Anda di halaman 1dari 27

PERILAKU ASERTIF

PUSTAKAWAN TERHADAP
PERMINTAAN PEMUSTAKA YANG
BERTENTANGAN DENGAN
BATASAN PELAYANAN
Disusun Oleh :

1. Afra Fikrina (D1817005)


2. Ambar Arum Andayani (D1817017)
3. Jihan Salsabilla Alfathrizky (D1817055)
4. Muslih Abdurrohman (D1817071)
5. Putri Ariana Suryani (D1817083)
TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui sikap pustakawan dalam melakukan penolakan dengan tata bahasa yang
sopan dan sesuai.

2. Mengetahui batasan seorang pustakawan untuk melayani permintaan pemustaka.


TEKNIK PENGAMBILAN DATA

Wawancara

Dalam hal ini kami mencari wawancarai dua pustakawan yang memiliki tugas yang berbeda
di perpustakaan Universitas Sebelas Maret yaitu :

1. Novi Tri Astuti, A.Md. sebagai Koordinator Layanan Pengembalian

2. Sri Utari S.E. sebagai Koordinator Layanan Koleksi 000-339

3. Budi Suseno sebagai Divisi Humas Kerja Sama dan Bisnis


LANDASAN TEORI
A. Asertif

Kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive atau to assert yang berarti
tegas, menyampaikan pendapat dengan tegas. Sedangkan perilaku asertif
disebut asertivitas. Menurut Mulvani dalam Nuha (2014), perilaku asertif
diartikan sebagai perilaku pribadi menyangkut emosi yang tepat, jujur, relatif
terus terang, tanpa perasaan cemas pada orang lain.
Terdapat unsur-unsur yang membentuk perilaku asertif seseorang, menurut Rees dan Graham (1991), antara lain:

• Kejujuran

• Tanggung jawab

• Kesadaran diri

• Percaya diri

Perilaku asertif merupakan bagian dari komunikasi, karena terdapat penyampaian kepada orang lain dengan sikap yang
baik. Komunikasi asertif adalah ketika kita dengan tegas dan positif mengekspresikan diri kita tanpa maksud mengalah
dan juga menyerang orang lain.

Perilaku dan komunikasi asertif berhubungan dengan profesi pustakawan, karena seorang pustakawan berperan dalam
memberikan informasi kepada pemustaka.
B. Pustakawan

Pustakawan merupakan profesi bagi orang yang bekerja di perpustakaan. Dalam undang-
undang tentang perpustakaan, yaitu Undang-Undang No. 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 8,
pengertian pustakawan adalah, “Seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan atau pelatihan kepustakawanan serta memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.” Berdasarkan
definisi tersebut, maka seseorang yang bekerja sebagai seorang pustakawan harus
memiliki pendidikan serta kompetensi tertentu, sehingga dapat menyelenggarakan suatu
perpustakaan dan memberikan pelayanan yang prima kepada pengunjung atau pemustaka.
C. Perilaku Asertif Pustakawan dalam Pelayanan

Pustakawan seharusnya menjadi media penyedia informasi dan mediator antara pemustaka
dengan koleksi. Namun situasi di lapangan, akibat dari beberapa sebab, pustakawan tidak
menjalankan fungsi dengan sebenarnya. Misalnya, ketika melayani pemustaka sikap yang
ditunjukkan kesal, tidak ramah, atau tidak merespon pertanyaan dari pemustaka. Sikap tersebut
akan menimbulkan kesan yang kurang baik bagi pustakawan serta citra dari perpustakaan itu
sendiri.

Untuk menghindari hal-hal tersebut, perilaku asertif sangatlah diperlukan, karena pustakawan
dapat menyampaikan dan mengekspresikan pendapatnya dengan jujur tanpa menyakiti hati
pemustaka atau pihak yang dilayani.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Layanan Koleksi 000-339 = Ibu Sri Utari

Dimulai dengan melakukan wawancara terhadap pustakawan sekaligus Koordinator Layanan


Koleksi 000-399 di UPT Perpustakaan UNS di bagian Sirkulasi di Lantai 1 Gedung Lama
Timur.

Adanya batasan pelayanan pustakawan terhadap pemustaka, pembatasan ini agar


menjadikan layanan pustakawan unggul dan prima :
1. Close Reservation (layanan saat weekend)

• Saat pemustaka meminjam buku di CR padahal di bagian CR hanya melayani peminjaman


buku saat hari libur

• Pemustaka meminta buku dengan list yang sangat banyak

• Jika buku yang di cari pemustaka memang benar-benar tidak ada. Contohnya mahasiswa S3
sedang mencari buku tentang teori sosial sedangkan di perpustakaan tidak ada/tidak tersedia

• Tindakan pustakawan jika ada yang merusak buku seperti melipat buku
Cara Pustakawan Menolak Tanpa Merasa Bersalah

Contoh : pemustaka mencari buku ekonomi

Yang harus dilakukan pustakawan :Pustakawan harus menanyakan


ekonomi apa yang dicari, baru memberi tahu dimana atau dilantai berapa
buku tersebut berada. Benar-benar memberi tahu apa yang kita ketahui dan
mencarikan alternatif lain jika buku yang dicari tidak sesuai.
Cara Pustakawan Jujur Pada Kondisi Sebenarnya

Contoh saat melakukan kesalahan tapi tidak merasa bersalah

Yang harus dilakukan pustakawan : Mengevaluasi diri sendiri bisa dengan


Mempelajari bagaimana cara memberikan layanan yang baik dengan
belajar lewat membaca buku maupun media sosial dan Memposisikan
pemustaka sebagai diri kita sendiri (berempati dengan orang lain).
Analisis

Dari pembahasan dan wawancara diatas dapat dianalisis bahwa ketika pustakawan
melakukan sebuah penolakan maka langkah yang harus diambil adalah mencarikan
alternatif lain yang bisa diusahakan pustakawan supaya pemustaka tidak kecewa. Hal ini
dilakukan agar pustakawan tidak kapok ketika meminta bantuan kepada pustakawan
maupun elemen yang ada di perpustakaan. Pustakawan juga memberikan batasan dan
mengatur emosi ketika dihadapkan sesuatu yang buruk terjadi.
B. Layanan Informasi = Mas Budi Suseno

Wawancara dilakukan dengan narasumber yaitu salah satu pustakawan yang bekerja di
bagian ini.

1. Dalam melayani pemustaka, pustakawan melakukan penolakan dengan tata bahasa


yang sesuai tanpa membuat pemustaka kecewa. Hal ini bukan penolakan dan alasan,
tetapi memberikan pengertian dan ramah agar pemustaka paham dengan peraturan
perpustakaan

Contoh : Saat ada mahasiswa luar datang ke layanan informasi.


2. Ketika ada pemustaka yang keras kepala dan emosional, untuk meredam supaya tidak
sama-sama emosional. Dalam menghadapinya tidak boleh dibalas emosional, harus
memberikan pengertian dan harus sabar supaya pemustaka tidak kecewa. Tetapi untuk
pemustaka yang di bagian informasi belum pernah ada kejadian sampai marah-marah.
hanya saja pernah ada salah paham antara pemustaka dan pustakawan karena
pemustaka kurang mengetahui informasi. Ketika memang pustakawan salah, maka
pustakawan akan meminta maaf dan harus mengatakan yang sejujurnya.

Contoh : ada mahasiswa uns yang ikut bayar administrasi untuk akses masuk dengan
mengatakan mahasiswa umum
3. Dalam mengatur Batasan sebagai pustakawan di bagian informasi akan
membantu dengan mengarahkan dan menjembatani.

Contoh : ketika ada kartu hilang kemudian pemustaka yang akan


membuat kartu anggota yang baru tetapi kartu yang lama masih ada
pinjaman dan mendapat denda, sehingga bagian informasi tidak bisa
membuatkannya.
Analisis

Dari wawancara di bagian informasi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pustakawan
harus selalu ramah kepada siapapun apapun kondisinya. Hal ini untuk menghindari ketika
ada sesuatu yang harus disampaikan berupa penolakan, sehingga pemustaka tidak
kecewa. Kalau memang harus mengatakan tidak, maka pustakawan harus mengatakan
tidak sesuai dengan keadaan sebenernya tanpa merasa bersalah. Penolakan tentunya
diawali dengan kata maaf terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan
sebuah pengertian supaya pemustaka paham akan aturan yang seharusnya dipatuhi.
C. Layanan Pengembalian Buku = Ibu Novi Tri Astuti

Wawancara ketiga di tempat yang sama yaitu UPT Perpustakaan UNS dengan Narasumber
yaitu Koordinator Layanan Pengembalian Buku.

Hasil yang didapatkan sebagai berikut :

1. Dalam Melakukan Pelayanan kepada pemustaka, bagaimana tata bahasa yang tepat
dan sesuai yang tidak membuat pemustaka kecewa terhadap pelayanan di
pengembalian buku tersebut?

Dalam melakukan pelayanan di bagian pengembalian buku kita menggunakan tata bahasa
yang sopan, halus, dan memberikan perngertian kepada pemustaka apabila ada
pemustaka yang melanggar tata tertib perpustakaan
2. Bagaimana cara pustakawan di bagian pengembalian buku membatasi emosi ketika
ada pemustaka yang sifat/sikapnya membuat emosi orang lain?

Cara pustakawan yang ada di bagian pengembalian buku membatasi emosi ketika ada
pemustaka yang membuat emosi yaitu dengan menanggapi pemustaka itu dengan
kesabaran dan tidak meluapkan emosi didepannya, prinsip yang dimiliki pemustaka yang
ada dibagian pengembalian adalah ketika ada pemustaka yang datang dan membuat emosi
maka tanggapi dengan sebuah kehalusan jangan ditanggapi dengan emosi
Analisis

Dari wawancara tersebut bisa dianalisis bahwa seorang pemustaka harus mampu bersikap
dan mengeluarkan kata-kata yang sopan dan tidak menyakiti hati ketika melakukan
pelayanan kepada pemustaka sehingga mampu tercipta suasana yang nyaman antara
pemustaka dan pustakawan, tidak ada jarak(space) antara pemustaka dan pustakawan,
selain itu pustakawan harus pintar membaca emosi tiap pemustaka, sehingga pustakawan
tidak mengikuti alur emosi dari pemustaka yang sedang dia layani.
PENUTUP
KESIMPULAN

• Sebagai pustakawan kita harus mampu melayani apa yang dibutuhkan seorang pemustaka ketika mereka
kesulitan mencari koleksi di perpustakaan maupun informasi lain yang dibutuhkan.

• Pustakawan harus mampu menggunakan tata bahasa yang sesuai tanpa membuat pemustaka kecewa.

• Pustakawan harus berani meminta maaf ketika melakukan kesalahan saat memberikan informasi terhadap
pemustaka dan juga ketika tidak bisa memenuhi apa yang dibutuhkan pemustaka.

• Pustakawan juga harus berani memberikan teguran ketika pemustaka melakukan suatu perusakan pada koleksi
maupun melakukan pelanggaran yang ada di perpustakaan namun dengan sopan dan menggunakan kata
“tolong” karena hal ini merupakan sebuah permintaan dari pustakawan sendiri.

• Mengenai batasan seorang pustakawan tergantung dengan aturan yang diberlakukan di suatu perpustakaan.
SARAN

Pustakawan sebagai penyedia informasi sebaiknya mampu memberikan


pelayanan terbaik kepada pemustaka sesuai dengan kemampuan dan
kompetensi yang dimilikinya. Dalam mengkomunikasikan hal tersebut,
seharusnya disampaikan dengan sopan dan tidak menyakiti hati pemustaka.
Maka dari itu, pustakawan dapat memperdalam pengetahuan mengenai
perilaku asertif dan pelayanan yang baik melalui buku, sosial media dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

• Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto.

• Nuha, Ibtisam Salimatun. 2014. Hubungan Perilaku Bullying dengan Perilaku Asertif pada
Santriwati. Tesis. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

• Rees & Graham. 1991. Assertion Training: how to be who you really are (strategies for mental
health). Diakses melalui http://digilib.uinsby.ac.id/531/5/Bab%202.pdf . (28 November 2019).

• Undang-Undang No. 43 tahun 2007 pasal 1 ayat (8).

• Safri. 2017. Perilaku Pustakawan dalam Pelayanan Pemustaka di Perpustakaan Universitas Patria
Artha Kabupaten Gowa. Skripsi. Makassar: UIN Alauddin Makassar. Diakses melalui
http://repositori.uin-alauddin.ac.id . (28 November 2019).
Thank you

Anda mungkin juga menyukai