Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Jejas Sel


Prinsip-prinsip umum dalam mekanisme jejas sel:
1. Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi,
dan keparahannya.
Jadi, toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas
sel yang reversible.Begitupun sebaliknya.
2. Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan
adaptasi, dan susunan genetic sel yang mengalami jejas.
3. Empat system intrasel yang paling rentan terkena adalah :
a. Keutuhan membrane sel yang kritis terhadap homeostatis osmotic dan ionic
selular.
b. Pembentukan adenosine trifosfat (ATP)
c. Sintesis protein
d. Keutuhan perlengkapan genetik.
4. Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa
memandang lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat.
5. Fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel dan perubahan morfologi jejas sel.
(Kumar,2015)
Mekanisme jejas sel:
1. Mekanisme Biokimiawi
Mekanisme biokimiawi menghubungkan jejas dengan manifestasi yang
kompleks, dan sering dikaitkan dengan mekanisme intasel. Mekanisme yang berperan
dalam patogenesis baik reversibel dan irreversibel bersifat multifaktor, kompleks, dan
sangat terintegrasi.
Mekanisme biokimia utama pada jejas sel (Kumar, 2015) :
a. Deplesi ATP
Keadaan ini disebabkan karena menurunnya suplai oksigei.n dan glukosa,
kerusakan pada mitokondria dan akibat toksin. Berkurangnya jumlah ATP
berpengaruh secara luas pada berbagai sintesis dan degradasi sel sehingga terjadi
kegagalan pompa Ca2+, penimbunan laktat akibat upaya kompensasi dari glikolisis
anaerobik, dan pembengkakan sel. (Kumar, 2015)
Deplesi ATP menimbulkan efek yang luas, diantaranya:
 Aktivitas membrane plasma ATP yang bergantung “pompa natrium” menurun,
dengan akumulasi natrium di intraselular dan difusi kalium keluar sel.
Meningkatnya zat terlarut sodium diikuti isosmotik air, menghasilkan
pembengkakan sel akut. Pada nantinya hal ini akan meningkatkan pemenuhan
osmotic dari akumulasi dari hasil metabolism lain, seperti posfat inorganik, asam
laktat, dan nukleotida purine.
 Glikolisis anaerob meningkat karena penurunan ATP dan diikuti meningkatnya
adenosine monophosphat (AMP) yang menstimulasi enzim phosphofructokinase.
Jalur ini meningkatkan asam laktat yang menurunkan pH intraselular.
 Penurunan pH intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom lepas dari
reticulum endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi monosome, sehingga
sintesis protein berkurang. Akhirnya terjadi kerusakan ireversibel pada membran
mitokondria dan lisosom, dan akan menjadi nekrotik. (Kumar, 2015)
Gambar 1.1. Deplesi ATP (Kumar, 2015)
b. Disfungsi mitokondria

Jejas seperti hipotoksia, toksin, dan radiasi memicu kerusakan pada


mitokondria yang mempunyai peran dalam ketersediaan ATP, sehingga dapat
mengakibatkan deplesi ATP, terbentuknya spesies oksigen reaktif(ROS), dan
hilangnya potensial membran mitokondria. (Kumar, 2015)

Kerusakan mitokondria mengakibatkan:

 Kegagalan fosforalisasi oksidatif menyebabkan deplesi ATP yang


progresif, berakhir dengan nekrosis sel
 fosforalisasi oksidatif abnormal akan menghasilkan pembentukan
spesies oksigen reaktif (ROS) yang akan memberikan efek yang
merugikan
 kerusakan mitokondria dikaitkan dengan dibentuknya jalur
konduksi tinggi pada membran mitokondria, disebut pori transisi
permeabilitas mitokondria. Terbentuknya jalur ini mengakibatkan
hilangnya potensial membran mitokondria dan perubahan pH,
sehingga memudahkan terjadinya fosforalisasi oksidatif.
 Mitokondria juga mengandung protein apabila dilepaskan ke
sitoplasma akan memberi tanda pada sel bahwa telah terjadi jejas
internal dan akan mengakibatkan jalur apoptosis.

Gambar 1. 2. Disfungsi Mitokondria (Kumar, 2015)

c. Masuknya aliran kalsium


Ischemi dan beberapa toksik menyebabkan influx kalsium melewati membrane
plasma dan dikeluarkannya kalsium dari mitokondria dan reticulum endoplasma yang
menyebabkan kalsium intraselular sangat tinggi dari keadaan normal. Meningkatnya
konsentrasi kalsium intraselular ini berakibat dalam aktivasi enzim yang potensial
berefek buruk pada sel. Enzim-enzim itu diantaranya ATP ase (mempercepat
kehabisan ATP), phospholipase (kerusakan membrane plasma), protease (memecah
membrane dan protein sitoskeleton), endonuclease (fragmentasi DNA dan kromatin).
Dan seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan kalsium sitosol pula
dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas membrane mitokondria dan
menginisiasi apoptosis. (Kumar, 2015)

Gambar 1. 3. Hilangnya Homeostasis Kalsium (Kumar, 2015)

d. Akumulasi radikal bebas asal oksigen

Oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat
dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberi energi pada proses metabolisme dan
respirasi, namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai
penyakit. Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron yang tak
berpasangan di orbit terluar. Keadaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan mudah
bereaksi dengan zat kimia organik atau anorganik, saat dibentuk didalam sel, radikal bebas
segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat dan berbagai molekul membran sel.
Selain itu radikal bebas menginisasi reaksi autokatalitik sehingga semakin memperbanyak
rantai kerusakan. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan
lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Radikal bebas dihasilkan dari
metabolisme normal sel-sel tubuh, fagositosis sebagai bagian dari reaksi inflamasi, radiasi,
polusi, merokok dan lain lain. (Kumar, 2015)

Radikal bebas oksigen atau Reaktif Oksigen Spesies (ROS) adalah produk normal
dari metabolisme seluler. ROS memiliki efek menguntungkan dan efek merugikan. Efek
menguntungkan ROS terjadi pada konsentrasi rendah hingga sedang, merupakan proses
fisiologis dalam respon seluler terhadap bahan bahan yang merugikan, seperti dalam
pertahanan diri terhadap infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi
respon mitogenik. Efek merugikan dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan
biologis dikenal dengan nama stres oksidatif. Hal ini terjadi dalam sistem biologis akibat
produksi ROS yang berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan. Dengan kata lain,
stres oksidatif terjadi akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan
menunjukkan gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk
hidup. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan
menghambat fungsi normal sel. Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada
keadaan normal dibentuk secara kontinyu sebagai hasil sampingan proses metabolisme
selular. Superoxid (O2-) dapat bereaksi dengan nitrit oksida (NO) yang menghasilkan
peroksinitrit (ONOO-) yang kemudian akan dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). NO
merupakan suatu endotelium-derived relaxing factor (EDRF), suatu zat yang
menyebabkan vasodilatasi sebagai respon terhadap asetilkolin. Peroksinitrit ini sangat
sitotoksik dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein, lemak, dan DNA. (Kumar,
2015)

Metal transisi juga merupakan radikal. Di dalam tubuh, tembaga dan besi
merupakan metal transisi yang terbanyak dan ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi.
Kedua logam ini berperan penting dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss. Sebenarnya
semua ion logam yang terikat pada permukaan protein, DNA atau makromolekul lain
dapat berpartisipasi dalam reaksi ini. Logam yang tersembunyi di dalam protein, seperti
dalam catalytic sites dan sitokrom atau kompleks simpanan tidak terpapar oksigen atau
tetap berada dalam keadaan oksidasi sehingga tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam
reaksi Fenton, Ion Ferro (Fe+2) bereaksi dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk
ion ferri (Fe+3) dan radi kal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss merupakan reaksi
antara radikal superoksid (O2•¯) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang kemudian
menghasilkan oksigen (O2) dan radikal hidroksil(OH•). (Kumar, 2015)

Gambar 1.4. pembentukan, pengeluaran dan peran spesies oksigen reaktif (ROS)

e. Defek pada permeabilitas membran


Rusaknya plasma membran merupakan perubahan yang sering terjadi saat
terjadinya jejas pada sel. Iskemia, toksin mikroba, komponen litik, agen fisis dan
kimia merupakan faktor rusaknya membran plasma. Berbagai mekanisme
biokomia yang berperan dalam kerusakan membran plasma:
 Sintesis fosfolipid yang menurun. Produksi fosfolipid akan
berkurang jika ATP menurun. Berkurangnya sintesis fosfolipid akan
mempengaruhi semua membran mitokondria ,sehingga
meningkatkan jumlah kehilangan ATP.
 Pemambahan kerusakan fosfolipid. Jejas sel yang berat dikaitkan
dengan degradasi membran fosfolipid yang meningkat,
kemungkinan akibat aktivasi fosfolipase endogen karena
peningkatan kadar sitosolik Ca2+.
 ROS. Radikal Oksigen Bebas yang menyebabkan jejas pada
membran sel melalui perosidase lipid.
 Abnormalitas sitoskeletal. Filamen sitokleletal merupakan jangkar
yang menghubungkan membran plasma dan bagian dalam sel,
fungsinya bermacam macam. Aktivasi protease dengan peningkatan
Ca2+_ sitosolik akan menyebabkan kerusakan elemen sitoskeleton
dan kerusakan memberan
 Produk penguraian lipid. Termsuk asam lemak bebas tak berester,
asil karnitin dan lisofosfolipid akan berkelompok pada sel cedera
akibat degradasi fosfolipid. Depat menyusup di antara lapis rangkap
lipid atau mengganti membran fosfolipid, sehingga terjadi
perubahan permeabilitas dan perubahan elektrofisiologi (Kamar,
2015)

Gambar 1. 5. Defek Permeabilitas Membran (Kumar, 2015)


B. Mekanisme Perubahan jejas sel

Sel dapat mengalami kerusakan ataupun kematian yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor penyebab kerusakan sel dapat berupa faktor ektrinsik (faktor-faktor
yang terdapat di luar individu) dan faktor intrinsik (faktor-faktor yang terdapat di dalam
individu). Kerusakan atau kematian sel akibat faktor ektrinsik dapat berupa trauma fisik,
toksin, abnormalitas ketidakseimbangan nutrisi, infeksi oleh virus, bakteri, jamur dan parasit.
Faktor intrinsik yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel diantaranya yaitu
mutasi gen secara spontan dan disfungsi immunologi. Salah satu faktor yang paling sering
mengakibatkan kerusakan sel yaitu defisiensi oksigen atau zat gizi penting lainnya. Sel
bergantung pada suplai oksigen yang kontinu, karena oksigen merupakan energi pada reaksi-
reaksi kimia oksidatif yang mengerakkan mesin sel dan mempertahankan integritas berbagai
komponen sel. Oleh karena itu, tanpa oksigen berbagai aktivitas pemeliharaan dan
penyintesis sel berhenti dengan cepat. Mekanisme umum yang terjadi akibat dari kerusakan
sel melibatkan deplesi (penipisan) ATP (sering disebabkan oleh hipoksia), kerusakan
membran (disebabkan oleh banyak faktor diantaranya radikal bebas), gangguan metabolisme
sel dan kerusakan genetik (Gambar 1).

Sumber: McGavin dan Zachary 2007

Gambar 1 Tempat kerusakan selular dan biokimia pada sel yang cidera
Efek pertama yang terjadi apabila stimulasi mengakibatkan kerusakan atau cidera pada sel
yaitu lesi biokimiawi. Proses ini meliputi perubahan kimia pada salah satu atau lebih reaksi
metabolik di dalam sel. Pada tingkat awal ini hanya sedikit tipe kerusakan yang benar-benar
dipahami. Apabila kerusakan biokimiawi telah terjadi, sel dapat memiliki manifestasi atau
tanpa manifestasi kelainan fungsional. Pada kasus cidera pada sel, sel memiliki cukup
cadangan tanpa menimbulkan gangguan fungsional, tetapi dapat juga menimbulkan gangguan
fungsional berupa kegagalan kontraksi, sekresi atau aktivitas-aktivitas sel lainnya. Terjadinya
gangguan fungsional pada sel yang cidera tergantung dari luasnya gangguan produksi energi
(disertai deplesi ATP) dan luasnya gangguan fungsi membran sel. Selain itu, respon sel
terhadap kerusakan tergantung dari banyak faktor diantaranya tipe agen, luasnya kerusakan
terjadi, lamanya kerusakan terjadi dan tipe sel yang dipengaruhi.
Sel memiliki mekanisme adaptasi seluler terhadap berbagai macam gangguan yang terjadi.
Sebagai contoh, suatu reaksi pada sel otot yang sering terjadi apabila berada di bawah
tekanan abnormal adalah meningkatkan kekuatan dengan pembesaran (hipertrofi). Melalui
mekanisme ini sel-sel otot jantung pada individu yang mengalami tekanan darah tinggi
mengalami pembesaran untuk menanggulangi tekanan memompa pada saat menghadapi
tahanan yang meningkat. Contoh lainnya yaitu barbiturat dan zat-zat tertentu lainnya
biasanya dimetabolisme di dalam sel-sel hati di bawah pengaruh sistem enzim yang
ditemukan di dalam sel ini (dalam kaitannya dengan retikulum endoplasma). Individu yang
mengkonsumsi barbiturat sering mengalami peningkatan mencolok jumlah retikulum
endoplasma di dalam sel hati, yang berkaitan dengan peningkatan kandungan enzim dalam
sel hati dan peningkatan kemampuan untuk memetabolisme barbiturat.
Kerusakan di dalam sel dapat bersifat sementara (subletal) ataupun permanen (menetap).
Pada kerusakan yang bersifat sementara, sel mengalami perubahan untuk beradaptasi agar
tetap hidup. Sedangkan pada kerusakan yang bersifat permanen, maka sel akan mengalami
kematian. Sel yang mengalami perubahan bersifat sementara dinamakan dengan sel yang
mengalami degenerasi, sedangkan sel yang mengalami kematian disebut dengan nekrosa.
Perubahan-perubahan degenerasi biasanya cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan
nukleus mempertahankan integritas selama sel tidak mengalami kerusakan permanen. Ciri-
ciri sel mengalami degenerasi yaitu pembengkakan umum dari sel dan
organelnya, blebbing pada membaran plasma, pelepasan ribososm dari retikulum endoplasma
dan terjadi penggumpalan kromatin nukleus (Gambar 2). Sel yang mengalami degenerasi
meliputi claudy swelling, degenerasi hidropis, degenerasi lemak, degenerasi hialin,
degenerasi mukoid dan degenerasi amiloid atau amiloidosis.
Kerusakan sel yang berkelanjutan akan mencapai suatu titik, dimana kerusakan sel menjadi
bersifat permanen dan sel akan mengalami kematian. Ciri-ciri dari kerusakan sel yang
bersifat permanen diantaranya yaitu terjadi kerusakan membran plasma, kalsium masuk ke
dalam sel, pembengkakan mitokondria dan vakuolisasi, pengendapan kalsium di dalam
mitokondria serta pembengkakan lisosom (Gambar 2).
Sumber: McGavin dan Zachary 2007

Gambar 2 Sel yang normal dan perubahan pada sel yang mengalami kerusakan sementara dan
permanen
C. Mekanisme Kerusakan Sel
Kurangnya pengonsumsian protein kualitas tinggi dapat menyebabkan
kerusakan sel, dan tubuhpun tidak mampu memperbaikinya. Kerusakan ini
sebetulnya tidak perlu terjadi dan dapat diperbaiki. Konsumsi gula dan
karbohidrat berlebihan menyebabkan kandungan gula dalam darah
meningkat sehingga terjadi sejumlah reaksi peradangan. Awalnya gula darah
akan bereaksi dengan mineral dalam tubuh seperti zat besi dan tembaga
sehingga menghasilkan radikal bebas yang kemudian akan menyerang
selaput lemak sel. Akibat timbul aliran zat kimiawi penyebab peradangan
sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih parah dan percepatan penuaan.
Peradangan sama dengan penuaan. Peradangan yang menyebabkan
timbulnya kerutan, mudah lupa, mudah tersinggung, dan stress. Menurunnya
kesehatan gula darah yang meningkat akan menghasilkan radikal yang dapat
mengoksidasi lemak-lemak yang teroksidasi ini tidak baik bagi tubuh. kolestrol
juga dapat teroksidasi. Kolestrol dibagi menjadi 2, yaitu : LDL dan HDL.
Kebanyakan orang menyebut LDL sebagai kolestrol jahat dan HDL sebagai
kolestrol baik. Kolestrol LDL dapat menjadi jahat bila teroksidasi. Gula darah
yang tinggi dapat menyebabkan LDL teroksidasi. Kalau teroksidasi, LDL akan
menimbulkan timbunan plak pada dinding pembuluh arteri. Timbunan ini
dapat menyebabkan pembuluh darah tersumbat sehingga terjadilah penyakit
jantung koroner. Dalam hal ini, tingginya kadar gula darah dapat memicu
terjadinya penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.
Membanjirnya gula dalam darah dapat mengakibatkan kolagen pada kulit jadi
saling silang, kerutan, kulit kendur, dan memudarnya warna kulit. Selain itu,
serotonin (zat kimiawi otak yang menimbulkan perasaan senang) akan
menurun drastis. Kopi dapat menimbulkan kadar insulin dan dapat
merangsang produksi hormon kortisol, yaitu hormon stress, yang
menyebabkan perutbmenimbunan lemak dan juga menimbulkan efek toksik
(racun) pada sel-sel otak.
Molekul gula dapat pula mengikatkan dirinya pada serat-serat kolagen. Ini
dapat menimbulkan serangkaian reaksi kimia spontan. Reaksi ini akan
berujung pada pembentukan dan akumulasi ikatan saling silang antara
molekul kolagen. Saling silang yang terjadi pada kolagen ini menyebabkan
hilangnya elastisitas kulit. Secara normal, untaian kolagen yang sehat akan
saling terentang diatas satu sama lain sehingga kulit akan tetap elastis dan
tidak ada kerutan. Orang-orang yang kolagennya telah bersaling silang akibat
bertahun-tahun mengonsumsi karbohidratdan gula berlebih kulitnya tidak
elastis seperti semula. Garis-garis halus akan menetap karena disitulah
molekul gula terikat pada kolagen sehingga mengakibatkan serat-serat
kolagen menjadi kaku. Ikatan gula dan kolagen akan menghasilkan sejumlah
besar radikal bebas yang akan mengarah ketimbulnya peradangan yang lebih
banyak lagi.
Tubuh butuh karbohidrat agar dapat berfungsi normal. Makanan yang bagus
dikonsumsi adalah yang mengandung kadar gula/karbohidrat rendah dalam
wujud buah-buahan dan sayur-sayuran.Makan tersebut mangandung vitamin,
mineral dan antioksidan yang dapat memperlambat tanda-tanda penuaan dan
memberikan energi esensial. Makanan ini juga mengandung air yang dapat
membantu mencegah dehidrasi kulit dan tubuh.
Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel
akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem,
dan cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak
terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon
peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang
serius.
1. Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-
organel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi
padat, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel
hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di
dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan
menghilang (kariolisis).
2. Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis
pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka
jaringan nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan
mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini
disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan
suplai darah. Contohnya gangren.
Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja
enzim dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif
khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik mencair
meninggalkan rongga yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada
pada tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan
tidak bisa dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur.
Jenis nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada tuberkulosis
paru.
Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis
nekrosis lain. Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat
penyakit atau trauma maka getah pankreas akan keluar menyebabkan
hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan asam berlemak yang
bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan seperti
sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.
3. Perubahan Kimia Klinik
Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi
mengatur berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis
sehingga membran sel lisis. Lisisnya membran sel menyebabkan berbagai
zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk enzim spesifik pada sel organ
tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat kadarnya di dalam
darah.
Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami
peningkatan kadar LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik
jantung. Seseorang yang mengalami kerusakan hepar dapat mengalami
peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Namun peningkatan enzim tersebut
akan kembali diikuti dengan penurunan apabila terjadi perbaikan.
Dampak Nekrosis
Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik
tersebut dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi
proses perbaikan untuk mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat
digantikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi resolusi) atau malah digantikan
jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan atau dibuang maka
akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-garam kalsium
yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik . Proses
pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik
mengeras seperti batu dan tetap berada selama hidup.
Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :
1. Hilangnya fungsi daerah yang mati.
2. Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik
untuk bakteri tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.
3. Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.
4. Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran
sel-sel yang mati.
DAFTAR PUSTAKA

Journal Article | Research Support, Non-U.S. Gov't


Authors
Kumar V, Hart AJ, Wimalasena TT, Tucker GA, Greetham D
McGavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Edisi ke-4.
USA: Mosby Elsevier.
Price SA, Wilson L M. 2006. Patofisiologi. Edisi VI. Volume I. Jakarta: EGC.
Shapiro LS. 2010. Pathology and Parasitology for Veterinary Tecnicians. Edisi ke-2.
USA: Delmar.

Anda mungkin juga menyukai