Anda di halaman 1dari 27

Kelompok 4

Eka Putra Her Tambang


Elviolita Dea Maharani
Firza Surya Saputra
Khilmiyah R.U.
Muhammad Rafli
Titrasi
IODOMET
RI
IOdimetri
Tujuan Pembelajaran

 Mendeskripsikan pengertian
titrasi iodo-iodimetri

 Menjelaskan prinsip dasar


titrasi iodo-iodimetri
 Larutan standar
 Indikator
 Menjelaskan hal-hal yang
harus diperhatikan
dalam titrasi iodo-
iodimetri
Pengetahuan awal

No. Aspek Iodometri Iodimetri

1. Jenis Titrasi tidak langsung Titrasi langsung


2. Tujuan Menentukan kadar
Menentukan kadar oksidator
reduktor
3. Peniter Na2S2O3 I2
4. Indikator Amilum
Amilum (menjelang TAT) (diawal sebelum titrasi)
5. TAT Biru menjadi tidak berwarna Tidak berwarna
menjadi biru
Prinsip Dasar Titrasi Iodometri

1 Titrasi tidak langsung yang menghasilkankan I2, lalu


dititrasi dg Na2S2O3

2 Untuk menetapkan kadar oksidator

semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya


direaksikan terlebih dahulu dengan ion iodide
berlebih (I-) sehingga terbentuk I2.

Oksidator + I- + H+ → I2 + hasil reduksi


Selanjutnya I2 yang dibebaskan ini dititrasi
dengan larutan standar sekunder Na2S2O3

S2O32- + I2 → S4O62- + I- 1
0

2
0

Na2S2O3
0

TAT : biru → hilang (bening) 4


0

5
0

Ex : penentuan Cu(II), Ca(OCl)2


dalam pemutih, kaporit
Prinsip Dasar Titrasi Iodimetri

1 Titrasi langsung yang menggunakan penitrasi I2

2 Untuk menetapkan kadar reduktor

reduktor yang akan ditetapkan kadarnya langsung


dititrasi dengan larutan iodium (I2 )

Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit,


Stibium (III), timah (II), dan ferosianida
Digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi
lebih kecil daripada sistem iodium-iodida
0

1
0

Reduktor → oksidator + e
2

I2
0

3
0

I2 + 2e → 2I-
0

5
0

TAT : terbentuk warna biru


Syarat dalam Titrasi IODo-iodiMETRI ??

1. Titrasi harus dilakukan dalam keadaan dingin volatil

2. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam kondisi basa kuat, karena


iod bereaksi dengan alkali
I2 + 2OH- → IO- + I- + H2O pH dijaga ≈ 8

S2O32- + 4IO- + 2OH- → 4I- + 2SO42- + H2O

3. Karena kelarutan iod di dalam air sangat kecil (0,00134 mol/L)


menyebabkan KI yang digunakan harus berlebih
Syarat dalam Titrasi IODo-iodiMETRI ??

4. Penambahan indikator kanji


Iodometri : Sebaiknya dilakukan saat menjelang titik akhir
titrasi (larutan berwarna kuning)

Iodimetri : dapat ditambahkan sejak awal titrasi

5.Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisir


terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas

4I- + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O


Larutan Baku Natrium tiosulfat

 Dibuat dari garam Na2S2O3.5H2O (BM = 248,17)

 Relatif tidak stabil → standarisasi

K2Cr2O7

KIO3

KBrO3

K3[Fe(CN)6

I2
Larutan Baku Natrium tiosulfat

Keasaman
• Tiosulfat stabil dalam suasana sedikit basa atau netral
• Jika terlalu asam akan membentuk hidrogen sulfit
• Jika terlalu basa akan membentuk natrium sulfit dan natrium
sulfida

Oksidasi oleh udara


• Tiosulfat mudah teroksidasi oleh udara
• Diencerkan menggunakan air bebas O2

Mikroorganisme
• Mencegah aktivitas bakteri → dipakai air yang sudah dididihkan,
ditambah pengawet (kloroform, natrium karbonat, natrium
benzoat, HgI2)
Larutan Baku
Iodium

Iod (I2) : zat padat sukar larut dalam air

0,0013 mol/L
pada 25°C

Sebagai pelarut digunakan KI

Larutan iod tidak stabil

As2O3 atau Na2S2O3


Natrium tiosulfat
Standarisasi

Kalium Dikromat

Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam dan ion
dibebaskan.

Cr₂O₇²¯ + I¯ + H⁺ → Cr³⁺ + I₂ + H₂O

Kalium Iodat
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

KIO₃ + 5KI + 6HCl → 3I₂ + 6KCl + 3H₂O

I₂ + 2Na₂S₂O₃ → 2NaI + Na₂S₄O₆


Standar primer untuk iodin
Standarisasi

Arsen (III) oksida, As2O3


Arsen (III) oksida merupakan standar primer yang baik dan paling sering
dipergunakan. Senyawa ini stabil, non-higroskopis dan tersedia dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Reaksi antara zat ini dan iod adalah reaksi reversible :

HAsO2 + I2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2I-

Natrium Tiosulfat
Natrium tiosulfat ini terlebih dahulu distandarisasi dengan kalium iodat atau
kalium dikromat.

2S2O32- + I2 2I- + S4O62-


Titrasi IODo-iodIMETRI

Kanji bereaksi dengan iod, dengan adanya iodida membentuk suatu


kompleks yang berwarna biru kuat, yang akan terlihat pada
konsentrasi konsentrasi iod yang sangat rendah.

Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :

Amilum + I2 → iod-amilum (biru)

Iod-amilum + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum


(biru) (tak
berwarna)
Titrasi IODo-iodIMETRI

Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah,


namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut :
(i) bersifat tidak dapat larut dalam air dingin;
(ii) ketidakstabilan suspensinya dalam air;
(iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam
air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam
titrasi (karena itu, dalam titrasi iod larutan kanji hendaknya tak
ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir, ketika warna
mulai memudar).
Kanji
natrium
glukonat
IODO-
IODIMETRI

Banyak digunakan untuk penentuan kadar analit


secara volumetri

Penentuan klor aktif dalam bubuk


pemutih Penentuan kadar Vit. C
Penentuan tembaga dalam
tembaga sulfat Penentuan arsen
dalam larutan sodium
arsenit
Contoh Laporan
Penentuan Kadar Natrium Hipoklorit dalam Pemutih Pakaian

Dasar Teori
Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri),
dan ion iodide digunakansebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa
zat merupakan pereaksi reduksiyang cukupkuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalahsedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksisempurna dengan
ioniodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan
ioniodida ditambahkankepada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan
larutan natrium tiosulfat.Iodometri adalahsuatu proses analitis tak langsung
yang melibatkan iod. Ion iodida berlebih ditambahkan padasuatu zat pengoksid
sehingga membebaskan iod, yang kemudian dititrasidengan natrium tiosulfat.

Tujuan Praktikum
Penentuan Kadar Natrium Hipoklorit dalam Pemutih Pakaian
Alat & Bahan
Alat Bahan
 Buret 50 mL 1 buah  Cairan bahan pemutih 10 mL
 Labu Erlenmeyer 100 mL 3 buah  Larutan Na2S2O3 0,1 N 50 mL
 Statif dan klem buret 1 set  Larutan H2SO4 2 M 10 tetes
 Pipet gondok + ball 10 mL 1 buah  Larutan KI 0,1 M 40 tetes
 Botol Semprot 1 buah  Indikator amilum 2% 4 tetes

Prosedur
• Encerkan cairan pemutih sampai 10 kali lipat dengan akuades
• Ambil 10 mL cairan pemutih yang telah diencerkan, masukkan ke dalam labu
erlenmeyer
• Tambahkan ke dalam labu erlenmeyer larutan H2SO4 2 M sebanyak 10 tetes.
• Tambahkan larutan KI 0,1 M ke dalam labu erlenmeyer sampai larutan
berwarna coklat.
• Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning terang,
ketika larutan berwarna kuning terang, tambahkan indikator amilum sehingga
berwarna biru.
• Lanjutkan titrasi sampai larutan tidak berwarna.
IODOMETRI
Hasil Pengamatan & Reaksi yang terjadi:

Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan ClO-

ClO- (aq) + 2 I- (aq) + 2 H+ (aq)  I2 (g) + Cl-


(aq) + H2O (l)
Penambahan Indikator Amilum
Pada Titik akhir titrasi

I2 (g) + 2 S2O32- (aq)  2 I- (aq) + S4O62- (aq)


PERHITUNGAN
Perhitungan penentuan kadar klorin dalam cairan pemutih pakaian diatas adalah sebagai berikut :

a)      V1 = 16,6 mL

b)      V2 = 19,7 mL

c)      V3 = 17,7 mL.


Sehingga perhitungannya sebagai berikut:
Cl2 + 2 I- → 2Cl- + I2
I2 + 2 S2O32- → S4O62- + 2I-
v  Pada percobaan pertama
Massa Sampel = V x ρ =  2 x 1,1 = 2,2 gram
molek Na2S2O3 = molek Cl2
             N. V    =  molek Cl2
 0,146 x 16,6    =   molek Cl2
2,4236 x 10-3    =   molek Cl2

Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE


                                 = 0,0024 x 35,5
                                 = 0,0852 gram.
% Massa Cl2 = Massa Cl2 x 100% Massa sampel
                      = 0,0852 x 100%. 2,2
v  Pada percobaan Kedua
Massa Sampel = V x ρ = 2 mL x 1,1 gram/mL = 2,2 gram
molek Na2S2O3   =   molek Cl2
              N. V    =    molek Cl2
  0,146 x 19,7    =    molek Cl2
  2,8762 x 10-3  =    molek Cl2
Sehingga massa Cl2 =   molek Cl2 . BE
                                 =    0,0029 x 35,5
                                 = 0,1029 gram
% Massa Cl2 = Massa Cl2 X 100% Massa Sampel
                      = 0,1029 x 100%. 2,2
                      = 4,6772 %
                      = 4,68 %
v  Pada percobaan Ketiga
Massa Sampel = V x ρ = 2 mL x 1,1 gram/mL = 2,2 gram
molek Na2S2O3   =   molek Cl2
           N. V       =   molek Cl2
  0,146 x 17,7   =    molek Cl2
 2,5842 x 10-3  =   molek Cl2
Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE
                                = 0,0026 x 35,5
                                = 0,0923 gram
% Massa Cl2 = Massa Cl2 X 100% . Massa Sampel
                     = 0,0923 x 100%. 2,2
                     = 4,1954 %
                     = 4,19 %
Jadi kadar rata-rata Cl2 dalam sampel pada percobaan ini adalah sekitar 4,25 %.
 
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai normalitas
sebagai larutan baku adalah 0,1037 N, sedangkan nilai normalitas larutan Na2S2O3
rata-rata adalah 0,146 N 2. Untuk aplikasi iodometri yaitu penentuan kadar ¬Cl2
dalam pemutih (bayclin) diperoleh kadar rata-rata ¬ sebesar 4,25 %.
3.2 Saran
Untuk menentukan titik akhir suatu titrasi harus dilakukan secara cermat dan teliti ,
kelebihan larutan Na2S2O3 sedikit saja saat titik akhir sudah tercapai akan membuat
larutan erlenmeyer tidak berwarna padahal seharusnya berwarna kuning muda dan
sebaliknya apabila larutan Na2S2O3 masih kurang maka warna kuning yang
diinginkan tidsk sesuai karena warnanya kurang muda(terlalu pekat), sehingga akan
berpengaruh terhadap hasil perhitungan untuk menentukan normalitas Na2S2O3. Titik
akhir titrasi tidak jauh berbeda dengan titik ekivalennya, namun karena faktor
keterbatasan indera penglihatan membuat titik akhir titrasi tidak tepat dengan titik
ekivalennya.

Anda mungkin juga menyukai