Materiil Nasional ” Marcus Priyo Gunarto Pokok Bahasan 1. Apa urgensi perubahan paradigma kebijakan hukum pidana materiil nasional ? 2. Bagaimana implikasi yang terjadi dengan perubahan paradigma kebijakan hukum pidana materiil nasional ? 3. Apa antisipasi yang telah direncanakan oleh para pembentuk undangundang ? Paradigma & Perubahan Paradigma Paradigma adalah apa yang diyakini oleh anggota komunitas ilmiah" ( The Essential Tension, 1977); Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif); Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual; Paradigma tidak terbatas kepada teori yang ada, tetapi juga semua cara pandang dunia dan implikasinya; Perubahan Paradigma kebijakan hukum pidana materiil dapat diartikan perubahan cara pandang orang terhadap kebijakan hukum pidana materiil yang akan mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku di bidang penegakan hukum pidana. Mengapa Cara Pandang Orang tentang Hukum Pidana Harus Berubah ? Frederich Karl Von Savigny pernah menyatakan hukum pada hakekatnya adalah cerminan kondisi kejiwaan (volkgeist) sebuah bangsa. Setiap bangsa di dunia ini mempunyai jiwa dan karakternya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Mengacu pada pandangan Savigny tersebut maka WvS tidak dibangun atas dasar volkgeist bangsa Indonesia. Sebagai Bangsa Merdeka dan Berdaulat perlu membangun Hukum berdasarkan Volkgeist bangsa Indonesia. Urgensi Perubahan Kebijakan Hukum Pidana Materiil Nasional KUHP sdh berusia sangat tua, dibangun pada abad lahirnya materialisme; pemisahan IP & agama; Sejak diberlakukan sudah banyak perkembangan delik berdasarkan kecenderungan internasional mapun ilmu hukum pidana dan kriminologi; Sebagai Negara yang Merdeka dan Berdaulat Indonesia perlu mempunyai hukum pidana berdasarkan system nilai sendiri (Volkgeist/ Pancasila), berbeda dengan system nilai yang mendasari WVS (masyarakat liberali dan individualis) , sedangkan bangsa Indonesia adalah masyarakat monodualis ( menekankan keseimbangan/ Pancasila); Indonesia Sebagai Negara yang Merdeka dan Berdaulat perlu mempunyai kebanggaan Nasional di bidang Hukum Pidana; Sebagai negara yang menganut Demokrasi, perlu Hukum Pidana yang demokratis dan menghormati HAM; Sebagai Bangsa yang Merdeka dan Berdaulat Indonesia perlu Hukum Pidana yang mendukung tujuan berbangsa dan bernegara sesuai Pembukaan UUD 1945, berbeda dengan WvS yang membawa misi kolonisasi/ untuk mempertahankan status quo pemerintahan di negara jajahan. Urgensi Perubahan Kebijakan Hukum Pidana Materiil Nasional Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu Hukum Pidana yang dipahami oleh bangsanya sendiri karena WvS berbahasa Belanda, sangat sedikit penegak hukum yang bisa Bahasa Belanda, tidak ada terjemahan resmi dalam bhs Indonesia; Beberapa ketentuan hukum sudah tidak relevan dengan kebutuhan hukum Indonesia, meskipun sudah dilakukan penyesuaian secara tambal sulam; Pembentukan dan perkembangan hukum pidana selama ini tidak terstruktur dan cenderung tidak berdasar konsep yang jelas; • mslh. kualifikasi TP (kejhtn/planggaran; delik aduan); • mslh. kriminalisasi (a.l. penempatannya: di luar & di dalam KUHP; permu- fakatan jahat; konsekuensi substantif / formal dari bobot/objek delik); • sistem minimal khusus (td berpola; td ada aturan/pedoman); • PJP korporasi (beraneka); • Mslh.ATPER (ada yg dibuatkan/ada yg tdk); • Formulasi sanksi pidana (pidana tambahan & tindakan; sanksi/pidana administrasi; pid. Ganti rugi). Implikasi Yang Terjadi 1. Akan terjadi perubahan cara berpikir dan bertindak terhadap hukum dan Keadilan. (Sesuai UUD 1945 : setiap warganegara berhak mendapatkan kepastian hukum yang adil, bukan sekedar kepastian hukum berdasar UU (lex scripta/ Pasal 1 ayat (1); 2. Akan terjadi perubahan cara pandang terhadap Trias Hukum Pidana / The Three Basic Concept pengertian tindak pidana (semula doktrin sekarang dirumuskan); pertanggungjawaban pidana / kesalahan (tidak hanya berdasar asas kesalahan); Pidana (bukan sebagai tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan judicial pardon, pidana mati bersyarat, pidana kerja sosial, keadilan lebih diutamakan dibanding kepastian hukum, denda berdasar kategori , dlsb ); 3. Dengan dicantumkannya pedoman pemidanaan, maka dalam penjatuhan pidana tidak cukup adanya actus reus + mensrea, tetapi pidana yang dijatuhkan harus sesuai dengan tujuan pemidanaan. 4. Pengakuan delik adat. Pokok Pemikiran Pidana dan Pemidanaan Pidana hanyalah alat untuk mencapai tujuan pemidanaan bertolak dari keseimbangan perlindungan masyarakat dan perlindungan/ pembinaan individu; Paham mono dualistik syarat pemidanaan didasarkan pada 2 pilar fundamental dalam hukum pidana, yi asas legalitas dan asas kesalahan/ culpabilitas; Berdasar perlindungan masyarakat, maka KUHP baru mempertahankan sanksi pidana yang berat, yi pidana mati dan pidana seumur hidup; Sbg implementasi perlindungan/ pembinaan individu, pelaksanaan pidana mati sangat selektif; Ada ketentuan penundaan pidana mati atau pidana mati bersyarat dengan masa percobaan 10 tahun; Ada ketentuan Perlindungan korban dan pemulihan keseimbangan nilai yang terganggu; Mengingat pemidanaan harus berorientasi pada orang, maka ide indivualisasi pidana juga melatarbelakangi penyusunan konsep. Ide Individualisasi Pidana Dimasukkan asas yang sangat fundamental “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan”; Dimasukkan kttn terkait dengan eror, daya paksa, pembelaan terpaksa, tidak mampu bertanggungjawab, masalah anak dibawah 12 tahun; Ada pedoman pemidanaan (kttn hakim wajib mempertimbangkan motif, sikap bathin kesalahan pembuat, cara melakukan tindak pidana, riwayat hidup, keadaan sosial ekonomi, dan pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat); Diatur hal-hal yang terkait dengan peringanan dan pemberatan pidana; Individualisasi pidana tdk hanya mengatur pidana yang dijatuhkan hrs mempertimbangkan hal-hal yang bersifat individual, ttp hrs memungkinkan modifikasi pidana sesuai dengan perkembangan individu pada wkt menjalankan pidana. Antisipasi yang Direncanakan Oleh Para Pembentuk Undangundang Dibuat aturan peralihan, KUHP berlaku dua tahun setelah diundangkan; Masa dua tahun harus dimanfaatkan untuk sosialisasi substansi KUHP baru kepada aparat penegak hukum, masyarakat kampus, dan masyarakat pada umumnya; Di Fakultas Hukum telah lama diadakan mata kuliah Pembaruan Hukum Pidana; Terhadap delik adat yang masih berlaku harus dinyatakan di dalam Perda berdasarkan hasil riset; Dirumuskan secara tegas tetap berlakunya UU di luar KUHP. Terima kasih