Anda di halaman 1dari 70

HUKUM ADAT

Dibuat Oleh :
NAMA : CHARISMAN JAYA ZAI ( 173309010243 )
JUDUL BUKU : PENGANTAR DAN ASAS-ASAS HUKUM
ADAT
PENGARANG : SOEROJO WIGNJODIPOERO, S.H.
PENERBIT : CV HAJI MASAGUNG
1. Mengenal Adat
⚫ Adat adalah merupakan pencerminan daripada
kepribadian suatu bangsa, merupakan salah satu
penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan
dari abad ke abad.
⚫Adat bangsa Indonesia dikatakan merupakan
“Bhinneka” (berbeda-beda di daerah suku-suku
bangsanya), “Tunggal Ika” (tetapi tetap satu juga,
yaitu dasar dan sifat keindonesiaannya).
Selalu
Berkembang
2. APAKAH HUKUM ADAT ITU?
⚫ Prof. Dr. Supomo S.H. : hukum adat sebagai hukum yang
tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif
(unstatutory law)
⚫ Dr. Sukanto : hukum adat sebagai kompleks adat-adat yang
kebanyakan tidak dikitabkan dan bersifat paksaan, mempunyai
sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.
⚫ Mr. J.H.P. Bellefroid : hukum adat sebagai peraturan hidup
yang meskipun tidak diundangkan oleh Penguasa toh dihormati
dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-
peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
⚫ Prof. M.M. Djojodigoeno S.H. : Hukum adat adalah hukum
yang tidak bersumber kepada peratuaran-peraturan
⚫ Prof. Mr. C. van Vollenhoven : Hukum Adat adalah hukum yang
tidak bersumber kepada peraturan-peratuaran yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan
lainnya
3. HUKUM ADAT ADALAH
HUKUM NON-STATUTAIR
⚫ Hukum Adat pada umumnya belum tertulis/tidak
tertulis. Tetapi tidak semua adat merupakan hukum.
⚫ Hanya adat bersanksi mempunyai sifat hukum serta
merupakan hukum adat (Vollenhoven). Sanksinya
adalah berupa reaksi dari masyarakat hukum yang
bersangkutan
⚫ Prof. M.M. Djojodigoeno S.H. Sumber hukum Adat
Indonesia adalah ugeran-ugeran (norma-norma
kehidupan sehari-hari) yang langsung timbul sebagai
pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli,
tegasnya sebagai pernyataan rasa keadilannya dalam
hubungan pamrih
4. HUKUM ADAT TIDAK STATIS
⚫ Hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh
dan berkembang seperti hidup itu sendiri (Prof. Dr.
Soepomo S.H.). Juga Van Vollenhoven menegaskan
yang demikian.
5. Dua Unsur Hukum Adat
⮚ unsur kenyataan : bahwa adat itu dalam keadaan
yang sama selalu diindahkan oleh rakyat.
unsur psikologis : bahwa terdapat adanya keyakinan
pada rakyat, bahwa adat dimaksud mempunyai
kekuatan hukum.
6. BIDANG-BIDANG HUKUM
ADAT
❑ Hukum Negara
❑ Hukum Tata Usaha Negara
❑ Hukum Pidana
❑ Hukum Perdata
❑ Hukum Antar Bangsa Adat

⮚ Sistem hukum Adat sesungguhnya tidak mengenal


pembagian hukum dalam dua golongan: hukum
privat/sipil dan hukum publik.
7. WUJUD HUKUM ADAT
⚫ Hukum yang tidak tertulis (“jus non scriptum”);
merupakan bagian yang terbesar.
⚫ Hukum yang tertutlis (“jus scriptum”); hanya
sebagian kecil saja, misalnya peraturan-peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja-
raja/sultan-sultan dahulu
⚫ Uraian-uraian hukum secara tertulis; lazimnya
uraian-uraian ini adalah merupakan suatu hasil
penelitian (research) yang dibukukan.
8. KEKUATAN MATERIAL
PERATURAN HUKUM ADAT
⚫ Lebih atau kurang banyaknya (frequentie) penetapan-
penetapan yang serupa yang memberikan stabilitas kepada
peraturan hukum yang diwujudkan oleh penetapan-
penetapan itu
⚫ Seberapa jauh keadaan sosial di dalam masyarakat yang
bersangkutan mengalami perubahan.
⚫ Seberapa jauh peratuaran yang diwujudkan itu selaras
dengan sistem hukum adat yang berlaku
⚫ Seberapa jauh peraturan itu selaras dengan syarat-syarat
kemanusiaan
⮚ Istilah “Hukum Adat” dipergunakan secara
resmi dalam peraturan perundang-
undangan dalam tahun 1929.
SEJARAH HUKUM ADAT

BAB II
1. Proses Perkembangan Hukum Adat
⚫ Peraturan adat-istiadat kita ini, pada hakikatnya sudah
terdapat pada zaman kuno, zaman pra-Hindu yang
menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat
Melayu – Polinesia. Kemudian kultur Islam dan kultur
Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli
tersebut. Dan kini menurut keadaan serta kenyataan hukum
Adat yang hidup pada rakyat itu adalah merupakan hasil
akulturasi.
⚫ KITAB-KITAB HUKUM KUNO DAN PERATURAN-PERATURAN
ASLI LAINNYA
Dengan terdapat kitab-kitab hukum seperti: Civacasana,
Gajahmada, dan Kutaramanava, maka jelas bahwa di Indonesia
jauh sebelum orang Belanda, Portugis, Spayol dan lain-lain orang
Eropa datang, telah memiliki sistem dan azas-azas hukumnya
sendiri, yang khas.
2. TEORI “RECEPTIO IN
COMPLEXU”
⚫ Teori reception in complex : Selama bukan sebaliknya
dapat dibuktikan, menurut ajaran ini hukum pribumi
ikut agamanya, karena jika memeluk agama harus
juga mengikuti hukum-hukum agama itu dengan setia
⚫ Faktor –Faktor yang mempengaruhi Perkembangan
Hukum adat :
a) Faktor Magi dan Animisme
b) Faktor Agama
c) Faktor Kekuasaan yang Lebih Tinggi daripada
Persekutuan Hukum Adat
d) Hubungan dengan Orang-orang ataupun
Kekuasaan Asing
3. Sejarah Hukum Adat sebagai Sistem
⚫ Zaman Daendels (1808-1811) : hukum asli di pulau
Jawa terdiri atas hukum Islam. Daendels menganggap
derajat hukum Eropa lebih tinggi dari hukum adat.
⚫ Zaman Raffles (1811-1816) : “Regulations for the
more effectual administration of justice in the
provincial courts of Java”
⚫ Zaman Kolonial Belanda : Datang zaman Commissie
Generaal (1816-1819) dengan penasehat Mr. Herman
Warner Muntinghe. Pada pokoknya Commissie-
Generaal tetap memperlakukan hukum Adat terhadap
bangsa Indonesia.
SEJARAH HUKUM ADAT SEBAGAI
MASALAH POLITIK HUKUM, DI DALAM
SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
BAB III
1. MASA MENJELANG TAHUN
1848
⚫ 1839 Scholten menjadi ketua panitia yang
melaksanakan tugasnya agar Hukum Negeri Belanda
dapat di berlakukan di Indonesia
⚫ Hasil pekerjaan Scholten diperkuat dengan seorang
ahli yaitu J. van der Vinnie. Ia beranggapan, bahwa
hukum Belanda akan janggal bagi suatu negeri yang
mempunyai penduduk berjuta-juta manusia yang
bukan beragama Nasrani.
⚫ Hukum adat sebagai masalah politik hukum tahun
1848
2. Hukum Adat dari Unifikasi ke
Kodifikasi
⚫ Konsepsi Van Vollenhoven : isinya menganjurkan diadakan
pencatatan-pencatatan yang sistematis dari pengertian-
pengertian hukum yang sesungguhnya dari penduduk, tetapi
didahului dengan penelitian dan penyelidikan yang dipimpin
oleh para ahli.
⚫ Tahun 1927 konsepsi Van Vollenhoven diterima.
⚫ Politik pemerintah kolonial Belanda kembali secara teratur
kearah dualisme.
⚫ Politik hukum adat semenjak tahun 1927 setelah konsepsi
Vollenhoven diterima, menghendaki juga re-organisasi sistem
pengadilan.
⚫ Jadi yang terjadi hingga sampai jatuhnya pemerintahan kolonial
Belanda kepada Balatentara Jepang adalah kodifikasi dan bukan
unifikasi.
3. Dasar Hukum Sah Berlakunya Hukum Adat
⚫ Sebelum Undang-Undang No. 19 tahun 1964 L.N. No.107
tahun 1964, yakni Undang-Undang tentang ketentuan-
ketentuan pokok kekuasaan Kehakiman, diundangkan pada
tanggal 31 Oktober 1964, maka yang menjadi dasar Hukum
Adat adalah masih Pasal II Aturan Peralihan Undang
Undang Dasar 1945.
⚫ Pada zaman Belanda sumber pengetahuan tentang hal ini
adalah pasal 131 Indische Staatsregeling
⚫ Pada saat itu hukum adat berlaku berdasarkan pasal 75
“Regerings-Reglement” baru (disingkat RR baru) yang
berlaku pada tanggal 1 Januari 1920.
⚫ Sejak Kemerdekaan Indonesia : Beralih pada UUD 1845
dan Pancasila
4. Nilai-nilai universal dala Hukum
Adat
⮚ Asas gotong royong.
⮚ Fungsi sosial manusia dan milik dalam masyarakat.
⮚ Asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum.
⮚ Asas perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan.

Kepribadian Hukum Adat Indoenesia

PANCASILA
5. Sumber dan Pengenalan Hukum Adat
⚫ Sumber Hukum adat adalah :
• Kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan
tradisi rakyat (Van Vollenhoven).
• Kebudayaan tradisional rakyat (Tar Haar).
• Ugeran-ugeran (Djojodiguno).
• Perasaan keadilan yang hidup di dalam hati nurani
rakyat (Supomo).
Sumber Pengenalnya :
⚫ Pepatah, Yurispundensi adar, laporan penelitian,
dokumen, Buku undang-undang.
6. KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM
NASIONAL INDONESIA

• Dalam lampiran A dari Ketetapan MPRS No.


II/MPRS/1960 pada paragraf 402 No. 34 dan 35
disebut dengan jelas asas-asas yang harus diperhatikan
oleh para Pembina Hukum Nasional yaitu:
a. Pembangunan hukum Nasional harus diarahkan
kepada homogeniet hukum dengan memperhatikan
kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.
b. Harus sesuai dengan haluan Negara dan
berlandaskan Hukum Adat yang tidak menghambat
perkembangan Masyarakat adil dan makmur.
SISTEM HUKUM ADAT

BAB IV
1. Sendi-sendi hukum adat yang merupakan landasan
fundamental
⚫ Antara sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat
beberapa perbedaan yang fundamental, misalnya:
1. Hukum Barat mengenal “zekelijke rechten” (hak atas
benda) dan ”persoonlijke rechten” hak atas sesuatau objek
(benda)/hak relatif.
2. Hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum publik
dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini
3. Hukum Barat membedakan pelanggaran-pelanggaran
hukum dalam dua golongan, yaitu pelanggaran yang bersifat
pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana, dan
pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat
dalam lapangan perdata saja serta yang diadili oleh hakim
Perdata. Hukum adat tidak mengenal perbedaan demikian.
2. Bahasa Hukum
⚫ Bahasa hukum adalah bukan sesuatu yang dapat
diciptakan dalam satu atau dua hari saja, tetapi harus
melalui suatu proses yang cukup lama.
⚫ Bahasa hukum lahir dan tumbuh setapak demi
setapak. Kata-kata yang terus-menerus dipakai dengan
konsekwen untuk menyebut suatu perbuatan dan
keadaan, lambat laun menjadi istilah yang memiliki isi
dan makna tertentu.
3. Pepatah Adat
⚫ Pepatah adat yang sangat berguna sebagai petunjuk
tentang adanya sesuatu peraturan hukum adat.
⚫ Prof. Snouck Hurgronje dalam “Verpreide geschriften IV”
menegaskan, bahwa pepatah adat tidak boleh dianggap
sebagai sumber atau dasar hukum adat.
⚫ Ter Haar dalam Indisch Tijdschrift van het Recht 144
berkata, bahwa pepatah adat bukan merupakan sumber
hukum adat, melainkan mencerminkan dasar hukum yang
tidak tegas.
⚫ Prof. Soepomo dalam “Bab-bab tentang hukum adat”,
menegaskan bahwa pepatah adat memberi lukisan tentang
adanya aliran hukum yang tertentu.
4. PENYELIDIKAN TENTANG
HUKUM ADAT
⚫Research tentang putusan-putusan petugas hukum
ditempat/daerah yang bersangkutan.
⚫ Sikap penduduk dalam hidupnya sehari-hari terhadap
hal-hal yang sedang disoroti dan diinginkan mendapat
keterangan dengan melakukan “field research” itu.
Yang menentukan dalam penyelidikan hukum adat
secara demikian ini bukannya banyaknya jumlah
perbuatan-perbuatan yang terjadi, tetapi ya atau
tidaknya tingkah laku itu dirasakan oleh masyarakat
yang bersangkutan sebagai hal yang memang sudah
seharusnya. Perasaan inilah yang memberi kesimpulan
adanya suatu norma hukum.
5. Hukum Adat Sebagai Aspek
Kebudayaan
⚫ Hukum yang terdapat di dalam masyarakat manusia,
betapa sederhana dan kecil pun masyarakat itu,
menjadi cerminnya.
⚫ Begitu pula halnya Hukum Adat di Indonesia, hukum
adat itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup
yang keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.
TATA SUSUNAN RAKYAT DI
INDONESIA

BAB V
1. PERSEKUTUAN HUKUM
⚫ Ter Haar dalam “Asas-asas dan susunan hukum adat
Indonesia”, menegaskan : Di seluruh kepulauan
Indonesia pada tingkat rakyat jelata, terdapat pergaulan
hidup di dalam golongan-golongan yang bertingkah
laku sebagai kesatuan terhadap dunia lahir dan bathin.
⚫ Jadi persekutuan hukum itu merupakan kesatuan-
kesatuan yang mempunyai tata susunan yang teratur
dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan
kekayaan sendiri, baik kekayaan materiil maupun
kekayaan yang immateriil.
2. Struktur Persekutuan Hukum
⚫ Genealogis (berdasarkan pertalian suatu keturunan)
⚫Teritorial (berdasarkan lingkungan daerah)
⚫ Menurut Vann Royen :
⮚ Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal),
seperti pada suku Batak, Nias, Sumba.
⮚ Pertalian darah menurut garis ibu(matrilineal), seperti
di Minangkabau.
⮚ Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak
(parental), seperti pada suku Jawa, Sunda, Aceh,
Dayak.
Teritorial :
A. Persekutuan desa:
Apabila ada segolongan orang terikat pada suatu tempat
kediaman; juga apabila di dalamnya termasuk dukuh-
dukuh yang terpencil yang tidak berdiri sendiri, sedang
para pejabat pemerintahan desa boleh dikatakan
semuanya bertempat tinggal di dalam pusat kediaman
itu.
B. Persekutuan daerah : Apabila di dalam suatu daerah
tertentu terletak beberapa desa yang masing-masing
mempunyai tata susunan dan pengurus sendiri-sendiri
yang sejenis, berdiri sendiri-sendiri tetapi semuanya
merupakan bagian bawahan dari daerah.
C. Persekitaran (Beberapa kampung)
3. LINGKARAN HUKUM ADAT
ATAU LINGKUNGAN HUKUM ADAT
⚫ Aceh
⚫ Tanah Gayo – Alas dan Batak beserta Nias.
⚫ Daerah Minagkabau beserta Mentawai
⚫ Sumatera Selatan.
⚫ Daerah Melayu (Sumatera Timur, Jambi, Riau)
⚫ Bangka dan Belitung.
⚫ Kalimantan
⚫ Minahasa
⚫ Gorontalo
⚫ Daerah Toraja
⚫ Sulawesi Selatan
⚫ Kepulauan Ternate
⚫ Maluku, Ambon
⚫ Irian.
⚫ Bali, Lombok, Jawa
4. Tata Susunan Persekutuan Hukum
⚫ Segala badan persekutuan hukum ini dipimpin oleh
Kepala-kepala rakyat.
⚫ Sifat dan susunan pimpinan itu erat hubungannya
dengan sifat serta susunan tiap-tiap jenis badan
persekutuan hukum yang bersangkutan
5. Sifat Pimpinan Kepala Rakyat
⚫ Tindakan-tindakan mengenai urusan tanah berhubungan
dengan adanya pertalian yang erat antara tanah dan
persekutuan yang menguasai tanah itu.
⚫ Penyelenggaraan hukum sebagai usaha untuk mencegah
adanya langgaran hukum.
⚫ Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukum
setelah hukum itu dilanggar (pembinaan secara represif).
⚫ Kewajiban kepala rakyat dalam menyelenggarakan hukum
adat itu adalah sepenuhnya memperhatikan adanya
perubahan-perubahan pertumbuhan-pertumbuhan hukum
adat
6. Suasana Tradisional Masyarakat
Desa
⚫ Religious : Persekutuan desa merupakan suatu
kesatuan hidup bersama antara mereka yang masih
hidup dengan arwah-arwah nenek moyangnya serta
dengan segala hidup di lingkungannya di dalam alam
ini
⚫ Kemasyarakatan atau komunal : Hidup bersama di
dalam masyarakat tradisional Indonesia bercorak
kemasyarakatan, bercorak komunal.
⚫Demokratis : Suasana demokratis di dalam kehidupan
masyarakat adat ditandai serta dijiwai oleh asas-asas
Hukum Adat yang mempunyai nilai universal, yakni
asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum dan
asas permusyawaratan
7. Perubahan-Perubahan di dalam
Suasana Desa
⚫ Penggantian kepala desa dengan seorang pegawai
kerajaan.
⚫Tanah desa diambil dan diurus oleh pegawai kerajaan
⚫Dalam pemberian pilungguh kepada famili raja atau
pegawai kerajaan, tidak diperhatikan sama sekali
batas-batas desa yang tersangkut.
⚫Perubahan ini dibagi menjadi dua yaitu zaman kolonial
Belanda dan zaman Republik Indonesia
HUKUM PERORANGAN

BAB VI
1. SUBYEKTUM YURIS
⚫ Dalam hukum adat di samping manusia juga dikenal
badan hukum sebagai subjek hukum. Badan-badan
hukum yang ada ialah antara lain desa, suku, nagari,
wakaf, dan akhir-akhir ini juga yayasan. Hal ini
ditetapkan dalam Lembaran Negara (“Staatsblad”)
tahun 1927 nomor 91 pasal 1 (periksa juga pasal 3).
⚫Dalam masyarakat adat rupa-rupanya diakui juga
sebagai subyektum yuris pada budak dan hamba
setelah perbudakan dan perhambaan ini dilarang oleh
pemerintah kolonial Belanda
2. MANUSIA SEBAGAI
SUBYEKTUM YURIS
⮚ Menurut Prof. Soepomo, seseorang sudah dianggap
dewasa dalam hukum adat, apabila ia antara lain
sudah:
❑ Kuwat gawe (dapat/mampu bekerja sendiri)
❑ Cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluan
sendiri.
❑ Menurut hukum adat “dewasa” ini baru mulai setelah
tidak menjadi tanggungan orang tua dan tidak serumah
lagi dengan orang tua.
3. BADAN HUKUM SEBAGAI
SUBYEKTUM YURIS
⚫ Wakaf
⚫ Yayasan : Yayasan merupakan badan hukum yang
melakukan kegiatan dalam bidang sosial. Yayasan
demikian ini dapat dibentuk dengan akta
pembentukan.
⚫ Koperasi : Koperasi adalah perkumpulan di mana ke
luar-masuknya anggota diizinkan secara leluasa.
Tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan
para anggotanya secara gotong-royong.
HUKUM KEKELUARGAAN

BAB VII
1. KETURUNAN
⚫ Keturunan adalah ketunggalan leluhur, artinya ada
perhubungan darah antara orang yang seorang dan
orang yang lain.
⚫ Pada umumnya kita melihat adanya hubungan Hukum
yang didasarkan kepada hubungan kekeluargaan.
⚫Keturunan dapat bersifat :
a. Lurus, apabila orang yang satu itu merupakan
langsung keturunan yang lain.
b. Menyimpang atau bercabang, apabila antara kedua
orang atau lebih itu terdapat adanya ketunggalan leluhur.
2. Hubungan Anak dan Orangtua
⚫ Anak kandung memiliki kedudukan yang terpenting
dalam tiap semua masyarakat adat
⚫ Dalam masyarakat adat dapat banyak upacara-upacara
adat yang bersifat religio-magis serta yang
penyelenggaraannya berurut-urutan mengikuti
pertumbuhan fisik anak tersebut yang semuanya itu
bertujuan melindungi anak beserta ibu yang
mengandungnya dari segala bahaya dan gangguan
3. Hubungan Anak dengan Keluarga
⚫ Dalam persekutuan yang menganut garis keturunan
bapak-ibu, maka hubungan anak dengan keluarga dari
pihak bapak ataupun dengan keluarga dari pihak ibu
adalah sama eratnya ataupun derajatnya.
⚫ Dalam persekutuan yang sifat susunan keluarganya
adalah unilateral, yaitu patrilineal (menurut garis
keturunan bapak) atau matrilineal (menurut garis
keturunan ibu), maka hubungan antara anak dengan
keluarga dari kedua belah pihak adalah tidak sama
eratnya, derajatnya, dan pentingnya.
4. Memelihara Anak Yatim Piatu
⚫ Jika kedua orang tua sudah tidak ada lagi, maka yang
memelihara anak-anak yang ditinggalkan adalah salah satu dari
keluarga dari pihak bapak atau ibu yang terdekat
⚫ Ketentuan-ketentuan dalam keluarga yang bersusunan
unilateral, sudah barang tentu dalam perkembangan zaman
selanjutnya mengalami pengaruh-pengaruh yang lambat laun
menyebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan.
⚫ Akhirnya apabila dalam keluarga yang bersusunan unilateral itu,
kedua-dua orang tua meninggal dunia, maka kekuasaan orang
tua terhadap anak-anak yang ditinggalkan selanjutnya berada
pada keluarga pihak bapak jika keluarga tersebut keluarga
patrilineal dan berada pada keluarga pihak ibu jika keluarga
tersebut keluarga matrilineal.
5. Mengangkat Anak
⚫ Mengangkat anak bukan warga keluarganya : Anak itu
diambil dari lingkungan asalnya dan dimasukkan
dalam keluarga orang yang mengangkat ia menjadi
anak angkat.
⚫ Mengangkat anak dari kalangan keluarga : Di Bali
perbuatan ini disebut “nyentanayang”. Anak lazim
diambil dari salah satu clan yang ada hubungan
tradisionalnya, yaitu yang disebut purusa, tetapi akhir-
akhir ini dapat pula anak diambil dari luar clan itu.
⚫Mengangkat anak dari kalangan keponakan-keponakan
HUKUM PERKAWINAN

BAB VIII
1. ARTI PERKAWINAN
⚫ Prof. Hazairin dalam bukunya “Rejang” mengemukakan
peristiwa perkawinan itu sebagai tiga buah rentetan
perbuatan-perbuatan magis yang bertujuan menjamin
ketenangan (“koelte”), kebahagiaan (“welvaart”) dan
kesuburan
⚫ Rites de Passage : Upacara-upacar peralihan yang
melambangkan peralihan atau perubahan status dari
mempelai berdua; dari tadinya hidup terpisah, setelah
melampai upacara-upacara dimaksud menjadi hidup
bersatu dalam suatu kehidupan bersama sebagai suami-
isteri; semula mereka masing-masing, setelah melampaui
upacara-upacara yang bersangkutan mereka berdua
merupakan keluarga sendiri, suatu keluarga baru yang
berdiri sendiri dan mereka pimpin sendiri.
2. Pertunangan
⚫ Pertunangan adalah merupakan suatu stadium (keadaan)
yang bersifat khusus yang di Indonesia ini biasanya
mendahului dilangsungkannya suatu perkawinan.
Stadium pertunangan ini timbul setelah ada persetujuan
antara kedua belah-pihak (pihak keluarga bakal suami dan
pihak keluarga bakal isteri) untuk mengadakan perkawinan.
3. Perkawinan tanpa Lamaran dan Pertunangan :
Corak perkawinan yang demikian ini kebanyakan diketemukan
dalam persekutuan yang bersifat patrilineal, tetapi dalam
persekutuan yang matrilineal dan parental (garis bapak-ibu)
meskipun agak lebih kurang toh terdapat juga
4. PERKAWINAN DALAM
BERBAGAI SIFAT KEKELUARGAAN
⚫ Dalam sifat susunan kekeluargaan patrilineal
⚫ Dalam sifat susunan kekeluargaan matrilineal
⚫ Dalam sifat kekeluargaan parental
5. Sistem Perkawinan
⚫ Sistem endogami : Dalam sistem ini orang hanya
diperbolehkan kawin dengan seorang dari suku
keluarganya sendiri.
⚫ Sistem exogami : Dalam sistem ini orang diharuskan
kawin dengan orang di luar suku keluarganya
⚫ Sistem eleutherogami : Sistem ini tidak mengenal
larangan-larangan atau keharusan-keharusan seperti
halnya dalam sistem endogami dan exsogami.
6. Perceraian
⚫ Perceraian adalah menurut adat merupakan peristiwa
luar biasa, merupakan problema sosial dan yuridis
yang penting dalam kebanyakan daerah.
⚫Pada asasnya sedapat-dapatnya, artinya apabila
memang menurut keadaan serta kenyataan, perceraian
itu demi kepentingan bukan suami isteri saja,
melainkan juga kepentingan keluarga kedua belah
pihak, bahkan malahan juga demi kepentingan
keseluruhan perlu dilakukan, maka perbuatan itu dapat
dijalankan.
HUKUM HARTA PERKAWINAN

BAB IX
1. FUNGSI HARTA
PERKAWINAN
⚫ Harta Perkawinan : dipergunakan oleh suami isteri
untuk membiayai ongkos kehidupan mereka sehari-
harinya, beserta anak-anaknya.
⚫ Suami dan isteri sebagai satu kesatuan beserta anak-
anaknya ini dalam masyarakat adat dinamakan
“somah” atau “serumah” (bahasa Belanda “gezin” dan
dalam bahasa Inggris “household”).
2. PEMISAHAN HARTA
PERKAWINAN DALAM 4
GOLONGAN
⚫ Barang-barang yang diperoleh suami atau isteri secara
warisan atau penghibaan dari kerabat (famili) masing-
masing dan dibawa ke dalam perkawinan.
⚫ Barang-barang yang diperoleh suami atau isteri untuk diri
sendiri serta atas jasa diri sendiri sebelum perkawinan atau
dalam masa perkawinan.
⚫ Barang-barang yang dalam masa perkawinan diperoleh
suami dan isteri sebagai milik bersama.
⚫ Barang-barang yang dihadiahkan kepada suami dan isteri
bersama pada waktu pernikahan.
HUKUM ADAT WARIS

BAB X
1. PENGERTIAN HUKUM ADAT
WARIS
⚫ Prof. Soepomo : Hukum adat waris memuat peraturan-
peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang-barang harta-benda dan barang-
barang yang tidak terwujud benda (immateriele goederen)
dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada
keturunannya
⚫ Ter Haar : Hukum adat waris meliputi peraturan-peraturan
hukum yang bersangkutan dengan proses yang sangat
mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang
penerusan dan pengoperan kekayaan materiil, dan imateriil
dari suatu generasi kepada generasi berikutnya
⚫ Wirjono Prodjodikoro S.H : warisan itu adalah soal apakah
dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang
masih hidup
2. SIFAT HUKUM ADAT WARIS
⚫ Hukum Adat Waris bersendi atas prinsip yang timbul
dari aliran-aliran pikiran komunal serta konkrit bangsa
Indonesia.
Hukum adat waris sangatlah erat hubungannya dengan
sifat-sifat kekeluargaan daripada masyarakat hukum
yang bersangkutan beserta pengaruhnya pada harta
kekayaan yang ditinggalkan dan berada dalam
masyarakat itu.
⚫Sistem Kewarisan Adat :
❑ Sistem Kewarisan Individual
❑ Sistem Kewarisan Kolektif
❑ Sistem Kewarisan Mayorat
4. Harta Peninggalan yang tidak dapat
dibagi-bagi
⚫ Karena sifatnya memang tidak memungkinkan untuk
dibagi-bagi (misalnya barang-barang milik suatu kerabat
atau famili).
⚫ Karena kedudukan hukumnya memang terikat kepada
suatu tempat/jabatan tertentu
⚫ Karena belum bebas dari kekuasaan persekutuan hukum
yang bersangkutan, seperti tanah kasikepan di daerah
Cirebon.
⚫ Karena pembagiannya untuk sementara ditunda, seperti
banyak dijumpai di Jawa
⚫ Karena hanya diwariskan oleh seorang saja (sistem
kewarisan mayorat), sehingga tidak perlu dibagi-bagi.
5. PENGHIBAAN ATAU PEWARIS
(TER HAAR: “TOESCHEIDINGEN”)
⚫ Merupakan kebalikan daripada harta-peninggalan
yang tidak dapat dibagi-bagi adalah perbuatan
penghibaan atau pewarisan, yaitu pembagian
keseluruhannya ataupun sebagian daripada harta-
kekayaan semasa pemiliknya masih hidup.
⚫ HIBAH-WASIAT, WEKASAN, (JAWA), UMANAT
(MINANGKABAU), PENUNESAN, (ACEH),
NGENDESKAN (BATAK)
HUKUM TANAH

BAB XI
1. Kedudukan Tanah dalam Hukum
adat
⚫ Karena sifatnya: Yakni merupakan satu-satunya benda
kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang
bagaimanapun juga, toh masih bersifat tetap dalam
keadaannya, bahkan kadang-kadang malahan menjadi
lebih menguntungkan.
⚫ Karena faktanya : merupakan tempat tinggal
persekutuan, memberikan penghidupan kepada
persekutuan.
Merupakan tempat di mana para warga persekutuan
yang meninggal dunia dikebumikan.
2. HAK PERSEKUTUAN ATAS
TANAH
⚫ Persekutuan berusaha meletakkan batas-batas disekeliling
wilayah kekuasaannya itu.
⚫ Menunjuk pejabat-pejabat tertentu yang khusus bertugas
menguasai wilayah kekuasaan persekutuan yang
bersangkutan.
⚫ Hak Perseorangan atas tanah :
❑mengumpulkan hasil-hasil hutan.
❑memburu binatang liar.
❑ mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar.
❑membuka tanah dan kemudian mengerjakan tanah itu terus-
menerus.
❑mengusahakan untuk diurus selanjutnya suatu kolam ikan
3. Transaksi Tanah
❑ Dalam adat dikenal transaksi-transaksi yang ada
hubungannya dengan tanah yang berikut:
❖ Memperduai (Minangkabau), Maro (Jawa), Toyo
(Minahasa), Tesang (Sulawesi Selatan), Nengah (Priangan),
Mertelu (Jawa) atau Jejuron (Priangan
❖ Sewa adalah suatu transaksi yang mengizinkan orang lain
untuk mengerjakan tanahnya atau untuk tinggal di tanahnya
dengan membayar sesudah tiap panen
❖ Tanggungan atau jonggolan di Jawa, Makantah di Bali,
Tahan di Tapanuli.
❖ Numpang atau Magersari di Jawa atau lindung di
Priangan.
❖“Memperduai” atau “sewa” bersama-sama dengan “gadai”.
HUKUM HUTANG-PIUTANG

BAB XII
1. Hukum hutang piutang
⚫ Hak atas perumahan, tumbuh-tumbuhan, ternak dan
barang.
⚫Sumbang-menyumbang, sambat-sinambat, tolong-
menolong.
⚫Panjer: Perjanjian dengan panjer lazimnya
mengandung janji untuk mengadakan perbuatan
kontan. Dalam perjanjian itu sama sekali tidak ada
paksaan dan apabila ada salah satu pihak yang
dirugikan, maka pihak yang lain seringkali membayar
kerugian itu.
2. Kredit Perseorangan
⚫ Tanggung Menanggung
⚫ Borg atau Jaminan
⚫ Kempitan
⚫ Ngeber : Transaksi ini dijumpai di Jawa Barat serta
berupa suatu transaksi menjualkan barang orang lain.
⚫ Ijon atau Ijoan
⚫Ngaran atau mengara anak
⚫Makidihang raga
HUKUM ADAT DELIK

BAB XIII
1. Pengertian Delik Adat
⚫Ter Haar : untuk dapat disebut delik perbuatan itu
harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca
keseimbangan masyarakat. Van Vollenhoven
mengartikan delik adat itu sebagai perbuatan yang
tidak diperbolehkan.
⚫ Prof. Soepomo : di dalam sistem hukum adat segala
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum
adat merupakan perbuatan illegal dan hukum adat
mengenal pula ikhtiar-ikhtiar
⚫Dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya suatu
adat delik itu merupakan suatu tindakan yang
melanggar perasaan keadilan dan kepatuhan yang
hidup dalam masyarakat
2. Sifat Pelanggaran Hukum Adat
⚫ Sistem hukum adat hanya mengenal satu prosedur
dalam hal penuntutan; satu macam prosedur baik
untuk penuntutan secara perdata maupun untuk
penututan secara kriminal.
⚫Petugas hukum tidak selalu mengambil inisiatif sendiri
untuk menindak si pelanggar hukum. Terhadap
beberapa pelanggaran hukum, petugas hukum hanya
akan bertindak, apabila diminta oleh orang yang
terkena.
3. Lahirnya Delik Adat
⚫ Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya
tiap peraturan hukum yang tidak tertulis, dan dengan
timbulnya pelanggaran hukum adat itu, lahirlah
sekaligus juga delik adat, sehingga pencegahannya
menjadi pencegahan delik adat.
⚫ Hukum adat tidak mengenal sistem peraturan statis.
Jika dalam hukum adat delik adat itu tidak sepanjang
masa tetap merupakan delik adat. Tiap peraturan
hukum adat timbul, berkembang, dan selanjutnya
lenyap dengan lahirnya peraturan hukum adat yang
baru.
4. Petugas Hukum untuk perkara Adat
⚫ Menurut Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951 yang
mempertahankan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi
tanggal 9 Maret 1935 Staatblad No. 102 tahun 1955,
Statblad No. 102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui
berwenang memeriksa segala perkara adat, termasuk juga
perkara delik adat.
Di dalam kenyataan sekarang ini, hakim perdamaian desa
biasanya memeriksa delik adat yang tidak juga sekaligus
delik menurut KUH Pidana. Delik-delik adat yang juga
merupakan delik menurut KUH Pidana, rakyat desa lambat
laun telah menerima dan menganmgap sebagai sutu yang
wajar bila yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman
oleh hakim pengadilan Negeri dengan pidana yang
ditentukan oleh KUH Pidana.

Anda mungkin juga menyukai