAN KALSIFIKASI Kalsifikasi patologik menyatakan secara tidak langsung deposit abnormal garam-garam kalsium dalam jaringan lunak. Klasifikasi distropik timbul pada jaringan nonviabel atau mati, dengan kadar kalsium dalam serum normal. Klasifikasi metastatik deposit garam kalsium dalam jaringan vital dan selalu berkaitan dengan hiperkalsemia. Kalsifikasi Distrofik Terdapat pada arteri dengan aterosklerosis, katup jantung yang rusak, dan pada daerah nekrosis (koagulativa, kaseosa dan likuafakta). Kalsium dapat terletak intraselular, ekstraselular atau keduanya. Dua fase kalsifikasi: • Permulaan ("Initiation") timbul Ekstraselular dalam vesikel pada menibran (200 nm) yang memekatkan kalsium dengan afinitasnya terhadap fosfolipid asam. Terjadi akumulasi fosfat akibat kerja fosfatase yang terikat pada membran. Permulaan kalsifikasi intraselular ini timbul pada mitokondria sel yang mati. • Pengembangan ("Propagation") pembentukan kristal tergantung pada konsentrasi kalsium dan fosfat, adanya inhibitor mineral dan kolagen. Kalsifikasi Metastatik Akibat dari hiperkalsemia yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme, intoksikasi vitamin D, sarkoidosis sistemik, hipertiroidisme, penyakit Addison, tumor tulang, kanker tulang metastatik, dan hiperkalsemia idiopatik. Deposit kalsium tersebar pada seluruh tubuh, mengenai jaringan interstisial pembuluh darah, ginjal, paru dan lambung. DEGENERASI HIALIN (“V.AHYALINE CHANGE") Hialin adalah perubahan dalam sel atau ekstraselular yang berupa struktur homogen, berwarna merah jambu seperti kaca, tampak pada sediaan histologik rutin yang diwarnai dengan Hematoksin dan Eosin (H&E). Contoh hialin intraselular • Absorpsi protein menimbulkan butiran-butiran hialin dalam sel epitel proksimal pada ginjal. • Badan Russel pada sel plasma. • Inklusi virus dalam sitoplasma atau inti. • Massa filamen intermediet yang berubah Hialin ekstraselular timbul pada arteriolosklerosis hialin, aterosklerosis; dan pada glomeruli yang rusak. Amilold juga tampak seperti hialin tetapi sebetulnya adalah protein fibrilar dengan karakteristrik biokimia spesifik. Amiloid dapat dibedakan dari jaringan ikat hialin dengan pewarnaan merah kongo. Amiloid akan berwarna merah dan menunjukkan "apple-green bipolar refringence".