“Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah
yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.”
Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan secara (merdeka).
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum
dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan
undang-undang. (Pasal 1 (1) UU No. 16 Tahun 2004)
Dasar Hukum Profesi Jaksa
Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 , mengenai jaksa serta pengangkatan dan pemberhentian jaksa.
Pasal 29 ayat (4) serta Pasal 36, mengenai pengunduran diri dari persidangan apabila memiliki
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri
meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. dan mengenai pelaksanaan putusan
pengadilan oleh jaksa.
Mengenai upaya hukum yang dilakukan oleh jaksa, pelaksanan putusan pengadilan oleh jaksa dan
keikutsertaan jaksa dalam proses penegakan hukum.
Ruang Lingkup Kerja Profesi Jaksa
● Pasal 5 UU Kejaksaan RI: Susunan kejaksaan terdiri dari:
○ Kejaksaan Agung: Dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat negara, pimpinan
dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang Kejaksaan Republik Indonesia.
○ Kejaksaan Tinggi: dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
kejaksaan di daerah hukumnya.
○ Kejaksaan Negeri: dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
kejaksaan di daerah hukumnya.
● Terdapat tiga bidang hukum Kejaksaan di Republik Indonesia yaitu:
○ Perdata dan Tata Usaha Negara
○ Pidana
○ Ketertiban dan ketenteraman umum
Tugas dan Wewenang Jaksa
Tugas dan Wewenang Jaksa ada di Bab III di dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Pada Pasal 30 ayat (1) dijelaskan mengenai Tugas dan Wewenang Kejaksaan di Bidang Pidana, yaitu:
a. Melakukan penuntutan
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
Cont’d
Kemudian, pada Pasal 30 ayat (2) menjelaskan Tugas dan Wewenang Kejaksaan di
Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, bahwa kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk atas nama negara atau
pemerintah. Tugas dan Wewenang Jaksa di Bidang Perdata dan TUN:
1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
3. Bertugas sebagai Jaksa Pengacara Negara dalam perkara perdata atau tata usaha negara.
Cont’d
Pada Pasal 30 ayat (3) UU Kejaksaan Republik Indonesia mengatur tugas dan
wewenang Jaksa dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup
tugas dan wewenang kejaksaan;
b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana,
perdata, dan tata usaha negara;
e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan
kasasi perkara pidana;
f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Syarat Profesi Jaksa
Menurut Perja Per-064/A/JA/07/2007) Bagi yang ingin menjadi jaksa, ia
harus mengikuti Rekrutmen Calon Jaksa. Persyaratan untuk mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa adalah: (Pasal 19 Perja
Per-064/A/JA/07/2007)
a. Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun.
Untuk dapat bekerja di institusi kejaksaan langkah awalnya adalah b. Sarjana Hukum.
dengan mendaftarkan diri menjadi CPNS Kejaksaan. c. Berpangkat serendah-rendahnya Yuana Wira/golongan III/a.
d. Usia serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-
tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat dilantik menjadi
Pasal 9 ayat (1) jo. ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
Jaksa.
tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), syarat-
e. Berkelakuan tidak tercela.
syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
f. Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan
a. Warga negara Indonesia;
kesehatan secara lengkap (general check up) pada rumah sakit
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; yang ditunjuk, mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan
c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara bebas dari narkoba yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.
Republik Indonesia Tahun 1945; g. Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan
d. Berijazah paling rendah sarjana hukum; jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh atasan minimal
e. Berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling eselon III.
tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun; h. Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik
f. Sehat jasmani dan rohani; dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara serta
g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan dibuktikan dengan sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat
h. Pegawai negeri sipil. dengan standar yang ditentukan.
i. Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen
Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.
Proses Rekrutmen Jaksa
Perja Per-064/A/JA/07/2007 Tentang Rekrutmen Calon
Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik
Indonesia
Pasal 1 butir 7
Rekrutmen Calon Jaksa adalah serangkaian kegiatan yang meliputi
penyusunan dan pengisian formasi, pengumuman, pendaftaran, pembuatan
soal seleksi, seleksi dan pengolahan hasil seleksi serta penetapan kelulusan,
pengumuman hasil seleksi, pengiriman peserta hasil seleksi calon jaksa ke
lembaga Pendidikan dan Pelatihan.
Proses
Proses Rekrutmen
Rekrutmen Jaksa
Menurut Perja Per-064/A/JA/07/2007) Bagi yang ingin menjadi jaksa, ia harus mengikuti Rekrutmen Calon Jaksa.
Persyaratan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa adalah: (Pasal 19 Perja Per-064/A/JA/07/2007)
a. Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
b. Sarjana Hukum.
c. Berpangkat serendah-rendahnya Yuana Wira/golongan III/a.
d. Usia serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat
dilantik menjadi Jaksa.
e. Berkelakuan tidak tercela.
f. Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan secara lengkap (general check up) pada
rumah sakit yang ditunjuk, mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan bebas dari narkoba yang dibuktikan
dengan hasil laboratorium.
g. Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh
atasan minimal eselon III.
h. Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha
negara serta dibuktikan dengan sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat dengan standar yang ditentukan.
i. Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.
Proses Rekrutmen Jaksa
Penyaringan (Pasal 20)
Peserta seleksi calon jaksa harus mengikuti dan lulus tes pengetahuan umum, pengetahuan bahasa,
pengetahuan akademik, psikotes, pemeriksaan kesehatan (general check up) dan wawancara.
(1) Hasil Penyaringan disusun dalam bentuk daftar peringkat kelulusan (ranking) dan disampaikan kepada
Jaksa Agung Republik Indonesia oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan.
(2) Hasil penyaringan dinyatakan dalam bentuk Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia.
1. Menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
2. Merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
3. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
4. Meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta
dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
5. Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan
pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
6. Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
7. Membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
8. Memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.
Kewajiban Jaksa dalam Menjalankan Profesinya
Berdasarkan PERJA Per-014/A/JA/11/2012 , kewajiban jaksa terbagi menjadi empat:
1. Pengetahuan
Seorang jaksa dituntut untuk memiliki kemampuan menerapkan pengetahuan dalam melaksanakan tugasnya, minimal meliputi :
Pasal 2 UU Kejaksaan:
“Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan “Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu
kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.” bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan
negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil
penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk
Istilah “kuasa khusus”, menurut Martin Basiang dalam
dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang
tulisannya “Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara”
dirugikan untuk mengajukan gugatan.”
dalam bidang keperdataan diartikan sebagai Pengacara.
Pengacara ini dikenal sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN). Pasal 34:
Pada UU Kejaksaan tidak dikenal istilah JPN. Istilah JPN dapat “Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan
ditemukan pada Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 34 ayat UU No. 31 pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera
menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada
Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau diserahkan kepada instansi
yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli
warisnya.”
Peran Jaksa dalam Perkara Perdata
Pasal 2 Staatsblad 1922 No. 522 menyebutkan dalam suatu sengketa yang ditangani secara perdata, opsir justisi atau
jaksa bertindak untuk pemerintah sebagai penanggung jawab negara di pengadilan.
Namun, posisi jaksa sebagai ‘pengacara’ tersebut tidak membuat seluruh jaksa dapat menjadi Jaksa Pengacara Negara
dan tidak membuat mereka terikat dengan Undang-Undang Advokat. Menurut Martin Basiang, sebutan JPN ‘hanya kepada
jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas-tugas perdata dan tata usaha negara’.
JPN dinyatakan dalam Lampiran Huruf C Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-018/A/J.A/07/2014 tentang Standar
Operasional Prosedur Pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang memuat lima tugas JPN, yaitu:
1) Bantuan Hukum → mewakili lembaga negara, instansi pemerintahan di pusat/daerah,
BUMN/BUMD berdasarkan surat kuasa khusus baik secara penggugat aupun tergugat secara litigasi maupun
non litigasi
2) Pertimbangan Hukum → memberikan pendapat hukum (Legal Opinion) dan/atau pendampingan (Legal
Assistance)
3) Pelayanan Hukum → memberikan penjelasan tentang masalah hukum
4) Penegakan Hukum → mengajukan gugatan atau permohonan ke pengadilan
5) Tindakan Hukum Lain → bertindak sebagai mediator, fasilitator.
Pada Intinya, peran jaksa dalam perkara perdata ialah sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang merupakan kuasa
dari Negara atau pemerintah di dalam maupun di luar pengadilan.
Jabatan Fungsional Jaksa
Definisi jabatan fungsional → kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam
suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat
mandiri.
Jabatan Fungsional Jaksa → jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya
memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan (Pasal 1 ayat 4 UU No. 16 Tahun 2004)
Jaksa merupakan pejabat fungsional, dimana ia memiliki tugas dan fungsi sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan.
Jaksa fungsional itu hanya sebagai jaksa penuntut umum (JPU), tidak naik menjadi kepala seksi atau Kepala Kejaksaan Negeri
atau Kepala Kejaksaan Tinggi. Gaji jaksa fungsional dengan gajinya struktural berbeda (struktural lebih tinggi).
Jadi, jabatan fungsional jaksa itu hanya merujuk pada tugas dan fungsinya sebagai Penuntut Umum.
Kaitan dengan pengembangan karier yaitu promosi jabatannya, jika seorang jaksa hanya menjabat sebagai fungsional jaksa saja,
sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak terdapat keterbatasan atau hambatan dalam persyaratan-persyaratan
kenaikan pangkat sebagai pejabat fungsional.
Jabatan Struktural Jaksa
Jabatan Struktural Jaksa adalah jabatan jaksa yang secara tegas ada dalam struktur organisasi
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan. Kedudukan jabatan Jaksa Struktural bertingkat-tingkat
dari tingkat terendah hingga yang tertinggi.
Jabatan Rangkap
Jabatan Jaksa merupakan salah satu jabatan yang istimewa karena pegawainya diperbolehkan
untuk merangkap Jabatan Struktural dengan Jabatan Fungsional Jaksa. Hal ini dikarenakan
jabatan-jabatan struktural yang ada dalam dilingkungan kejaksaan hanya dapat diduduki oleh
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan fungsional jaksa sehingga tidak terpisahkan
dengan tugas dan tanggung jawab jabatan fungsional jaksa itu sendiri.
Apabila Jabatan Jaksa rangkap, maka tugasnya tidak hanya sebagai pejabat struktural yang
mengurus manajemen dalam struktur organisasi di Kejaksaan Agung, namun juga wajib
mengumpulkan angka kredit karena Jabatan Fungsional Jaksa-nya masih melekat pada seorang
PNS tersebut.
Pemberhentian Profesi Jaksa
Pasal 8 UU 16/2004 → Jaksa diberhentikan oleh Jaksa Agung
● meninggal dunia;
● permintaan sendiri;
● sakit jasmani atau rohani terus menerus;
● berakhir masa jabatannya;
● tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 -> larangan merangkap
jabatan/pekerjaan tertentu