Anda di halaman 1dari 27

Al-Qur’an

dan Wahyu
RUSMADI
Renungkan Pertanyaan-
Pertanyaan Berikut...

1) Apakahbenar manusia tidak mampu


menemukan kebenaran (termasuk tentang
Tuhan) dan mengetahui hal yang baik dan
buruk, tanpa wahyu dari Allah SWT?
2) Bukankahmanusia itu dengan kemampuan
akalnya mampu menemukan kebenaran
(termasuk tentang Tuhan), mengenali hal
baik dan buruk?
Pengertian Wahyu

 Etimologi: pemberitahuan secara rahasia dan


cepat
 Terminologi: pemberitahuan secara tersembunyi
dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang
yang diberi tahu tanpa diketahui orang lain
 Lalu apa bedanya dengan ilham
dan ta’lim?
Wahyu, Ilham, dan Ta’lim

 Ketiga istilah ini memiliki kesamaan, bahwa


semuanya sama-sama menunjukkan
pengetahuan yang bersumber dari Allah Swt.
 Perbedaannya adalah, wahyu hanya
diperuntukkan bagi orang-orang tertentu yang
dipilih oleh Allah SWT (para Nabi dan Rasul);
sedangkan ilham dan ta’lim (ilmu) diberikan oleh
Allah SWT kepada semua manusia.
Wahyu, Ilham, dan Ta’lim

 Ilham, menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, ialah “menuangkan


suatu pengetahuan kedalam jiwa yang menuntut
penerimanya supaya mengerjakannya, tanpa didahului
dengan ijtihad dan penyelidikan hujjah-hujjah agama”.
 Al-Jurjani dalam Kitāb At-Ta’rīfāt mendefinisikan bahwa
ilham ialah “sesuatu yang dilimpahkan ke dalam jiwa
dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada di
dalam hati/jiwa, dan dengannya seseorang tergerak untuk
melakukan sesuatu tanpa didahului dengan pemikiran.
Apa bedanya dengan Insting?

 Dalam pengertian ini, maka ilham hampir sama dengan


pengertian instink yang dikenal dalam dunia Psikologi
sebagai “pola tingkahlaku yang merupakan karakteristik-
karakteristik spesi tertentu; tingkahlaku yang diwariskan
dan dilakukan secara berulang-ulang yang merupakan
khas spesi tertentu.
 Bahkan menurut Sigmund Freud, ia merupakan sumber
energi atau dorongan primal yang tidak dapat dipecahkan.
 Menurut Sigmund Freud instink itu terbagi dua: instink
kehidupan (Eros) dan instink Kematian (Tahanatos)”
Ilham dan Insting

 Dua macam instink (ilham) tersebut terdapat dalam jiwa setiap manusia
juga diungkapkan dalam Aquran dengan sebutan Fujur dan Taqwa 
Surat Al-Syams/91: 8, Artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya” (QS. Asy-Syams/91:8).
 Dua macam ilham tersebut merupakan potensi manusia “untuk
berbuat baik dan berbuat buruk”
 Karena sifatnya berupa potensial, maka aktualisasi instink ini tergantung
pada kecendrungan/kemauan manusia untuk mengaktualkan instink
mana dari kedua instink tersebut, mau memaksimalkan insting kebaikan
atau insting keburukan  Di sinilah Allah SWT memberi agama
(melalui wahyu) dan kemudian menegakan hukum melalui reward
and punishment. Melalui wahyu juga manusia menjadi tahu
tentang bagaimana berterima kasih kepada Allah SWT.
Itulah kenapa kita tetap membutuhkan tuntunan Allah
berupa wahyu, meskipun akal kita mampu menemukan
kebenaran
Apakah pertanyaan di awal tadi
terjawab?

1) Apakah benar manusia tidak mampu menemukan


kebenaran (termasuk tentang Tuhan) dan
mengetahui hal yang baik dan buruk, tanpa wahyu
dari Allah SWT?
2) Bukankah manusia itu dengan kemampuan akalnya
mampu menemukan kebenaran (termasuk tentang
Tuhan), mengenali hal baik dan buruk?

SUDAH BELUM
Tetapi ada pertanyaan
selanjutnya…

1. Apakah benar al-Qur’an itu wahyu dari Allah


SWT?
2. Wahyu al-Qur’an menggunakan Bahasa Arab
yang merupakan bahasa manusia. Apakah
benar-benar disebut sebagai kalamullah?
3. Jika memang al-Qur’an itu benar-benar wahyu
Allah SWT. Lalu apa yang membuat kita yakin
bahwa al-Qur’an itu terjaga keotentikannya
sampai ke kita?
Apa benar al-Qur’an itu Wahyu dari Allah SWT?

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau


kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”
(al-Nisaa’ 82)

“Inilah al-Kitab, yang tidak ada keraguan di dalamnya. Petunjuk


bagi orang-orang yang bertaqwa”
(al-Baqarah 2)

Kenapa Allah SWT menegaskan tentang tidak adanya keraguan?


Apa dasarnya tidak ragu?
Apa yang membuat kita
TIDAK RAGU?

 Ada3 kemungkinan al-Qur’an


1. Buatan orang Arab
2. Buatan nabi Muhammad SAW
3. Otentik merupakan wahyu Allah SWT
Kemungkinan Pertama:
Al-Qur’an Buatan Orang Arab

 Jika hadits itu ada yang palsu (kategori dhoif dan


maudlu) yang dibuat-buat oleh manusia, apakah
al-Qur’an juga ada yang palsu?
1) Bila benar al-Qur’an buatan orang Arab, mestinya akan
ada lagi orang Arab lain yang membuat al-Qur’an yang
lain lagi. Ciri utama dari sesuatu adalah buatan
manusia, cepat atau lambat orang lain dapat juga
membuat hal serupa. Kenyataannya tak satupun
padanan al-Quran dibuat oleh orang Arab atau orang
selain Arab.
Kemungkinan Pertama:
Al-Qur’an Buatan Orang Arab

2) Tantangan untuk membuat padanan al-Qur’an berulang


dinyatakan dalam al-Qur’an, tapi tak satupun manusia di
yang mampu menjawab tantangan itu:
 Keseluruhan al-Qur’an (QS 52:34),
 Sepuluh surah semacam al-Quran (QS Al-Huud:13),
 Satu surah saja semacam al-Quran (QS 10: 38 dan QS Al-
Baqarah: 23).
Musailamah mencoba menjawab
tantangan

 Musailamah membuat padanan Surah al-Fiil seperti berikut:

‫الفيل ما الفيل وما أدراك ماالفيل له ذنب وبيل وحرطوم طويل‬

Bagus kan??? Tapi lihatlah apa artinya

“Gajah, apa itu gajah? Tahukah kamu apa itu gajah?


Telinganya lebar, belalainya panjang”
Kemungkinan Kedua:
Al-Qur’an Buatan Nabi sendiri

1. Orang-orang Arab pada masa nabi dikenal sebagai


orang yang ahli dalam kesusastraan. Nah apabila orang-
orang Arab yang cerdik cendekia tidak mampu
membuat padanan al-Qur’an, apalagi Muhammad yang
ummi (tidak bisa membaca dan menulis), tentu lebih
tidak mampu.
2. Atau jika nabi yang ummi saja bisa membuat al-Qur’an,
maka orang-orang Arab yang lebih pandai dari nabi
tentu lebih bisa membuat yang serupa dengan al-Qur’an
 Nyatanya tidak ada yang mampu
Penegasan al-Qur’an tentang
“Tidak Ada Keraguan-Raguan di
Dalamnya”

 “Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


membuat yang serupa al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi
penolong sebagian yang lain” (al-Isra’ 88)

 Nabi Muhammad pun diancam untuk tidak membuat-buat al-


Qur’an: “(al-Qur’an) adalah wahyu yang diturunkan dari Rab semesta
alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian
perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia
pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali
jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang
dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu” (al-Haaqqah
43 – 47)
Kemungkinan Ketiga:
Al-Qur’an Adalah Benar-benar
Wahyu Allah SWT

 Jika al-Qur’an bukan buatan orang-orang Arab, juga


bukan buatan Nabi Muhammad SAW sendiri, maka
kemungkinan yang ketiga lebih haq: Al-Qur’an adalah
benar-benar wahyu Allah SWT.
1. “Dan sesungguhnya Al-Tanzil (Al Qur`an) ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh
Al- Ruhu Al-Amin (Jibril).” (QS Asy Syu’ara: 192-193)
2.  “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Dzikra, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al
Hijr : 9)
Tetapi Perlu Saudara
Renungkan…

Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT, tetapi apakah


susunan surat dan ayat (dari al-Fatihah sampai
dengan an-Naas) dalam al-Qur’an ciptaan Alloh SWT
(tauqifi) atau buatan nabi (ijtihadi)? Kenapa tidak
sesuai dengan urutan turunnya ayat? Kenapa
urutannya tidak beraturan?
Susunan al-Qur’an bersifat
Tauqifi atau ijtihadi?

 Para ulama berpendapat bahwa susunan al-Qur’an bersifat


tauqifi, artinya berdasarkan petunjuk dari Allah SWT melalui
Malaikat Jibril yang menunjukkan kepada Rasullullah tempat
dimana ayat-ayat yang diturunkan sebelumnya. Kemudian
Rasullullah memerintahkan pada para penulis wahyu untuk
menuliskan di tempat-tempat sebagaimana yang ditunjukkan
Jibril.
 Al- Kirmani mengatakan , tertib surah seperti yang dikenal
sekarang ini adalah sama dengan yang ada di lauhul mahfudz.
Menurut tertib ini pula Rasullullah membacanya dihadapan
malaikat Jibril pada bulan Ramadhan
Susunan al-Qur’an bersifat
Tauqifi atau ijtihadi?

 Sebagian ulama lainya berpendapat, bahwa


susunan surat-surat al-Qur’an adalah Ijtihadi
(hasil ijtihad).
 Mereka beralasan, karena terdapat perbedaan
susunan surat-surat dalam empat mushaf,
yaitu mushaf ‘Aliy bin Abi Talib, Mushaf Ubai
bin Ka’b, Mushaf ‘Abdullah bin Mas’ud dan
Mushaf ‘Abdullah bin ‘Abbas.
Susunan al-Qur’an bersifat
Tauqifi atau ijtihadi?

1) Ali bin Abi Talib, menghimpun al-Qur’an setelah Rasullullah saw wafat. ia datang membawa
mushaf al-Qur’an dengan seekor unta dan berkata: Inilah al-Qur’an yang saya himpun. Ia
membagi mushaf al-Qur’an menjadi tujuh juz, yaitu: Juz al-Baqorah, juz Ali Imran, juz an-Nisa,
juz al-Maidah, juz al-An’am, juz al-araf dan juz al-Anfal. Bagian-bagian itu diberi nama dengan
lafat yang disebut pada permulaan tiap-tiap juz.

2) Ubai bin Ka’b Mushafnya masih dipelihara di Basrah, di kampung “Qaryah al-Ansar” disimpan
oleh Muhammad bin Abd al-Malik al-Ansariy, Mushafnya antara lain : Fatihul- kitab, al-Baqarah,
an-Nisa, Ali Imran, an-An’am dst.

3) Abdullah bin Mas’ud tidak menulis al- Mu’awwizatain dalam mushafnya dan tidak menulis
fatihatul-Kitab. Mushafnya antara lain : Al-Baqarah, an-Nisa’, Ali Imran, Sad, al-      An’am al-
Maidah, Yunus, Bara’ah, dts. 

4) Mushaf ‘Abdullah bin Abbas (68H) terkenal sebagai Bapak Mufassir,  asy-Syihristaniy


Muhammad bin Abdil-Karim (548H). telah mejelaskan susunan surat-suratnya dalam
muqaddimah tafsir” Mafatihul-Asrar wa Masabihul –Abrar” (Ibrahim al-Ibyariy, 1974:71).
Mushafnya antara lain : Iqra’ ,Nun, Wa ad-duha, al-muddasir, dts.

5) Perdebatan susunan Surat al-Anfal dan al-Baroah sebagaimana hadits berikut ini:
Susunan al-Qur’an bersifat
Tauqifi atau ijtihadi?

 Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Tirmizi. Al-Nasa’i, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari
abbas ia berkata : “ Aku berkata  kepada usman: Apakah yang mendorong
engkau sengaja memasukan surat  al-Anfal padahal ia termasuk “ al-Masani”
( surat-surat yang dibawah 100 ayat jumlahnya) dan juga surat Bara’ah padahal
ini termasuk “al-miun” (surat-surat yang terdiri dari lebih kurang 100 ayat
jumlahnya). Kemudian engkau gabungkan kedua ayat ini dan tidak menulis
antara kedua surat itu basmalah dan engkau letakkan keduanya didalam
kelompok” tujuh surat yang panjang” . Maka Usman berkata “ Adalah
Rasullullah turun kepadanya ( menerima) surat-surat yang mempunyai bilangan
ayat yang berbeda. Maka apabila turun wahyu kepadanya , ia memanggil
sebagai penulis wahyu, dengan pesan agar meraka meletakkan ayat-ayat ini  di
dalam surat Nabi sebutkanlah nama suratnya ini dan itu” dan adalah surat al-
Anfal itu termasuk fase permulaan dari surat-surat madaniyah, dan surat
bara’ah termasuk surat yang akhir  turunya, sedang qisah yang ada padaq
kedua surat itu serupa. Maka saya kira surat Bara’ah itu masih sebagian dari
surat al-Anfal. Kemudian Nabi  wafat. Dan ia tidak menjelaskan kepada kami
bahwa surat bara’ah itu sebagai dari surat al-Anfal. Karena itulah, saya
gabuingkan keduanya, dan saya letakkan keduanya di dalam kelompak “ tujuh
surat panjang”
Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT, tetapi ia
menggunakan bahasa manusia (Bahasa Arab). Apakah al-
Qur’an itu kalamullah atau produk budaya? Apa sih
sesungguhnya pengertian wahyu itu?
Al-Qur’an = Produk Budaya

 Nashr Hamid Abu Zayd menyebut bahwa “Al-Qur’an adalah produk budaya,
dan sekaligus produsen budaya”
 Abu Zayd menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu
merupakan seseorang yang memiliki kecerdasan kenabian yang luar biasa
(termasuk kecerdasan linguistik), yang mampu menerima pesan dan
mengolahnya menjadi sebuah komunikasi yang bisa dipahami oleh
masyarakat  Abu Zayd memahami bahwa wahyu (al-Qur’an) itu
diturunkan secara maknawi kepada Jibril, sedangkan lafaznya (teks) dari
Jibril dan Muhammad yang meriwayatkannya dan mengolahnya
 Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah sebagai “spirit wahyu”  al-Qur’an
merupakan bentuk perubahan dari wahyu (yang berupa “pesan rahasia”)
menjadi teks (yang berupa pesan untuk ummat). Artinya, pada saat telah
berubah menjadi teks, maka ia adalah realitas kultural. Ia adalah produk
budaya.
Al-Qur’an = Bukan Produk
Budaya

 Wahyu adalah bentuk komunikasi rahasia antara pengirim dan


penerima. Tetapi tidak mengandung situasi komunikasi timbal balik
antara pengirim dan penerima. Karena muatan komunikasi tersebut
sekadar mengandung perintah melaksanakan.
 “Dan telah Kami wahyukan kepada ibu Musa agar menyusuinya (Musa)” (QS.
al-Qasas: 7).
 “Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah agar membuat sarang-
sarangnya dari gunung” (QS. an-Nahl: 68)
 Al-Qur’an sering menyebut kata wahyu dengan menggunakan kata
kerja “telah diwahyukan (uhiya)” dan “diwahyukan (yuha)”, yang
memberikan indikasi komunikasi bersifat nonverbal, tidak mengandung
situasi komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima.
Jika al-Qur’an memang benar dari Allah
SWT, apa benar-benar terjaga
keotentikannya?

 YA. Apa alasannya?


 Teks Al-Quran mempunyai dua unsur autentisitas, yakni: DICATAT
dan DIHAFALKAN  Teks Al-Quran itu dihafalkan oleh Nabi dan para
sahabatnya, langsung setelah wahyu diterima, dan ditulis oleh
beberapa sahabat-sahabatnya yang ditentukannya (sekretaris
nabi), salah satunya adalah Zaid bin Tsabit, dan nabi pun seringkali
melakukan “semakan” al-Qur’an bersama sahabat.
 Pada masa Sahabat, proses penjaminan keotentikan al-Qur’an
dilakukan melalui “PANITIA” yang ditunjuk oleh Khalifah  pertama-
tama atas inisiatif Umar Bin Khatab, Zaid memeriksa dokumentasi
yang ia dapat mengumpulkannya di Madinah, dan puncaknya pada
masa Utsman bin Affan yang berhasil mengkodifikasi al-Qur’an
Matur suwun

Anda mungkin juga menyukai