Anda di halaman 1dari 31

UJI TOKSISITAS

TEODHORA, M.FARM., APT.


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
• Uji toksisitas  dilakukan untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada
sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari
zat uji.
• Uji toksisitas menggunakan hewan uji sebagai model berguna untuk melihat
adanya reaksi biokimia, fisiologik dan patologik pada manusia terhadap suatu
sediaan uji.
• Faktor-faktor yang menentukan hasil uji toksisitas secara in vivo dapat
dipercaya adalah:
1. pemilihan spesies hewan uji,
2. galur dan jumlah hewan;
3. cara pemberian sediaan uji;
4. pemilihan dosis uji;
5. efek samping sediaan uji;
6. Teknik dan prosedur pengujian termasuk cara penanganan hewan selama
percobaan.
Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara in vivo meliputi :
a. uji toksisitas akut
b. uji toksisitas subkronik
c. uji toksisitas kronik
d. uji teratogenisitas
e. uji sensitisasi kulit
f. uji iritasi mata
g. uji iritasi akut dermal
h. uji iritasi mukosa vagina
i. uji toksisitas akut dermal
j. uji toksisitas subkronik dermal.
UJI TOKSISITAS AKUT
• Definisi suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam
waktu singkat setelah pemberian sediaan uji yang diberikan secara oral dalam
dosis tunggal, atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam.
• Prinsip sediaan uji dibuat dlm beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa
kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan
pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati dan yg
hidup hingga akhir selama percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-
gejala toksisitas.
• Tujuan mendeteksi toksisitas intrinsik suatu zat, menentukan organ sasaran,
kepekaan spesies, memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara
akut, memperoleh informasi awal untuk menetapkan tingkat dosis, merancang uji
toksisitas selanjutnya, memperoleh nilai LD50 suatu bahan/sediaan, serta penentuan
penggolongan bahan/ sediaan dan pelabelan.
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS
• Definisi  suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul
setelah pemberian sediaan uji dengan dosis berulang yang diberikan secara
oral pada hewan uji selama sebagian umur hewan, tetapi tidak lebih dari
10% seluruh umur hewan
• Tujuan memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak
terdeteksi pada uji toksisitas akut; informasi kemungkinan adanya efek
toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang; informasi dosis yang
tidak menimbulkan efek toksik dan mempelajari adanya efek kumulatif
dan efek reversibilitas zat tersebut.
• Prinsip sediaan uji dibuat dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap
hari pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok selama
28 atau 90 hari. Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila
belum melewati periode rigor mortis (kaku) segera diotopsi,dan organ serta
jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi.
• Pada akhir percobaan, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya
dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ dan jaringan.
Selain itu juga dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan
histopatologi.
UJI TOKSISITAS KRONIS
• Definisi suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul
setelah pemberian sediaan uji secara berulang sampai seluruh umur
hewan. Uji toksisitas kronis pada prinsipnya sama dengan uji toksisitas
subkronis, tetapi sediaan uji diberikan selama tidak kurang dari 12 bulan.
• Tujuan untuk mengetahui profil efek toksik setelah pemberian sediaan
uji secara berulang selama waktu yang panjang, untuk menetapkan tingkat
dosis yang tidak menimbulkan efek toksik. Uji toksisitas kronis harus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh informasi toksisitas
secara umum meliputi efek neurologi, fisiologi, hematologi, biokimia klinis
dan histopatologi.
UJI TERATOGENISITAS
• Definisi suatu pengujian untuk memperoleh informasi adanya
abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji selama masa
pembentukan organ fetus (masa organogenesis). Informasi tersebut
meliputi abnormalitas bagian luar fetus (morfologi), jaringan lunak serta
kerangka fetus.
• Prinsip pemberian sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis pada
beberapa kelompok hewan bunting selama paling sedikit masa organogenesis
dari kebuntingan, satu dosis per kelompok. Satu hari sebelum waktu
melahirkan induk dibedah, uterus diambil dan dilakukan evaluasi
terhadap fetus.
UJI SENSITISASI KULIT

• Definisi suatu pengujian untuk mengidentifikasi suatu zat yang berpotensi


menyebabkan sensitisasi kulit.
• Prinsip  hewan uji diinduksi dengan dan tanpa Freund’s Complete
Adjuvant (FCA) secara injeksi intradermal dan topikal untuk membentuk
respon imun, kemudian dilakukan uji tantang (challenge test). Tingkat dan
derajat reaksi kulit dinilai berdasarkan skala Magnusson dan Kligman.
UJI IRITASI MATA

• Definisi suatu uji pada hewan uji (kelinci albino) untuk mendeteksi efek toksik
yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada mata.
• Prinsip sediaan uji dalam dosis tunggal dipaparkan kedalam salah satu mata pada
beberapa hewan uji dan mata yang tidak diberi perlakuan digunakan sebagai kontrol.
Derajat iritasi/korosi dievaluasi dengan pemberian skor terhadap cedera pada
konjungtiva, kornea, dan iris pada interval waktu tertentu.
• Tujuan  untuk memperoleh informasi adanya kemungkinan bahaya yang timbul
pada saat sediaan uji terpapar pada mata dan membran mukosa mata.
UJI IRITASI AKUT DERMAL
• Definisi suatu uji pada hewan (kelinci albino) untuk mendeteksi efek toksik
yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada dermal selama 3 menit
sampai 4 jam.
• Prinsip pemaparan sediaan uji dalam dosis tunggal pada kulit hewan uji
dengan area kulit yang tidak diberi perlakuan berfungsi sebagai kontrol.
Derajat iritasi dinilai pada interval waktu tertentu yaitu pada jam ke 1,
24, 48 dan 72 setelah pemaparan sediaan uji dan untuk melihat
reversibilitas, pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari.
• Tujuan untuk menentukan adanya efek iritasi pada kulit serta untuk
menilai dan mengevaluasi karakteristik suatu zat apabila terpapar pada
kulit.
UJI IRITASI MUKOSA VAGINA
• Definisi suatu uji yang digunakan untuk menguji sediaan uji yang kontak langsung
dengan jaringan vagina dan tidak dapat diuji dengan cara lain.
• Prinsip sediaan uji dibuat ekstrak dalam larutan NaCl 0,9% atau minyak zaitun
dan selanjutnya ekstrak dipaparkan kedalam lapisan mukosa vagina hewan uji
selama tidak kurang dari 5 kali pemaparan dengan selang waktu antar pemaparan 24
jam. Selama pemaparan, jaringan mukosa vagina diamati dan diberi skor terhadap
kemungkinan adanya eritema, eksudat dan udema. Setelah selesai pemaparan
hewan uji dikorbankan dan diambil jaringan mukosa vaginanya untuk dievaluasi
secara histopatologi.
• Tujuan untuk mengevaluasi keamanan dari alat-alat kesehatan yang kontak
dengan mukosa vagina.
UJI TOKSISITAS AKUT DERMAL
• Definisi suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu
singkat setelah pemaparan suatu sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute
dermal.
• Prinsip  beberapa kelompok hewan uji menggunakan satu jenis kelamin dipapar
dengan sediaan uji dengan dosis tertentu, dosis awal dipilih berdasarkan hasil uji
pendahuluan. Selanjutnya dipilih dosis yang memberikan gejala toksisitas tetapi yang
tidak menyebabkan gejala toksik berat atau kematian.
• Tujuanuntuk mendeteksi toksisitas intrinsik suatu zat, memperoleh informasi
bahaya setelah pemaparan suatu zat melalui kulit secara akut dan untuk
memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis
dan merancang uji toksisitas selanjutnya serta untuk menetapkan nilai LD50 suatu
zat, penentuan penggolongan zat, menetapkan informasi pada label dan informasi
absorbsi pada kulit.
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS DERMAL

• Definisi suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah
pemberian sediaan uji dengan dosis berulang yang diberikan melalui rute
dermal pada hewan uji selama sebagian umur hewan, tetapi tidak lebih dari
10% seluruh umur hewan.
• Tujuanuntuk mendeteksi efek toksik zat yang belum terdeteksi pada uji
toksisitas akut dermal, mendeteksi efek toksik setelah pemaparan sediaan
uji melalui kulit secara berulang dalam jangka waktu tertentu, mempelajari
adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas setelah pemaparan sediaan uji
melalui kulit secara berulang dalam jangka waktu tertentu
• Prinsip sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari
yang dipaparkan melalui kulit pada beberapa kelompok hewan uji. Selama
waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk
menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode
pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis (kaku)
segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara makropatologi dan
histopatologi. Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan
yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara
makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan
pemeriksaan hematologi, biokimia klinis, histopatologi.
PERTIMBANGAN DALAM
MEMILIH HEWAN COBA
• avaibilitas,
• harga,
• kemudahan dalam perawatan.
Seiring perkembangan zaman :
tipe metabolisme,
farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut
dipertimbangkan.
Hewan yang paling sering dipakai adalah mencit dengan
mempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan perawatan, harga, dan hasil
yang cukup konsisten dan relevan
Perlakuan terhadap hewan coba

• Hewan coba harus dikarantina terlebih dahulu selama 7 – 14 hari.


• Karantina ini bertujuan untuk mengkondisikan hewan dengan suasana lab,
dan untuk menghilangkan stres akibat transportasi. Temperatur dan
kelembaban juga harus diperhatikan. Temperatur pertahankan suhu kamar,
• kelembapan antara 40 – 60%.
Dosis Uji
• Sekurang-kurangnya digunakan tiga kelompok dosis dan satu kelompok
kontrol untuk setiap jenis kelamin.
• Dosis dan jumlah kelompok dosis harus cukup, hingga dapat diperoleh dosis
toksik dan dosis tidak berefek.
• Dosis toksik harus menyebabkan gejala toksik yang nyata pada beberapa
hewan uji dan terjadinya kematian tidak boleh lebih dari 10%,
• sedang dosis tidak berefek tidak boleh menyebabkan gejala toksik. Sebagai
dosis toksik biasanya digunakan 10-20% dari harga LD50, dengan
mempertimbangkan hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, tingkat
dosis lain ditetapkan dengan faktor perkalian tetap 2 sampai 10.
• Batas Uji
Bila pada dosis 1000 mg/kg bobot tubuh tidak dihasilkan efek toksik, dosis tidak
perlu dinaikkan lagi, meskipun dosis yan diharapkan untuk manusia belum
dicapai.

Dosis yang diberikan minimal ada 4 peringkat dosis, yang diperkirakan


menyebabkan 10 – 90% kematian hewan coba pada masa uji akhir. Hal ini dapat
diperhitungkan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Berdasarkan ED50 senyawa uji dari hasil uji farmakologi dengan hewan uji
dengan jalur pemberian yang sama.
2. Berdasarkan harga LD50 senyawa uji pada hewan uji yang sama (5 – 10% LD50
intra vena).
3. Berdasarkan kelipatan dosis yang disarankan untuk digunakan pada manusia.
4. Mengikuti tabel konversi perhitungan dosis antar-jenis hewan, berdasarkan
nisbah (ratio luas permukaan badan mereka)
Cara Pemberian Zat Uji

• Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian atau
pemaparan yang diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara oral, dapat
diberikan dengan cara pencekokan menggunakan sonde atau secara ad
libitum di dalam makanan atau minuman hewan.
• Bila zat uji akan dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah
zat uji yang ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah
makanan atau minuman yang dikonsumsi setiap hari.
Lanjutan Cara pemberian
• Cara pemberian senyawa pada hewan coba yang lazim adalah
per oral, namun yang paling tepat adalah dengan
mempertimbangkan kemungkinan cara pemberian senyawa
tersebut pada manusia.
• Kebanyakan orang lebih memilih memakai obat dari kulit atau
melalui inhalasi karena kemudahannya. Tetapi uji toksisitas
melalui kedua cara tersebut sulit dilakukan. Ada beberapa alasan
antara lain:
1. Uji toksisitas akut melalui kulit membutuhkan biaya yang lebih besar dari
pada pemberian per oral
2. Uji toksisitas akut melalui inhalasi membutuhkan alat khusus, agar
perhitungan induksi obat sesuai standar, sehingga butuh biaya lebih banyak dan
dengan metode yang lebih rumit
3. Tidak banyak hewan yang memiliki struktur kulit yang sama dengan manusia,
karena manusia mempunyai epidermis (stratum corneum) yang lebih tebal dari
hewan coba pada umumnya.
Hewan yang mempunyai tingkat kesamaan paling tinggi dalam struktur kulit
adalah babi
Lama Pemberian Zat Uji

• Lama pemberian zat uji selama 28 sampai 90 hari atau 10% dari
seluruh umur hewan, diberikan tujuh hari dalam satu minggu.

• Pengamatan
Pengamatan dilakukan 24 jam pertama sejak diberikan perlakuan,
dan 7 – 14 hari pada kasus tertentu. Ada baiknya untuk mengamati
hewan coba sebelum diberi perlakuan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan gejala yang terjadi setelah diberi perlakuan
dengan membandingkan gejala atau perilaku sebelum perlakuan.
Kriteria Pengamatan meliputi

1. Pengamatan terhadap gejala – gejala klinis.


2. Perubahan berat badan.
3. Jumlah hewan yang mati pada masing – masing
kelompok uji.
4. Histopatologi organ.
6. Lethal Dose 50
• Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna
menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat
mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan
coba setelah
• LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk
menyatakan kisaran dosis letal.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
nilai LD50 antara lain
spesies,
strain,
jenis kelamin,
umur,
berat badan,
gender,
kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba.
Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu
lingkungan, kelembaban, sirkulasi udara.
Tidak luput kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil ini
• Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut.
• Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah
toksisitasnya.
• Hasil yang diperoleh (dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi
ketoksikan akut senyawa uji menjadi beberapa kelas
No. Kelas LD50 (mg/KgBB)

1 Luar biasa toksik 1 atau kurang

2 Sangat toksik 1 – 50

3 Cukup toksik 50 – 500

4 Sedikit toksik 500 – 5000

5 Praktis tidak toksik 5000 – 15000

6 Relatif kurang berbahaya lebih dari 15000

Anda mungkin juga menyukai