Anda di halaman 1dari 43

Anti Pencucian

Uang dan
Pencegahan Pendanaan
Terorisme

0
AGEND
A
Bab I : Gambaran Umum

Bab II : Framework APU


PPT

Bab III : Prinsip Pengenalan


Nasabah

1
Bab I : Gambaran
Umum
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

Kejahatan Penerapan
Pencegaha
Transnasional n APU dan
PPT
mengancam stabilitas PBI + SE
perekonomian BI :
APU PPT
merusak integritas UU:
sistem APU
keuangan PPT
membahayakan
Perka
masyarakat,
PPATK:
bangsa & Negara
2 APU PPT
Konsep APU
1. Pencucian Uang
PPT
1. Definisi Pencucian Uang (pasal 1 ayat 4, UU TPPU)
merupakan perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

2. Karakteristik Kegiatan Pencucian Uang


1. Bukan kejahatan yang berdiri sendiri, berasal dari tidak pidana asal ( predicate
crimes)
2. Bersifat transborder / transnasional
3. Menggunakan serangkaian transaksi (a cycle of transactions)
4. Menggunakan banyak orang (terorganisir), teknologi dan bantuan jasa
profesional
3 5. Menggunakan Penyedia Jasa Keuangan sebagai tempat akhir untuk melegitimate
Konsep APU
PPT
2. Pendanaan
Terorisme
merupakan “penggunaan harta kekayaan secara
langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan
terorisme”.

Tujuan tindak pidana pendanaan terorisme adalah


membantu kegiatan terorisme, baik dengan harta
yang dihasilkan dari suatu tindak pidana maupun dari
harta kekayaan yang diperoleh secara sah

4
Pelaku Pencuci
Uang
3 jenis pelaku tindak pidana pencucian uang (UU. No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU),
yaitu:
a. Pelaku aktif
Yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

b. Pelaku pasif
Yaitu setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 ayat
(1).
c. Pelaku yang menyamarkan
Pelaku yang menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini
5
pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang (Pasal 4 UU RI no 8 tahun 2010)
Tahapan Pencucian
Uang

6
Tindak Pidana Pencucian
Uang
26 Jenis Tindak Pidana (Predicate Crimes) dalam pencucian
uang
a. Korupsi
b. Penyuapan p. Pencurian
c. Narkotika q. Pengelapan
d. Psikotropika r. Penipuan
e. Penyelundupan tenaga s. Pemalsuan uang
f. kerja
Penyelundupan t. Perjudian
migrant u. Prostitusi
g. Di bidang perbankan v. Di bidang perpajakan
i.h. Di bidang pasar modal w. Di bidang kehutanan
perasuransian x. Di bidang lingkungan hidup
j. Kepabeanan
k. y. Di bidang kelautan dan
l. Perdagangan
Cukai per-
m. Perdagangan senjata
orang ikanan, atau
gelap z. Tindak pidana lain
n. Terorisme yang diancam dgn pidana
7
o. Penculikan penjara
Pencegahan
Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme
Program APU & PPT adalah serangkaian aktivitas
yang harus dilakukan oleh Bank  untuk mencegah
aktivitas pencucian uang.

Aktivitas pencegahan dalam APU & PPT


dilaksanakan dengan cara:
(1) Identifikasi Nasabah dan Customer profiling,
(2) memantau transaksi nasabah,
(3) melaporkan transaksi nasabah yang mempunyai
unsur unsur pencucian uang kepada Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
8
Dampak Pencucian
Uang
TPPU memberikan dampak negatif bagi institusi keuangan
maupun
Negara dalam berbagai perspektif, diantaranya :
a. Perspektif bisnis, mengakibatkan rusaknya reputasi, terlibat masalah
hukum, mengganggu operasional dan likuiditas bisnis
b. Perspektif ekonomi, mengakibatkan meningkatnya instabilitas sistem
keuangan, distorsi ekonomi, menyulitkan otoritas moneter
mengendalikan rupiah, menurunkan penerimaan pajak
c. Perspektif sosial, menciptakan / memperparah ketidakadilan sosial,
meningkatkan aksi kejahatan, meningkatkan biaya pemerintah untuk
menangkal aksi kejahatan
d. Perspektif internasional, dapat menjadikan negara digolongkan
sebagai negara berisiko tinggi dan dapat dikucilkan dari pergaulan
internasional
9
BAB II
Framework APU
PPT
1. Pengawasan Aktif Dewan Direksi dan Komisaris
Peran aktif dari Direksi dan Dewan Komisaris sangat diperlukan agar Program APU
dan PPT dapat diimplementasikan secara efektifi dan konsisten. Komitmen dari
Direksi dan Dewan Komisaris sangat mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan
organisasi dalam penerapan Program APU dan PPT.
Selain itu, peran aktif Direksi dan Dewan Komisaris juga dapat memotivasi
karyawan
untuk mendorong terbentuknya budaya kepatuhan di seluruh jajaran organisasi.

2. Kebijakan dan Prosedur APU dan PPT Yang Berbasis Risiko


Bank wajib memiliki Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional APU dan PPT yang
disusun berdasarkan jenis usaha Bank dan tingkat risiko yang dihadapi terhadap
kemungkinan terjadinya kegiatan pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Agar tercapai penerapan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT yang efektif,
maka pedoman tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh staf serta
10
diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.
Framework APU PPT,
sambungan

3. Pengendalian Intern
Pengendalian intern sangat diperlukan agar pelaksanaan program APU &
PPT dijalankan di seluruh jajaran organisasi, baik bisnis maupun support.
Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif, yang antara lain sbb :
a.Bank wajib memiliki kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai;
b.Bank wajib melakukan pemisahan fungsi yang jelas antara satuan kerja operasional
dengan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian.

4. Sistem Informasi Manajemen


Untuk dapat melaksanakan kewajiban pelaporan Bank harus dapat mendeteksi
transaksi nasabah yang yang diproses oleh Bank sangat banyak maka diperlukan
system informasi manajemen yang berfungsi untuk menyaring transaksi yang dapat
dikatagorikan memiliki unsur unsur transaksi keuangan yang mencurigakan. Sistem
informasi manajemen yang mendukung program anti pencucian uang harus dapat
mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif
mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah/Walk in Customer (WIC)
Bank.
11
Framework APU PPT,
sambungan

5. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan


Salah satu kunci keberhasilan dari penerapan program APU & PPT adalah adanya
karyawan yang memahami dan trampil melakukan tindakan pencegahan
pencucian uang. Agar hal ini dapat tercapai maka Bank wajib menyelenggarakan
pelatihan yang berkesinambungan tentang:
a. Implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program
APU dan PPT;
b. Teknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan
c. Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT

12
BAB III
Prinsip Pengenalan
Nasabah
Program pengenalan nasabah atau KYC – Know Your Customer, merupakan
prosedur
yang wajib dilakukan
calon tapi juga
bank.dilakukan
Pengenalan
terhadap
nasabahnasabah
bukan hanya
existingdilakukan
bank,
nasabah Walk intermasuk
terhadap Customer (WIC).
Prinsip Pengenalan Nasabah yang dikenal Know Your Customer Principles (KYC)
adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui
identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan kepada PPATK

Pada UU No.8 Tahun 2010, Prinsip Mengenal Nasabah (KYC) ini berubah
menjadi prinsip mengenali pengguna jasa yang dikenal sebagai Customer Due
Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD).

KYC =
13
CDD/EDD
CDD/EDD
Customer Due Dilligence (CDD) merupakan kegiatan berupa identifikasi, verifikasi,
dan pemantauan yang dilakukan Bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut
sesuai dengan profil Calon Nasabah, Walk in Customer (WIC), atau Nasabah.

Penerapan KYC atau CDD/EDD pada dasarnya memberikan manfaat bagi bank,
diantaranya :
1. Membantu bank agar dapat mendeteksi sesegera mungkin setiap aktivitas yang
mencurigakan yang dilakukan nasabah.
2. Menegakkan prinsip kehati-hatian.
3. Untuk menghindarkan bank dari tindak pidana pencucian uang dan pencegahan
pendanaan teroris.
4. Mengurangi risiko bank sebagai sarana untuk
dimanfaatkannya
aktivitas kejahatan. melakukan
5. Untuk membantu upaya penegakan hukum, khususnya tindak pidana pencucian
uang.
6. Melindungi reputasi bank.
14
CDD/EDD,
sambungan
Customer Due Dilligence (CDD) dilakukan antara lain pada saat :
a. Melakukan hubungan dengan calon nasabah.
b. Melakukan hubungan Usaha dengan Walk in Customer (WIC). *
c. Terdapat informasi meragukan yg diberikan nasabah, penerima kuasa atau Beneficial Owner.**
d. Terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar terkait dengan pencucian uang, pendanaan terorisme,
korupsi dan tindak pidana lainnya misal Narkotika.

Note :
*) Walk in Customer (WIC) adalah :
Pihak yang menggunakan jasa Bank namun tidak memiliki rekening pada Bank tersebut, tidak
termasuk pihak yang mendapatkan perintah atau penugasan dari Nasabah untuk melakukan transaksi
atas kepentingan Nasabah.

**) Beneficial Owner adalah setiap orang yang:


a. Merupakan pemilik sebenarnya dari dana yang ditempatkan pada Bank (ultimately own account).
Pemilik sebenarnya dari dana yang dimaksud di sini termasuk sumber dana yang ditempatkan.
Contoh Nasabah dengan profil ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan, maka suami
menjadi
Beneficial Owner dari Nasabah tersebut;
b. Mengendalikan transaksi Nasabah
c. Memberikan kuasa untuk melakukan transaksi,
d. Mengendalikan badan hukum, contoh Nasabah perusahaan
15 e. Merupakan pengendali akhir dari transaksi yang dilakukan
CDD/EDD,
sambungan

CDD Existing Customer


Nasabah lama juga perlu dilakukan CDD karena ada kemungkinan profil nasabah
lama belum lengkap atau sudah berubah.

CDD terhadap Existing Customer dilakukan apabila terjadi hal-hal sebagai berikut
:
1. Terdapat peningkatan nilai transaksi yang signifikan
2. Terdapat perubahan profil nasabah yang bersifat signifikan
3. Informasi nasabah yang tersedia dalam CIF belum lengkap atau belum
sesuai
dengan informasi yang dipersyaratkan
4. Adanya indikasi rekening yang menggunakan nama fiktif

16
Identifikasi nasabah (customer
profiling)
Dalam proses penerimaan calon Nasabah atau berhubungan dengan WIC, Bank
wajib melakukan identifikasi calon Nasabah/WIC tersebut sebagai berikut :
a. Meminta informasi mengenai calon Nasabah/WIC
b. Meminta bukti identitas dan dokumen pendukung informasi tersebut
c. penelitian atas kebenaran dokumen pendukung identitas
d. permintaan kartu identitas lebih dari satu yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang,
apabila terdapat keraguan terhadap kartu identitas yang ada;
e. apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan calon Nasabah untuk memperoleh
keyakinan atas kebenaran informasi, bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung
f. Menolak untuk membuka atau memelihara rekening anonim atau rekening
yang
menggunakan nama fiktif;
g. Melakukan pertemuan langsung (face to face) dengan calon Nasabah pada awal melakukan
hubungan usaha dalam rangka meyakini kebenaran identitas
h. Kewaspadaan terhadap transaksi atau hubungan usaha dengan Calon Nasabah yang berasal
atau terkait dengan negara yang belum memadai dalam melaksanakan rekomendasi FATF;
dan penyelesaian proses verifikasi identitas calon Nasabah dan
i. Beneficial Owner atau WIC dilakukan sebelum membina hubungan usaha dengan Calon
Nasabah atau sebelum melakukan transaksi dengan WIC.
17
Identifikasi
WIC
Nilai ≥ Rp 100 juta (setara dlm
valas)
Identifikasi terhadap WIC •Data lengkap WIC (sesuai
wajib dilakukan pada
ketentuan)
saat WIC melakukan
transaksi dengan Bank.

Nilai < Rp 100 juta


• Data pokok WIC, antara lain:
• WIC Perorangan
- Nama lengkap termasuk alias
- Nomor dokumen identitas
- Alamat tempat tinggal sesuai
dokumen
• WIC Perusahaan
- Nama perusahaan
18 - Alamat kedudukan
Risk Based Approach
(RBA)
Risk Based Approach (RBA) merupakan proses pengelompokan nasabah berdasarkan
tingkat risiko dari kemungkinan terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Pemeringkatan risiko nasabah dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi risiko, yaitu:
• Risiko rendah,
• Risiko menengah
• Risiko tinggi

Prosedur yang diterapkan :


a. Risiko Rendah
penerapan prosedur CDD yang lebih sederhana, sepanjang tidak terdapat
dugaan terjadinyatransaksi pencucian uang atau pendanaan terorisme.
b. Risiko Menengah.
penerapan prosedur CDD sesuai persyaratan sebagaimana ketentuan yang
berlaku.
c. Risiko Tinggi
Dalam hal nasabah tergolong risiko tinggi atau nasabah menggunakan produk bank
yang tergolong berisiko tinggi, maka bank diwajibkan untuk melakukan prosedur
19
CDD yang lebih mendalam (disebut Enhanced Due Diligence (EDD)).
RBA,
sambungan
Metoda dasar pemeringkatan risiko dengan melakukan analisa terhadap faktor , a.l. :
a. Identitas nasabah
b. Profil nasabah
c. Jumlah Transaksi
d. Kegiatan usaha nasabah
e. Kewarganegaraan
f. Lokasi usaha bagi nasabah perusahaan
g. Struktur kepemilikian nasabah perusahaan
h. Produk yang ditransaksikan oleh nasabah
i. Negara tujuan/asal transaksi
j. Informasi lainnya, misalnya memiliki hubungan bisnis atau kedekatan
dengan
Politically Exposes Person (PEP)

Pengelompokan terhadap tingkat risiko WIC :


hanya dilakukan terhadap WIC yang melakukan transaksi sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara baik yang dilakukan
20
dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
Verifikasi
Proses Verifikasi Dokumen
• Proses verifikasi identitas wajib diselesaikan oleh pihak Bank sebelum membina
hubungan usaha calon Nasabah/Beneficial Owner atau melakukan transaksi dgn
WIC.
• Bank wajib meneliti kebenaran dokumen yang diperoleh dari calon
Nasabah/Beneficial Owner/WIC dan melakukan verifikasi terhadap dokumen
tersebut untuk meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen dimaksud.
Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon Nasabah, verifikasi dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Melakukan pertemuan langsung (face to face) dengan calon Nasabah pada
awal melakukan hubungan usaha;
2. Melakukan wawancara dengan calon Nasabah apabila diperlukan;
3. Mencocokkan kesesuaian profil calon Nasabah dengan foto diri yang
tercantum dalam kartu identitas;
4. Mencocokkan kesesuaian tanda tangan, cap jempol, atau sidik jari dengan
dokumen identitas atau dokumen lainnya yang mencantumkan tanda tangan, cap
jempol, atau sidik jari. Dokumen lainnya antara lain surat pernyataan Nasabah,
21 Kartu Keluarga, atau kartu kredit;
Verifikasi Dokumen,
sambungan

5. Meminta kepada calon Nasabah untuk memberikan lebih dari satu dokumen
identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, apabila timbul
keraguan terhadap kartu identitas yang ada;
6. Menatausahakan salinan dokumen kartu identitas setelah dilakukan
pencocokan dengan dokumen asli yang sah;
7. Melakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya konsistensi dari
berbagai
informasi yang disampaikan oleh Calon Nasabah,
8. Memastikan bahwa Calon Nasabah tidak memiliki rekam jejak negatif dengan
melakukan verifikasi identitas Calon Nasabah menggunakan sumber
independen lainnya antara lain sebagai berikut:
a. Daftar Teroris dan/atau Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris
yang diterbitkan oleh Kepolisian RI
b. Daftar Hitam Nasional (DHN);
c. Data lainnya yang dimiliki Bank, seperti major credit card, identitas
pemberi
kerja dari Calon Nasabah, rekening telepon dan rekening listrik.
22
9. Memastikan adanya kemungkinan hal-hal yang tidak wajar atau
Penolakan
Nasabah
Bank wajib menolak melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah
dan/atau melaksanakan transaksi dengan WIC, apabila calon Nasabah atau WIC
:
a. Tidak ada informasi yg memungkinkan Bank utk dapat mengetahui profil
calon Nsb.
b. Identitas calon Nsb tidak dapat dibuktikan dengan keberadaan dokumen
pendukung.
c. Dokumen pendukung identitas calon Nasabah tidak dapat diyakini
kebenarannya.
d. Rekening anonim atau rekening yang menggunakan nama fiktif.
e. Tidak terjadi pertemuan langsung (face to face) dengan calon Nasabah pada
awal melakukan hubungan usaha dlm rangka meyakini kebenaran identitas
calon Nsb.
f. Transaksi atau hubungan usaha dengan Nasabah yang berasal atau terkait
dengan
negara yang belum memadai dalam melaksanakan rekomendasi FATF(FiinancialAction
TaskRatio)
g. Calon nasabah tidak dapat menyediakan dokumen pendukung identitas
23
Penolakan Nasabah,
sambungan

Kewajiban Bank untuk menolak, membatalkan dan/atau menutup hubungan


usaha dengan Nasabah sebagaimana , wajib dicantumkan dalam perjanjian
pembukaan rekening dan diberitahukan kepada Nasabah.

Dalam hal dilakukan penutupan hubungan usaha tersebut, Bank wajib


memberitahukan secara tertulis kepada Nasabah mengenai penutupan
hubungan usaha tersebut.

Dalam hal setelah dilakukan pemberitahuan terhadap penutupan hubungan usah


a tersebut, Nasabah tidak mengambil sisa dana yang tersimpan di Bank maka
penyelesaian terhadap sisa dana Nasabah yang tersimpan di Bank dilakukan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

24
Enhanced Due Dilligence /
EDD
Enhance Due Dilligence (EDD) merupakan suatu proses Customer Due Dilligence
(CDD) yang lebih mendalam / lebih detil mengenai profilnya.
1. Obyek Enhance Due Dilligence
Prosedur Enhance Due Dilligence (EDD) wajib dilakukan terhadap Nasabah yang
memiliki risiko tinggi thd kemungkinan pencucian uang dan pendanaan
terorisme.
Kriteria nasabah yang memiliki tingkat risiko tinggi antara lain:
a) Nasabah Tergolong berisiko tinggi atau tergolong sebagai Politically Exposed
Person (PEP).
Politically Exposed Person (PEP) merupakan orang yang memiliki atau pernah
memiliki kewenangan publik diantaranya adalah Penyelenggara Negara
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang Penyelenggara Negara, dan/atau orang yang tercatat atau pernah
tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap
kebijakan dan operasional partai politik, baik yang berkewarganegaraan
Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing;
Contoh: menteri, anggota DPR, pengurus partai politik, dll.
25
EDD,
sambungan

Pihak lain yang terkait dengan PEP juga tergolong sebagai nasabah risiko tinggi, a.l,:
1. anggota keluarga PEP sampai dengan derajat kedua;
2. perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;dan/atau
3. pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan
dekat dengan PEP,
maka terhadap calon Nasabah/Nasabah/WIC yang terkait dengan PEP tersebut,
Bank
wajib menerapkan prosedur EDD secara ketat.

b. Nasabah memiliki usaha yang tergolong berisiko tinggi (high risk business)
Yaitu nasabah yang diklasifikasikan mempunyai risiko tinggi sebagai pelaku
atau turut serta dalam kegiatan pencucian uang baik karena pekerjaan,
jabatan, jasa
perbankan yang digunakan maupun kegiatan usahanya misalnya Broker Asuransi dan
Money Changer

26
EDD,
sambungan

c. Nasabah berasal dari negara yang tergolong sebagai negara berisiko


tinggi (high risk country)
Yaitu negara-negara yang diklasifikasikan mempunyai risiko tinggi terhadap
terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme, antara lain karena
tidak atau belum menerapkan rekomendasi FATF (The Financial Action Task
Force), misalnya Iran dan Korea Utara; dan/atau

d. Nasabah menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi yang


dikhawatirkan digunakan sebagai sarana pencucian uang atau
pendanaan teroris.
Produk dan jasa berisiko tinggi (high risk product and services) adalah produk
dan jasa perbankan yang banyak diminati oleh pelaku pencucian uang misalnya
Jasa Custodian dan Travel Cek.

27
EDD,
sambungan

2. Penerapan Enhance Due Dilligence


Prosedur Enhance Due Dilligence yang wajib diterapkan terhadap
nasabah/calon nasabah yang tergolong risiko tinggi, dilakukan pada saat:
a) Bank melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah, seperti :
pembukaan rekening, pembukaan kartu kredit, penyewaan safe deposit
box, dll
b) Bank melakukan pengkinian data nasabah lama (existing customer)
c) Bank mengetahui transaksi yang dilakukan nasabah tidak sesuai dengan
profil nasabah atau nasabah melakukan transaksi dengan pihak yang
berasal dari negara berisiko tinggi

Dengan melakukan identifikasi terhadap area berisiko tinggi, maka Bank


dapat melakukan pencegahan serta memberantas APU dan PPT.

28
Pengkinian
Data
Pengkinian Data Nasabah merupakan tindak lanjut dari proses pemantauan
Bank.

Pengkinian data akan sangat berpengaruh terhadap identifikasi dan


pemantauan
transaksi keuangan yang mencurigakan.

Ketika melakukan proses pengkinian data Nasabah, Bank wajib:


a) melakukan pemantauan terhadap informasi dan dokumen Nasabah;
b) menyusun laporan rencana pengkinian data; dan
c) menyusun laporan realisasi pengkinian data.

29
Pengkinian Data,
sambungan
a. Pemantauan Informasi dan dokumen nasabah
Pengkinian terhadap dokumen identitas antara lain dilakukan apabila terdapat
transaksi keuangan yang memenuhi kriteria sebagai transaksi keuangan mencurigakan
terhadap pencucian uang.
Kegiatan pengkinian data Nasabah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan risiko. Dalam hal sumber daya yang dimiliki Bank
terbatas, kegiatan pengkinian data dilakukan dengan skala prioritas, misalnya:
a. Tingkat risiko Nasabah; berkala berdasar tingkat risiko nsb.
b. Transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau menyimpang dari
profil transaksi atau profil Nasabah (red flag);
c. Saldo yang nilainya signifikan; atau Informasi yang ada pada CIF belum
lengkap
Pelaksanaan pengkinian data Nasabah dapat dilakukan antara lain pada saat:
b. pembukaan rekening tambahan;
c. perpanjangan fasilitas pinjaman;
d. penggantian buku tabungan, ATM, atau dokumen produk perbankan
lainnya;
30
e. kunjungan untuk keperluan safe deposit box;
Pengkinian Data,
sambungan
b. Laporan rencana Pengkinian data
Laporan kegiatan pengkinian data meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Yang
dimaksud dengan “data kuantitatif” antara lain berupa statistik jumlah Nasabah
yang datanya telah atau belum dikinikan. Yang dimaksud dengan “data kualitatif”
antara lain berupa kendala, upaya yang telah dilakukan Bank serta kemajuan
(progress) dari upaya tersebut.
Laporan Rencana Pengkinian Data merupakan komitmen Bank dalam
pelaksanaan Pengkinian Data Nasabah yang harus dilakukan dalam periode
tertentu. Laporan disampaikan setiap tahun dalam Laporan Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan bulan Desember.

c.Laporan Realisasi Pengkinian Data


Laporan Realisasi Pengkinian Data merupakan laporan yang memaparkan hasil
dari
pelaksanaan pengkinian data nasabah
Laporan disampaikan setiap tahun dalam laporan pelaksanaan tugas Direktur
yang
31
Penatausahaan
Dokumen
Bank wajib menatausahakan data atau dokumen dengan baik untuk membantu
pihak berwenang dalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap dugaan
kasus tindak pidana pencucian uang.
Dokumen wajib disimpan Bank harus lengkap dan terkini, sehingga mudah
pencariannya jika diperlukan.
1. Jangka waktu
Jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut:
a. dokumen yang terkait dengan data Nasabah atau WIC dengan jangka waktu
paling
kurang 5 (lima) tahun sejak:
1. berakhirnya hubungan usaha dengan Nasabah atau
2. transaksi dilakukan dengan WIC; atau
3. ditemukannya ketidak-sesuaian transaksi dengan tujuan ekonomis
dan/atau tujuan usaha.
b. dokumen yang terkait dengan transaksi keuangan Nasabah atau WIC
dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Dokumen Perusahaan.
32
Penatausahaan Dokumen,
sambungan

2. Jenis Dokumen
Dokumen yang ditatausahakan paling kurang mencakup:
a. identitas Nasabah atau WIC; dan
b. informasi transaksi yang antara lain meliputi jenis dan jumlah mata uang
yang digunakan, tanggal perintah transaksi, asal dan tujuan transaksi, serta
nomor rekening yang terkait dengan transaksi.

33
Permintaan Informasi terkait
penyidikan
Bank wajib memelihara seluruh dokumen baik yang terkait dengan data Nasabah
atau WIC maupun dokumen yang terkait dengan transaksi Nasabah atau WIC dapat
disediakan setiap saat untuk kebutuhan otoritas yang berwenang.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 72 UU No 8 tahun 2010 tentang TPPU, untuk
kepentingan pemeriksaan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim berwenang
meminta Bank untuk memberikan keterangan mengenai harta kekayaan dari:
a. Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada Penyidik;
b. Tersangka; atau
c. Terdakwa
Permintaan informasi tentang data nasabah tersebut diatas harus diajukan secara
tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai:
d. Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;
e. Identitas orang yang terindikasi dari hasil analisis atau pemeriksaan PPATK,
tersangka, atau terdakwa;
c. Uraian singkat tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan
d. Tempat harta kekayaan berada
e. Serta harus disertai dengan:
1. Laporan kepolisian dan surat perintah
penyidikan;
34 2. Surat penunjukkan sebagai penuntut umum; atau
Permintaan Informasi,
sambungan

Surat permintaan sebagaimana dimaksud harus ditandatangani oleh:


a. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau kepala
kepolisian daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik
dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. Pimpinan instansi atau lembaga atau komisi dalam hal
permintaan diajukan oleh penyidik selain penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
c. Jaksa Agung atau kepala kejaksaan tinggi dalam hal permintaan
diajukan
oleh jaksa penyidik dan/atau penuntut umum; atau
d. Hakim ketua majelis yang memeriksa perkara yang
bersangkutan.

35
Pemantauan transaksi
n
dilakukan
nasabah
Pemantaua transaksi
untuk
secara
umu adala suatu
memeriksa dan
m atauh mengamati
ata tindaka yan
prosesperkembangan,
u n pergerakan
g
aktivitas keuangan maupun profil nasabah/WIC/BO yang dilakukan dalam waktu
tertentu dan atau berkesinambungan.
Pemantauan terhadap profil dan transaksi nasabah harus dilakukan secara berkala
dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko

A. Pemantauan Transaksi Nasabah


kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk mendeteksi transaksi yang mempunyai
unsur-unsur transaksi keuangan mencurigakan. Bank wajib melakukan
pemantauan transaksi yang sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Dilakukan secara berkesinambungan untuk mengidentifikasi kesesuaian
antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah.
b. Melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan
profil Nasabah. Contoh transaksi, aktivitas, dan perilaku yang tidak sesuai
dengan profil Nasabah.
c. Apabila diperlukan, bank dapat meminta informasi kepada nasabah tentang
36
latar
Pemantauan transaksi…,
sambungan

B. Pemantauan Data Nasabah


1. Pemantauan terkait CDD dan EDD
Kegiatan pemantauan merupakan bagian dari proses Customer Due Dilligence
(CDD) selain kegiatan identifikasi dan verifikasi yang dilakukan Bank untuk
memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil Calon Nasabah,
WIC, Nasabah atau BO.
Bank secara berkala juga perlu memastikan kualitas profil nasabah, apabila
Nasabah/WIC memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Tergolong berisiko tinggi atau PEP;
b. Menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi untuk digunakan
sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan teroris;
c. Melakukan transaksi dengan negara berisiko tinggi; atau
d. Melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil.

37
Pemantauan transaksi…,
sambungan
2. Pemantauan terkait Pengkinian Data
Bank wajib mengkinikan data nasabah yang dimiliki agar pemantauan
transaksi keuangan yang mencurigakan dapat berjalan efektif.
Penetapan objek pengkinian data nasabah dilakukan melalui proses pemantauan
khususnya mengenai peringkat risiko, karakteristik transaksi dan kelengkapan data
nsb.
Pengkinian data dilakukan secara berkala berdasarkan tingkat risiko nasabah atau
transaksi. Misal : untuk Nasabah risiko tinggi pengkinian data dilakukan setiap 1
tahun, untuk nasabah risiko rendah pengkinian data dilakukansetiap 3 tahun, dan
untuk Nasabah risiko menengah pengkinian data dilakukan setiap 2 tahun.
3. Pemantauan terkait Negatif List
Bank wajib mengkinikan profil data nasabah secara regular dengan melakukan
pencocokan terhadap database Daftar Teroris yang diterima dari Bank Indonesia
setiap 6 (enam) bulan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh PBB.
a. websitemengenai
Informasi PBB: Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh melalui:
b. sumber lainnya yang lazim digunakan oleh perbankan dan merupakan data
38 publik
Kewajiban
A.
Pelaporan
Dalam rangka penerapan program APU danPPT sesuai UU no 8 tahun 2010 perihal
Tindak Pidana dan Pencegahan Pendanaan Teroris dan PBI no. 14/27/PBI/2012tgl
28 Desember 2012 , Penyedia jasa keuangan ( Bank ) mempunyai kewajiban
kelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK),
yaitu:
1. Laporan Laporan Transaksi Keuangan Tunai ( LTKT)
2. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM)
3. Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan Keluar Negeri (LTKT)

B. Dalam rangka pelaksanaan efektifitas program anti pencucian uang, bank


mempunyai kewajiban pelaporan kepada Bank Indonesia sebagai regulator, yaitu :
1. Laporan Rencana Pengkinian Data Nasabah , dan
2. Laporan Realiasasi Pengkinian Data Nasabah.

39
Kewajiban Pelaporan,
sambungan

A. Laporan kepada PPATK

1. Penyedia Jasa Keuangan (Bank) wajib menyampaikan Laporan


Transaksi Keuangan Tunai ( LTKT)
Laporan Transaksi Keuangan Tunai merupakan laporan Transaksi Keuangan Tunai
dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau
dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam
satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari
kerja.

Penyampaian laporan Transaksi Keuangan Tunai kepada PPATK dilakukan paling


lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan.

40
Kewajiban Pelaporan,
sambungan
2. Penyedia Jasa Keuangan (Bank) wajib menyampaikan Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan (LTKM), juga berlaku untuk transaksi yang
diduga terkait dengan kegiatan terorisme atau pendanaan terorisme.
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan merupakan laporan :
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau
kebiasaan polaTransaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang
wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang ini;
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;
atau
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak
Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana.
Penyampaian LTKM kepada PPATK paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
penyedia
41
jasa keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan.
Kewajiban Pelaporan,
sambungan

B. Sanksi

Jenis sanksi yang dapat dibebankan kepada Bank adalah:


1. Terlambat menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Tunai, Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan dan laporan lainnya dikenai sanksi denda
berupa kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
per hari keterlambatan perlaporan dan paling tinggi sebesar Rp
30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
2. Belum menyampaikan pelaporan dalam jangka waktu yang ditetapkan
( lebih dari 1 bulan) sejak batas akhir waktu penyampaian laporan, dikenai
sanksi :
a. Denda sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan
b. Teguran tertulis .

42

Anda mungkin juga menyukai