Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 7

NAMA ANGGOTA:

Miftakhul Laeli (12403173206)


Farida Justrie Nurtyas (12403173217)
Yeni Dwi Lestari (12403173232)
M. Habibi Ainun Najib (12403173241)
PROPERTI INVESTASI
• Akuntansi
• Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009:66-67), properti
investasi adalah properti dalam bentuk aset berwujud
tanah/bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau keduanya
yang dikuasai oleh pemilik untuk menghasilkan sewa atau kenaikan
nilai atau keduanya tetapi tidak untuk digunakan dalam produksi
atau penyediaan barang/jasa atau untuk tujuan administratif, atau
untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
• Properti investasi yang diperoleh dengan pembelian dicatat
sejumlah harga pembelian ditambah dengan setiap pengeluaran
biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung seperti biaya
legal dan broker, biaya pajak pengalihan dan biaya transaksi
lainnya. Seluruh properti investasi untuk bangunan harus diukur
pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan kerugian
penurunan nilai.
Entitas harus mencatat suatu aset berwujud tanah dan/atau
bangunan kedalam akun properti investasi apabila aset berwujud
tanah dan/atau bangunan tersebut memenuhi definisi properti
investasi. Tetapi, entitas harus mengeluarkan dari akun properti
investasi apabila aset berwujud tanah dan/atau bangunan tersebut
tidak memenuhi definisi properti investasi.
Perpajakan
Sedangkan menurut perpajakan, sesuai dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36
Tahun 2008, aset tetap adalah harta berwujud yang dapat disusutkan dan
terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek
pajak serta mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Berdasarkan UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008, pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan
sebagai pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dengan mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa
manfaat harta tersebut melalui penyusutan. Metode penyusutan yang
diperbolehkan dalam ketentuan fiskal adalah metode garis lurus (straight line
method) untuk kelompok bangunan dengan masa manfaat 20 Tahun atau 10
tahun sesuai dengan Pasal 11 ayat (6) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, dan
yang dimaksud bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat
sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang
dapat dipindah-pindahkan sehingga masa manfaatnya tidak lebih dari 10
Tahun. Penggunaan metode penyusutan harus dilakukan secara taat asas.
Menurut Peraturan Perpajakan, penyusutan aset tetap dimulai
pada saat Tahun pengeluaran, untuk tahun 2000 dan sebelumnya
(UU PPh Nomor 17 Tahun 1983). Sedangkan untuk Tahun 2001
(UU PPh Nomor 17 Tahun 2000) sampai dengan sekarang (UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008) penyusutan dimulai pada saat bulan
pengeluaran aset tetap tersebut, kecuali apabila aset yang masih
dalam proses pengerjaan yaitu pada bulan selesainya pekerjaan aset
tersebut. Dengan persetujuan Ditjen Pajak, WP diperkenankan
melakukan penyusutan mulai pada bulan aset tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada
bulan aset yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Baik menurut akuntansi maupun pajak, tanah yang berstatus
hak milik, hak guna bangungan, Hak Huna Usaha (HGU), dan hak
pakai untuk pertama kalinya tidak disusutkan, kecuali nilainya
berkurang dalam pemakaian.
Apabila WP baik pribadi maupun badan (PKP atau non-PKP) membangun
sebuah bangunan yang dilakukan sendiri dengan luas bangunan 300 m2 atau
lebih dan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan akan menimbulkan
dampak perpajakan yaitu dikenakan PPN membangun sendiri sesuai dengan
Pasal 16C UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 sebesar 10% x 40% x jumlah
biaya yang dilkeluarkan dan/atau yang dibayarkan, tetapi tidak termasuk
harga perolehan tanah. Saat terutang PPN tersebut adalah pada saat setiap
bulan sejak saat dimulainya kegiatan membangun sendiri secara fisik,
misalnya saat penggalian fondasi, pemasangan tiang pancang, aaupun
kegiatan fisik lainnya. WP wajib melakukan penyetoran setiap tanggal 15
bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran atau berakhirnya masa
pajak.
Apabila WP adalah PKP, maka yang bersangkutan wajib melaporkannya
dengan menggunakan SPT masa PPN masa pajak yang sama dengan bulan
pengeluaran, tetapi apabila WP adalah non-PKP maka yang bersangkutan
wajib menggunakan SSP lembar ketiga paling lambat akhir bulannya setelah
berakhir masa pajak. PPN Pasal 16C yang dibayar atas kegiatan membangun
sendiri tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
Contoh :
PT Swat (PKP) membeli propeti investasi berupa sebidang tanah
kaveling di Bogor seluas 600m2 . Pembeli dilakukan secara tunai senilai
Rp.600.000.000 dari PT Propertindo (PKP) dengan membayar uang muka
sebesar Rp.5.000.000 tanggal 31 Agustus 2008. PPN dipungut oleh PT
Propertindo sebesar RP.500.000
Pelunasan di hadapan Notaris PPAT Dr Parulian, SH.MH. Pada
tanggal 5 September 2008. NJOP bumi per m2 sebesar Rp. 916.000 (A16)
dengan NPOPTKP Rp.60.000.000 serta NJOPTKP Rp.5.000.000. BPHTB
sebesar 5% dilunasi paling lambat tanggal 5 September 2008 pada bank
persepsi dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB (SSB). PPN dipungut
oleh PT Propertindo sebesar Rp.59.500.000
PT Propertindo juga memungut PPnBM sebesar 20% untuk transaksi
penjualan tersebut, dengan menggunakan faktur pajak. PPNBM yang dipungut
tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan tetapi termasuk biaya yang
boleh dikurangkan oleh pajak.
Pada tanggal 6 Januari 2009 mulai melakukan kegiatan membangun
gedung untuk gudang dan kantor yang akan disewakan. Luas seluruh
bangunan 650 m2 . Kegiatan yang dilakukan oleh tukang batu dan tukang
kayu dibayar secara harian dan diawasi sendiri oleh PT Swat.
Dalam bulan Januari 2009, peruahaan telah mengeluarkan sebesar
Rp.40.000.000 utuk pembelian bahan bangunan dan biaya pekerja. Setiap bulan
perusahaan menyetorkan PPN atas kegiatan membangun sendiri untul masa pajak
Februari sampai dengan Desember 2009. pekerjaan pembangunan selesai pada akhir pada
tahun 2009, dengan total biaya sebesar Rp.350.000.000
pada awal tahun 2010, gedung yang telah selesai dibangun tersebut muali
disewakan kepada PT Bintang sebesar RP.80.000.000. pihak manajemen memutuskan
bahwa properti investasi tersebut memiliki masa manfaat 20 tahun.

Atas transaksi diatas maka PT Swat membuat jurnal sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit

31-08-08 Properti investasi 6.000.000 -


Pajak masukan 500.000 -
Bank Aries 6.500.000

Properti investasi  uang muka 


PPnBM = Rp. 5.000.0000  (20% x Rp.
5.000.000)
Tanggal Keterangan Debit Kredit

05-09-08 Properti investai 741.000.000 -


Pajak masukan 59.500.000 -
Bank Aries - 800.500.000

Properti investai  sisa harga beli tanah


kaveling  BPHTB  PPnBM = Rp.595.000.000
 {5% x (Rp.600.000.000 – Rp.60.000.000)} 
(20% x Rp.595.000.000

Pada tahun 2008, perusahaan belum melakukan penyusutan atas properti investasi yang dibeli PT
Swat karena properti investasi yang dimiliki masih berupa tanah kaveling.

31-01-09 Bangunan dalam pelaksanaan 41.600.000 -


Bank - 40.000.000
Utang PPN pasal 16C - 1.600.000
Utang PPh 21
PPN Pasal 16C = 10% x 40% x RP.40 juta
*PPh 21  lihat Bab 11 Kewajiban
15-02-09 Utang PPN Pasal 16C 1.600.000 1.600.000
Bank
Atas pengeluaran untuk pembanguan gedung selama buan Februari sampai Desember 2009, PT Swat
dikenakan PPN Pasal 16C untuk masa pajak Februaru-Desember 2009 yang telah disetorkan setiap
tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pengeluaran.
Selain itu juga, perusahaan melaporkan pengenaan PPN Pasal 16C dengan menggunakan SPT Masa
PPN masa pajak yang sama dengan bulan pengeluaran
31-12-09 Properti investasi 405.600.000
Bangunan dalam pelaksanaan 405.600.000

14-01-10 Bank Arles 80.000.000


PPh Pasal 4 ayat (2) 8.000.000
Pajak keluaran 8.000.000
Pendapatan Sewa 80.000.000
31-01-10 Beban penyusutan properti investasi 4.802.500
Akumulasi penyusutan properti investasi 4.802.500

Perusahaan melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk tahun 2009 dan 2010

Sesuai dengan PMK-163/PMK.03/ jo. PER-23/Pj/2012, apalagi kegiatan membangun


sendiri dilakukan dengan luas bangunan 200 m2 atau lebih maka dikenakan PPN
membangun sendiri (PPN Pasal 16C) sebesar 10% x 20% x jumlah biaya yang
dikeluarkan. Hal ini berlaku mulai tanggal 22 November 2012

Anda mungkin juga menyukai