Anda di halaman 1dari 14

Sastra Indonesia

PERIODE
ANGKATAN ’45
By :
- Tiara Octavianita 1135030266
- Tiara Siti Masqariah 1135030267
- Tina Herliani 1135030268
- Tita Nur Kania 1135030269
Kel.5 (SI/IV/G)
12.02.15
Sejarah Karya Sastra
Angkatan ‘45

*Pada periode 1942-1950 atau 1942-


1945
*Karya sastra angkatan ini juga dikenal
sebagai karya sastra yang baru karena
berhasil meletakkan indentitas Indonesia
dalam setiap karyanya, tidak seperti
karya sastra angkatan-angkatan
sebelumnya yang dipengaruhi oleh
Latar Belakang Lahirnya Sastra
Angkatan ‘45

• Dalam belenggu
pendudukan Jepang.

• Berani untuk mendobrak


dan melanggar aturan-
aturan sastra yang telah
dibuat sebelumnya.
Pujangga yang tergabung dalam
sastra Angkatan ‘45
Asrul Sani
Lahir di Riau Sumatera
Barat tanggal 10 Juni
1926, ia pertama kali
mengumumkan sajak
dan karyanya yang lain
dalam majalah Gema
Suasana dan Mimbar
Karya Asrul Sani
MANTERA

Raja dari batu hitam


Di balik rimba kelam,
Naga malam,
Mari ke mari!

Aku laksamana dari lautan menghentam malam hari


Aku panglima dari segala burung rajawali
Aku tutup segala kota, aku sebar segala api,
Aku jadikan belantara, jadi hutan mati.

Tapi aku jaga supaya janda-janda tidak diperkosa.


Budak-budak tidur di pangkuan bunda
Siapa kenal daku, akan kenal bahagia
Tidak takut pada hitam,
Tiada takut pada kelam
Pitam dan kelam punya aku.
Chairil Anwar
Chairil Anwar
dilahirkan di Medan
tanggal 22 Juli 1922.
Tulisan-tulisannya
matang dan padat
berisi.
Karya: Chairil Anwar
PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali


Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan Tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri lagi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Aoh Kartahadimaja

Aoh Karta Hadimadja,


yang sering
menggunakan nama
samaran Karlan Hadi
ini, lahir di Bandung
pada tanggal 15
September 1911. Ia
adalah putra seorang
Karya : Aoh Kartahadimaja Ke Desa
‘Rang kota !
pernahkan Tuan pergi ke desa,
menghirup bumi,
baru mencangkul menyegar rasa ?

Pernahkah Tuan duduk di tengan ladang,


dengan peladang bersendau gurau,
menunggu jagung dalam ungun,
sebelum pacul kelak mengayun ?

Pernahkah Tuan tegak di tepi sawah,


padi beriak menyibak sukma,
pipit bercicit,
riang haram bersusah ?

Pernahkah Tuan liat air berdesau,


dicegah batu mebuih putih,
julung beriring berbondong-bondong,
hati terpaut ingin turut berenang-renang ?

Pernahkah Tuan pergi ke kampung,


melihat perawan menumbuk padi,
gelak tertawa disertai suara lesung,
mengenyah duka ‘ri dalam hati ?

Pernahkah tuan, pernahkah,


ah, setahu apa beta menggubah,
bila tuan ingin mencari perawan rengsa,
pergilah tuan, pergi ke desa.
Pramudya Ananta Toer

Lahir di Blora, Jawa


Tengah 6 Februari
1925. Meninggal di
Jakarta, 30 April
2006 pada umur 81
tahun).
Pramoedya telah
menghasilkan lebih
dari 50 karya dan
diterjemahkan ke
dalam lebih dari 41
Karya Pramudya Ananta Toer
Kutipan novel “Gadis Pantai”

”Apa salahku?”
”Salah Mas Nganten seperti salah sahaya, salah kita, berasal dari orang
kebanyakan.”
”Lantas Mbok, lantas?”
”Kita sudah ditakdirkan oleh orang yang kita puji dan yang kita sembah buat jadi
pasangan orang rendahan. Kalau tidak ada orang-orang rendahan, tentu tidak ada
orang atasan.”
”Aku ini, Mbok, aku ini orang apa? rendahan? atasan?”
”Rendahan Mas Nganten, maafkan sahaya, tapi menumpang di tempat atasan.”
”Jadi apa yang mesti aku perbuat?”
”Ah, beberapa kali sudah sahaya katakan. Mengabdi, Mas Nganten. Sujud, takluk
sampai tanah pada Bendoro...” (Pramoedya, 2003: 99)
Ciri-ciri Karya Sastra pada Angkatan ‘45
1. Cenderung bersifat realistis, sinis, dan ironi.

2. Karya sastranya lebih banyak mengemukakan masalah


kemanusiaan yang universal.

3. Mengemukakan masalah kemasyarakatan sehari-hari terutama


dengan latar perang kemerdekaan.

4. Bercorak bebas, tidak terikat pembagian bait, baris, atau rima.

5. Lebih bergaya naturalisme, ekspresionisme dan beraliran


realisme, sinisme dan sarkasme.

6. Bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari, lebih


mementingkan isi daripada bentuk.

7. Berisi tentang individualisme.


Budaya pada Angakatan ‘45

Ciri keindonesiaan tidak ditandai oleh ujud fisik,


tetapi terlebih oleh ungkapan jiwa, kebudayaan
Indonesia terjadi oleh pengaruh dari luar dan
perkembangan dari dalam. Jadi tidak usah menyebut
keaslian yang mempersempit ukuran dan nilai.
Ada pertanyaan ?

Anda mungkin juga menyukai