Anda di halaman 1dari 35

TRAUMA MELAHIRKAN

1. Felive
2. Nickholas
3. Khatleen
4. Gabby
FISTULA REKTOVAGINAL
DEFINISI

Fistula rektovaginal adalah kondisi medis di mana


terdapat fistula atau hubungan abnormal antara 
rektum dan vagina . [1]
ETIOLOGI

Fistula vagina dapat terjadi akibat cedera, operasi,


infeksi, terapi radiasi, menderita penyakit
peradangan usus, divertikulitis, atau ruptur
perineum dan infeksi pada episiotomi setelah
melahirkan. Apa pun penyebabnya, fistula jenis ini
harus ditangani melalui operasi.
PATOFISIOLOGI
• Sebab Obstetrik

Terjadinya penekanan jalan lahir oleh kepala bayi dalam waktu lama, seperti pada partus
lama  iskemi kemudian nekrosis lambat, atau akibat terjepit oleh alat pada persalinan
buatan  kejadian ini sering ditemukan di negara berkembang, dengan pelayanan rujukan
yang sulit dijangkau, terbanyak berupa fistula urogenital.
• Sebab Ginekologik
• Proses keganasan, radiasi, trauma operasi atau kelainan kongenital.
• Lebih jarang, kecuali di negara maju, fistula akibat prosesginekologis  tersering
paling banyak adalah fistula vesikovaginal pasca histerektomi.
• Lokasi terbanyak pada apeks vagina ukuran 1-2 mm terjadi akibat terjepit oleh klem atau
terikat oleh jahitan.
TANDA DAN GEJALA

• Air kencing terus menerus mengalir( menimbulkan bau (genitalia


• eksterna selalu basah.
• haid terganggu, amenorrhea skunder.
• wanita tdk dapat berfungsi lagi sebagai seorang wanita.
• Kulit sekitas anus tebal.
• Infeksi pada jalan lahir.
• ada pemeriksaan spekulum terlihat didnding vesika menonjol keluar.
• Flatus dari vagina (keluar Cairan dari reKtum.
TINDAKAN PENGOBATAN

• Metode pengobatan utama yang diakukan adalah melalui operasi. Kendati


demikian, layaknya suatu tindakan medis, operasi fistula ini memiliki
beberapa risiko, di antaranya adalah kesulitan untuk mengatur buang air
besar (inkontinensia alvi) dan fistula yang muncul kembali.
KLASIFIKASI
Tergantung pada lokalisasi kebocoran:
• Fistula yang berhubungan dengan terurinarius
• Fistula vesikovagina
• Fistula uretrovagina
• Fistula. Ureterovagina
• Fistula vesikouterina
• Fistula uretrovesikouterina
• Fistula multipel
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemindaian. Pemeriksaan dengan pemindaian bertujuan untuk


mendapatkan gambaran yang lebih detail, dalam hal ini kondisi daerah anus
dan saluran abnormalnya (fistula). Pemindaian dapat dilakukan dengan foto
Rontgen (fistulografi), USG, CT scan, dan MRI.
ASUHAN KEPERAWATAN
FISTULLA GENETALIA
• Pengkajian
• Diagnosa
• Planing
• Intervensi
• evaluasi
• Pengkajian
• Dilaksanakan pada klien dengan kelainan menstruasi selain dilakukan pengkajian secara umum, juga dilakukan
pengkajian khusus yang ada hubungannya dengan kelainan menstruasi, adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah
:
• Pertama kali mendapat menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah, siklus teratur atau tidak dan
beberapa hari siklus.
• Ada tidakannya rasa nyeri saat menstruasi.
• Riwayat keluarga, apakah ada yang mempunyai penyakit yang sama.
• Riwayat Obstetri :
• Riwayat Perkawinan.
• Kebiasaan hidup sehari-hari.
• Penyakit yang pernah di derita.
• Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan perawatan.
• Gejala gastro intestinal : tidak nafsu makan, mual, muntah.
• Ada atau tidaknya pusing, sakit kepala, kurang konsentrasi.
• Adanya kelelahan, banyak keringat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan dismenore


2.Potensiall tidak efektifnya pertahanan diri sehubungan dengan :
• Kurangnya pengetahuan tentang penyebab penyakit
• Efek emosional dan fisik dari penyakit.
• Kurangnya pengetahuan tentang perawatan dan pengobatan
penyakit.
3.Kecemasan sehubungan dengan penyakit.
TUJUAN

• Klien mengetahui dan menerima respon fisik dan emosional dari siklus menstruasi.
• Klien dapat memilih therapi yang tetap.
• Perawatan berhasil dengan baik atau klien dapat adaptasi dengan keadaan diri bila therapy tidak
memungkinkan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
• Mengkaji rasa nyeri : lokasi, type, lamanya dan riwayat ketidak nyamanan.
• Memberi rasa nyaman dengan :
• Memberi kompres hangat pada abdomen.
• Anjurkan mandi hangat.
• Message punggung.
• Melakukan exercise atau relaksasi.
• Istirahat tidur.
• Memberi obat sesuai dengan program.
• Mengadakan diskusi atau komunikasi dengan klien tentang :
• Perasaan yang dirasakan sekarang.
• Perubahan yang terjadi pada siklus menstruasi.
• Perawatan yang harus dilakukan.
• Memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Memberi support mental, memberi harapan yang
dapat dilakukan untuk penyembuhan.
EVALUASI

• Rasa nyeri berkurang.


• Klien merasa nyaman.
• Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
• Rasa cemas berkurang dengan pengertian yang telah
diberikan.
INKONTINENSIA URIN
PENGERTIAN
• Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan
sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol; secara
objektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis.
Hal ini memberikan perasaan tidak nyaman yang menimbulkan dampak
terhadap kehidupan sosial, psikologi, aktivitas seksual dan pekerjaan. Juga
menurunkan hubungan interaksi sosial dan interpersonal. Inkontinensia urin
dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat
diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi
saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, rangsangan obat–obatan
dan masalah psikologik.
• Kelainan Inkontinensia urin sendiri tidak mengancam jiwa penderita, tetapi
berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor gangguan
psikologis dan faktor sosial yang sulit diatasi. Penderita merasa rendah diri
karena selalu basah akibat urin yang keluar,pada saat batuk, bersin,
mengangkat barang berat, bersanggama, bahkan kadang pada saat beristirahat
dan setiap saat harus memakai kain pembalut
JENIS – JENIS INKONTINENSIA URIN

• Berdasarkan sifat reversibilitasnya inkontinensia urin dapat dikelompokkan


menjadi 2 yaitu
• 1. Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence )
• 2. Inkontinensia urin kronik ( Persisten ) :
• Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence )
Inkontinensia urin ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan
dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenic dimana menghilang jika kondisi akut teratasi.
Penyebabnya dikenal dengan akronim DIAPPERS yaitu : delirium, infeksi dan inflamasi, atrophic
vaginitis, psikologi dan pharmacology, excessive urin production (produksi urin yang berlebihan),
restriksi mobilitas dan stool impaction (impaksi feses).

• Inkontinensia urin kronik ( Persisten )


Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama ( lebih dari 6 bulan ).
Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang melatar belakangi Inkontinensia urin kronik (persisten)
yaitu : menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan pengosongan
kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi beberapa tipe
1.Stress
2.urge
3.overflow
4.mixed
1. Inkontinensia urin tipe stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di
dalam perut, melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Gejalanya antara
lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan
tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi (misalnya dengan Kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan operasi.
Inkontinesia urin tipe stress dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu:
1.Tipe 0 :pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak dapat dibuktikan melalui pemeriksaan
2.Tipe 1 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan manuver stress dan adanya sedikit penurunan uretra
pada leher vesika urinaria
3.Tipe 2 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher vesika urinaria 2 cm atau
lebih
4.Tipe 3 :uretra terbuka dan area leher kandung kemih tanpa kontraksi kandung kemih. Leher uretra
dapat menjadi fibrotik (riwayat trauma atau bedah sebelumnya) dengan gangguan neurologic atau
keduanya. Tipe ini disebut juga defisiensi sfingter intrinsik
2. Inkontinensia urin tipe urge
timbul pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana otot ini
bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan ketidak mampuan
menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat berupa
perasaan ingin kencing yang mendadak ( urge ), kencing berulang kali ( frekuensi ) dan
kencing di malam hari ( nokturia ).

3. Inkontinensia urin tipe overflow


pada keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam
kandung kemih, umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal
ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang
belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah
kencing ( merasa urin masih tersisa di dalam kandung kemih ), urin yang keluar sedikit
dan pancarannya lemah. Inkontinensia tipe overflow ini paling banyak terjadi pada pria
dan jarang terjadi pada wanita.
4. Inkontinensia tipe campuran (Mixed)
merupakan kombinasi dari setiap jenis inkontinensia urin di atas. Kombinasi
yangpaling umum adalah tipe campuran inkontinensia tipe stress dan tipe
urgensi atau tipe stress dan tipe fungsional
ETIOLOOGI

• Terdapat sejumlah alasan terjadinya inkontinensia, baik yang disebabkan oleh


beberapa factor dan masalah klinis yang berhubungan. Alasan utama pada lansia
adalah adanya “ ketidakstabilan kandung kemih “. Beberapa kerusakan persyarafan
mengakibatkan sesorang tidak mampu mencegah kontraksi otot kandung kemih
secara efektif ( otot detrusor ) dan mungkin juga dipersulit oleh masalah lain, seperti
keterbatasan gerak atau konfusi. Keinginan untuk miksi datang sangat cepat dan
sangat mendesak pada seseorang sehingga penderita tidak sempat pergi ke toilet,
akibatnya terjadi inkontinensia, kejadian yang sama mungkin dialami pada saat tidur.
• Pada wanita, kelemahan otot spingter pada outlet sampai kandung kemih seringkali
disebabkan oleh kelahiran multiple sehingga pengeluaran urine dari kandung kemih
tidak mampu dicegah selama masa peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Adanya tekanan di dalam abdomen, seperti bersin, batuk, atau saat latihan juga
merupakan factor konstribusi.
• Pembesaran kelenjar prostat pada pria adalah penyabab yang paling umum
terjadinya obstruksi aliran urine dari kandung kemih. Kondisi ini menyebabkan
inkontinensia karena adanya mekanisme overflow. Namun, inkontinensia ini dapat
juga disebabkan oleh adanya obstruksi yang berakibat konstipasi dan juga adanya
massa maligna ( cancer ) dalam pelvis yang dialami oleh pria dan wanita. Akibat
dari obstruksi, tonus kandung kemih akan menghilang sehingga disebut kandung
kemih atonik. Kandung kemih yang kondisinya penuh gagal berkontraksi, akan
tetapi kemudian menyebabkan overflow, sehingga terjadi inkontinensia.
• Apapun penyebabnya, inkontinensia dapat terjadi saat tekanan urine di dalam
kandung kemih menguasai kemampuan otot spingter internal dan eksternal
( yang berturut – turut baik secara sadar maupun tidak sadar ) untuk menahan
urine, tetap berada dalam kandung kemih
• Inkontinensia stres disebabkan oleh melemahnya atau rusaknya otot-otot yang berfungsi untuk
mencegah proses buang air kecil, seperti otot dasar panggul dan sfingter uretra (lubang
keluarnya urine).
• Inkontinensia urge biasanya disebabkan oleh aktivitas berlebihan otot detrusor yang
mengendalikan kandung kemih. Selain itu dapat disebabkan oleh terlalu banyak mengonsumsi
alkohol dan kafein.
• Inkontinensia overflow biasanya disebabkan oleh penyumbatan pada kandung kemih sehingga
mencegah pengosongan sepenuhnya. Bisa juga disebabkan oleh pembesaran prostat.
• Inkontinensia total biasanya disebabkan oleh masalah pada kandung kemih sejak lahir, cedera
tulang belakang atau adanya fistula (jalur baru) pada kandung kemih.

Di samping itu, ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan inkontinensia urine,
seperti:
• Kehamilan dan persalinan melalui vagina
• Obesitas
• Riwayat keluarga
• Penuaan
TANDA DAN GEJALA
• Tanda dan Gejala umum inkontinensia urine adalah buang air kecil tanpa diinginkan atau disadari.
Bagaimana dan kapan mengompol itu terjadi tergantung dari tipe inkontinensia.
• Tanda dan Gejalanya meliputi:
• BAK saat olahraga, batuk, bersin, atau tertawa
• BAK di celana karena rasa ingin BAK yang sangat intens dan tiba-tiba sehingga tidak sempat ke
toilet
• BAK ketika berubah posisi
• BAK ketika mendengar suara air mengalir
• BAK ketika berhubungan seksual
• BAK sedikit-sedikit terus menerus
• BAK tidak tuntas atau anyang-anyangan
• selalu BAK dalam jumlah yang banyak terutama pada malam hari
PATHWAY
FAKTOR RESIKO INKONTINENSIA URIN

• Faktor resiko yang berperan memicu inkontinensia urin pada wanita adalah :
1. Faktor kehamilan dan persalinan
- Efek kehamilan pada inkontinensia urin tampaknya bukan sekedar proses mekanik inkontinensia
urin pada perempuan hamil dapat terjadi dari awal kehamilan hingga masa nifas, jadi tidak berhubungan
dengan penekanan kandung kemih oleh uterus.
- Prevalensi inkontinensia urin meningkat selama kehamilan dan beberapa minggu setelah
persalinan.
- Tingginya usia, paritas dan berat badan bayi tampaknya berhubungan dengan inkontinensia urin.
2. Wanita dengan indeks masa tubuh lebih tinggi akan cenderung lebih banyak mengalami inkontinensia
urin
3. Menopause cenderung bertindak sebagai kontributor untuk resiko terjadinya inkontinensia urin.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
1.      Urinallisis, digunakan untuk melihat apakan ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
2.      Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu bawah
kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
3.      Cysometri digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuscular kandung kemih dengan mengukur efisiensi
reflex otot detrusor, tekanan dan kapasitas intravesikal dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.
4.      Urografi ekskretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi
ginjal, ureter, dan kandung kemih.
5.      Volding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan kandung kemih dan uretra
serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, striktur uretra, dan tahap gangguan uretra prostatic stenosis ( pada pria ).
6.      Uretrografi retrograde, digunakan hampir secara ekslusif pada pria, membantu diagnosis striktur dan
obstruksi orifisium uretra.
7.      Elektromiografi sfingter pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat atau nyeri,
kemungkinan menanndakan hipertrofi prostat jinak atau infeksi. Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan
impaksi yang mungkin menyebabkan inkontinensia.
8.      Pemeriksaan vagina dapat memperlihatkan kekeringan vagina atau vaginitis atrofi, yang menandakan
kekuranagn estrogen.
9.      Katerisasi residu pescakemih digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan
jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.
PENANGANAN

• Perubahan gaya hidup, mengurangi berat badan dan membatasi alkohol serta
kafein, akan membantu proses pengobatan
• Melakukan latihan dasar panggul
• Melakukan latihan kandung kemih
• Menggunakan bantalan penyerap
• Pengobatan dengan resep dokter yang biasanya berupa duloxetine,
antimuscarinik, mirabegron, desmopressin
• Pembedahan seperti prosedur tape atau sling untuk inkontinensia stres
ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA

Diagnosa

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penyebaran infeksi dari uretra


2.      Kekurangan Volum cairan b/d diuresis osmotic
3.      Resiko tinggi infeksi b/d glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)
4.      Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat
mengompol dan bau urine
INTERVENSI
Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penyebaran infeksi dari uretra
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama 2×24 jam diharapakan nyeri dapat teratasi
atau berkurang
Kriteria hasil :
1.   Nyeri terkntrol atau hilang
2.   Klien dapat kembali tenang dan rileks
3.   Klien mampu beristirahat seperti biasanya
Intervensi :
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas atau skala nyeri dan lamanya nyeri
2. Catat lamanya intensitas (skala 0-10) dan penyebaran
3. Berikan tindakan keyamanan.
4. Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi.
Dx : Kekurangan Volum cairan b/d diuresis osmotic
Tujuan : Klien menunjukkan hidrasi yang adekuat/ kekurangan cairan dapat diatasi
Kriteria hasil :
1. TTV stabil
2. Membrane mukosa bibir lembab
3. Turgor kulit elastic
4. Intake dan output seimbang
Intervensi :
1. Dapatkan riwayat pasien/ orang terdekat sehubungan dengan lamanya gejala seperti muntah
pengeluaran urine yang berlebihan
2. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ,warna kulit dan kelembaban-nya
3. Pantau masukan dan pengeluaran urine
4. Timbang BB setiap hari
5. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung
6. Kolaborasi:
- Berikan terapi cairan sesuai indikasi
- Berikan cairan IV
Dx : Resiko tinggi infeksi b/d glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama ..×24 jam diharapakan Resiko
tinggi infeksi dapat teratasi
kriteria hasil :
1. Kebersihan perineal teratasi
2. Menjaga kebersihan kateter
Intervensi :
1.Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci
daerah perineal sesegera mungkin.
2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian
dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar Kecuali
dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan sekurang-
kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
3.Berikan terapi antibiotoik
Dx : isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol
dan bau urine
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama ..×24 jam diharapakan isolasi
sosial dapat teratasi
kriteria hasil :
1. pasien tidak merasa malu
Intervensi :
1. Dorong pasien / orang terdekat untuk mengatakan perasaan. Akui kenormalan
perasaan marah, depresi, dan kedudukan karena kehilangan.
2. Perhatikan perilaku menarik diri, peningkatan ketergantungan, manipulasi atau
tidak terlibat pada asuhan.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk menerima keadaannya melalui partisipasi
dalam perawatan diri

Anda mungkin juga menyukai