Anda di halaman 1dari 3

Pujangga Baru Angkatan 45

DI LERENG GUNUNG MATAHARI MINGGU


Di lereng gunung,
Di hari Minggu di hari iseng
Aku termenung,
Di silau matahari jalan berliku
Duduk di sisi
Kawan habis tujuan di tepi kota
Kekasih hati.
Di hari Minggu di hari iseng
Kami berpandangan sejurus lama,
Bersandar pada dinding kota
Dan mengerti bisikan sukma.
Kawan terima kebuntuan batas
Dada yang debar,
Di hari panas tak berwarna
Terang menggambar
Seluruh damba dibawa jalan
Keadaan hati,
Sesudah menanti
Di hari Minggu di hari iseng
Sekian lama akan waktu,
Bila pertemuan menambah damba
di mana jiwa kami bersatu
Melingkar di jantung kota
Ia merebah pada diri dan kepadatan hari
O, Hidup! Betapa indah,
Tidak menolak tidak terima
Kalau kasih tak diperintah,
hanya dengan sendiri
(Sitor Situmorang)
datang memberi!
Prajurit Jaga Malam
(J. E Tatengkeng) Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib
waktu?
pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua
KEPADA YANG BERGURAU keras,
bermata tajam
O Engkau cucu Adam
Yang bermain di taman bunga, berteduh di Mimpinya kemerdekaan bintang-
bawah bahgia. bintangnya
Alangkah senang sentosamu, kepastian
Menyedapi buah yang lezat, bertangkai di ada di sisiku selama menjaga daerah mati
Pohon Asmara ini
O Engkau Ratna alam, Aku suka pada mereka yang berani hidup
Yang bertilam kesuma nyawa, disimbur Aku suka pada mereka yang masuk
Asmara juwita, menemu malam
Soraikan gelak suaramu, Malam yang berwangi mimpi, terlucut
Dipeluki tangan yang lembut, dicium, di debu......
riba Permata. Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib
O Engkau makhluk Tuhan,
waktu
Sepatah madah tolong dengarkan, tolong
(Chairil Anwar)
pikirkan,
Sekalipun tuan dalam bergurau.
Jauh bersunyi tolan
Seorang beta dalam berduka, tiap ketika,
Merindukan tanah dapat merdeka.

(Rustam Efendi)
Angkatan 66
Angkatan 50
DENGAN PUISI AKU
KAKI LANGIT
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Jang sampai dimalam bisu
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Desah jang mendjadi kalimat terachir
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Untuk tekebur dan menolak kedjang lupa
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
O, kekasih biarpun jang dimana Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dari putus asa sampai lapar putus asa Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Kugamit suaraku sendiri
(Taufiq Ismail)
Sampai tak ada jang mendengar
"Hatiku selembar daun"
Kemudian. Sampai menemukan sebuah
nama: Hatiku selembar daun melayang jatuh di
rumput
Jang memantulkan katja: Terlintas bajang- Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring
bajang di sini
Ada yang masih ingin ku pandang
Sendiri diatas runtuhan Yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
Keruntuhan adalah djedjak tjinta! Tunggu! Sebelum kau sapu taman setiap pagi
(Sapardi Joko Damono)
1953

(Toto Sudarto Bachtiar)

TENTANG KEMERDEKAAN
Kemerdekaan ialah tanah air dan laut
semua suara
Djanganlah takut kepadanja

Kemerdekaan ialah tanah air penjair dan


pengembara
Djanganlah takut kepadanja

Kemerdekaan ialah tjinta salih jang mesra


Bawalah daku kepadanja
1953

(Toto Sudarto Bachtiar)


Angkatan 70
Sepisaupi

Sepisau luka sepisau duri


Sepikul dosa sepukau sepi
Sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisaunya ke dalam nyanyi
(Sutardji Calzoum Bachri)

KANGEN

Kau tak akan mengerti bagaimana


kesepianku

menghadapi kemerdekaan tanpa cinta

kau tak akan mengerti segala lukaku

kerna luka telah sembunyikan pisaunya.

Membayangkan wajahmu adalah siksa.

Kesepian adalah ketakutan dalam


kelumpuhan.

Engkau telah menjadi racun bagi darahku.

Apabila aku dalam kangen dan sepi

itulah berarti

aku tungku tanpa api.

(W.S Rendra)

Anda mungkin juga menyukai