Anda di halaman 1dari 28

IDENTIFIKASI TELUR CACING PADA SATWA PRIMATA

DI TAMAN SATWA CIKEMBULAN GARUT


Oleh :
Shania Zachra Nurfuadi / J3P117057
Dibimbing oleh
Dr Drh Erni Sulistiawati, SP1, APVet.

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
OUTLINE
1 PENDAHULUAN

2 METODE KAJIAN

3 KEADAAN UMUM

4 IDENTIFIKASI TELUR CACING


PADA SATWA PRIMATA
5 SIMPULAN DAN SARAN
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
LEMBAGA KONSERVASI

Aspek kesehatan

Penyakit parasit

Seringkali berada dalam KECACINGAN


ancaman kepunahan Bersifat kronis dan bisa memiliki
dampak yang serius
Appendix I dan II Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora (CITES). (Rahmah et al. 2013)
TUJUAN

Mengidentifikasi telur cacing dan menguraikan faktor-faktor


kemungkinan terjadinya transmisi endoparasit cacing pada
satwa primata di Taman Satwa Cikembulan, Garut
METODE KAJIAN
TEMPAT DAN WAKTU PKL

Taman Satwa Cikembulan


Kadungora, Garut, Jawa Barat.

17 Juni – 13 Juli 2019

Senin - Minggu
dari pukul 07.00 – 17.00 WIB
METODE PENGAMBILAN DATA

Primer Pendukung

Koleksi sampel feses 8


unit kandang satwa
Studi pustaka
primata secara acak

Pemeriksaan feses
kualitatif (Metode natif Wawancara
dan pengapungan dokter hewan
sederhana)
Tabel 1 Daftar Koleksi Sampel Feses per Unit Kandang
No Kandang Jenis Primata Jumlah Primata
1 Orang utan Kalimantan (Pongo 5 ekor
pygmaeus)
2 Surili (Presbytis comate) 1 ekor
3 Monyet ekor panjang (Macaca 1 ekor
fascicularis)
4 Beruk (Macaca nemestrina) 1 ekor
5 Lutung jawa (Trachypithecus auratus) 1 ekor

6 Siamang (Symphalangus syndactylus) 1 ekor

7 Kukang (Nycticebus coucang) 2 ekor


8 Monyet yaki (Macaca nemestrina) 2 ekor
KEADAAN UMUM

TAMAN SATWA Tempat wisata keluarga yang


CIKEMBULAN memberikan edukasi melalui
pengenalan satwa

LEMBAGA KONSERVASI
SK Menteri NO. 609/16 Maret 2009
09 Agustus 2009
20 November 2009
Status kepemilikan pribadi
IDENTIFIKASI TELUR CACING PADA
SATWA PRIMATA
HASIL PEMERIKSAAN SAMPEL FESES SATWA PRIMATA

METODE NATIF Hasil negatif pada 8 unit sampel


feses satwa primata
METODE • Orang utan (Pongo pygmaeus)
PENGAPUNGAN - Telur Strongyloid
SEDERHANA - Larva (L1) Strongyloides sp
• Surili (Presbytis comate)
- Telur Strongyloid
• Lutung jawa (Trachypithecus
auratus)
- Telur Trichurid
MIKROSKOPIK TELUR CACING NON HUMAN PRIMATE
Strongyloid

a b
Telur cacing Strongyloid berisi Telur cacing Strongyloides sp berisi sel
sel embrio pada orang utan embrio (Zajac dan Coboy 2012)
a b c

Telur cacing Strongyloid Telur cacing Telur cacing


pada orangutan berisi Strongyloid pada surili Strongyloides sp yang
larva yang berisi larva berisi larva (Zajac dan
Conboy 2012)
Strongyloides sp
MORFOLOGI TELUR CACING

• Berbentuk oval atau ellipsoid


• Diding tipis, kecil dan transparan
• Mengandung embrio
• Berukuran 50-58 x 30-34 μm.

(Zajac dan Conboy 2012 dan Taylor et al. 2016)


Siklus parasitik
SIKLUS HIDUP
Berkembang dan
cacing betina
Larva infektik dewasa bertelur
(L3) filariform

Telur cacing atau Penetrasi melalui Tertelan dan


larva (L1) kulit masuk ke usus
rhabditiform

Berkembang Telur cacing atau larva


Larva infektik (L3)
menjadi cacing (L1) rhabditiform keluar
filariform
dewasa dan kawin bersama feses

Siklus bebas (Hutagalung 2008)


GEJALA KLINIS
GASTROINTESTINAL
Strongylodiasis 1. Kembung
2. Sakit perut yang menyebar
DERMATOLOGI 3. Diare dan muntah
1. Seperti gatal
2. Kulit yang berkelok akibat PULMONAL
larva yang berjalan 1. Batuk dan pernafasan yang
3. Ruam bintik-bintik dangkal
2. Hemoptisi

(Hutagalung 2008)
Trichurid
MORFOLOGI
• Berbentuk seperti
tong dengan kedua
polar yang simetris
• Permukaan
dindingnya tebal
serta berwana
kecoklatan
• Ukuran 72-90 x 32-
40 μm
a b

Telur Trichurid yang Telur Trichuris sp (Zajac dan Conboy


ditemukan pada lutung (Zajac dan Conboy 2012)
jawa 2012)
SIKLUS HIDUP Turun ke rektum ,
berkembang menjadi
cacing dewasa dan
bertelur
Menembus ke vili-vili
usus

Menetas dan
berkembang menjadi Tertelan dan
larva infektif di berkembang di usus
lingkungan luar

Telur keluar
bersama feses (Setiyani dan Widiyastuti 2008).
GEJALA KLINIS

Trichuriasis

1. Disentri
2. Prolapsus rekti
3. Apendesitis
4. Anemia berat
5. Mual dan muntah

(Setiyani dan Widiyastuti 2008)


Jenis Cacing Berdasarkan Larva yang Ditemukan

CB
R
T CB

Larva yang ditemukan pada Larva (L1) Strongyloides sp


orang utan (10x) (Zajac dan Conboy 2012)
TRANSMISI

Kondisi Geografis Strongyloides sp dan Trichuris sp


menyukai kondisi pada daerah
yang hangat dan kelembapannya
beriklim tropis, suhu udara 23- tinggi, kisaran suhu 23-32°C,
27°C, kelembapan rata-rata 70%, sering dijumpai pada daerah
serta dikelilingi pesawahan perkebunan, persawahan, dan
pertambangan.

(Noviastuti 2015)
Kontak dengan tanah
yang tercemar

Telur cacing atau larva


infektif pada tanah dapat
melakukan penetrasi kepada
kulit akibat adanya kontak
langsung dengan tanah
yang terinfeksi.

(Nasution et al. 2013)

Kondisi kandang dan kolam


tempat orangutan minum
Pakan dan minum yang terinfeksi

Sumber pakan atau


minum yang tidak bersih
dan tercemar oleh feses
akan mengandung telur
cacing atau larva
infektif.

(Nasution et al. 2013)


Surili memakan pakan
berasal dari lantai dan Penempatan pakan pada
kondisi air minum Orang utan
Aktivitas Manusia

Interaksi berupa pemberian pakan


secara sembarangan yang tidak
diketahui kebersihannya bisa menjadi
faktor transmisi kecacingan

(Triani et al. 2014)

Tata letak kondisi kandang


surili di TSC
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Hasil pemeriksaan telur cacing dengan metode pengapungan
sederhana didapatkan hasil positif pada orangutan Kalimantan dan surili
dengan telur cacing Strongyloides sp. Lutung jawa dengan jenis telur
Trichuris sp. Terdapat juga larva (L1) jenis Strongyloides sp pada Orangutan
Kalimantan. Transmisi endoparasit cacing satwa primata di TSC
kemungkinan terjadi akibat adanya kontak langsung dengan tanah yang
terinfeksi, termakannya telur atau larva infektif, serta adanya aktivitas
pengunjung.
SARAN

Pengelola TSC harus meningkatkan kegiatan pengelolaan satwa


primata. Terutama higiene dan sanitasi yang baik pakan dan
kandang. Serta memperhatikan pengairan pada setiap kandang satwa
primata agar selalu bersih. Pengelola juga perlu memberikan obat
cacing dan melakukan pemeriksaan feses secara rutin sebagai
pencegahan dan evaluasi untuk penyakit kecacingan.
DAFTAR PUSTAKA
Chrisnawaty D. 2008. Infeksi cacing saluran pencernaan pada monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Hutagalung SV. 2008. Strongylodiasis stercoralis : Suatu infeksi nematode
beserta aspeknya [skripsi]. Medan (ID) : FK Universitas Sumatera Utara.
Nasution IT, Fahrimal Y, Hasan M. 2013. Identifikasi parasit nematode
gastrointestinal orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Karantina Batu
Mbelin, Sibolangit Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Medika Veterinaria.
7(2) : 61 – 70.
Noviastuti AR. 2015. Infeksi soil transmitted helminths. Majority. 4 (8) : 107 –
116.
Rahmah F, Dahelmi, Salmah S. 2013. Cacing parasit saluran pencernaan pada
hewan primata di Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera
Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(1) : 14-19.
Setiyani E dan Widiyastuti D. 2008. Trichuris trichuria. Balaba. 7(2) : 21-22.
Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2016. Veterinary Parasitology. Ed ke-4. Oxford (GB)
: Wiley Publishing.
Zajac AM, Conboy GA. 2012. Veterinary Clinical Parasitologi. Ed ke-8. West
Sussex (UK) : John Wiley & Sons Inc.
TERIMAKASIH KEPADA

• Allah SWT
• Dr Drh Erni Sulistiawati SP1, APVet.
• Drh Heryudianto Vibowo, MSi.
• Drh Muhammad Andhika Dan Drh Ridho
• Orang Tua dan Keluarga
• Keluarga Taman Satwa Cikembulan
• Teman Satu Cikembulski (David, Reviana, Tefi ) ❤
• Teman Satu Bimbingan (Alvyonna, Riska, Bia, Billy, dan Shawn)
• PVT 54 ❤

Anda mungkin juga menyukai