Anda di halaman 1dari 11

BERTANAM BUDI DAN

MEMBALAS BUDI
Konsep Budi yang menjadi nilai dasar atau
nilai akhir dalam filsafat hidup orang Melayu
berasal dari bahasa Sansekerta ‘buddhi’ yang
berarti organ pikiran untuk menilai dan
membedakan perbuatan baik dan buruk (the
organ of mind responsible for discrimination
and judgement). Kata Budi ini menurut sebagian
ahli juga menjadi akar pembentukan kata
budhaya (bentuk jamak dari buddhi) atau di-
Indonesiakan menjadi budaya yang kemudian
membentuk kata kebudayaan atau kata culture
dalam bahasa Inggris.
Belum diketahui secara pasti kapan kata
Budi ini diserap dalam bahasa Melayu atau
bahasa lainnya di Nusantara yang juga
menggunakan kata ini sebagai bagian dari
sistem nilai mereka. Tampaknya perlu
pengkajian tersendiri untuk mengungkap asal-
usul kata yang sangat penting bagi berbagai
etnik di kepulauan nusantara ini. Kuat dugaan
kata ini diserap pada masa berkembangnya
agama Buddha di kekaisaran Melayu Sriwijaya
abad ke 7 masehi.
Ketika kesultanan Melaka yang dibangun
oleh keturunan kerajaan melayu asal Palembang
berlkembang (yang berazaskan Islam)
berkembang pada abad ke 15 Masehi, Konsep
Budi tersebut tampaknya telah termelayukan dan
memperoleh arti, fungsi dan nilai tersendiri dalam
masyarakat Melayu dan terlepas dari pengertian
awal kata ini yang bernuansa relijius. Kata
ini kemudian ‘diislamisasi’ dan dipertahankan
pemakaiannya serta tetap menjadi konsep
kearifan lokal untuk penanaman nilai-nilai dan
karakter kemelayuan (Malayness Character) pada
masyarakat Melayu.
Menurut dugaan kami konsep Budi yang dibangun
pada masa sriwijaya ini berhasil menanamkan
perilaku hidup yang baik dan kompetitif. Dua argumen
yang dapat diajukan tentang hal ini adalah adanya
cacatan pedagang Arab Edrisi tahun 1158 yang
menyebutkan bahwa Masyarakat Sriwijaya di Wilayah
Zhabag (Gabriel Ferrand meyakini kata Zhabag ini
merujuk pada pulau Sumatra yang saat itu masih
dianggap satu kesatuan dengan wilayah Jawa)
memiliki reputasi yang baik dalam kejujuran dan
keadilan (fairness), berperilaku terpuji (good conduct)
dan perilaku bertanggungjawab, serta
sistem pelabuhan dan fasilitas perdagangan yang
baik.
Kata Budi pada kenyataanya bukan hanya menjadi
konsep penting di lingkungan masyarakat Melayu,
tapi juga dalam kehidupan beragam etnik lain di
kepulauan nusantara seperti Jawa, Sunda bahkan
Ternate. Pada suku Jawa penggunaan kata Budi
misalnya tampak dalam peribahasa “Tansah ajeg
mesu budi lan raga nganggo cara ngurangi mangan
lan turu”( Kurangi makan dan tidur yang berlebihan
agar kesehatan jiwa dan raga kita senantiasa terjaga)
dan ungkapan “Bhuda Bhudi, Jawa Jawi, Mata Siji”
yang mengambarkan kesadaran bahwa keutamaan
manusia adalah menggunakan akal Budi, pengertian
yang benar, dan mata batin dalam berbuat sesuatu.
Dalam membangun karakter orang melayu yang
berbudi, masyarakat melayu mengembangkan
konsep tunjuk ajar yang berisikan tentang budi.
Tunjuk ajar adalah adalah sejenis petuah,
petunjuk, nasehat, amanah, pengajaran ,
contoh teladan yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Kedudukan tunjuk ajar bagi
orang Melayu sangat tinggi dan penting,. Orang
yang tidak memahami dan mengamalkan tunjuk
ajar disebut kurang ajar. Orang yang tidak
mengamalkan tunjuk ajar juga dianggap sebagai
orang tidak berbudi.
Merujuk pada Effendy, tunjuk ajar tersebut
meliputi dimensi bertanam budi dan membalas
budi. Berikut adalah konsep tunjuk ajar tersebut
Apa tanda Melayu jati
Elok perangai mulia budi pekerti
Sakit senang menanam budi
Apa tanda Melayu jati
Hidunya tahu membalas budi
Apa tandanya Melayu jati,
Membalas budi sampailah mati
Apa tanda Melayu jati,
Karena budi berani mati
Apa tanda Melayu Jati,
Termakan budi ia takuti
Apa tanda Melayu terpilih
Bertanam budi tiada memilih
Apa tanda Melayu pilihan
Bertanam budi jadi amalan
Apa tanda Melayu pilihan,
Termakan budi ia elakkan,
bertanam budi ia galakkan
Apa tanda Melayu terbilang
Jujur di muka, lurus dibilang
Apa tanda Melayu bertuah
Batinnya jujur dan lembut lidah.
Orang Melayu tampaknya menempatkan konsep
Budi sebagai nilai dasar dalam memaknai hidup
(the meaning of life). Hidup adalah Budi. Hidup
mesti didasari oleh tindak kemuliaan dan
kebaikan yang mewujud dalam perintah
menggunakan akal dan emosi secara benar,
melakukan ikhtiar untuk kebaikan, membangun
akhlak atau watak yang baik, dan dapat bersopan
santun dalam menjalin komunikasi
antarmannusia dan kehidupan bersama. Dalam
sistem gagasan orang Melayu hanya hidup yang
berbudi yang dapat membangun keharmonisan

Anda mungkin juga menyukai