Anda di halaman 1dari 35

Karakteristik Dasar Profesi Jaksa

Etika dan Tanggung Jawab Profesi (A) - Reguler


Ulfah Sakinah SP
(1706048620)
Mochammad Fachri Barmansyach (1706048803)
Nanda Julia Azzahra
(1706048526)
Vanessa Nethania
(1706048236)
Muhammad Dante Priadi
(1706048495)
Cathlin Triana Mariama
(1706048192)
Adella Tanuwidjaja
(1706048274)
Nadiyah Fauziyyah
(1706048614)
Pengertian Jaksa
Reformasi (Tindak Pidana Korupsi) → Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 → Undang-Undang No. 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I.

Pasal 2 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004

“Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah
yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.”

Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan secara (merdeka).

Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum
dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan
undang-undang. (Pasal 1 (1) UU No. 16 Tahun 2004)
Dasar Hukum Profesi Jaksa

1. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 , mengenai jaksa serta pengangkatan dan pemberhentian jaksa.

1. UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 29 ayat (4) serta Pasal 36, mengenai pengunduran diri dari persidangan apabila memiliki
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri
meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. dan mengenai pelaksanaan putusan
pengadilan oleh jaksa.

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Mengenai upaya hukum yang dilakukan oleh jaksa, pelaksanan putusan pengadilan oleh jaksa dan
keikutsertaan jaksa dalam proses penegakan hukum.
Ruang Lingkup Kerja Profesi Jaksa
● Pasal 5 UU Kejaksaan RI: Susunan kejaksaan terdiri dari:
○ Kejaksaan Agung: Dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat negara, pimpinan
dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang Kejaksaan Republik Indonesia.
○ Kejaksaan Tinggi: dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
kejaksaan di daerah hukumnya.
○ Kejaksaan Negeri: dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
kejaksaan di daerah hukumnya.
● Terdapat tiga bidang hukum Kejaksaan di Republik Indonesia yaitu:
○ Perdata dan Tata Usaha Negara
○ Pidana
○ Ketertiban dan ketenteraman umum
Tugas dan Wewenang Jaksa
Tugas dan Wewenang Jaksa ada di Bab III di dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Pada Pasal 30 ayat (1) dijelaskan mengenai Tugas dan Wewenang Kejaksaan di Bidang Pidana, yaitu:

a. Melakukan penuntutan
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
Cont’d

Kemudian, pada Pasal 30 ayat (2) menjelaskan Tugas dan Wewenang Kejaksaan di
Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, bahwa kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk atas nama negara atau
pemerintah. Tugas dan Wewenang Jaksa di Bidang Perdata dan TUN:

1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
3. Bertugas sebagai Jaksa Pengacara Negara dalam perkara perdata atau tata usaha negara.
Cont’d
Pada Pasal 30 ayat (3) UU Kejaksaan Republik Indonesia mengatur tugas dan
wewenang Jaksa dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:

a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;


b. pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. pengawasan peredaran barang
cetakan;
c. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
d. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
e. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Cont’d
Pada Pasal 35 UU Kejaksaan Republik Indonesia menjelaskan mengenai Tugas dan Wewenang Jaksa
Agung, yaitu:

a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup
tugas dan wewenang kejaksaan;
b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana,
perdata, dan tata usaha negara;
e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan
kasasi perkara pidana;
f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Syarat Profesi Jaksa
Menurut Perja Per-064/A/JA/07/2007) Bagi yang ingin menjadi jaksa, ia
harus mengikuti Rekrutmen Calon Jaksa. Persyaratan untuk mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa adalah: (Pasal 19 Perja
Per-064/A/JA/07/2007)
a. Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun.
Untuk dapat bekerja di institusi kejaksaan langkah awalnya adalah b. Sarjana Hukum.
dengan mendaftarkan diri menjadi CPNS Kejaksaan. c. Berpangkat serendah-rendahnya Yuana Wira/golongan III/a.
d. Usia serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-
tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat dilantik menjadi
Pasal 9 ayat (1) jo. ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
Jaksa.
tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), syarat-
e. Berkelakuan tidak tercela.
syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
f. Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan
a. Warga negara Indonesia;
kesehatan secara lengkap (general check up) pada rumah sakit
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; yang ditunjuk, mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan
c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara bebas dari narkoba yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.
Republik Indonesia Tahun 1945; g. Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan
d. Berijazah paling rendah sarjana hukum; jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh atasan minimal
e. Berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling eselon III.
tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun; h. Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik
f. Sehat jasmani dan rohani; dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara serta
g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan dibuktikan dengan sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat
h. Pegawai negeri sipil. dengan standar yang ditentukan.
i. Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen
Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.
Proses Rekrutmen Jaksa
Perja Per-064/A/JA/07/2007 Tentang Rekrutmen Calon
Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik
Indonesia

Pasal 1 butir 7
Rekrutmen Calon Jaksa adalah serangkaian kegiatan yang meliputi
penyusunan dan pengisian formasi, pengumuman, pendaftaran, pembuatan
soal seleksi, seleksi dan pengolahan hasil seleksi serta penetapan kelulusan,
pengumuman hasil seleksi, pengiriman peserta hasil seleksi calon jaksa ke
lembaga Pendidikan dan Pelatihan.
Proses
Proses Rekrutmen
Rekrutmen Jaksa
Menurut Perja Per-064/A/JA/07/2007) Bagi yang ingin menjadi jaksa, ia harus mengikuti Rekrutmen Calon Jaksa.
Persyaratan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa adalah: (Pasal 19 Perja Per-064/A/JA/07/2007)
a. Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
b. Sarjana Hukum.
c. Berpangkat serendah-rendahnya Yuana Wira/golongan III/a.
d. Usia serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat
dilantik menjadi Jaksa.
e. Berkelakuan tidak tercela.
f. Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan secara lengkap (general check up) pada
rumah sakit yang ditunjuk, mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan bebas dari narkoba yang dibuktikan
dengan hasil laboratorium.
g. Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh
atasan minimal eselon III.
h. Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha
negara serta dibuktikan dengan sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat dengan standar yang ditentukan.
i. Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.
Proses Rekrutmen Jaksa
Penyaringan (Pasal 20)
Peserta seleksi calon jaksa harus mengikuti dan lulus tes pengetahuan umum, pengetahuan bahasa,
pengetahuan akademik, psikotes, pemeriksaan kesehatan (general check up) dan wawancara.

Pemeriksaan Hasil Penyaringan.


Hasil penyaringan pengetahuan umum, pengetahuan bahasa, pengetahuan akademik, psikotes dan
wawancara dikirim ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa oleh Panitia Rekrutmen Calon Jaksa
Kejaksaan Republik Indonesia.

Hasil Ujian (Pasal 21)

(1) Hasil Penyaringan disusun dalam bentuk daftar peringkat kelulusan (ranking) dan disampaikan kepada
Jaksa Agung Republik Indonesia oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan.
(2) Hasil penyaringan dinyatakan dalam bentuk Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia.

Pengumuman (Pasal 22)


Pengumuman hasil penyaringan disampaikan kepada para Jaksa Agung Muda, para Kepala Kejaksaan Tinggi
seluruh Indonesia dan Lembaga Diklat Kejaksaan Republik Indonesia.
Proses Rekrutmen Jaksa
Pengiriman ke Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Pasal 23)

1) Peserta Calon Jaksa yang dinyatakan lulus semua


tahapan penyaringan dikirim ke Lembaga Pendidikan
dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia untuk
mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan
Jaksa.

1) Peserta Penyaringan Calon Jaksa yang dinyatakan tidak


lulus, diberikan kesempatan sebanyak-banyaknya dua kali
untuk mengikuti penyaringan kembali sepanjang yang
bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
Kode Etik Profesi Jaksa
Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-067/A/JA/07/2007
tentang Kode Perilaku Jaksa
Larangan Jaksa dalam Menjalankan Profesinya
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:

1. Menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
2. Merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
3. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
4. Meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta
dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
5. Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan
pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
6. Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
7. Membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
8. Memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.
Kewajiban Jaksa dalam Menjalankan Profesinya
Berdasarkan PERJA Per-014/A/JA/11/2012 , kewajiban jaksa terbagi menjadi empat:

1. Kewajiban kepada Negara


2. Kewajiban kepada Institusi
3. Kewajiban kepada Profesi Jaksa
4. Kewajiban kepada Masyarakat
Kewajiban Jaksa Kepada Negara
a. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam
masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
c. melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara.
Kewajiban Jaksa Kepada Institusi
a. menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya;
b. menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;
c. menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia;
d. melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;
e. menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan
kewibawaan; dan
f. mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi
untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.
Kewajiban Jaksa Kepada Profesi
a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya
dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil;
b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga;
c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti perkembangan hukum yang
relevan dalam lingkup nasional dan internasional;
e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada Penyidik;
f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa yang masih anak-anak
dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media, tersangka/keluarga,
korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan atas haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan
h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum atau tindakan
hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan menghindari terjadinya
benturan kepentingan dengan tugas bidang lain.
Kewajiban Jaksa Kepada Masyarakat
a. memberikan pelayanan prima dengan menjunjung tinggi
supremasi hukum dan hak asasi manusia; dan
b. menerapkan pola hidup sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
Hak Jaksa dalam Menjalankan Profesinya
PERJA Nomor Per-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku

Jaksa dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa berhak:

1. Melaksanakan fungsi Jaksa tanpa intimidasi, gangguan dan pelecehan;


2. Mendapatkan perlindungan hukum untuk tidak dipersalahkan sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa yang
dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
3. Mendapatkan perlindungan secara fisik, termasuk keluarganya, oleh pihak yang berwenang jika keamanan pribadi
terancam sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
4. Mendapatkan pendidikan dan pelatihan baik teknis maupun nonteknis;
5. Mendapatkan sarana yang layak dalam menjalankan tugas, remunerasi, gaji serta penghasilan lain sesuai dengan peraturan
yang berlaku;
6. Mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan dan/atau promosi berdasarkan parameter obyektif, kualifikasi profesional,
kemampuan, integritas, kinerja dan pengalaman, serta diputuskan sesuai dengan prosedur yang adil dan tidak memihak;
7. Memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi, kecuali dengan tujuan membentuk opini publik yang dapat merugikan
penegakan hukum; dan
8. Mendapatkan proses pemeriksaan yang cepat, adil dan evaluasi serta keputusan yang obyektif berdasarkan peraturan yang
berlaku dalam hal Jaksa melakukan tindakan indisipliner.
Standar Profesi Jaksa
Perja Nomor PER-066/A/JA/07/200T Tentang Standar Minimum Profesi Jaksa

1. Pengetahuan

Seorang jaksa dituntut untuk memiliki kemampuan menerapkan pengetahuan dalam melaksanakan tugasnya, minimal meliputi :

1. Ketentuan hukum pidana materiil dan formil;


2. Ketentuan hukum perdata materiil dan formil;
3. Ketentuan hukum tata usaha negara materiil dan formil;
4. Ketentuan intelijen kejaksaan;
5. Ketentuan hukum adat di tempat penugasan;
6. Ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM), baik nasional maupun instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi oleh
Indonesia;
7. Peraturan perundang- undangan tingkat nasional dan daerah;
8. Konvensi Internasional yang relevan dengan tugas jaksa;
9. Manajemen umum dan Kejaksaan;
10. Etika hukum;
11. Disiplin ilmu lainnya yang menunjang pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang;
12. Pengetahuan tentang perkembangan ilmu hukum, dan praktik hukum nasional maupun internasional.
Standar Profesi Jaksa
3. Perilaku
2. Keahlian
Seorang jaksa harus dapat mencerminkan tata pikir, tata tutur, dan
Seorang jaksa dituntut untuk memiliki keahlian, yang tata laku terpuji sebagaimana tercantum dalam kode etik dan
meliputi : sumpah jabatan, antara lain :
1. Penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris; 1. Memiliki kesungguhan dalam bekerja, jujur, berani, adil, tidak
2. Mengoperasikan komputer. membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan
3. Bidang litigasi sesuai dengan peraturan perundang- 2. Dalam melaksanakan tugas jaksa senantiasa memupuk serta
undangan yang berlaku dalam perkara pidana, perdata, mengembangkan kemampuan professional, integritas pribadi, dan
dan tata usaha negara berdisiplin tinggi ;
4. Secara umum dalam bidang intelijen, khususnya 1. Dapat menerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani
intelijen hukum bertanggungjawab dan menjadi teladan di lingkungannya
5. Melakukan penyelesaian perkara perdata melalui jalur 2. Mengindahkan norma kesopanan dan kepatutan dalam
alternative penyelesaian sengketa di luar pengadilan menyampaikan pandangan dan menyalurkan aspirasi profesi
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, 3. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif, dan
arbitrase, penilaian ahli, dll bijaksana dalam tata pikir, tata tutur, dan tata laku
4. Senantiasa menolak atau tidak akan menerima atau tidak
dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga
Peran Organisasi Jaksa (Kejaksaan)
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam
menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi
manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pasal 2 UU Kejaksaan:

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan


negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang,
yang harus dilaksanakan secara merdeka, terlepas dari kekuasaan pemerintah dan
pengaruh kekuasaan lainnya.

Penuntutan: Filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan.


Peran Organisasi Jaksa (Kejaksaan)
Peraturan Jaksa Agung Nomor: 007/A/JA/08/2016
● Penyidik pada tindak pidana tertentu;
● Penuntut umum;
● Pelaksana penetapan hakim/putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
● Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, pidana
pengawasan dan lepas bersyarat;
● Pengacara Negara;
● Turut membina ketertiban dan ketentraman umum melalui upaya antara lain:
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan
hukum dan pengawasan aliran kepercayaan dan penyalahgunaan penodaan agama.
Peran Jaksa dalam Perkara Pidana
Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam perkara pidana:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
Wewenang Jaksa dalam Perkara Pidana
Pasal 14 KUHAP : E. Melimpahkan perkara ke pengadilan

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara F. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa


penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; tentang hari dan waktu perkara disidangkan yang
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada disertai surat panggilan
kekurangan pada penyidikan dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan G. Melakukan penuntutan
dari penyidik;
H. menutup perkara demi kepentingan hukum
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau I. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas
mengubah status tahanan setelah perkaranya dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
dilimpahkan oleh penyidik; mengurai ketentuan undang-undang ini;
d. Membuat surat dakwaan;
J. melaksanakan penetapan hakim
Peran Jaksa dalam Perkara Perdata
Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan menyatakan bahwa: Pasal 32 ayat (1):

“Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan “Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu
kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.” bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan
negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil
penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk
Istilah “kuasa khusus”, menurut Martin Basiang dalam
dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang
tulisannya “Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara”
dirugikan untuk mengajukan gugatan.”
dalam bidang keperdataan diartikan sebagai Pengacara.
Pengacara ini dikenal sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN). Pasal 34:

Pada UU Kejaksaan tidak dikenal istilah JPN. Istilah JPN dapat “Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan
ditemukan pada Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 34 ayat UU No. 31 pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera
menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada
Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau diserahkan kepada instansi
yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli
warisnya.”
Peran Jaksa dalam Perkara Perdata
Pasal 2 Staatsblad 1922 No. 522 menyebutkan dalam suatu sengketa yang ditangani secara perdata, opsir justisi atau
jaksa bertindak untuk pemerintah sebagai penanggung jawab negara di pengadilan.
Namun, posisi jaksa sebagai ‘pengacara’ tersebut tidak membuat seluruh jaksa dapat menjadi Jaksa Pengacara Negara
dan tidak membuat mereka terikat dengan Undang-Undang Advokat. Menurut Martin Basiang, sebutan JPN ‘hanya kepada
jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas-tugas perdata dan tata usaha negara’.
JPN dinyatakan dalam Lampiran Huruf C Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-018/A/J.A/07/2014 tentang Standar
Operasional Prosedur Pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang memuat lima tugas JPN, yaitu:
1) Bantuan Hukum → mewakili lembaga negara, instansi pemerintahan di pusat/daerah,
BUMN/BUMD berdasarkan surat kuasa khusus baik secara penggugat aupun tergugat secara litigasi maupun
non litigasi
2) Pertimbangan Hukum → memberikan pendapat hukum (Legal Opinion) dan/atau pendampingan (Legal
Assistance)
3) Pelayanan Hukum → memberikan penjelasan tentang masalah hukum
4) Penegakan Hukum → mengajukan gugatan atau permohonan ke pengadilan
5) Tindakan Hukum Lain → bertindak sebagai mediator, fasilitator.
Pada Intinya, peran jaksa dalam perkara perdata ialah sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang merupakan kuasa
dari Negara atau pemerintah di dalam maupun di luar pengadilan.
Jabatan Fungsional Jaksa
Definisi jabatan fungsional → kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam
suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat
mandiri.

Jabatan Fungsional Jaksa → jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya
memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan (Pasal 1 ayat 4 UU No. 16 Tahun 2004)

Jaksa merupakan pejabat fungsional, dimana ia memiliki tugas dan fungsi sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan.

Jaksa fungsional itu hanya sebagai jaksa penuntut umum (JPU), tidak naik menjadi kepala seksi atau Kepala Kejaksaan Negeri
atau Kepala Kejaksaan Tinggi. Gaji jaksa fungsional dengan gajinya struktural berbeda (struktural lebih tinggi).

Jadi, jabatan fungsional jaksa itu hanya merujuk pada tugas dan fungsinya sebagai Penuntut Umum.

Kaitan dengan pengembangan karier yaitu promosi jabatannya, jika seorang jaksa hanya menjabat sebagai fungsional jaksa saja,
sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak terdapat keterbatasan atau hambatan dalam persyaratan-persyaratan
kenaikan pangkat sebagai pejabat fungsional.
Jabatan Struktural Jaksa
Jabatan Struktural Jaksa adalah jabatan jaksa yang secara tegas ada dalam struktur organisasi
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan. Kedudukan jabatan Jaksa Struktural bertingkat-tingkat
dari tingkat terendah hingga yang tertinggi.
Jabatan Rangkap
Jabatan Jaksa merupakan salah satu jabatan yang istimewa karena pegawainya diperbolehkan
untuk merangkap Jabatan Struktural dengan Jabatan Fungsional Jaksa. Hal ini dikarenakan
jabatan-jabatan struktural yang ada dalam dilingkungan kejaksaan hanya dapat diduduki oleh
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan fungsional jaksa sehingga tidak terpisahkan
dengan tugas dan tanggung jawab jabatan fungsional jaksa itu sendiri.

Apabila Jabatan Jaksa rangkap, maka tugasnya tidak hanya sebagai pejabat struktural yang
mengurus manajemen dalam struktur organisasi di Kejaksaan Agung, namun juga wajib
mengumpulkan angka kredit karena Jabatan Fungsional Jaksa-nya masih melekat pada seorang
PNS tersebut.
Pemberhentian Profesi Jaksa
Pasal 8 UU 16/2004 → Jaksa diberhentikan oleh Jaksa Agung

Pasal 12 UU 16/2004 Pasal 13 ayat (1) UU 16/2004


(diberhentikan tidak dengan hormat)
(diberhentikan dengan hormat)
● dipidana bersalah atas tindak pidana
● permintaan sendiri; kejahatan berdasarkan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap
● sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
● terus menerus melalaikan kewajiban dalam
● telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) menjalankan tugas/pekerjaannya;
tahun; ● melanggar larangan sebagaimana dimaksud
● meninggal dunia; dalam Pasal 11; -> larangan merangkap
jabatan/pekerjaan tertentu
● tidak cakap dalam menjalankan tugas.
● melanggar sumpah atau janji jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
● melakukan perbuatan tercela.
Pemberhentian Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda
Pasal 19 ayat (2) UU 16/2004 -> Jaksa Agung diberhentikan oleh presiden
Pasal 23 ayat (1) UU 16/2004 -> Wakil Jaksa Agung diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung
Pasal 24 ayat (1) UU 16/2004 -> Jaksa Agung Muda diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung

Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (4) UU 16/2004


(diberhentikan dengan hormat)

● meninggal dunia;
● permintaan sendiri;
● sakit jasmani atau rohani terus menerus;
● berakhir masa jabatannya;
● tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 -> larangan merangkap
jabatan/pekerjaan tertentu

Anda mungkin juga menyukai