Anda di halaman 1dari 41

KEMASAMAN TANAH DAN

PENGAPURAN
H2O 2 H+ + O-2
pH = - log [ H+ ]

H +
OH-
H OH
+ -
OH
H+
-

Masam Netral Basa


pH = 6.0 pH = 7.0 pH = 8.0
Neutrality

Acidity Alkalinity
N
pH Tanah
P
&
K

Mg and Ca
Ketersedi-
S
aan Hara
B

Cu and Zn

Mo

Fe

Mn

Al

Fungi

Bacteria & Actinomycetes

4 5 6 7 8 9 10
Soil pH
LATAR BELAKANG
- Kemasaman tanah merupakan masalah utama yang dihadapi di
wilayah iklim tropika basah

- Tanah yang menempati wilayah tropika basah bereaksi masam


Luas tanah masam di dunia 37,774 juta km2, sedangkan yang
mempunyai subsoil masam 29,181 juta km2 (Eswaran, et al., 1997)

Tanah masam tersebut tersebar luas di daerah bercurah hujan tinggi,


termasuk 40% dari tanah di daerah tropik (Sanchez dan Salinas, 1981)

Luas tanah masam lahan kering di Indonesia 55,58 juta ha (29,1 % dari
luas tanah di Indonesia) yang tersebar terutama di Sumatera,
Kalimantan dan Irian Jaya (Setijono, 1982)

Kemasaman tanah membatasi produktivitas tanaman di banyak tempat


di duania
Sumber Kemasaman Tanah
Bahan induk
 Bahan induk masam akan berkembang menjadi tanah masam
 Bahan induk basa akan berkembang menjadi tanah basa/alkalin

Iklim
 tanah yang berkembang di daerah iklim lembab/basah akan bersifat asam
 Curah hujan dan suhu sangat berpengaruh aktif terhadap asam – basanya tanah.

Bahan Organik.
 Bahan organik menghasilkan asam-asam organik hasil proses humifikasi.
 Asam organik memiliki pH nisbi yang rendah
 Asam anorganik (H2CO3H2SO4HNO3) hasil dekomposisi

Pengaruh manusia
 Pemupukan dengan pupuk fisiologis masam akan menyebabkan tanah bersifat masam
 Pengapuran akan menyebabkan pH akan naik

Jenis liat
 Liat silikat merupakan sumber muatan negatif yang bersifat tetap.
KENDALA TANAH MASAM
 Keracunan Al, Mn dan Fe
 Kekahatan Ca, Mg, Mo
 Pelapukan bahan organik lambat
 Ketersediaan N dan P kecil
 Aktivitas organisme rendah
 Produktivitas`tanah rendah
 Tidak semua tanaman dapat toleran
 Pertumbuhan tanaman terhambat
 tanah min bersifat tua
 Tanah organik belum matang
KONDISI KEHARAAN PADA BERBAGAI KISARAN
pH
1. Sangat Tinggi (diatas 8,5)
 Tanah alkali, sodik
 Ca dan Mg, kemungkinan tidak tersedia
 Fosfat terjerap dalam bentuk Ca-P, Mg-P
 Bila kadar Na Tinggi, P terjerap menjadi Na-P yang mudah larut
 Keracunan Boron (B) pada tanah garaman dan Sodik
 Persentase Na tertukar (ESP) di atas 15 dapat menyebabkan kerusakan
struktur.
 Aktivitas bakteri rendah
 Proses nitrifikasi menurun
 Ketersediaan hara mikro menurun, kecuali Mo

2. Tinggi ( 7,0 – 8,5 )


 Penurunan ketersediaan P dan B sehingga terjadi kekahatan hara P dan B
 Kekahatan Co, Cu, Fe, Mn dan Zn
 Kadar Ca dan Mg Tinggi
 Tanah alkali
3. Sedang (5,5 – 7,0)
 Sifat netral
 Kisaran pH yang baik untuk sebagianj besar tanaman
 Kadar hara (makro & mikro) optimum
 Aktivitas mikroorganisme optimum)
 Sifat kimia tanah optimum

4. Rendah (<5,5)
 Tanah masam
 Ion Fosfat bersenyawa dengan Fe dan Al membentuk senyawa
yang tidak cepat tersedia bagi tanaman.
 Semua hara mikro (kecuali Mo) menjadi lebih tersedia dengan
peningkatan kemasaman,
 Ion Al dilepaskan dari mineral liat pada nilai pH di bawah 5,5 dan
 Aktivitas bakteri menurun
 Proses nitrifikasi terhambat.
Potensi Tanah Masam

- Tanah masam nilai pH rendah


- Jenis tanah Podsolik adalah tanah bereaksi masam
paling luas di Indonesia sekitar 38,437 juta ha
- Latosol dan aluvial usaha pertanian
- Podsol dan organosol tidak sesuai untuk
budidaya intensif

Pengembangan tanah untuk budidaya intensif


(pertanian, perkebunan, hutan tanaman (HTI). Perlu
diupayakan pengendalian kemasaman tanahnya
Tabel 1. Potensi Tanah Masam di Dunia (Juta ha)

Latosol Podsolik
Negara/Benua

1. Afrika 417.15 8.10


2. Asia 101.25 36.45
3. Australia 12.15 4.05
4. Amerika Utara 16.20 76.95
5. Amerika 514.35 4.05
Selatan
Tabel 2. Tanah Bereaksi Masam di Indonesia (Juta Ha)

Aluvial Latosol Organosol Podsol Podsolik


Pulau
1. Jawa dan Madura 2.550 2.775 0.025 - 0.325
2. Sumatra 5.682 6.018 8.175 1.031 14.695
3. Kalimantan 5.744 4.468 6.523 4.581 10.947
4. Sulawesi 1.562 2.649 0.240 - 1.308
5. Nusa Tenggara 0.312 0.563 - - -
6. Maluku 0.488 0.311 0.525 - 2.406
7. Papua 2.575 0.356 10.875 - 8.706
Jumlah 18.913 17.160 27.063 5.612 38.437
Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1981)
Padanan Nama Tanah menurut Berbagai Sistem
Klasifikasi Tanah
(disederhanakan)
Sistem Dudal- Modifikasi FAO/UENES USDA Soil
Soepraptohardjo 1978/1982 CO Taxonomy
(1957-1961) (PPT) (1974) (1975 – 1990)
1. Tanah Aluvial Tanah Aluvial Fluvisol - Entisol
- Inceptisol

1. Latosol Grumusol Vertisol Vertisol


- Kambisol - Cambisol - Inceptisol
- Latosol - Nitosol - Ultisol
- Lateritik - Ferralsol - Oxisol

2. Organosol Organosol Histosol Histosol

3. Podsol Podsol Podsol Spodosol

4. Podsolik Merah Podsolik Acrisol Ultisol


Kuning
LATOSOL
Tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan
perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pencucian
basa, b.o dengan tinggalkan sesquioksida warna merah

 Terbentuk dalam iklim humid – tropika tanpa bulan


kering sampai sub humik yang bermusim kemarau agak
lama
 Bervegetasi hutan basah sampai savana
 Topografi dataran bergelompang = berbukit
 Bahan induk hampir semua batuan vulkanik baik tuff
maupun batuan beku.
 Terdapat dari tepi pantai sampai 900 m di atas
permukaan laut
 Iklim basah tropika curah hujan 2.500 – 7.000
sifat-sifat Latosol
 Nilai (SiO2/seskuioksida fraksi liat)
rendah
 KTK rendah
 Liat kurang aktif (Kaolinit 1:1)
 [Mineral primer] rendah
 [Bahan terlarut] rendah
 Stabilitas agregat tinggi (kompak)
 Warna merah (besi)
Podsolik Merah Kuning (PMK)
 Lapisan permukaan sangat tercuci warna kelabu cerah
sampai kekuningan
 Agregat kurang stabil
 Permeabilitas rendah
 BO rendah
 pH 4,2 – 4,8
 Terbentuk seperti iklim pada latosol (hanya berbeda
bahan induknya)
 Podsolik berasal dari batuan beku
 Berlempung koolinit yang sedikit tercampur gibsit dan
montmoirlonit
 Tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jateng dan Jatim
 Tanahnya miskin
 Rehabilitasi hutan sangat lambat
ALUVIAL
 Meliputi lahan yang sering atau baru saja alami banjir sehingga
masih muda dan belum terdiferensiasi.
 tak termasuk yang sudah tua dan sudah terpengaruh oleh iklim
dan vegetasi.
 Bagian terbesar bahan kasar akan diendapkan tidak jauh dari
sebenarnya, makin jauh makin halus
 Sifat-sifatnya tergantung kekuatan banjir, asal dan membuat bahan
terangkut
 menampakkan ciri morfologi berlapis-lapis.
> Tanah endapan Bengawan Solo dan Sungai pegunungan Karst
(Gunung Sewu  kekurangan P & K
> Tanah endapan K. Opak, Progo, Glagah dari Gunung Merapi
yang masing muda dan kaya unsur hara dan subur, produktif.
Sifat fisik sama-sama mudah digarap, menyerap air dan
permeabel.
 Tanah aluvial dari aliran besar merupakan campuran dan
mengandung cukup hara, sehingga subur. (Sriwijaya, Jakarta,
Mojopahit).
ORGANOSOL
Organosol adalah :
 Tanah organik yang lebih dari separuh lapisan atas
dalam 80 cm adalah tanah organik.
 Tanah organik yang lebih tipis tetapi langsung terletak di
atas batuan atau bahan batuan yang retakan-retakannya
terisi BO.
B.O. Tanah dibedakan :
 Fibric : dekomposisi paling sedikit, berserabut, BJ sangat
rendah (<0,1), kadar air tinggi, warna coklat.
 Hemic : peralihan dengan dekomposisi separuhnya,
masih berserabut BK : 0,07 – 0,18, kadar air tinggi,
warna lebih kelam
 Sapric : Dekomposisi paling lanjut, sedikit berserabut, BJ
 0,2, kadar air tak terlalu tinggi, warna hikam & coklat
kelam.
KLASIFIKASI TANAH ORGANIK

Menurut Dachnowskii (1935) membedakan :

 Tanah gambut : ber b.o.  65%


 Tanah bergambut (peaty soil) : kadar b.o :
35% - 65%
 Tanah humus : kadar b.o. = 12% - 35%
GAMBUT

Sifat umum gambut :


 b.o. terlalu banyak
 belum alami horisonisasi
 warna coklat kelam hitam sampai hitam
 kadar air tinggi
 bereaksi masam (pH 3-5)
 Sebagai bahan koloid kuat yang mampu ikat air
 Mengandung mineral sesuai dengan kategori
termuda
 Kadar C  58%, [H]  5,5%, [O]  34,5% dan
[N]  2%
 BJ dan BV rendah
Dasar-Dasar Kemasaman Tanah

 Reaksi tanah menunjukkan kemasaman dan


alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan
nilai pH
pH = Log 1/ [H+] = - log [H+], pH = 0 -14
pH netral  pH = Log 1/10-7 = - Log 10-7 = 7
Kandungan ion H+ = 10-7 mol/liter
Contoh : [H+] = 10-3  pH = 3
[H+] = 10-7  pH = 7
 Reaksi Tanah merupakan ukuran keasamaan dan kebasaan larutan
tanah
 pH = - log (H+)
 pH tanah merupakan indikator pelapukan tanah, kandungan mineral
dalam batuan induk, lama waktu dan intensitas pelapukan, terutama
pelindihan kation-kation basa dari tanah
 Tanah asam banyak mengandung H yang dapat ditukar, sedang tanah
alkalis banyak mengandung basa dapat ditukar
 pH > 7 Ca dan Mg bebas; pH>8.5 pasti terdapat Na tertukar
 Kandungan unsur-unsur hara seperti besi, copper, fosfor, Zn, dan hara
lainnya serta substansi toksik (Al3+, Pb2+) dikontrol oleh pH. Kandungan
Al3+, Pb2+ akan berpengaruh sedikit bagi pertumbuhan tanaman pada
tanah alkali calcareous tapi akan sangat serius pada tanah asam.
 Nutrient seperti P banyak tersedia (optimum) pada pH asam sampai
netral, dan akan sedikit pada pH dibawah atau diatas nilai optimum
tersebut
Tanah masam : tanah dengan pH rendah karena
[H+] tinggi. Timbulnya kemasaman tanah di alam,
proses ini berlangsung bersamaan dengan proses
pembentukan dan penuaan

Tanah masam
Kelarutan Al, Mn, Fe tinggi –bersifat racun
Fosfor kurang tersedia
Mg rendah – pembentukan bintil akar
Penyebab dan Masalah Kemasaman Tanah
 Reaksi tanah masam  curah hujan tinggi sehingga
basa-basa tercuci
 Pencucian (leaching) dan penyerapan ion-ion basa (K,
Ca, Mg, Na) oleh tanaman
 Cara penggunaan tanah
Varietas-varietas/jenis-jenis tanaman yang menyerap
basa dalam jumlah besar.
 Produksi CO2 dalam tanah
Dekomposisi bahan organik
Respirasi akar, CO2 + H2O  H2CO3  H+ + HCO3-
 Proses pembebasan dan penimbunan ion-ion masam
Contoh : Si, Al, Fe
Hidrólisis Al3+ ; Al3+ + 3 H2O  Al(OH)3 + 3H+
CARA MENGATASI TANAH MASAM

 Penambahan BO
 Pengapuran
 Penanaman jenis pohon yang toleran
terhadap Al dan Mn
 Pemupukan
PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK

 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa


pemberian kompos secara langsung pada subsoil
masam mampu menekan aktivitas Al (Afdhalina, 1991;
Darmawan, 1991; dan Samuel, 1991)

 Penelitian Samuel (1991) : pemberian 50 t/ha kompos


sampah kota pada subsoil Ultisol Sitiung II mampu
menurunkan Al-dd lebih dari 78,5%.

 Hasil penelitian Jamalus (1989), Yasin (1991), dan


Ahmad (1990) menunjukkan bahwa pemberian asam
humat pada tanah kaya Al dapat menurunkan Al-dd. Desi
Aneri (1996) menyatakan bahwa asam sitrat dan asam
oksalat juga dapat menurunkan Al-dd dan meningkatkan
hasil kedelai pada tanah kaya Al.
PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK

 Pengaruh bahan organik dalam menurunkan Al-dd tersebut


berkaitan dengan asam-asam organik yang dihasilkan selama
proses dekomposisi bahan organik. Substansi humat seperti
asam humat dan asam fulvat menurut Tan (1993) merupakan
hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik

 Berkurangnya Al-dd tersebut disebabkan terbentuknya khelat


atau komplek Al-organik (Tan, 1993). Mekanisme
pembentukan senyawa tersebut bergantung pada jumlah dan
distribusi gugus fungsional yang terdapat pada senyawa
organik tersebut.

 Penggunaan asam organik yang diberikan pada permukaan


tanah atau pada lapisan olah, mampu bermigrasi ke subsoil
dan dapat memperbaiki sifat subsoil masam merupakan
alternatif yang baik.
PENGAPURAN

Kapur adalah setiap bahan yang mengandung


Ca maupun Mg yang dapat diberikan kepada
tanah untuk menaikan pH

Pengapuran adalah pemberian bahan-bahan


kapur untuk meningkatkan pH tanah yang
bereaksi masam menjadi mendekati netral
yaitu sekitar 6,5 – 7
TUJUAN PENGAPURAN

 Tujuan pengapuran untuk memperbaiki sifat


kimia, fisika dan biologi tanah
 Wilayah sub tropika : tujuan pengapuran
untuk menaikkan Unsur hara
meningkat
 Wilayah tropika : tujuan meniadakan
pengaruh meracun dari Al
MANFAAT PENGAPURAN
(Buckman& Brady, 1982)

 meningkatkan pH tanah sehingga


mendekati netral
 menambah unsur Ca dan Mg
 menambah ketersediaan unsur hara,
contoh N,P
 mengurangi keracunan Al, Fe dan Mn
 memperbaiki kehidupan mikroorganisme.
BENTUK-BENTUK KAPUR

 kapur kalsit (CaCO3)


 kapur dolomit [(CaMg(CO3)2]
 kapur bakar, quick lime (CaO)
CaCO3 + panas -- CaO + CO2
 kapur hidrat, slaked lime [(Ca(OH)2]
CaO + H2O - Ca (OH)2 + panas
MUTU KAPUR
 Garansi fisik  kehalusan
10 mesh  10 lubang penyaringan dalam/inci2
100 mesh  100 lubang penyaringan dalam /inci2

 Garansi kimia
Kalsium karbonat ekivalen ≈ daya menetralkan %
CaCO3, eqivalen dari CaO murni

BM CaCO3 100
= BM CaO
X 100 % = 56
X 100 % = 178,6%

 kemampuan CaO untuk menetralkan tanah adalah


1,786 kali lebih besar dari CaCO3
PENENTUAN KEBUTUHAN KAPUR

1. Metode SMP (Schoemaker Mc Lean dan Pratt)


Mengukur jumlah H+ dalam Al3+ yang dapat dipertukarkan
yang larut dengan menggunakan larutan SMP buffer.
 Ukur pH  bila masam, dilanjutkan
 Tambahkan larutan SMP buffer pada larutan
pengukuran pH, kemudian ukur pHnya
 pH larutan buffer  tabel kebutuhan kapur
Tabel Kebutuhan Kapur berdasarkan pengukuran
pH dengan larutan SMP buffer
( Donahue, Miller, Sickluna, 1977*)

Kebutuhan kapur giling (t ha-1)**)


Tanah Mineral Tanah organik
pH dengan
larutan SMP Agar pH tanah menjadi :
7,.0 6,5 6,0 5,2

6,8 3,1 2,7 2,2 1,6


6,7 5,4 4,7 3,8 2,9
6,6 7,6 6,5 5,4 4,0
6,5 10,1 8,5 6,9 5,4
6,4 12,3 10,5 8,5 6,5

*) an introduction to soils and plant growth


**) kapur giling 90% CaCO3 ekivalen, 40% < 100 mesh, 50% <60 mesh, 70% < 20 mesh,
95% < 8 mesh
PENENTUAN KEBUTUHAN KAPUR

2. Berdasarkan atas kadar Aldd pada tanah permukaan

 Kadar Aldd dapat diukur dari contoh tanah


di lab. Dengan ekstraksi KCl 1 N
 Aldd dinyatakan dalam cmol (+)/kg
 Kebutuhan kapur (t ha-1)  ditentukan
dengan mengalikan kadar Aldd dengan
faktor 1, 1,2, 2.
PENGGUNAAN TANAMAN TOLERAN

 Penggunaan spesies atau kultivar tanaman yang


toleran terhadap kemasaman tanah yang tinggi
merupakan usaha yang paling baik dalam
mengatasi masalah subsoil masam
 mengurangi penggunaan input amelioran, yang
berarti menekan biaya produksi, tetapi juga tidak
mengganggu keseimbangan unsur hara yang
ada di dalam tanah
 Varietas tanaman yang toleran tanah masam
terutama berkaitan dengan ketahanannya
terhadap Al yang tinggi
Saat ini diketahui terdapat dua jenis utama
mekanisme toleran cekaman Al, yaitu mekanisme :
penghindaran dan mekanisme detoksifikasi internal

Strategi utama tanaman menghindari Al di-lakukan


melalui :

(1) perubahan pH rhizosfir akar,


(2) ekskresi asam organik oleh akar, dan
(3) perkembangan akar dan infeksi mikoriza
(Keltjens, 1997)
Perubahan pH rhizosfir akar
 Akar mengekskresikan proton dan ion hidroksil sehingga
merubah pH rhizosfir
 Perbedaan pola ekskresi yakni pelepasan H+ atau OH-,
berkaitan secara kuantitatif dengan keseimbangan
pengambilan ion total, yang bervariasi diantara spesies
dan khususnya dengan bentuk dimana tanaman
menyerap Nitrogen (NO3-, NH4+ atau N2)
 Kondisi lingkungan seperti P tanaman dan nutrisi besi
dan kehadiran Al dalam medium perakaran
mempengaruhi keseimbangan proton akar (Keltjen dan
van Ulden, 1987).
 Perubahan pH rhizosfir tanah mempunyai konsekuensi
langsung terhadap kelarutan Al dalam tanah (Gahoonia,
1993). Nutrisi N-NO3 murni akan mengurangi keracunan
Al pada tanaman yang ditanam pada tanah karena
ekskresi OH-,
Ekskresi asam organik oleh akar
 Ekskresi asam organik yang mengkhelat Al dalam
rhizosfir akar merupakan mekanisme toleransi spesies
atau kultivar tanaman tertentu terhadap kemasaman
atanah (Delhaize, et al., 1993 a,b).
 Asam organik seperti asam sitrat dan asam malat juga
polipeptida tertentu dieksudasikan oleh akar tanaman
(Basu, et al., 1994) tampaknya mendetoksifikasi Al
 Dengan demikian, mekanisme toleran suatu spesies atau
kultivar terhadap Al dapat berlangsung bila terjadi
ekskresi asam organik oleh akar tanaman, dan pH
rhizosfir sesuai yakni optimal pada pH 4 – 4,5 untuk
pembentukan kompleks Al-organik (Motekaitis dan
Martell, 1984 in Keltjens, 1997).
Perkembangan akar dan infeksi mikoriza
(Keltjens, 1997)
 Tanaman dapat menggunakan alat yang dimilikinya
untuk mengatasi kondisi cekaman kemasaman
tanah. Salah satu mekanisme yang dimiliki tanaman
(akar) dengan menghindari atau keluar dari tanah
masam (Hairiah, 2000)

 Untuk spesies tanaman dengan sistem perakaran


yang panjang dan dalam akan lebih mudah
memanfaatkan heterogenitas tanah. Oleh karena itu
potensial genetik dari suatu spesies atau kultivar
untuk menghasilkan akar-akar panjang dapat
menjadi indikator berguna yang men-cerminkan
kemampuan tanaman untuk menggunakan
mekanisme ini (Keltjens, 1997).
Infeksi mikoriza (Keltjens, 1997)

 Pada tanah masam, P sering menjadi pembatas


pertumbuhan tanaman karena difiksasi oleh Al
atau Fe. Tanaman dapat meningkatkan
pengambilan P jika akarnya bersimbiosis dengan
mikoriza. Oleh karena itu, spesies atau kultivar
tanaman yang dengan mudah terinfeksi oleh
mikoriza, jika tumbuh di tanah masam dapat di
duga kurang peka terhadap kemasaman tanah
daripada tanaman yang tidak bersimbiosis
dengan mikoriza (Keltjens, 1997)

Anda mungkin juga menyukai